Anda di halaman 1dari 4

PENGARUH DARI PEMANASAN DALAM PROSES GRINDING PADA BATUBARA

ABSTRAK
Sebagian besar kuantitas batubara digunakan untuk sumber daya pembangkit
listrik. Energi yang dibutuhkan untuk penggilingan sebesar 5 sampai 15 kWh/ton.
Jika penggilingan dapat ditambah melalui pemanasan awal batubara dengan
panas sisa, penggunaan energy dapat dikurangi. Objek dari penelitian ini yaitu
menjelaskan bagaimana efek pemanasan awal terhadap proses penggilingan.
Metode ini harus menggunakan sekumpulan sampel penggilingan untuk
menunjukkan hasil dari proses penggilingan batubara baik sebelum atau
sesudah dilakukan pemanasan. Simulasi dari pengujian ini memberikan 40%
kenaikan dalam proses penggilingan. Kira kira 40% penghematan energi dapat
diharapkan dalam proses ini. Dengan menggunakan panas sisa untuk treatment
batubara tersebut, target penghematan energi dapat dipertahankan.
PENDAHULUAN
Batubara digunakan untuk pembangkit listrik dan proses liberasi pirit dan
kandungan abu. Perkiraan energi yang dikeluarkan sebesar lebih dari 4 x 10 9
kWh sekali proses, peningkatan efisiensi energi menjadi signifikan (Dutkiewics et
al., 1986; Herbst, 1981, Trass et al., 1985). Pemanasna awal meningkatkan
kemampuan untuk tergiling dari macam macam material termasuk batubara.
Permasalahan nya yaitu menjelaskan seberapa banyak dari peningkatan tersebut
memungkinkan. Informasi ini akan berguna untuk menjelaskan keekonomian dari
proses pemanasan batubara sebagai penghemat energi.
Prosedur percobaan terdiri dari penggilingan batubara lignite dan bituminus di
laboratorium ball mill dan pengukuran ukuran sampel secara bertahap.
Perbandingan dibuat dengan dan tanpa 400 0 F selama 15 menit pemanasan
awal. Perubahan ukuran digunakan untuk menemukan laju pemecahan dari
sampel (Rogers et al., 1986; Lytle and Prisbrey, 1984; Gardner dan Verghese,
1984). Sampel ini kwmudian digunakan untuk simulasi pengujian penggilingan
untuk peningkatan efisiensi energi ( Lewis et al., 1990; Kapur dan Fuerstenau,
1989; Magdalinovic, 1989). Hasilnya ditunjukkan dengan besarnya peningkatan
dalam efisiensi energi.
PERCOBAAN
Kedua batubara baik yang sudah dilakukan pemanasan ataupun belum
dipanaskan digilas dalam 1,8 L 15 cm diameter bola baja hingga 60 menit.
Proses Pemanasan terdiri dari pemanasan batubara selama 15 menit pada oven
bersuhu 4000 F. Sampel terdiri dari satu ukuran 200 x270 mesh, dan sampel
diletakkan selama 2, 5, 10, 20, 40 dan 60 menit untuk analisis ukuran. Sampel
batubara adalah lignite dan medium volatile bitunimous (MVB) dengan laporan
analisa proximate sebelumnya (Lytle et al., 1983). Analisa sampel dilakukan
dengan penyinaran sinar X selama proses pengendapan. Ukuran ayak terdiri dari
210, 105, 53, 26,5 , 13,2 , 6,6 , dan 3,3 m. Sampel disesuaikan untuk
percobaan distribusi ukuran untuk menjelaskan laju pemecahan dan distribusi
parameter pemecahan (rumus 1). Kemudian, standar proses pengujian
penggilingan akan disimulasikan dalam komputer untuk menjelaskan perubahan
dalam sifat kegerusan dan peningkatan dalam efisiensi energi.

dm
=( I B ) Sm ...............................................................................
dt

..........(1)
Ket : m = massa pecahan
B = parameter distribusi pemecahan
S = laju pemecahan
I = identifikasi matriks
Dalam siklus pengujian, umpan digiling dalam ball mill, dikeluarkan,
diayak dan yang melebihi ukuran akan dimsukkan kembali dalam ball mill,
selama penambahan jumlah umpan selaras dengan jumlah undersize
konstan. Distribusi ukuran dari undersize kemudian dihitung untuk
menjelaskan index kerja, danoleh sebab itu, efisiensi energi.
HASIL
Batubara yang dipanaskan terlebih dahulu memperlihatkan sifat
kegerusan yang ditunjukkan pada perbandingan distribusi ukuran dengan
dan tanpa pemanasan awal (tabel 1). Batubara yang dipanaskan terlebih
dahulu menghasilkan kegerusan yang lebih halus. Sebagai contoh, setelah
20 menit proses penggilingan, 84% dari batubara hasil pemanasan awal
lebih halus 13 mikron dibandingkan hanya 70% dari kehalusan batubara
yang tidak dipanaskan terlebih dahulu. Untuk batubara medium volatile
bituminous (MVB) (data tidak ditampilkan), setelah 5 menit digiling, 75%
dari batubara yang dipanaskan terlebih dahulu lebih halus 53 mikoron
dibandingkan hanya 38% kehalusan dari batubara yang tidak dipanaskan.
Sampel penggerusan linier (sebagai lawan dari non linier) dianggap cocok
untuk simulasi siklus penelitian. Alasan utama untuk ini yaitu kedekatan
kehilangan linier dari fraksi ukuran teratas ditunjukkan dengan log plot
linier (gambar 1). Garis non linier dapat digambarkan pada gambar 1
tetapi memberikan kekacauan pada data, akan menghasilkan ketidakakuratan.

Gambar 1 (copy dewek yo yank, dak


biso di copy dari sini soalnyo)
Juga signifikan dalam gambar adalah laju kegerusan hampir tidak berubah
(lengkungan) dengan dan tanpa pemanasan awal.
Laju kegerusan dan parameter distribusi kegerusan (rumus 1) kemudian
diperkirakan dengan menggunakan penelitian distribusi ukuran pada 6
perbedaan waktu gerusan, termasuk 20 dan 60 menit waktu gerusan
untuk lignit. Pada gambar 2 dicocokkan nilai dari dua waktu gerusan
ditunjukkan dalam rangka untuk menunjukkan secara visual

kecocokannya. Kesalahan hasil adalah kurang dari 0,04 untuk batubara


lignit dan bituminus sbelum dan setelah pembakaran awal, menunjukkan
lagi bahwa model linear cukup akurat untuk simulasi dalam keseluruhan
kesalahan data.
Kita kemudian menggunakan laju kegerusan dan parameter distribusi
kegerusan untuk simluasi semua penelitian. Simulasi menghasilkan hasil
yang mantap setelah 15-20 kali pengulangan, pada poin P (80% ukuran
yang lolos dari hasil gerusan) di tunjukkan untuk menggunakan rumus
konsumsi energi standar dibawah ini (rumus 2)

Gambar 2 (copy dewek yo yank, dak


biso di copy dari sini soalnyo)
Gambar 3 (copy dewek yo yank, dak
biso di copy dari sini soalnyo)
Energi = WI(10/

P10/ F

Ket : Energi = kWh/ton dibutuhkan untuk menggerus batubara


WI = indek kerja atau kegerusan (kWh/ton)
P,F = 80% ukuran yang lolos dari produk mill dan umpan (mikron),
berurutan
Dalam rangka mendeterminasikan rasio dari kegerusan, energi yang
masuk dalam siklus simulasi diharuskan menjadi setengah dengan atau
tanpa pemanasan awal. Syarat dari perkiraan 250% pemuatan putaran
diharuskan dalam waktu penggerusan di setiap simulasi siklus. Rumus 2
untuk batubara yang dipanaskan dahulu di atur setengah dari rumus 2
untuk batubara tanpa dipanaskan dahulu dan pemecahan untuk rasio dari
kegerusan menjadi jelas. Determinasi dari kegerusan mutlak dengan
ukuran kita dalam laboratorium mill harus memenuhi faktor kebenaran
dan penambahan kalibrasi dari rumus 2. Rasio kegerusan sebelum dan
sesudah dilakukan penasan awa adalah 1,4 untuk batubara bituminus dan
1,3 untuk lignit. Hal ini menunjukkan indikasi dugaan 30% dan 40%
peningkatan efisiensi energi yang tercapai dengan pemanasan awal.
Perubahan di kegerusan batubara tampak untuk semua tujuan praktek
menjadi wajar untuk perubahan dalam distribusi kegerusan (gambar 3).
Ini menunjukkan bahwa pemanasan awal merubah cara tergerusnya
batubara daripada perubahan laju penggerusan. Batubara tidak berkurang
kekerasan nya dengan pemanasan awal. Namun menjadi lebih rapuh
dalam arti batubara hancur menjadi halus.
KESIMPULAN

Kami mencapai ekspektasi utama kami yaitu peningkatan kegerusan


melalui pemanasan awal. Peningkatan dalam kegerusan terjadi karena
perubahan distribusi kegerusan (gambar 3). Hal ini menarik untuk
berspekulasi mengapa laju kegerusan (kualitas kekerasan) adalah relatif
konstan sebelum dan sesudah dilakukan pemanasan awal (gambar 1),
namun distribusi kegerusan (kualitas kerapuhan) berubah drastis.
Pemanasan awal menyebabkan hilangnya gas volatile dan massa, volume
atau bentuk berubah sedikit. Kerapuhan berhubungan dengan hilangnya
volatil, namun kekerasan berhubungan dengan struktur dan bentuk yang
tetap.
Penggunaan model penggerusan linear untuk simulasi percobaan siklus,
lebih akurat daripada model non linear, yang membuat perhitungan
penambahan energi menjadi salah. Namun, karena material hampir linear,
kesalahan diperkirakan menjadi kecil (kurang lebih 1 kWh/to).
Terakhir, 40% peningkatan kegerusan berarti potensi besar dalam
penghematan energi (sampai 5 kWh/ton). Namun, energi yang digunakan
untuk memanaskan batubara besar. Dengan asumsi panas spesifik dari
batubara menjadi 0,30 cal/g0C, hal tersebut diperkirakan sebesar 60
kWh/ton energi panas untuk mencapai 4000 F. Oleh sebab itu, hal ini perlu
menggunakan panas sisa, termasuk pembakaran volatile yang keluar,
daripada panas primer, untuk mencapai penghematan energi.
DIBAWAH NYO CUMA DAFTAR PUSTAKA YANK...

Kandungan abu (ash).


Secara umum kandungan abu biomassa mempunyai kandungan
abu yang rendah, biasanya kurang dari 1% seperti bahan dari rumput.
Sedangkan untuk limbah padat yang berasal dari industri minyak nabati,
mempunyai kandungan abu antara 4-7%
b) Kandungan volatile matter.
Kandungan volatile matter pada biomassa lebih besar
dibandingkan dengan batubara, berkisar antara 70-85%, seperti yang
terlihat pada tabel 2.1. Tingginya kandungan volatile dapat
meningkatkan produksi tar pada sistem pengelolaan biomassa
selanjutnya (gasifikasi).
Kandungan nilai kalor.
Kandungan nilai kalor untuk bahan-bahan biomassa lebih rendah
dibandingkan dengan nilai kalor dari batu bara, seperti yang dapat dilihat
pada tabel 2.1.

Anda mungkin juga menyukai