Anda di halaman 1dari 4

Longsor Berulang, Freeport Perlu Audit

Lingkungan

Petugas keamanan melakukan penjagaan di pos pemeriksaan di Kawasan MP66 Hidden


Valley, Mimika, Papua (18/8). Pemeriksaan tersebut untuk melakukan pengecekan kendaraan
serta kelengkapan identitas karyawan PT Freeport yang akan memasuki kawasan
Tembagapura. ANTARA/Wahyu Putro A
TEMPO.CO, Jakarta - Manajer Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Edo
Rakhman mengatakan PT Freeport Indonesia seharusnya menjalani audit lingkungan terkait
longsornya tambang Freeport pada Jumat lalu. Menurut dia, audit ini perlu sebagai bentuk
pertanggungjawaban Freeport atas bencana ekologis yang terjadi berulang akibat dampak
penambangan.
"Audit lingkungan harus dilakukan karena ada dugaan longsor terjadi akibat ambisi produksi
yang berlebihan," kata Edo Rakhman dalam rilis yang diterima Tempo, Selasa, 16 September
2014. (Baca: Longsor di Freeport Telan Korban Jiwa)
Dia mengatakan audit lingkungan ini telah diatur dalam UU 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pemerintah pusat dan daerah, kata dia,
harus tegas mengenakan aturan ini kepada Freeport.
Menurut Edo, pemerintah luput mengawasi batas maksimal produksi Freeport tiap tahunnya.
Padahal, di dalam dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sudah tertera
izin produksi per tahunnya.
Edo juga mengatakan model laporan Rencana Kelola dan Rencana Pemantauan Lingkungan
(RKL-RPL) harus diubah agar pemerintah dapat langsung terjun mengawasi secara berkala.

"Hal ini dilakukan agar Freeport tak mencoba menutupi proses pengelolaan pertambangan
mereka," kata dia. (Baca: Freeport Anggap Perusahaan Lokal Tak Mampu)
Jumat lalu, pukul 23.30 waktu Indonesia Timur, terjadi ground failure di area West Muck Bay
di area tambang bawah tanah Grasbrg Block Cave yang merupakan tempat Boby bekerja
sehingga menyebabkan reruntuhan material yang terdiri dari bebatuan dan tanah. Sebagian
badan dari alat Jumbo Drill yang berada di lokasi kejadian juga turut tertimbun material yang
berjatuhan. Brad Skinner, yang merupakan operator Jumbo Drill, berhasil menyelamatkan
diri dari reruntuhan. Namun, sangat disayangkan Boby saat itu tidak dapat menyelamatkan
diri dan tertimbun material yang berjatuhan.
Terkait insiden ini, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Rozik B. Sutjipto mengatakan
dirinya telah melaporkan kejadian ini kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM). "Nantinya ESDM yang akan tindak-lanjuti laporan kami ini," kata dia.
YOLANDA RYAN ARMINDYA
http://www.tempo.co/read/news/2014/09/16/206607261/Longsor-Berulang-Freeport-PerluAudit-Lingkungan

Longsor Freeport Telan Korban Jiwa

TEMPO.CO, Jakarta - Tanah longsor di Freeport yang terjadi pada Jumat, 12 September
2014, sekitar pukul 23.30 WIT, menyebabkan satu karyawan Freeport meninggal. "Korban
meninggal merupakan operator tambang bernama Boby Hermawan. Jenazah telah diantarkan
menuju dari Papua ke Jakarta untuk selanjutnya menuju rumah duka di Garut, Jawa Barat,"
ujar Humas PT Freeport, Daisy Primayanti, dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo,
Ahad, 14 September 2014.
Daisy mengatakan karyawan lainnya yang bekerja dekat Boby, operator jumbo drill, Brad
Skinner, berhasil menyelamatkan diri dari reruntuhan. "Boby berumur 33 tahun,

meninggalkan seorang istri dan anak. Boby merupakan pekerja dari kontraktor Freeport, dan
telah bekerja di area tambang di Papua sejak tahun 2011," ujarnya.
Dia mengatakan Tim Gabungan Underground Mine Rescue dan Emergency Preparedness &
Response Group PTFI segera diterjunkan saat kejadian terjadi. Mereka berupaya
membersihkan reruntuhan dengan kondisi yang sulit di lokasi kejadian. "Saat tim berhasil
menemukan Boby, kondisinya tidak bernyawa. Jenazah Boby kemudian segera dibawa ke
rumah sakit di mile 68 dan diterbangkan ke airport Timika tadi pagi," ujarnya.
Sebelumnya, juru bicara Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, Saleh Abdurahman,
membenarkan telah terjadi insiden di area tambang PT Freeport Indonesia. Insiden tersebut
terjadi pada Jumat, 12 September 2014, pukul 23.30 WIT, di area West Muck Bay tambang
bawah tanah Grasberg Block Cave (GBC) PT Freeport Indonesia (PTFI) di Tembagapura,
Mimika, Papua.
"Terjadi ground failure, atau jatuhnya material berupa batuan dan tanah, saat aktivitas ground
support tengah dilakukan," kata dia melalui pesan singkatnya, Sabtu, 13 September 2014.
Material tersebut, ia melanjutkan, kemudian menutupi sebagian kendaraan jumbo drill yang
tengah beroperasi. Satu operator jumbo drill selamat, sedangkan satu orang rekannya saat ini
masih dalam proses evakuasi. Saat insiden terjadi, Freeport langsung menerjunkan tim
tanggap darurat (Emergency Response Group) untuk melakukan pertolongan dan evakuasi.
AMOS SIMANUNGKALIT
http://www.tempo.co/read/news/2014/09/14/058606928/Longsor-Freeport-Telan-KorbanJiwa

Freeport Anggap Perusahaan Lokal Tak


Mampu

Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Rozik Soetjipto. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan tambang Amerika Serikat PT Freeport


Indonesiamenganggap tidak ada perusahaan yang mampu mengelola bekas tambangnya
secara mendadak, termasuk perusahaan Indonesia. Artinya, jika kontrak Freeport Indonesia
pada 2021 tidak diperpanjang oleh pemerintah Indonesia, bekas tambang mereka tidak ada
yang mengelola. (Baca: Freeport : Pemerintah Siap Terbitkan Izin Baru)
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Rozik Boedioro Soetjipto menilai, jika tambang itu
diserahkan ke perusahaan lain, pasti akan timbul masalah. "Karena teknologi di
pertambangan ini memahami tellermate," katanya saat berbincang dengan wartawan di Hotel
Four Seasons, Jakarta, Senin, 11 Agustus 2014.
Menurut Rozik, struktur pertambangan Freeport, seperti bijih, bentuk, dan letaknya, agak
rumit sehingga bakal menyulitkan perusahaan tambang lain yang ingin menggarapnya.
"Kalau garap selain tambang Freeport di Papua, sih, mungkin perusahaan lainnya juga bisa,"
tuturnya. (Baca: Izin Ekspor Freeport Sudah Terbit)
Rozik menegaskan, kalaupun pemerintah melakukan amandemen terhadap kontrak karya
Freeport, produksi tambang mereka pun tak serta-merta naik. Sebab, kapasitas produksi tetap
240 ribu ton. "Tapi, kalau kami sudah bisa mulai investasi pertambangan lagi, kami bisa
menjaga produksi normal, bukan menaikkan produksi," ujarnya.
Sebelumnya PT Freeport Indonesia dan pemerintah Indonesia telah menyepakati lima hal
yang diikat dalam bentuk nota kesepahaman (Mou). Nota itu telah ditandatangani kedua
belah pihak di kantor Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral, Jumat, 25 Juli 2014.
Substansi poin pertama kesepakatan, Freeport bersedia untuk melanjutkan pembahasan
amandemen kontrak karya yang sudah dibicarakan sejak 2012. Sedangkan substansi
kesepakatan kedua ialah Freeport siap melaksanakan kebijakan pemerintah dengan aturan
penerapan bea keluar. Selain itu, Freeport siap untuk membayar jaminan pembangunan
smelter di Gresik senilai US$ 115 juta.
Adapun poin keempat, Freeport bersedia untuk membayar royalti hasil tambang sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2003 sebesar 3,75 persen dari semula hanya 1
persen. Terakhir, Freeport dan pemerintah setuju bahwa Freeport akan selalu menggunakan
produk dalam negeri serta melakukan pemurnian di dalam negeri. (Baca: Smelter Freeport
Sebaiknya Dibangun di Papua)
HUSSEIN ABRI YUSUF | RAYMUNDUS RIKANG R.W.
http://www.tempo.co/read/news/2014/08/12/090598939/p-Freeport-Anggap-PerusahaanLokal-Tak-Mampu

Anda mungkin juga menyukai