Anda di halaman 1dari 35

+

STREAM

Stroke Rehabilitation Assessment of


Movement

SEMINAR MEDICAL
Pengaplikasian Pengukuran Kemampuan Rentang
Gerak dengan Alat Ukur Kuesioner STREAM pada
Pasien Stroke Iskemik di Ruang 26 Stroke RSSA

11 Maret 2016
RSSA - MALANG
1

STREAM

MEDICAL SEMINAR

page 1

LAPORAN SEMINAR KELOMPOK


PENGAPLIKASIAN PENGUKURAN KEMAMPUAN RENTANG GERAK
DENGAN ALAT UKUR KUESIONER STREAM PADA PASIEN STROKE
ISKEMIN DI RUANG 26 STROKE RSSA MALANG

Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Profesi Ners


Departemen Medikal

Oleh : Kelompok 5 dan 6 PSIK A 2011

Danastri Danniswari
Rika Ayu Kusuma H.
Atika Dyah S
Dwi Astuti
Amildya Dwi A.
Putri Aneswari
Dewanti Erin S.
Jummani

140070300011122
140070300011218
140070300011115
140070300011199
140070300011155
140070300011112
140070300011209
140070300011200

PROGRAM PROFESI NERS


JURUSAN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

STREAM

MEDICAL SEMINAR

page 2


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Departemen Medikal yaitu
sharing jurnal dengan judul Pengaplikasian Pengukuran Kemampuan Gerak
dengan Alat Ukur Kuesioner STREAM pada Pasien Stroke Iskemik di Ruang 26
Stroke RSSA Malang dengan baik.
Dengan

selesainya

Tugas

Akhir

Departemen

Medikal

ini,

penulis

mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dan


dorongan :
1. Prof. Dr. dr. Kusworini, M.Kes., Sp.PK selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
2. Ns. Ika Setyorini S.Kep, M.Kep selaku Koordinator Program Profesi Ners,
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
3. Ns. Alfrina Hany S.Kep, M.Kep selaku pembimbing akademik dalam
pembuatan tugas akhir Departemen Medikal.
4. Ns. Rudi Handoko S.Kep selaku pembimbing klinik dalam pembuatan tugas
akhir Departemen Medikal.
5. Ns. Erni Yunarwati selaku pembimbing klinik dalam pembuatan tugas akhir
Departemen Medikal.
6. Yang tercinta orang tua penulis atas doa dan semangat yang telah diberikan
dalam upaya penyelesaian Tugas Akhir Departemen Medikal ini.
7. Teman-teman seperjuangan PSIK 2011 yang telah memberikan motivasi
kepada penulis.

STREAM

MEDICAL SEMINAR

page 3

8. Semua pihak yang turut berperan dalam penyelesaian tugas akhir


departemen ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir Departemen Medikal ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis tetap membuka diri untuk kritik
dan saran yang membangun. Semoga Tugas Akhir ini nantinya dapat bermanfaat
bagi masyarakat pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.

Malang, 20 Januari 2016

Penulis

STREAM

MEDICAL SEMINAR

page 4


DAFTAR ISI

Halaman Judul ........................................................................................


Kata Pengantar .........................................................................................
Daftar Isi ....................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN ...........................................................................
1.1 Latar Belakang ....................................................................................
1.2 Tujuan .................................................................................................
1.2.1 Tujuan Umum ..........................................................................
1.2.2 Tujuan Khusus ........................................................................
1.3 Manfaat ...............................................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................
2.1 Konsep Dasar CVA .............................................................................
2.1.1 Pengertian ..............................................................................
2.1.2 Klasifikasi ................................................................................
2.1.3 Etiologi .....................................................................................
2.1.4 Faktor Resiko ..........................................................................
2.1.5 Manifestasi Klinis ....................................................................
2.1.6 Gangguan Fisik dan Fungsi Akibat Stroke ..............................
2.1.7 Patofisiologi ............................................................................
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang .........................................................
2.1.9 Penatalaksanaan ...
2.2 Kemampuan Mobilotas .......................................................................
2.2.1 Definisi Mobilisasi ...................................................................
2.2.2 Tujuan Mobilisasi ....................................................................
2.2.3 Peran Perawat dan Fisioterapi ...............................................
BAB 3 TELAAH JURNAL .........................................................................
3.1 Metode Penelitian .......................................................................
BAB 4 PEMBAHASAN ..............................................................................
4.1 Mini Reaserch ...........................................................................
4.2 Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan STREAM ...................
4.3 Indikasi dan Kontraindikasi Penggunaan STREAM ..................
4.4 Kolaborasi Perawat dengan Fisioterapi ......................................
4.5 Efek Samping Penggunaan STREAM .......................................
BAB 5 PENUTUP .....................................................................................
5.1 Kesimpulan ................................................................................
5.2 Saran ..........................................................................................
5.3 Rencana Tindak Lanjut ..............................................................
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

1
3
4
4
6
6
6
6
8
8
8
8
10
11
15
17
19
20
21
22
22
22
22
23
25
25
26
27
28
28
29
30
30
30
32
33

STREAM

MEDICAL SEMINAR

page 5

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latang Belakang
Stroke atau Cerebro Vaskuler Akut (CVA) merupakan penyakit gangguan
peredaran darah otak yang diakibatkan oleh tersumbatnya aliran darah ke otak
atau pecahnya pembuluh darah di otak, sehingga suplai darah ke otak berkurang
(Smltzer & Bare, 2005). Gangguan peredaran darah pada otak ini menyebabkan
terjadinya kematian otak sehingga seseorang menderita kelumpuhan atau
kematian. Akibat terganggunya aliran darah dan oksigen ke otak, sebagian besar
pasien stroke memiliki manifestasi berupa berkurangnya kemampuan otot pada
separuh bagian tubuh atau sering disebut hemiparese (Price and Wilson, 2006).
Sehingga salah satu tujuan utama dari rehabilisasi pasien stroke adalah
meningkatkan kemampuan mobilitasnya untuk mengembangkan kemampuan
mandiri memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Kemampuan mobilitas pasien stroke berbeda-beda tergantung dari jenis
stroke dan tingkat keparahan dari gangguan aliran darah di otak. Terdapat 2
macam stroke yaitu stroke iskemik dan stroke perdarahan. Stroke iskemik
adalah gangguan aliran darah pada otak karena adanya sumbatan baik
thrombus maupun emboli. Sedangkan stroke perdarahan adalah gangguan
aliran darah akibat pecahnya pembuluh darah baik intraserebral maupun di
daerah subaraknoid. Biasanya pada pasien stroke iskemik merasakan nyeri
yang tidak tajam dan hemiparese yang muncul sejak awal onset, namun pada
stroke perdarahan khususnya daerah subaraknoid nyeri yang dirasakan sangat
berat dan hemiparese biasanya tidak muncul sejak awal (Brunner & Suddart,
2002).
Setiap pasien stroke memerlukan terapi latihan gerak untuk mengembalikan kemampuan mobilitasnya. Baik terapis maupun keluarga diharapkan
memberikan latihan dengan sabar dan bertahap, karena untuk mengembalikan
kemampuan geraknya diperlukan proses yang panjang. Dimulai dari latihan
sederhana untuk melemaskan sendi-sendi ekstrimitasnya sampai dengan mobilitas aktif atau berjalan. Hal ini tentunya harus dilakukan secara rutin agar ke

STREAM

MEDICAL SEMINAR

mampuan mobilitas pasien kembali dan pasien mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri.
Untuk mengetahui tingkat keterbatasan gerak saat pasien mendapatkan
serangan stroke sampai pada kemampuan pasien stroke bermobilisasi saat
menjalani proses rehabilitasi diperlukan alat ukur yang baik untuk bisa menilai
seberapa baik kemampuan mobilitas pasien stroke. Dalam penelitian ini ditunjukkan bahwa ada 3 alat ukur untuk menilai kemampuan mobilitas pasien stroke.
Pertama adalah The Rivermead Mobility Index (RMI) yang dirancang oleh Badan
Kebijakan Kesehatan dan Penelitian Amerika Serikat. Kemudian Lennon dan
Hastings mengatakan bahwa alat ukur tersebut kurang spesifik untuk mengukur
kemampuan mobilitas pasien stroke karena sebagian besar hanya berupa
pertanyaan bukan observasi langsung. Kemudian RMI dimodifikasi menjadi
modified RMI (MRMI) dengan meningkatkan penilaian kemampuan mobilitas
pasien stroke. Selanjutnya yang ketiga adalah Stroke Rehabilitation Assessment
of Movement (STREAM) ini adalah alat ukur kemampuan mobilitas pasien stroke
yang terbaru.
Pada kondisi di lapangan masih banyak rumah sakit yang belum memiliki
panduan yang tetap untuk menilai kemampuan mobilitas pasien stroke. Kebanyakan hanya memenuhi proses latihan gerak saja, padahal setiap pasien pasti
memerlukan jenis latihan yang berbeda. Hal tersebut juga terjadi pada ruangan
di Unit Stroke Ruang 26 RSSA Malang dimana pasien stroke hanya mendapatkan latihan gerak secara bertahap saja tapi belum ada alat ukur khusus yang
digunakan untuk mengukur kemampuan mobilitas pasien stroke. Berdasarkan
hasil pendataan di ruang 26 stroke RSSA Malang dari tanggal 1 Januari sampai
20 Januari 2016 terapat 47 pasien stroke dan 28 diantaranya menderita stroke
iskemik. Menurut salah satu perawat di ruang 26 Stroke RSSA Malang dari
tahun ke tahun jumlah pasein iskemik lebih banyak dari pada pasien stroke
perdarahan yang dirawat di ruang 26 Stroke RSSA Malang.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dalam jurnal ini menunjukkan
bahwa alat ukur STREAM dinilai lebih efektif untuk mengukur kemampuan
mobilitas pasien stroke karena alat ukur ini menilai secara lebih spesifik rentang

page 6

STREAM

MEDICAL SEMINAR

page 7

gerak pasien. Dimulai dari gerakan-gerakan yang bisa dilakukan dengan tidur,
duduk, berdiri, sampai pasien bergerak. Oleh karena itu, peneliti mengajukan
gagasan untuk melakukan miniriset mengenai pengukuran kemampuan mobilitas
pasien stroke iskemik dengan alat ukur Stroke Rehabilitation Assessment of
Movement (STREAM) di Ruang 26 Stroke RSSA Malang.
1.2 Tujuan
1.2.1

Tujuan Umum
Mengidntifikasi efektifitas penggunaan alat ukur kemampuan mobilitas
Stroke Rehabilitation Assessment of Movement (STREAM) pada pasien
stroke iskemik di ruang 26 Stroke RSSA Malang.

1.2.2

Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengukuran kemampuan mobilitas dengan menggunakan
alat ukur Stroke Rehabilitation Assessment of Movement (STREAM)
pasien stroke iskemik di Ruang 26 Stroke RSSA Malang.
b. Mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan pengguaan alat ukur
kemampuan gerak Stroke Rehabilitation Assessment of Movement
(STREAM) pasien stroke iskemik di ruang 26 Stroke RSSA Malang.
c. Mengidentifikasi indikasi dan kontraindikasi penggunaan alat ukur
kemampuan gerak Stroke Rehabilitation Assessment of Movement
(STREAM)
d. Mengetahui cara kolaborasi dengan fisioterapi dalam pegaplikasian
alat ukur kemampuan gerak Stroke Rehabilitation Assessment of
Movement (STREAM) pada pasien stroke iskemik di ruang 26 Stroke
RSSA Malang
e. Mengetahui efek samping dari penggunaan alat ukur kemampuan
gerak Stroke Rehabilitation Assessment of Movement

(STREAM)

pada pasien stroke iskemik di ruang 26 Stroke RSSA Malang

STREAM

MEDICAL SEMINAR



1.3 Manfaat
1.3.1

page 8

Manfaat Praktis
Membantu petugas kesehatan khususnya di ruang 26 Stroke RSSA
Malang dalam upaya mengobservasi kemampuan mobilitas pasien stroke
iskemik.

1.3.2

Manfaat Teori
Meningkatkan

pemahaman

mahasiswa

keperawatan

dan

perawat

tentang penggunaan alat ukur kemampuan mobilitas pasien stroke


dengan Stroke Rehabilitation Assessment of Movement (STREAM)

STREAM

MEDICAL SEMINAR

page 9


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Cerebrovaskular Accident (CVA)
2.1.1 Pengertian
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh terhentinya suplai
darah kebagian otak (Brunner and Suddarth, 2001). Stroke adalah disfungsi
neurologis yang umum dan timbul secara mendadak sebagai akibat dari adanya
gangguan suplai darah ke otak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah otak
yang terganggu. Stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu pada setiap
gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya
aliran darah melalui sistem suplai arteri otak (Sylvia A. Price, 2006).
Stroke adalah sindorm klinis yang awal timbunya mendadak, proses cepat,
berupa defisit neurologi fokal atau global,yang berlangsung 24 jam/lebih,atau
langsung menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh gangguan
peredaran otak non traumatik. (Mansjoer Arief,2000). Stroke atau cedera
cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya
suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler
selama beberapa tahun. (Smeltzer C. Suzanne, 2002)
Berdasarkan etiologinya, stroke dibedakan menjadi :

Stroke perdarahan atau strok hemoragik

Strok iskemik atau stroke non hemoragik

Stroke non hemoragik atau yang disebut juga strok iskemik didefinisikan, secara
patologis, sebagai kematian jaringan otak karena pasokan darah yang tidak adekuat
2.1.2 Klasifikasi
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik adalah :
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak sepintas
dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebih dari 24
jam.

STREAM

MEDICAL SEMINAR



b. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak
berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3
minggu
c. Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan
peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal
dalam beberapa jam sampe bbrpa hari
d. Stroke in Resolution
Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan
peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai maksimal
dalam beberapa jam sampai bebrapa hari.
e. Completed Stroke (infark serebri)
Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau
gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa
memburuk lagi.
Sedangkan secara patogenitas Stroke iskemik (Stroke Non Hemoragik) dapat dibagi
menjadi :
a. Stroke trombotik
Yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena trombosis di arteri karotis
interna secara langsung masuk ke arteri serebri media. Permulaan gejala sering
terjadi pada waktu tidur,atau sedang istrirahat kemudian berkembang dengan
cepat,lambat laun atau secara bertahap sampai mencapai gejala maksimal
dalam beberapa jam, kadang-kadang dalam beberapa hari (2-3 hari), kesadaran
biasanya tidak terganggu dan ada kecendrungan untuk membaik dalam
beberapa hari,minggu atau bulan.
b. Stroke embolik,
Yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena emboli yang pada umunya
berasal dari jantung. Permulaan gejala terlihat sangat mendadak berkembang
sangat cepat, kesadaran biasanya tidak terganggu, kemungkinan juga disertai

page 10

STREAM

MEDICAL SEMINAR

emboli pada organ dan ada kecendrungan untuk membaik dalam beberapa hari,
minggu atau bulan
2.1.3 Etiologi
Menurut Smeltzer, 2002 penyebab stroke non hemoragik yaitu:
a. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)
Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan aliran
darah ke jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh dan menyebabkan
kongesti dan radang. Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang
mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat
menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi
pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemia serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali
memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
b. Embolisme cerebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di
jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut
berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik
Pendapat lain dikemukakan oleh Junaidi, 2006 yang menyatakan ada beberapa
etiologi lain yang dapat menyebabkan terjadinya stroke non hemorhagik, antara lain:
a. Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan lemak)
yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah. Endapan yang terbentuk
menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah sehingga mengganggu
aliran darah.

page 11

STREAM

MEDICAL SEMINAR



b. Emboli

Benda asing yang tersangkut pada suatu tempat dalam sirkulasi darah. Biasanya
benda asing ini berasal dari trombus yang terlepas dari perlekatannya dalam
pembuluh darah jantung, arteri atau vena.
c. Infeksi
Peradangan juga dapat menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama
yang menuju otak. Yang mampu berperan sebagai faktor risiko stroke adalah
tuberkulosis, malaria, lues, leptospirosis, dan in feksi cacing.
d. Obat-obatan
Ada beberapa obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke seperti
amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen pembuluh darah otak.
e. Hipotensi atau hipertensi.
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran
darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa
terjadi jika hipotensi ini sangat parah dan menahun. Sedangkan Hipertensi dapat
mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila
pembuluh darah otak pecah maka timbullah perdarahan otak dan apabila
pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan
sel sel otak akan mengalami kematian.
2.1.4 Faktor Resiko Pada Stroke
Menurut Smeltzer, 2002 faktor resiko yang dapat menyebabkan stroke non
hemoragi dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Faktor risiko stroke yang tidak dapat dimodifikasi adalah :
a. Umur
Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke. Sekitar 30% dari
stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada mereka yang 65 ke atas.
Risiko stroke adalah dua kali untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun
b. Jenis Kelamin
Pria lebih berisiko terkena stroke dari pada wanita, tetapi penelitian
menyimpulkan bahwa lebih banyak wanita yang meninggal karena stroke.

page 12

STREAM

MEDICAL SEMINAR

Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi dan pada wanita. Tetapi serangan stroke
pada pria terjadi di usia lebih muda sehingga tingkat kelangsungan hidup lebih
tinggi. Sementara, wanita lebih berpotensi terserang stroke pada usia lanjut
hingga kemungkinan meninggal karena penyakit itu lebih besar.
c. Keturunan
Stroke juga terkait dengan keturunan. Faktor genetik yang sangat berperan
antara lain adalah hipertensi, penyakit jantung, diabetes dan cacat pada bentuk
pembuluh darah, gaya dan pola hidup keluarga dapat mendukung risiko stroke.
Cacat pada bentuk pembuluh darah (cadasil) mungkin merupakan faktor
genetik yang paling berpengaruh dibandingkan faktor risiko stroke lainnya.
2. Faktor resiko stroke yang dapat dimodifikasi adalah:
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama yang menyebabkan pengerasan dan
penyumbatan arteri. Penderita hipertensi memiliki faktor risiko stroke empat
hingga enam kali lipat dibandingkan orang yang bebas hipertensi. Sekitar 4090% penderita stroke ternyata mengidap hipertensi sebelum terkena stroke.
Secara medis, tekanan darah di atas 14090 tergolong dalam penyakit
hipertensi. Oleh karena dampak hipertensi pada keseluruhan risiko stroke
menurun seiring dengan pertambahan umur. Pada orang berusia lanjut, faktor
lain di luar hipertensi berperan lebih besar terhadap risiko stroke. Pada seorang
yang tidak menderita hipertensi, risiko stroke meningkat terus hingga usia 90,
menyamai risiko stroke pada seorang yang menderita hipertensi. Sejumlah
penelitian menunjukkan, obat-obatan anti hipertensi dapat mengurangi risiko
stroke sebesar 38% dan pengurangan angka kematian akibat stroke sebesar
40%.
b. Penyakit Diabetes Mellitus
Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes meningkatkan
risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding
orang-orang tanpa diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk
mendapat iskemia serebral melalui percepatan aterosklerosis pembuluh darah

page 13

STREAM

MEDICAL SEMINAR

yang besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan efek lokal pada
mikrosirkulasi serebral.
c. Penyakit Jantung
Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih dari dua kali
lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang fungsi jantungnya normal.
Penyakit Arteri koroner: Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit
difusvaskular aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural
karena Miocardiofarction. Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi:
Berhu-bungan dengan meningkatnya kejadian strok. Fibrilasi atrial: Sangat
terkait dengan stroke emboli dan fibri-lasi atrial karena penyakit jantung
rematik; meningkatkan risiko stroke sebesar 17 kali. Lainnya: Berbagai lesi
jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke,seperti prolaps katup mitral,
patent foramen ovale, defek septum atrium, aneurisma septum atrium, dan lesi
aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
d. Merokok
Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi me-nunjukkan bahwa
merokok jelas menyebabkan peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin. Ting-kat risiko berhubungan dengan jumlah batang rokok
yang dihisap. Penghentian merokok mengurangi risiko.
e. Peningkatan Hematokrit
Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit melebihi
55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah dari isi sel darah
merah, plasma protein terutamanya fibrinogen memainkan peranan penting.
Ketika viskositas meningkat hasil dari polisitemia, hyperfibrinogen-emia, atau
paraproteinemia, biasanya menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala,
kelesuan, tinnitus, dan pengli-hatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena
retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat
trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang
dapat terjadi.

page 14

STREAM

MEDICAL SEMINAR



f.



Peningkatan tingkat fibrinogen dan kelainan sistem pembekuan
Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke trombotik.
Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat, seperti antitrombin III dan
kekurangan protein C serta protein S dan berhubungan dengan vena
thrombotic.

g. Hemoglobinopathy
Sickle-cell disease: Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik
intraserebral dan perdarahan subaraknoid, vena sinus dan trombosis vena
kortikal.Keseluruhan kejadian stroke dalam Sickle-cell disease adalah 6-15%.
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria: Dapat mengakibatkan trombosis vena
serebral
h. Penyalahgunaan Obat
Obat yang telah berhubungan dengan stroke terma-suk methamphetamines,
norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain. Amfetamin menyebabkan sebuah
vaskulitis nekrosis yang dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar,
atau fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah
hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi. Per-darahan subarachnoid dan
difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan kokain.
i.

Hiperlipidemia
Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan penyakit
jantung koroner, namun hubungannya dengan stroke kurang jelas. Peningkatan
kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor risiko untuk aterosklerosis karotis,
khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia
menurun dengan bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan
intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan yang jelas
antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.

j.

Kontrasepsi Oral Pil


KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke pada wanita
muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan masalah ini, tetapi tidak
dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yang
lebih dari 35 tahun. Mekanisme diduga meningkatkan koagulasi karena

page 15

STREAM

MEDICAL SEMINAR

stimulasi estrogen tentang produksi protein liver atau jarang penyebab


autoimun.
k. Diet
Konsumsi alkohol Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan
subarakhnoid dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa
muda. Mekanisme dimana etanol dapat menghasilkan stroke termasuk efek
pada tekanan darah, platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel darah
merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan
perubahan di darah aliran otak dan autoregulasi.
Kegemukan Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs,
obesitas telah secara konsisten meramalkan stroke. Asosiasi dengan stroke
dapat dijelaskan sebagian oleh adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat
relatif lebih dari 30% di atas rata-rata kontributor independen ke-atherosklerotik
infark otak berikutnya.
l.

Infeksi
Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui pengembangan
perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah. Sifilis meningovaskular
dan mucormycosis dapat menyebabkan arteritis otak dan infark.

m. Stress
Hampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres psiokososial dapat
menyebabkan depresi. Jika depresi berkombinasi dengan faktor risiko lain
(misalnya, aterosklerosis berat, penyakit jantung atau hipertensi) dapat memicu
terjadinya stroke. Depresi meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 2 kali.
2.1.5 Manifestasi Klinis
Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologik, gejala muncul akibat daerah
otak tertentu tidak berfungsi akibat terganggunya aliran darah ke tempat tersebut,
bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area
yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Gejala tersebut antara lain :

page 16

STREAM

MEDICAL SEMINAR



a. Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala
Parasthesia, paresis, Plegia sebagian badan
b. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan
control volunter terhadap gerakan motorik. Di awal tahapan stroke, gambaran
klinis yang muncul biasanya adalah paralysis dan hilang atau menurunnya
refleks tendon dalam
c. Dysphagia
d. Kehilangan komunikasi
Fungsi otak lain yang di pengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi.
Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi
dapat dimanifestasikan oleh hal berikut; disartria (kesulitan berbicara), disfasia
atau afasia (gangguan berbicara karena gangguan pada otak), apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya).
e. Gangguan persepsi
Persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke
dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan
visual-spasial dan kehilangan sensori. Disfungsi persepsi visual karena
gangguan jaras sensori primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan
hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam
area spasial) sering terlihat pada pasien dengan hemiplegia kiri. Pasien mungkin
tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.Untuk membantu pasien ini, perawat
dapat mengambil langkah untuk mengatur lingkungan dan menyingkirkan
perabot karena pasien dengan masalah persepsi mudah terdistraksi. Akan
bermanfaat dan memberikan pengingat lembut tentang di mana objek
ditempatkan. Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan
sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi
(kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan
dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil dan auditorius

page 17

STREAM

MEDICAL SEMINAR



f.

page 18

Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologis


Bila kerusakan terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori atau
fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat
ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa
dan kurang motivasi yang menyebabkan pasien ini menghadapi masalah frustasi
dalam program rehabilitasi mereka. Masalah psikologik lain juga umum terjadi
dan dimanifestasikan oleh labilitas emosional, bermusuhan, frustasi, dendam
dan kurang kerjasama.

g. Disfungsi Kandung Kemih


Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urinarius sementara
karena

konfusi,

ketidakmampuan

mengkomunikasikan

kebutuhan,

dan

ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik


dan postural. Kadang-kadang setelah stroke kandung kemih menjadi atonik,
dengan kerusakan sensasi dalam respon terhadap pengisian kandung kemih.
Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang.
Selama periode ini dilakukan kateterisasi interminten dengan teknik steril. Ketika
tonus otot meningkat refleks tendon kembali, tonus kandung kemih meningkat
dan spastisitas kandung kemih dapat terjadi.
h. Defisit neurologik stroke manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut :
No
1.

Defisit neurologi
Defisit lapang penglihatan
a. Homonimus Hemlanopsia
b. Kehilangan penglihatan perifer

2.

c. Diplopia
Defisit Motorik
a. Hemiparesis
b. Hemiplegia
c. Ataksia
d. Disatria
e. Disfagia

Manifestasi
a. Tidak menyadari orang atau objek,
mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan
menilai jarak
b. Kesulitan melihat pada malam hari, tidak
menyadari objek atau batas objek.
c. Penglihatan ganda
a. Kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada
sisi yang sama.
b. Paralisis wajah, lengan, dan kaki pada sisi
yang sama.
c. Berjalan tidak mantap, tidak mampu
menyatukan kaki.
d. Kesulitan dalam membentuk kata
e. Kesulitan dalam menelan.

STREAM

MEDICAL SEMINAR



3.
4.

Defisit sensori : Parastesia


Defisit verbal
a. Fasia ekspresif
b. Fasia reseptif

5.

c. Afasia global
Defisit kognitif

6.

Defisit Emosional

page 19


Kesemutan
a. Tidak mampu membentuk kata yang dapat
dipahami
b. Tidak mampu memahami kata yang
dibicarakan, mampu berbicara tapi tidak
masuk akal
c. Kombinasi afasia reseptif dan ekspresif
Kehilangan memori jangka pendek dan panjang,
penurunan lapang perhatian, tidak mampu
berkonsentrasi, dan perubahan penilaian.
Kehilangan kontrol diri, labilitas emosional,
depresi, menarik diri, takut, bermusuhan, dan
perasaan isolasi.

2.1.6 Gangguan fisik dan fungsi akibat stroke


Menurut Duncan dkk. (2009), menyatakan bahwa stroke dapat menyebabkan beberapa efek berikut ini:
a. Kelemahan: hemiparese atau hemiplegia, ganngguan koordinasi dan keseimbangan, spastisitas, gangguan sensorik (propriosepsi dan sentuhan atau
raba), gangguan penglihatan (hemianopsia), nyeri (sindrom bahu dan tangan),hemineglesi atau kurangnya perhatian sebagian sisi, apraksia, gangguan menelan (disphagia), gangguan bahasa (aphasia), gangguan artikulasi
(disartria), masalah belajar, perhatian dan mengingat serta gangguan fungsi
eksekusi tindakan, emosi labil, depresi, disfungsi buang air besar dan kecil
(bab dan bak), kelelahan dan keterbatasan ketahanan kardiovaskular.
b. Keterbatasan dalam aktifitas sehari-hari: keterbatasan perawatan diri (mandi,
berpakaian, dan makan), gangguan mobilitas (berpindah posisi atau transfer,
berjalan), instrumen aktifitas sehari-hari (masak, mencuci, mengatur keuangan, mengatur pengobatann dan perawatan diri), berkendaraan.
c. Kualitas hidup (partisipasi): fungsi peran fisik dan sosial, berkerja dan bekerja secara nyaman.
d. Komplikasi umum: aspirasi pneumonia, vena trombosis, jatuh, gangguan pada kulit, malnutrisi, nyeri bahu, dan kontraktur.

STREAM

MEDICAL SEMINAR

Menurut Desvigne-Nickens (2009), tentang tanda-tanda stroke menjelaskan bahwa stroke dapat diketahui dengan adanya tanda-tanda seperti kelemahan
tiba-tiba pada otot wajah, lengan dan kaki yang umumnya hanya dialami oleh
sebagian tubuh kanan ataupun kiri, gangguan pandangan pada salah satu mata
atau keduanya, sulit berjalan, hilangnya kekuatan dan gangguan keseimbangan,
bingung dan sulit bicara atau memahami pembicaraan, sakit kepala tanpa sebab
dan lain-lain.

2.1.6 Patofisiologi
Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang
terjadi pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan
kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif
total). Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri
karotis Interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera
pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :

page 20

STREAM

MEDICAL SEMINAR

1. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan sehingga


aliran darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan
mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak.
2. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke jaringan (hemorrhage).
3. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan
jaringan otak.
4. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial
jaringan otak.
Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan
pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas
kritis terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak
akan menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal sekitarnya
yang masih mempunyai pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah
melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada
korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena,
penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole.
Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah ini. Selama berlangsungnya
perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi sehingga aliran darah mengikuti
secara pasif segala perubahan tekanan darah arteri.. Berkurangnya aliran darah
serebral sampai ambang tertentu akan memulai serangkaian gangguan fungsi
neural dan terjadi kerusakan jaringan secara permanen.
2.1.7 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologis
a. CT scan
Untuk menetukan infark ataupun perdarahan. Pemindaian ini memperlihatkan
secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark
atau iskemia dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke
permukaan otak (Muttaqin, 2008).

page 21

STREAM

MEDICAL SEMINAR



b. MRI

page 22

Untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik


c. Angogravi serebral
Untuk mencari gambar perdarahan seperti aneurisma/ malformasi vesikuler.
Angiografi serebrum : membantu menentukan penyebab dari stroke secara
Spesifik seperti lesi ulseratrif, stenosis, displosia fibraomuskular, fistula
arteriovena, vaskulitis dan pembentukan thrombus di pembuluh besar (Prince,
dkk ,2005).
d. Pemeriksaan foto torak
Dapat memperlihatkan keadan jantung apakah terjadi pembesaran ventrikel kiri
yang merupakan salah satu tanda klinis pada penderita stroke.
e. Ultrasonografi (USG) karaois
Evaluasi standard untuk mendeteksi gangguan aliran darah karotis dan
kemungkinan memmperbaiki kausa stroke (Prince,dkk ,2005).
f.

Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET)


Mengidentifikasi seberapa

besar suatu

daerah

di otak menerima dan

memetabolisme glukosa serta luas cedera (Prince, dkk ,200)


Pemeriksaan laboratorium
a. Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada pasien CVA ada
peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam Arachidonic (AA),
Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen (Muttaqin, 2008)
b. Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVA infark
mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju endap darah
(LED) pada pasien CVA bertujuan mengukur kecepatan sel darah merah
mengendap dalam tabung darah LED yang tinggi menunjukkan adanya radang.
Namun LED tidak menunjukkan apakah itu radang jangka lama, misalnya artritis,
panel metabolic dasar (Natrium (135-145 nMol/L), kalium (3,6- 5,0 mMol/l),
klorida,) (Prince, dkk ,2005)
c. Pungsi lumbal
Pemeriksaan liquor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang kecil
biasanya warna liquor masih normal sewaktu hari-hari pertama.

STREAM

MEDICAL SEMINAR



d. Pemeriksaan darah kimia

Pada stroke akut biasanya terjadi hiperglikemi, gula darah mencapai >200 mg
dalam serum dan kemudian berangsur-angsur kembali.
2.1.8

Penatalaksanaan
Untuk mendukung pemulihan dan kesembuhan pada klien yang mengalami

stroke infark maka penatalaksanaan pada klien stroke infark terdiri dari penatalaksanan medis farmakologi, penatalaksanan keperawatan dan penatalaksanaan
diet.
1. Penatalaksanaan medis (Arif Mansjoer, 2000)
Membatasi atau memulihkan infark akut yang sedang berlangsung dengan
menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinant tissue Plasminogen
Activator).
Mencegah perburukan neurologis :
a. Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark yaitu terapi
dengan manitol.
b. Ekstensi teritori infark yaitu dengan pemberian heparin.
c. Konversi hemorargik yaitu jangan memberikan anti koagulan
d. Mencegah stroke berulang dini yaitu dengan heparin.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan pada klien dengan stroke infark bertujuan
untuk mencegah keadaan yang lebih buruk dan komplikasi yang dapat
ditimbulkan. Untuk itu dalam merawat pasien stroke perlu diperhatikan faktorfaktor kritis seperti mengkaji status pernafasan, mengobservasi tanda-tanda
vital, memantau fungsi usus dan kandung kemih, melakukan kateterisasi
kandung kemih, dan mempertahankan tirah baring.
3. Penatalaksanaan Diet
Penatalaksanaan nutrisi yang dianjurkan pada klien dengan stroke infark yaitu
dengan memberikan makanan cair agar tidak terjadi aspirasi dan cairan
hendaknya dibatasi dari hari pertama setelah cedera serebrovaskuler (CVA)

page 23

STREAM

MEDICAL SEMINAR

page 24

sebagai upaya untuk mencegah edema otak, serta memberikan diet rendah
garam dan hindari makanan tinggi lemak dan kolesterol.
2.2 Kemampuan Mobilitas
2.2.1 Definisi Mobilisasi
Mobilisasi adalah jalan untuk melatih hampir semua otot tubuh dan
meningkatkan fleksibilitas sendi. Mobilisasi atau kemampuan seseorang untuk
bergerak bebas merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus
terpenuhi. Setiap orang memerlukan mobilisasi untuk melakukan aktivitas sehatiharinya, dengan keterbatasan kemampuan mobilisasi maka seseorang akan
kesulitan melakukan aktivitas sehari-harinya (Hany,2009).
Kebutuhan aktifitas merupakan kebutuhan dasar untuk melakukan aktifitas
(bergerak).Kebutuhan ini diatur oleh beberapa sistem/organ tubuh diantaranya,
tulang, otot, tendon, ligament, sistem saraf, dan sendi.Mobilitas atau mobilisasi
merupakan suatu kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah dan
teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktifitas dalam rangka mempertahankan kesehatannya (Potter dan perry, 2005)
2.2.2

Tujuan Mobilisasi
Tujuan seseorang melakukan mobilisasi antara lain:

a. Memenuhi kebutuhan dasar (termasuk melakukan aktifitas hidup sehari-hari dan


aktifitasrekreasi)
b. Mempertahankan diri (melindungi diri dari trauma)
c. Mempertahankan konsep diri
d. Mengekspresikan emosi dengan gerakan tangan non verbal.
(Hany,2009)

STREAM

MEDICAL SEMINAR

page 25


BAB III
TELAAH JURNAL

3.1 Metode Penelitian


Dalam telaah jurnal Comparison of Psychometric Properties of
Three Mobility Measures for Patients With Stroke. Penelitian ini dilakukan di
daerah Taipei, sampel dari penelitian ini di ambil dari klien stroke yang MRS
pada tanggal 1 April 31 Desember 2001.
Adapun kriteria inklusi yang digunakan dalam penelitian adalah:
1. Klien dengan Perdarahan Otak atau Infark Cerebral
2. Klien dengan serangan stroke pertama kali, tanpa penyakit penyerta lain
yang mendasari dan tidak cacat
3. Klien berada dalam fase stroke akut ( onset 14 hari )
4. Klien mampu mengikuti instruksi
5. Klien mau dan bersedia mengikuti penelitian
6. Responden diambil dari daerah Taipei
Adapun kriteria eksklusi yang digunakan dalam penelitian adalah klien
dilakukan pemeriksaan konfirmasi berupa neuroimaging, apabila dari hasil
pemeriksaan klien menderita stroke dengan penyakit penyerta yang lain maka
responden tidak masuk dalam responden penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan instrument Stroke Rehabilitation
Assessment of Movement (STREAM) yang merupakan alat ukur dinilai lebih
unggul dibandingkan 2 alat ukur yang lain yaitu The Rivermead Mobility Index
(RMI) dan modified RMI (MRMI) menurut jurnal penelitian yang dilakukan oleh IPing Hsueh, dkk.
Instrumen dalam penelitian ini adalah alat ukur penilaian kemampuan
rentang gerak yiatu menggunakan Stroke Rehabilitation Assessment of
Movement

(STREAM). Penelitian ini menggunakan instrumen observasi

STREAM yang memiliki 30 item penilaian dan terbagi dalam 4 kelompok posisi
utama yaitu posisi 1) supine, 2) duduk, 3) berdiri, dan 4) berdiri serta aktivitas
berjalan. Posisi supine memiliki 6 item penilaian, posisi duduk memiliki 15 item

STREAM

MEDICAL SEMINAR

penilaian, posisi berdiri memiliki 4 item penilian dan posisi berdiri serta aktivitas
berjalan memiliki 5 item penilaian. Skor penilaian meliputi:
Gerakan volunter anggota gerak:
0= tidak mampu melakukan gerakan pada berbagai rentang (termasuk mengibaskan atau menggeser anggota gerak)
1 = mampu melakukan beberapa bagian dari gerakan yang diminta
2 = mampu melakukan gerakan dengan cara mirip anggota gerak yang sehat
X = gerakan tidak dapat dinilai karena beberapa alas an (ex: nyeri, ROM, dsb)
Mobilitas dasar
0 = tidak mampu melakukan aktivitas pada berbagai rentang yang cukup (ex:
partisipasi aktif minimal)
1 = mampu melakukan bebrapa bagian aktivitas yang diminta secara mandiri
(membutuhkan asistensi pada beberapa bagian gerakan yang tidak mampu
dilakukan)
2 = mampu melakukan aktivitas secara mandiri dengan pola yang kasar secara
mandiri, namun membutuhkan bantuan
3 = mampu melakukan aktivitas secara mandiri dengan pola yang kasar secara
mandiri, tidak membutuhkan bantuan
X = aktivitas tidak dapat dinilai karena beberapa alas an (ex: nyeri, ROM, dsb)
Total skor dari seluruh penilaian adalah 50. Dimana semakin besar skor yang
diperoleh menunjukkan kemampuan mobilitas yang semakin baik.

page 26

STREAM

MEDICAL SEMINAR

page 27


BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Mini Research


Menurut Majelis Kedokteran Indonesia tahun 2009, proses pemulihan
setelah stroke dibedakan atas pemulihan neurologis (fungsi saraf otak) dan
pemulihan fungsional (kemampuan melakukan aktivitas fungsional). Pemulihan neurologis terjadi awal setelah stroke terjadi. Kemampuan fungsional pulih
sejalan dengan pemulihan neurologis yang terjadi. Setelah lesi otak menetap,
pemulihan fungsional masih dapat terus terjadi hinga batas-batas tertentu
terutama dalam 3-6 bulan pertama setelah stroke. Hal itulah yang menjadi
fokus utama rehabilitasi medis, yaitu untuk mengembalikan kemandirian
pasien mencapai kemampuan fungsional yang optimal.
Secara umum rehabilitasi pada pasien stroke dibedakan dalam beberapa fase. Pembagian ini dalam rehabilitasi medis dipakai sebagai acuan
untuk menentukan tujuan dan jenis intervensi rehabilitasi yang akan diberikan, yaitu:
1. Stroke fase akut

: 2 minggu pertama pasca serangan stroke

2. Stroke fase subakut

: antara 2 minggu hingga 6 bulan pasca stroke

3. Stroke fase kronis

: diatas 6 bulan pasca stroke

Semakin awal pasien stroke mendapatkan terapi rehabilitasi, akan semakin


baik kembalinya fungsi motorik secara fungsional. Untuk membantu menilai
kemampuan rentang gerak pasien stroke pada fase akut rehabilitasi, instrument penilaian gerak STREAM dapat digunakan. Berdasarkan hasil penelitian Hsueh et al., tahun 2015, instrumen STREAM adalah instrumen yang
direkomendasikan untuk digunakan karena memiliki hasil penilaian yang
lebih efektif.
Instrument pengukuran rentang gerak Stroke Rehabilitation Assessment of Movement (STREAM) diaplikasikan oleh peneliti pada 10 orang
pasien di Unit Stroke RSSA Malang selama 5 hari berturut-turut. Pasien yang
dilakukan pengukuran kemampuan rentang gerak adalah pasien stroke

STREAM

MEDICAL SEMINAR

iskemik fase akut antara hari ke-0 sampai hari ke-14 pasca se-rangan stroke.
Penilaian kemampuan rentang gerak pasien dilakukan hanya pada posisi
supine mengingat kondisi pasien yang belum memungkinkan untuk
diobservasi pada posisi duduk dan berdiri. Hasil aplikasi instrument STREAM
menunjukkan bahwa instrumen tersebut bisa digunakan untuk me-nilai
adanya kemajuan rentang gerak pasien sedini mungkin. Pada 10 orang
pasien stroke iskemik fase akut rehabilitasi, 7 orang diantaranya dapat
dilakukan penilaian rentang gerak dan 3 orang diantaranya tidak dapat
dilaku-kan penilaian rentang gerak karena mengalami penurunan kesadaran.
Dari 5 hari penilaian, terdapat 3 orang pasien yang dapat dilihat adanya
peningkatan rentang gerak pada hari ketiga dan hari keempat panilaian.
4.2 Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan STREAM
Berdasarkan implementasi pengaplikasian pengukuran kemampuan
rentang gerak pada pasien dengan stroke iskemik terdapat beberapa
keuntungan antara lain adalah mampu melihat perkembangan kemampuan
rentang gerak secara lebih detail pada pasien dengan stroke iskemik di fase
akut. Dengan hal tersebut maka tenaga kesehatan khususnya perawat bisa
mengevaluasi kemampuan rehabilitasi klien secara lebih mendalam sehingga
bisa menyesuaikan dengan latihan ROM yang diberikan di ruang perawatan
pasien stroke iskemik. Selain itu perawat juga bisa menyesuaikan saat
membantu memenuhi ADL klien, misalnya saat membantu klien oral hygiene
perawat bisa menentukan apakah pasien tersebut sudah bisa melakukan oral
hygine secara mandiri atau belum.
Kuesioner STREAM ini di mampu menilai kemajuan dari perkembangan rentang gerak pasien dengan stroke iskemik karena di ukur secaca berkala sehingga akan tampak kemajuan atau kemunduran dalam kemampuan
rentang gerak klien. Hal tersebut akan memudahkan perawat untuk mendokumentasikan pekembangan klien. Penilaian dalam kuesioner ini sangat
mudah karena hanya memberikan angka 0, 1, 2 atau tanda X pada setiap
item yang dinilai.

page 28

STREAM

MEDICAL SEMINAR



Namun dalam pengaplikasiannya terdapat beberapa kekurangan
antara lain adalah belum adanya sosialisasi mengenai pengukuran rentang
gerak menggunakan kuesioner STREAM ini sebelumnya di ruang 26 Stroke
RSSA Malang. Sehingga masih banyak tenaga kesehatan khususnya
perawat di ruangan yang masih belum familiar. Padahal perawat adalah
pemegang peranan penting dalam pengaplikasian pengukuran rentang gerak
ini, sehingga diperlukan sosialisasi secara merata pada perawat khususnya
yang dinas di ruang 26 Stroke. Selain itu kuesioner ini memiliki banyak item
sehingga perlu ketelitian dan waktu yang cukup lama terutama jika dilakukan
pada klien yang kurang kooperatif. Perawat perlu memiliki kemampuan
komunikasi yang baik agar klien tidak bosan saat dilakukan pengukuran
rentang gerak dengan kuesioner STREAM ini.
4.3 Indikasi dan Kontraindikasi Penggunaan STREAM
Instrument pengukuran rentang gerak Stroke Rehabilitation Assessment of Movement (STREAM) ini hanya bisa di implementasikan pada
pasien dengan stroke baik wanita maupun pria di semua usia dengan jenis
serangan stroke iskemik fase akut hari ke 0 -14 pasca serangan stroke,
pasien dengan onset pertama stroke tanpa penyerta penyakit utama lain dan
tidak ada kecacatan sebelum serangan stroke, pasien baik dengan
kesadaran penuh ataupun tidak saat hari ke 0 -14 pasca serangan stroke,
Pasien mampu dan kooperatif untuk melakukan beberapa atau keseluruhan
gerakan-gerakan sesuai dengan instrumen STREAM. Selain itu pasien yang
dilakukan pengukuran dengan instrumen ini harus mendapatkan persetujuan
dari anggota keluarga sebelum pelaksanaan.
Namun instrument pengukuran rentang gerak Stroke Rehabilitation
Assessment of Movement (STREAM) ini tidak boleh dilakukan pada pasien
dengan serangan stroke fase krisis, pasien dengan penyakit penyerta
(komorbid) lain juga tidak diperbolehkan mengikuti penilaian STREAM ini.

page 29

STREAM

MEDICAL SEMINAR

4.4 Kolaborasi Perawat dengan Fisioterapis dalam Aplikasi STREAM


Dalam masa rehabilitasi, penderita stroke akan belajar bergerak, berpikir, dan merawat diri sendiri. Rehabilitasi tidak dapat menyembuhkan efekefek yang ditimbulkan stroke, namun dapat membantu penderita stroke untuk
mengoptimalkan fungsi tubuhnya. Rehabilitasi akan memberikan hasil yang
optimal bila dilakukan dalam 3 bulan pertama paska stroke. Meskipun perkembangan pemulihan yang optimal didapatkan dalam jangka waktu tersebut, proses pemulihan berlangsung seumur hidup. Oleh karena itu, sangatlah
penting untuk memulai rehabilitasi sedini mungkin dan secara berkesinambungan. Rehabilitasi dimulai sejak penderita dirawat di rumah sakit dan dapat
dilanjutkan secara rawat jalan, atau di rumah dengan perawatan tim rehabilitasi home care.
Perawat memiliki peranan penting dalam membantu rehabilitasi pasien selama masa perawatan di unit stroke. Dengan mengetahui kemampuan
rentang gerak pasien, perawat dapat menyesuaikan kapan mulai dilakukan
latihan ROM pasif ataupun aktif dengan hasil penilaian berdasarkan instrumen STREAM. Selanjutnya, setelah pasien keluar dari unit stroke untuk
pindah ke ruangan perawatan, perawat di unit stroke dapat mendelegasikan
kepada perawat di ruangan untuk melanjutkan pemantauan kemajuan rentang gerak pasien selama perawatan selanjutnya. Perawat di ruangan dapat
melanjutkan proses rehabilitasi sesuai dengan hasil penilaian STREAM.
Selanjutnya, untuk fase subakut dan fase kronis ketika pasien sudah
pulang ke rumah, diperlukan kolaborasi dengan tenaga fisioterapis saat
pasien melakukan kontrol kesehatan untuk melanjutkan rahabilitasi selama di
rumah dengan tetap menggunakan STREAM untuk memantau kemajuan
kemampuan rentang gerak pasien. Perawat dapat memberikan laporan
tentang perkembangan rentang gerak pasien terbaru yang dapat dilanjutkan
oleh fisioterapis selama rehabilitasi lanjutan. Fisioterapis juga dapat menggunakan instrumen penilaian ini untuk memantau kemajuan fungsi motorik
pasien.

page 30

STREAM

MEDICAL SEMINAR



4.5 Efek Samping Penggunaan STREAM
Dalam pengaplikasian rentang gerak pada pasien stroke dengan
instrumen STREAM, hal yang perlu diperhatikan adalah adanya efek
samping kemungkinan cedera pada pasien yang memaksakan melakukan
gerakan yang dilakukan penilaian. Dengan demikian diperlukan pemberian
edukasi pada pasien untuk tidak memaksakan melakukan gerakan yang
dinilai jika pasien tidak mampu melakukan gerakan tersebut.

page 31

STREAM

MEDICAL SEMINAR

page 32


BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
5.1.1. Instrumen penilaian rentang gerak Stroke Rehabilitation Assess-ment of
Movement (STREAM) dapat diaplikasikan pada pasien stroke iskemik
pada fase akut rehabilitasi di Unit Stroke RSSA Malang.
5.1.2. Kelebihan instrumen STREAM adalah mampu menilai kemajuan dari
perkembangan rentang gerak pasien secara lebih detail. Kekurangan
instrumen

STREAM

adalah

belum

adanya

sosialisasi

mengenai

pengukuran rentang gerak di ruang perawatan pasien stroke


5.1.3. Indikasi penggunaan STREAM adalah pada pasien dengan stroke
sedangkan kontraindikasi penggunaan STREAM adalah pada pasien
stroke dengan penyakit penyerta yang lain.
5.1.4. Bentuk kolaborasi perawat dengan fisioterapis adalah perawat dapat
memberikan laporan tentang perkembangan rentang gerak pasien terbaru
yang dapat dilanjutkan oleh fisioterapis selama rehabilitasi lanjutan.
Fisioterapis juga dapat menggunakan instrumen penilaian ini untuk
memantau kemajuan fungsi motorik pasien.
5.1.5. Efek samping dalam pengaplikasian rentang gerak pada pasien stroke
dengan instrumen STREAM, hal yang perlu diperhatikan adalah adanya
efek samping kemungkinan cedera pada pasien yang memaksakan
melakukan gerakan yang dilakukan penilaian
5.2 Saran
5.2.1

Bagi klinik
Dunia klinik diharapkan dapat menerapkan instrumen ini untuk memantau
perkembangan kemajuan rentang gerak pasien stroke pada fase akut
rehabilitasi di rumah sakit.

STREAM

MEDICAL SEMINAR



5.2.2

Bagi mahasiswa keperawatan


Mahasiswa keperawatan sebagai agen perubahan diharapkan menjadi
promotor dalam aplikasi ilmu keperawatan yang baru untuk memperbaiki
kinerja perawat sehingga mengoptimalkan efisiensi kerja serta untuk
meningkatkan mutu dan pelayanan secara pari-purna.

5.3 Rencana Tindak Lanjut


Adapun rencana tindak lanjut yang dapat dilakukan adalah melakukan
sosialisasi mengenai instrumen STREAM yang efektif digunakan untuk menilai
rentang gerak pasien stroke fase akut rehabilitasi, untuk selanjutnya instrumen
STREAM ini dapat diterapkan di ruangan khususnya di RSSA Malang.

page 33

STREAM

MEDICAL SEMINAR

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 3 Jakarta:
EGC Chris Winkelman. Neurological Critical Care. American journal Of
Critical care. Nopember 2000-volume 9 Number 6.
Mansjoer, dkk. (2000).Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta: Media Aesculapius
Muttaqin, Arif (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Price S.A., Wilson L.M. 2006, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 4, Buku II, Jakarta, EGC.
Tabrani Rab. Agenda Gawat Darurat jilid 2. Bandung. Penerbit Alumni: 2008.
Persyarafan. salemba medika: jakarta.
Vries S.D. & Mulder T. (2007). Motor imagery and stroke rehabilitation: a critical
discussion. Journal Rehabilitation Medical 2007;39: 5-13.
WHO, (2010) New WHO Pocket-charts will save lives by predicting heart attack and
stroke melalui http://www.who.int/mediacentre/news/release/ diakses tanggal 26
Desember 2015.
Yulianto, 2011. Mengapa Stroke Menyerang Usia Muda. Yogyakarta : Javalitera

page 34

Anda mungkin juga menyukai