Anda di halaman 1dari 15

A.

DEFINISI
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2005, diare ialah buang air besar
dengan konsistensi lebih encer/cair dari biasanya, 3 kali per hari, dapat/tidak disertai
dengan lendir/darah yang timbul secara mendadak dan berlangsung kurang dari 2 minggu.
Diare adalah buang air besar yang sering dan cair, biasanya paling tidak tiga kali
dalam 24 jam. Namun, lebih penting konsistensi tinja daripada daripada jumlah. Seringkali,
buang air besar yang berbentuk bukanlah diare. Hanya bayi yang diberi ASI sering buang air
besar, buang air besar yang "pucat" juga bukan diare (WHO, 2005).
Diare adalah peningkatan frekuensi dan penurunan konsistensi pengeluaran tinja
dibandingkan individu dengan keadaan usus besar yang normal (Dipiro et al., 2005).

B. EPIDEMIOLOGI
World Gastroentrology Organization (WGO) pada tahun 2008, memperkirakan
penyakit diare menyerang sekitar 1,4 sampai 2,5 juta manusia. Diare merupakan salah satu
penyebab utama kematian anak-anak di negara-negara berkembang. pada kebanyakaan kasus
diare banyak menyerang anak yang berusia dibawah satu tahun.

Konsekuensilangsung

lainnya daridiare padaanak-anak termasukgizi buruk, pertumbuhan berkurang, dan gangguan


perkembangan kognitifterutama padanegara yang

terbatas sumber dayanya. Di negara-

negaraindustri, relatif sedikitpasienmeninggal akibat diare, tapitetap termasuk penyebab


pentingmorbiditas danmempengaruhisubstansialbiaya perawatan kesehatan nasional (WGO,
2008).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menyatakan, angka prevalensi
nasional untuk diare adalah sebesar 3,5%.Beberapa provinsi dilaporkan memiliki prevalensi
diare di atas prevalensi nasional dengan prevalensi tertinggi di Papua sebesar 14,7% dan
Nusa Tenggara Timur dengan prevalensi 10,9% dan terendah adalah Bangka Belitung dengan
prevalensi 3,4%. Angka prevalensi diare di provinsi Riau berada di atas prevalensi nasional
yakni 5,4% dan berdasarkan urutan angka prevalensi tertinggi hingga terendah, Riau
menempati urutan ke-18 dari 33 provinsi yang ada di Indonesia.

C. ETIOLOGI
1. Bakteri
Di negara berkembang, penyebab diare lebih didominasi bakteri enterik dan
parasitdaripada virus dan biasanya puncaknya selama musim panas.
a. Diarrheagenic Escherichia coli
Semua bentuk dapat menyebabkan penyakit pada anak-anak di negara berkembang,
tetapienterohemorrhagic E. coli (EHEC, termasuk E. coli O157: H7) menyebabkan
penyakit yang lebih sering di negara-negara maju.
Enterotoksigenik E. coli (ETEC)
ETEC dapat menyebabkan traveler`sdiare. traveler`sdiare merupakan diare yang

banyak dijumpai pada bayi dan anak-anak di negara berkembang.


Enteropathogenic E. coli (EPEC)
EPEC dapat menyebabkan diare kronis pada anak-anak (anak <2 tahun), diare

dan jarang menyebabkan penyakit pada orang dewasa.


Enteroinvasif E. coli (EIEC)
EIEC dapat menyebabkan diare berlendir berdarah dan umumnya disertai

demam.
Enterohemorrhagic E. coli (EHEC)
EHEC dapat menyebabkan diare berdarah, kolitis hemoragik yang parah dan

sindrom uremik hemolitik6-8%. Ternak merupakan sumber utama EHEC.


Enteroaggregative E. coli (EAggEC)
EAggEC dapat menyebakan diare persisten pada anak-anak dan orang dewasa

dengan human immunodeficiency virus (HIV).


b. Campylobacter
Lazimnyaditemukan pada orang dewasa dan merupakan salah satu bakteri yang
paling sering diisolasi dari tinja bayi dan anak-anak di negara berkembang.
Campylobacter

umumnya

menyebabkan

infeksi

asimtomatikdi

negara-negara

berkembang dan berhubungan dengan keberadaan ternak dekattempat tinggal.Infeksi


yang terjadi dikaitkan dengan diare dan dapat mengarah ke disentri (diare berdarah
akut).
Tingkat isolasi Puncak ditemukan pada anak usia 2 tahun dan lebih muda.
Guillain-Barr syndrome adalah komplikasi yang jarang terjadi.Unggas merupakan
sumber penting infeksi Campylobacter di negara maju.Keberadaan hewan di area
memasak merupakan faktor risiko di negara berkembang.
c. Shigella species
Ada sekitar 160 juta infeksi per tahun di negara berkembang, terutama pada anakanak.Hal ini lebih sering terjadi pada balita dan anak-anak dibandingkan pada bayi.

S. Sonnei, dapat menyebabkan penyakit paling ringan dan dijumpai paling umum

dinegaramaju.
S. Flexneri, dapat me yebabkan gejala disentri dan penyakit terus-menerus. S.

Flexneri yang paling umum di negara-negara berkembang.


S. dysenteriae tipe 1 (SD1), dapat menghasilkan toksin Shiga, seperti halnya
EHEC. SD1 telah menyebabkan epidemidiare berdarah dengan tingkat kasus

fatalitas mendekati 10% di Asia, Afrika, dan Amerika Tengah.


d. Vibrio cholera
Banyak spesies Vibrio menyebabkan diare di negara berkembang.V. cholerae serogrup
O1 dan O139 dapat menyebabkan penurunan volume yang berat dan cepat.Dengan tidak
adanya rehidrasi yang cepat dan memadai, syok hipovolemik dan kematian dapat terjadi
dalam 12-18 jam setelah timbulnya gejala pertama.Pada anak-anak, hipoglikemia dapat
menyebabkan kejang-kejang dan kematian.Ada potensi penyebaran epidemi, setiap
infeksi harus dilaporkan segera kepada otoritas kesehatan masyarakat.
Tanda-tandanya adalah
Kotoran yang encer, berwarna, dan bintik-bintik dengan lendir.
Umumnya muntah,
Demam tetapi jarang terjadi.
e. Salmonella
Semua serotipe (> 2000) bersifat patogen bagi manusia.Bayi dan orang tua
memiliki risiko terbesar terserang salmonella. Hewan merupakan sumber infeksi utama
untuk salmonella. Salmonella dapat menyebabkan onset akut mual, muntah, dan diare
yang dapat berair atau disentri.Demam berkembang pada 70% anak yang
terkena.Bakteremia terjadi pada 1-5%, terutama pada bayi. Demam enterik yang terjadi
dapat disebakan oleh Salmonella typhi atau paratyphi A, B, atau C (demam tifoid).Diare
(dengan atau tanpa darah) terjadi dan disertai demam 3 minggu atau lebih.
2. Virus
Di negara-negara industri, virus adalah penyebab utama dari diare akut.
a. Rotavirus
Rotavirus penyebab utama keparahan,dehidrasigastroenteritis diantara anak-anak.
Rotavirus menyebabkan sepertiga dari rawat inap diare dan 500.000 kematian di
seluruh dunia setiap tahun.Hampir semua anak di negara-negara

industri dan

berkembang telah terinfeksi rotavirus pada saatusia mereka 3-5 tahun. Infeksi
neonatal adalah infeksi yang umum terjadi, tetapi sering tanpa gejala.Insiden puncak

penyakit klinis pada anak-anak antara 4 dan 23 bulan.Rotavirusterkait dengan


Gastroenteritis di atas rata-rata keparahan.
b. Human caliciviruses (HuCVs).
Merupakan family Caliciviridae, noroviruses dan sapoviruses. HuCVs sebelumnya
dikenal dengan nama "Norwalk-like virus" dan "Sapporo-like virus."Norovirus adalah
penyebab paling umumwabah gastroenteritis, yang mempengaruhi semua kelompok
umur.Sapoviruses terutama mempengaruhi anak-anak. HuCVs dapat menjadi agen
virus yang paling umum kedua setelah rotavirus, menyebabkan 4-19%episode
gastroenteritis berat pada anak muda.
c. Adenovirus
Infeksi adenovirus paling sering menyebabkan penyakit pada sistem pernapasan.
Namun, tergantung pada serotipe menginfeksi dan terutama pada anak-anak.
Adenovirus juga bisa menyebabkan gastroenteritis.
3. Parasit
Giardia intestinalis, Cryptosporidium parvum, Entamoeba histolytica, dan
Cayetanensis cyclospora merupakan penyebab paling sering penyakit diare akut pada
anak. Parasit-parasit tersebut memiliki proporsi yang relatif kecil dari kasus-kasus
penyakit diare menular pada anak-anak di negara berkembang. Diare yang disebabkan
parasit jarang dijumpai di negara maju, biasanya hanya terjadi pada wisatawan. G.
intestinalis memiliki prevalensi rendah (sekitar 2-5%) pada anak-anak di negara maju,
tetapi sekitar 20-30% di daerah berkembang.Cryptosporidium dan Cyclospora adalah
umumnya dijumpaipada anak-anak di negara berkembang dan sering asimtomatik.
D. PATOFISIOLOGI
Ada 4 patofisiologi umum yang mengganggu keseimbangan air dan elektrolit
yang menyebabkan diare,dan merupakan dasar diagnosis dan terapi. 4 hal tersebut adalah (a)
perubahan dalam transportasi ion aktif baik penurunan penyerapan natrium klorida atau
sekresi meningkat;(b) perubahan motilitas usus (c) peningkatan osmolaritas luminal;dan (d)
peningkatan tekanan hidrostatikjaringan (Dipiro, 2008).
Menurut Latief, Abdul dkk (2007) mekanisme dasar yang menyebabkan
diare adalah sebagai berikut :
a. Gangguan Osmotik

Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat, sahingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang
usus untuk mengeluarkannya sehingga terjadilah diare.
b. Gangguan Seksresi
Akibat rangsangan tertentu (missal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul
karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
c. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya jika peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya akan menimbulkan diare
juga.
E. KLASIFIKASI
Secara umum diare dibedakan menjadi 2 yaitu :
1)Diare akut
Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan
konsistensi tinja yang lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya, berlangsung
kurang dari 2 minggu (Suharyono,1986).
Diare akut merupakan diare yang jelas mulainya dan dapat sembuh kembali
dengan normal dalam waktu yang relatif singkat. Diare akut dapat terjadi sewaktu-waktu
tetapi gejalanya dapat berat. Penyebabnya berupa gangguan jasad renik atau bakteri yang
masuk ke dalam usus halus setelah melewati berbagai rintangan asam lambung, jasad renik
yang berkembang pesat di dalam usus halus, racun yang dikeluarkan oleh bakteri dan
kelebihan cairan usus akibat racun.
2) Diare kronis
Diare yang melebihi jangka waktu 15 hari sejak awal diare. Batasan waktu 15 hari
tersebut semata-mata suatu kesepakatan, karena banyaknya usul untuk menentukan batasan
waktu diare kronis (Daldiyono, 1990).
Pada diare kronis, kejadiannya lebih kompleks. Beberapa faktor yang
menimbulkannya adalah gangguan bakteri, jamur dan parasit, malabsorbsi kalori,
malabsorbsi lemak (Widjaja, 2002).

Berdasarkan mekanisme patofisiologi, diare dapat digolongkan menjadi :


1) Diare Osmotik
Diare ini timbul pada pasien yang saluran ususnya terpapar dan tak mampu
menangani beban hiperosmolar, yang biasanya terdiri dari karbohidrat atau ion divalen.
Diare ini, terjadi bila cairan yang tidak atau kurang dapat diabsorbsi terdapat berlebihan,
sehingga menyebabkan retensi air dalam lumen usus yang akhirnya hilang dalam feses
(Paul et al., 1990).
Akumulasi bahan-bahan yang tidak dapat diserap dalam lumen usus mengakibatkan
keadaan hipertonik dan meningkatkan tekanan osmotik intrailumen yang menghalangi
absorbsi air dan elektrolit sehingga terjadilah diare (Suharyono, 1992).
2) Diare Sekretolik
Diare Sekresi (secretory diarrhoea), disebabkan oleh; Infeksi virus, kuman-kuman
patogen maupun patogen, Infeksi bakteri misalnya Escherichia coli, Shigella dysentriae.
Infeksi virus misalnya Rotavirus, Norwalk, dan infeksi Parasit misalnya Entamoeba
hystolitica, dan Giardiosis lambia. Penyebab lain berupa hiperperistaltik usus halus yang
dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia, makanan, gangguan psikis (ketakutan, gugup),
gangguan saraf, hawa dingin, alergi (Suharyono, 1992)
3) Overgrowth bactery, malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak
Dalam keadaan normal, usus halus anak adalah relatif steril. Bakteri tumbuh
lampau (Overgrowth bactery) dapat terjadi pada setiap kondisi yang menimbulkan stasis isi
usus. Jumlah bakteri usus dapat meningkat pada bayi dengan diare non spesifik yang
persisten dan dengan intoleransi monosakarida sekunder. Organisme coliform biasanya
predominan, walaupun bakteri anaerob (seperti bacteriodes) mungkin meningkat secara
kuantitatif (Suharyono, 1992).
4) Tidak adanya mekanisme absorbsi ion secara aktif yang biasanya terdapat dalam keadaan
normal. Contoh klasik ialah penyakit kongenital chloridorrhoea. Pada penyakit ini,
penderita tidak mampu mengabsorbsi klorida secara aktif karena defek pada sistem
penukaran anion ileum. Hal ini mengakibatkan berkurangnya absorbsi cairan, asidifikasi isi
lumen usus dan konsentrasi klorida tinggi dalam cairan tidak terabsorbsi yang tinggal 7
dalam lumen ileum dan kolon. Konsentrasi klorida tinja jauh melebihi kombinasi
konsentrasi natrium dan kalium (Suharyono, 1992).
5) Kerusakan mukosa

Berkurangnya permukaan mukosa atau kerusakan permukaan mukosa dapat


mengakibatkan terganggunya permeabilitas air dan elektrolit. Kerusakan epitel usus halus
yang difus terjadi pada kebanyakan tipe enteritis karena infeksi, penyakit chron dan pada
penyakit-penyakit kolon seperti kolitis ulserativa, kolitis granulomatosa dan kolitis
infeksiosa (Suharyono, 1992).
6) Motilitas usus yang abnormal
Kelainan motilitas usus menyebabkan gangguan digesti atau absorbsi.
Berkurangnya motilitas memudahkan terjadinya stasis dan overgrowth bactery, sedangkan
kenaikan motilitas akan mengakibatkan transit nutrisi yang cepat di usus dan menimbulkan
kontak lama dengan mukosa yang inadekuat. Berkurangnya motilitas usus terdapat pada
diabetes dan skleroderma. Motilitas usus yang bertambah berhubungan dengan isi usus
yang meninggi (seperti pada diare osmotik), inflamasi usus dan keadaan-keadaan
terdapatnya circulating humoral agent (seperti prostaglandin dan serotonin) yang
meningkat secara aktif. Pada short bowel syndrom (sering pasca bedah), terdapat daerah
permukaan absorbsi yang inadekuat, dikombinasi dengan transit cepat yang akan
mengakibatkan diare. Hipersekresi lambung pada transient hypergastrinemia, juga dapat
menghasilkan diare segera sesudah operasi (Suharyono, 1992).
F. OBAT YANG DAPAT MEMACU DIARE
1. Laksatif (karena efeknya yang berlebihan dalam merangsang peristaltik saluran
percernaan)
2. Antasid yang mengandung magnesium (magnesium bersifat laksatif).
3. Antineoplastik (karena efek samping dari obat ini menyebabkan kerusakan dari sel
parietal saluran pencernaan sehingga memacu peristaltik).
4. Antibiotik (karena suprainfeksi atau merubah flora normal), seperti ;

klindamisin,

tetrasiklin, sulfonamid, dan antimikroba berspektrum luas yang lain.


5. Antihipertensi (kemungkinan karena hambatan sistem saraf simpatik akan meningkatkan
perangsangan parasimpatik yang di saluran pencernaan akan meningkatkan peristaltik.
Misalnya; reserpin, guanetidin, metildopa, dan guanabenz.
6. Kolinergik (meningkatkan peristaltik saluran pencernaan), misalnya; betanikol dan
neostigmin.
7. Kardiak agen yang lain seperti quinidin dan digitalis.
8. Lain lain yaitu Analog prostaglandin (Misoprostol) dan kolkisin

G. MANIFESTASI KLINIK
Sebagai akibat dari diare baik akut maupun kronik akan terjadi:
1) Kehilangan air (dehidrasi), Terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak
daripada pemasukan air (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
Apabila dalam keadaan normal, cairan dan garam keluar dari usus ke dalam darah
untuk digunakan oleh tubuh. Bila terjadi diare, usus tidak bekerja normal, lebih sedikit
cairan garam masuk ke dalam darah dan lebih banyak yang keluar dari darah ke dalam
usus. Sehingga cairan dan garam yang keluar dari tubuh ke tinja lebih banyak dari
normal. Kehilangan cairan dan garam dari tubuh yang lebih besar dari normal dapat
menyebabkan dehidrasi. Dehidrasi dapat diperparah dengan muntah oleh penderita
yang menyertai diare.
Penentuan Derajat Dehidrasi

2) Malnutrisi
Selama diare, berkurangnya asupan makanan, berkurangnya absospsi nutrisi,
meningkatnya kebutuhan nutrisi berkombinasi menyebabkan hilangnya berat bdan dan
gagalnya pertumbuhan.
Cara memperbaiki kondisi ini adalah dengan:
Meneruskan pemberian makanan yang kaya akan nutrisi selama diare san sesudah

diare.
Memberikan diet nutrisi yang tepar sesuai umur

H. PRESENTASI KLINIK
a) Tanda-tanda umum:
Biasanya diare akut reda dalam waktu 72 jam setelah tejadi diare sedangkan diare
koronis sering terjadi sepanjang periode tertentu dalam jangka yang panjang.
b) Tanda dan gejala:
Tiba-tiba timul mual, muntah, sakit perut, akit kepala, demam, menggigil dan

malaise.
Sering terjadi pergerakan (motilitas) usus yang berlangsung selama 12-60 jam.
Timbul rasa nyeri pada pada kuadran kanan bawah perut disertai timbulnya kram
perut dan dan tertengar bunyi pergerakan usus sebagai karakteristik adanya gangguan

pada usus kecil.


c) Pemeriksaan fisik:
Biasanya terjadi hipermotilitas pada usus
d) Pemeriksaan laboratotium:
Pemeriksaan feses: dilakukan dengan menganalisislendir, ada atau tidaknya darah,
lemak,osmolalitas, pH, dan konsentrasielektrolit dan mineral dan melakukan kultur

untuk mengetahui organisme penyabab.


Tes Kits feses: untuk mengetahui ada atau tidaknya virus dalam saluran cerna,

terutama golongan rotavirus.


Melakukan pengujian serologis antibody: biasanya akan terjadi peningkatan titer

selama periode 3-6 hari.


Mengukur volume tinja yang dikeluarkan serta dilakukan pemeriksaan.

Melakukan endoskopi dan biopsy untuk mengetahui kondisi usus apakah terjadi
ganggunan lain seperti kanker atau kolitis.
Mengamati hasil pemeriksaan radiografinya untuk mengetahui kondisi saluran usus
apakah mengalami inflamasi atau neoplastik
(Dipiro at.al, 2011).

I. TERAPI DIARE
a. Preventif (Pencegahan)
Diare akut akibat virus sering terjadi di tempat penitipan anak. Virus disebarkan
melalui kontak langsung dengan orang sehingga, untuk menghindarinya harus dilakukan
isolasi. Untuk mencegah infeksi akibat bakteri, parasit, dan protozoa, dilakukan pengolahan
makanan dan air yang ketat, sanitasi, serta menjaga kebersihan lingkungan. Apabila diare
yang terjadi diakibatkan oleh penyakit lain, kontrol terhadap penyakit tersebut harus
dilakukan. Antibiotik dan bismut subsalisilat disarankan untuk mencegah diare untuk orangorang yang akan berpergian (Dipiro, 2005).
b. Terapi Non-Farmakologi
Manajemen diet adalah prioritas utama dalam penanganan diare. Dianjurkan untuk
menghentikan konsumsi makanan padat dan produk susu selama 24 jam. Meskipun
demikian, cara perawatan dengan puasa masih dipertanyakan karena belum banyak
dipelajari. Puasa dapat mengendalikan diare osmotik tetapi tidak untuk diare sekretori.
Apabila pasien mengalami mual dan atau muntah, harus diberikan makanan yang
mudah dicerna selama 24 jam. Jika muntah tidak dapat dikontrol dapat diberikan antiemetik
dan tidak boleh diberikan secara oral. Setelah pergerakan usus berkurang, mulai dapat
diberikan diet makanan lunak. Pemberian makanan harus dilanjutkan pada anak-anak
dengan diare bakterial akut karena dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas, apakah
mereka menerima cairan rehidrasi oral ataupun tidak. Belum dilakukan studi untuk
menentukan pengaruh pemberian makanan berkelanjutan untuk diare bakterial terhadap
orang tua atau kelompok dengan risiko tinggi lainnya (Dipiro, 2005).
Tujuan terapi diare adalah memanajemen diet, mencegah kehilangan air, elektrolit,
dan keseimbangan asam-basa, meredakan gejala, dan mengobati penyebab diare. Tenaga
kesehatan harus paham bahwa diare, seperti juga batuk, mungkin merupakan mekanisme
pertahanan tubuh dari substansi yang berbahaya atau patogen ( Dipiro, 2005).

c. Terapi Farmakologi
Berbagai obat telah digunakan untuk mengobati serangan diare. Obat ini
dikelompokkan menjadi beberapa kategori: antimotilititas, adsorben, senyawa antisekretori,
antibiotik, enzim, dan mikroflora usus. Biasanya obat ini tidak menyembuhkan tetapi
meringankan penyakit saja.
Adapun penggolongan obat yang digunakan meliputi :
1.

Opiat dan derivatnya


Opiat dan derivatnya meringankan gejala diare dengan cara menunda transit isi
intraluminal atau dengan meningkatkan kapasitas usus, sehingga memperpanjang waktu
kontak dan penyerapan. Enkefalin, uatu zat opiat endogen, yang mengatur gerakan fluida
didalam mukosa dengan merangsang proses penyerapan. Dampak buruk penggunaan
opiat adalah adanya resiko ketergantungan dan kemungkinan memperburuk diare akibat
infeksi. Opiat umumnya bekerja melalui mekanisme sentral dan perifer kecuali pada
loperamid. Loperamid merupakan antisekretori yang bekerja pada sistem perifer dengan
menghambat pengikatan protein kalsium pada kalmodulin dan mengendalikan sekresi
klorida. Loperamid tersedia dalam sediaan kapsul 2 mg atau larutan 1 mg/5 ml. Dosis
lazim dewasa adalah 4 mg peroral pada awal pemakaian diikuti 2 mg setiap setelah
devekasi hingga 16 mg perhari. Dephenoksilat adalah agen opiat lain yang digunakan
dalam penanganan diare. Tersedia dalam sediaan tablet 2,5 mg atau larutan 2,5 mg/5 ml.
Dosis pada orang dewasa 3 sampai 4 kali sehari 2,5-4 mg, dengan maksimum dosis 20
mg perhari. Selain itu defoksin, suatu turunan defenoksilat juga sering digunakan sebagai
kombinasi dengan atropin. Dosis pemakaian pada dewasa adalah 2 mg pada awal
pemakaian selanjutnya 1 mg setiap setelah devekasi, dosis maksimum 8 mg perhari.
2. Adsorben
Adsorben digunakan untuk mengatasi munculnya gejala diare. Dalam kerjanya,
absorben bekerja secara tidak spesisfik dengan menyerap air, nutrisi, racun, maupun obat.
Pemberian adsorben bersama obat lain, akan menurunkan bioavailabilitas obat lain
tersebut. Polikarbofil terbukti efektif mampu menyerap 60 kali beratnya. Dosis pada
orang dewasa adalah 4 kali sehari 500 mg hingga maksimum 6 gram perhari. Adsorben

lain yang dapat digunakan adalah Campuran kaolin-pektin dengan dosis 30-120 ml setiap
setelah buang air besar, atau attapulgit dengan dosis 1200-1500 mg setiap setelah buang
air besar.
3. Antisekretori
Antisekretori.

Bismut

subsalisilat

terbukti

memeliki

efek

antisekretori,

antiinflamasi dan antibakteri. Sediaan obat ini adalah tablet kunyah 262 mg/tablet atau
262 mg/5 ml larutan. Dosis pada orang dewasa adalah 2 tablet atau 30 ml larutan setiap
30 menit untuk 1 sampai 8 dosis perhari. Oktreotide suatu analog somatostatin endogen
sintesis digunakan untuk mengatasi gejala karsinoid tumor dan vasoaktif peptida yang
disekresikan tumor. Dosis oktreotide bervariasi tergantung indikasi. Oktreotide
menghambat banyak aktivitas hormon gastrointestinal sehingga penggunaanya banyak
menimbulkan efek samping.
4. Pemberian Suplemen Zinc (Zn)
Studi menunjukkan bawwa

suplemen

Zn

(10-20mg/hari

sampai

diare

terhenti)secara signifikan mengurangi keberbahayaan dan lama diare pada anak umur
kurang dari 5 tahun.studi lain menunjukkan bahwa tambahan suplemen Zn jangka pendek
10-20mg/hari selama 10-14hari mengurangi insiden diare 2-3bulan berikutnya.
Berdasarkan studi ini, sekarang direkomendasikan pemberian suplemen Zn,10-20mg/hari
selama 10-14hari kepada semua anak yang diare.
5. Produk Lain
Sediaan laktobacilus dapat menggantikan mikroflora usus, sehingga membantu
mengembalikan fungsi normal usus dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme
patogen. Namun, diet produk yang mengandung 200-400 mg laktosa atau dekstrin sama
efektifnya dengan memproduksi rekolonisasi flora normal. Selain itu antikolinergik
seperti atropin juga dapat membantu memperpanjang transit usus.
6. Antibiotika
Perannya hanya jika diare disebabkan oleh infeksi. Kebanyakan diare bukan
karena infeksi atau non spesifik, sehingga antibiotika tidak diperlukan, karena sebagian
diare disebabkan oleh rotavirus yang bersifat self limited. Bahkan antibiotika bisa
menjadi salah satu penyebab diare, karena dapat mengganggu keseimbangan flora usus.
Pada penderita diare hanya boleh diberikan bila ditemukan bakteri patogen pada

pemeriksaan laboratorium, ditemukan tinja, secara klinis terdapat tanda-tanda yang


menyokong adanya infeksi enteral, di daerah endemik kolera.

Berikut adalah tabel nama obat dan dosis yang digunakan untuk terapi diare.

Bagan terapi diare akut


Berikut adalah langkah langkah yang direkomendasikan untuk pengobatan diare
akut:
1. Lakukan pemeriksaan fisik dan riwayat penyakit.
2. Apakah diarenya akut atau kronik?
3. Jika diarenya akut, periksa apakah ada demam atau gejala- gejala sistemik (misal
keracunan). Jika terjadi gejala sistemik (demam, anoreksia, kehilangan cairan tubuh),
periksa sumber infeksi. Jika positif diare disebabkan oleh infeksi, gunakan terapi
antibiotik atau antelmintik. Jika negatif, lakukan pengobatan gejala saja.
4. Jika tidak ditemukan gejala sistemik, lakukan terapi untuk mengatasi hilangnya cairan
tubuh, berikan cairan elektrolit oral/parenteral, agen antidiare.
J. EVALUASI HASIL TERAPI
Secara umum, langkah-langkah terapi diarahkan terhadap gejala, tanda, dan studi
laboratorium. Konstitusi gejala biasanya membaik dalam waktu 24 hingga 72 jam.

Monitoring untuk perubahan frekuensi dan karakter buang air besar setiap hari dalam
hubungannya dengan tanda-tanda vital dan perbaikan nafsu makan adalah sangat penting.
Selain itu, dokter perlu memantau berat badan, osmolalitas serum, elektrolit serum, jumlah
sel darah, dan urine (Burns. 2008)
Untuk diare akut, dengan tidak adanya dehidrasi sedang hingga berat, demam tinggi,
dan darah atau lendir dalam tinja, penyakit ini biasanya sembuh dalam waktu 3 sampai 7
hari. Diare akut yang ringan sampai sedang biasanya diobati secara rawat jalan dengan
rehidrasi oral, pengobatan simtomatik, dan diet. Orang-orang tua dengan penyakit kronis dan
bayi mungkin memerlukan rawat inap untuk rehidrasi parenteral dan monitoring yang ketat.
Untuk diare kronis, dalam situasi yang mendesak, pemulihan status volume pasien
adalah hasil yang paling penting. Pasien dengan demam dehidrasi, hematochezia, atau
hipotensi memerlukan rawat inap, infus cairan elektrolit, dan terapi antibiotik sambil
menunggu hasil kultur dan sensitivitas. Dengan manajemen yang tepat waktu, pasien
biasanya dapat sembuh dalam beberapa hari (Dipiro, 2005).

Anda mungkin juga menyukai