d) Kolesterol tinggi.
e) Obesitas.
f) Peningkatan kekentalan darah.
g) Konsumsi alkohol.
2) Faktor Resiko Tidak Terkendali
Beberapa faktor resiko tidak terkendali yang menyebabkan stroke non
hemoragik yaitu:
a) Usia, merupakan faktor resiko independen terjadinya stroke.
b) Faktor keturunan/genetik.
b. Faktor Presipitasi
Menurut Lumantobing dalam Wiwit (2012) penyebab stroke non
hemoragik yaitu:
1) Ateroma (endapan lemak), yaitu penyumbatan yang bisa terjadi di
sepanjang arteri menuju otak. Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang
jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak, yaitu pada dua arteri
karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan
cabang dari lengkung aorta jantung. Suatu arteroma bisa terbentuk di
pembuluh darah arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya
aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena arteri karotis dalam
keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak.
2) Peradangan atau infeksi yang dapat menyebabkan menyempitnya
pembuluh darah yang menuju ke otak.
3) Obat-obatan, seperti kokain dan amfetamin, juga bisa mempersempit
pembuluh darah ke otak.
4) Penurunan tekanan darah secara tiba-tiba sehingga menghambat alian
darah ke otak. Hal ini sering terjadi pada orang yang kehilangan darah
yang sangat banyak karena cedera atau pembedahan.
5) Trombosis pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan edema
dan kongesti di daerah sekitarnya.
6) Emboli, yaitu endapan lemak yang terlepas dari dinding arteri dan
terbawa aliran darah lalu menyumbat arteri yang lebih kecil. Stroke
3.
disuplai. Suplai darah ke otak dapat berubah (semakin lambat atau semakin
cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan dan spasme
vaskuler atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru
dan jantung). Atherosklerosis sering/cenderung sebagai faktor penting
terhadap gangguan cerebrovaskuler, trombus dapat berasal dari plak
artherosklerosis atau darah beku pada area yang stenosis dimana aliran
darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Trombus yang pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak
yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan sehingga terjadi
edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi
yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang
dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Oklusi pada
pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis
diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding
pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa
infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi
aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral,
jika aneurisma pecah atau ruptur (Muttaqin, 2008).
4. Manifestasi Klinik
Menurut Smeltzer (2002), tanda dan gejala yang bisa ditemukan
pada penderita stroke adalah:
a. Gangguan fungsi motorik (Hemiplegia, Paraplegia, Tetraplegia)
1) Hemiplegia/Hemiparalisis terjadi apabila lesi menduduki kawasan
piramidal sesisi. Pada batang otak daerah piramidal sesisi dilintasi akar
saraf ke III, VI, VII dan XII.
a) Paralise Nervus III (Okulomotorius)
(1) Paralise musculus rectus medialis, didapatkan bola mata divergen,
bola mata tidak bisa digerakkan ke arah nasal, bayangan kontra
lateral dari gambar sebenarnya (bila melihat ke arah yang sehat).
(2) Paralise musculus rectus superior, didapatkan bola mata jatuh ke
bawah (ptosis), abduksi minimal bola mata yang paralitik tidak dapat
digerakkan ke atas, bayangan pada sisi kontralateral bila bola mata
menatap benda yang terletak lebih tinggi dari bidang mata, bila bola
mata digerakkan ke atas/ke samping bayangan akan menjauh dari
gambar sebenarnya.
(3) Paralisis musculus rectus inferior, didapatkan bola mata tidak dapat
digerakkan ke bawah dan samping, posisi bola mata terangkat dan
berputar ke dalam.
b) Paralise Nervus VI (Abdusen) paralise musculus rectus lateralis, maka
akan didapatkan bola mata pada lesi akan bersikap konvergensi, bola
mata tidak dapat digerakkan ke lateral, bayangan jatuh di sebelah
lateral dari benda sebenarnya (bila melihat ke arah lesi).
c) Gangguan Nervus VII (Fasialis) umumnya lesi terjadi pada capsula
interna, ada dua tipe gangguan yaitu:
(1) Tipe central, didapatkan mata dan mulut tidak dapat kontraksi, dahi
kontraksi.
(2) Tipe perifer, didapatkan daerah pipi, mata, dahi tidak kontraksi dan
separuh wajah lumpuh.
d) Gangguan Nervus XII (Hipoglosus) sering terjadi pada perifer, maka
atrofi otot lidah dengan cepat terjadi.
2) Tetraplegia adalah kelumpuhan Upper Motoric Neuron (UMN) akibat
lesi pada medulla spinalis pada umumnya terjadi tetraplegia maupun
paraplegia spastik. Lesi pada medulla spinalis pada segmen C5
mengakibatkan kelumpuhan Upper Motoric Neuron pada otot-otot
dibawah segmen C5 yaitu, otot kedua lengan (C6-C8), otot thoraks dan
otot abdominal, serta otot tungkai bawah. Kondisi ini disebut
tetraplegia/quadriplegia. Lesi pada C5 juga akan merusak lintasan
asenden dan desenden lain sehingga motorneuron juga ikut rusak, maka
tingkat kelumpuhan ini bersifat Lower Motoric Neuron (LMN) karena
lintasan somatosensorik dan lintasan autonomy neurovegetatif asenden
dan desenden terputus. Akibatnya pasien akan mengalami gangguan
sensibilitas (tidak dapat merasakan apa-apa) dan tidak bisa merasakan
BAB atau BAK.
3) Paraplegia adalah lesi pada medulla spinalis pada tingkat segmen
torakal/lumbal atas, sehingga didapatkan tanda hipertonia pada otot
berkurangnya
perasaan
raba
dan
diklasifikasikan menjadi:
a) Hemihipestesia, merupakan gejala utama stroke. Terjadi karena lesi
yang menduduki seluruh krus posterior pada capsula interna sesisi.
b) Hipestesia Alternans, hipestesia pada belahan wajah ipsilateral
terhadap lesi yang berkaitan dengan hipestesia anggota badan
kontralateral
terhadap
lesi.
Penyebabnya
adalah
lesi
pada
sisi
kolateral
sehingga
e) Afasia.
f) Mudah frustasi.
5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin (2008), pemeriksaan penunjang pada stroke
adalah:
a. Pemeriksaan Diagnostik
1) Angiografi Serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
2) Lumbal Pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragi pada sub araknoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses
inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya likuor
masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
3) CT Scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya
secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal,
kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan
otak.
4) MRI
MRI (Magnetic Resonance Imaging) menggunakan gelombang magnetik
untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya
perdarahan otak.
tindakan
pembedahan
dan
Tujuan dari rehabilitasi bagi penderita stroke adalah untuk membantu para
penderita agar dapat mempelajari keterampilan dan keluasan yang hilang
akibat stroke. Rehabilitasi ini dicapai melalui pendekatan pasien secara
holistik oleh tim rehabilitasi yang terdiri dari dokter spesialis kedokteran
fisik & rehabilitasi, terapi fisik (fisioterapi), terapi okupasi , terapi wicara,
konseling psikologi, petugas sosial medis. (Wirawan, 2012)
1) Terapi Okupasi
Adalah bagian dari rehabilitasi medik yang berperan dalam:
a) Membantu pasien melakukan gerakan motorik halus.
b) Melatih pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti misalnya
pindah dari duduk ke berdiri, mandi, berpakaian, makan dll.
c) Melatih pasien melakukan gerakan adaptif dengan berbagai alat bantu
dan membantu pasien dalam proses kembali bekerja (back to work).
(Wirawan, 2012)
2) Terapi Wicara
Adalah bagian dari rehabilitasi medik yang berperan dalam:
a) Membantu pasien untuk berkomunikasi untuk membantu komunikasi
misalnya dengan latihan pengucapan kata (artikulasi) atau komunikasi
dengan alat bantu. Caranya:
(1) Dukung pasien dan keularga untuk menghilangkan frustasi yang
berhubungan dengan kesulitan berkomunikasi.
(2) Lakukan dengan membentuk bibir menjadi seperti huruf O.
(3) Lakukan dengan membuat bentuk seperti tersenyum.
(4) Lakukan secara bergantian bibir membentuk huruf O dan bibir
seperti tersenyum, sehingga seolah-olah mengucapkan O E.
(5) Membuka mulut lebar-lebar, kemudian lakukan gerakan pada lidah
ke arah kiri dan kanan.
(6) Tutup bibir seakan-akan mengucapkan eemm.
(7) Ucapakan ma ma ma ma dengan cepat. (Wirawan, 2012)
b) Membantu pasien dengan gangguan menelan (disfagia) dengan
latihan / maneuver khusus untuk mempermudah proses menelan. Uji
reflek faring sebelum memberikan makanan dan cairan dengan cara:
(1) Posisikan pasien dalam keadaan duduk, apabila belum ada
keseimbangan duduk, perlu diberikan tunjangan bantalan agar dapat
mempertahankan posisi duduk dengan baik.
(2) Berikan 1 sendok teh (5ml) air dingin, minta pasien untuk menelan
dengan kepala sedikit menunduk.
edukasi
untuk
mengatur
tempat
tinggal
yang
B. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi identitas
klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,
riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.
a. ldentitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan
jam masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan Utama
fungsi
intelektual,
Masalah
psikologis
lain
juga
umum
terjadi
dan
penurunan
kemampuan
koordinasi
gerakan
Pada
persepsi
terdapat
karena
konfusi,
ketidakmampuan
mengomunikasikan
dan
penanganan
kompensasinya
terhadap
tubuh.
Sedangkan
pola
kognitif
Jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah selama tidur, insomnia
atau mimpi buruk, penggunaan obat, mengeluh letih. Pada pasien stroke
ditemukan mudah lelah dan susah tidur.
7) Pola Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap
kemampuan. Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri, harga
diri, peran, identitas dan ide diri sendiri. Manusia sebagai system
terbuka dimana keseluruhan bagian manusia akan berinteraksi dengan
lingkungannya. Disamping sebagai system terbuka, manuasia juga
sebagai mahkluk bio-psiko-sosio-kultural spriritual. Adanya kecemasan,
ketakutan atau penilaian terhadap diri, dampak sakit terhadap diri,
kontak mata, asetif atau pasif, isyarat non verbal, ekspresi wajah, merasa
tak berdaya, gugup/relaks. Pada pasien stroke ditemukan emosi labil,
respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk mengekspresikan
diri.
8) Pola Peran dan Hubungan
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien
terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal klien. Pada
pasien stroke ditemukan gangguan dalam bicara, ketidakmampuan
berkomunikasi.
9) Pola Reproduksi/Seksual
Menggambarkan kepuasan atau masalah yang aktual atau dirasakan
dengan seksualitas. Dampak sakit terhadap seksualitas, riwayat haid,
pemeriksaan mamae sendiri, riwayat penyakit seksual, pemeriksaan
genital
10) Pola Pertahanan Diri (Koping dan Toleransi Stres )
Menggambarkan kemampuan untuk menangani
stress
dan
a)
b)
c)
b)
c)
Komunikasi jelas
d)
e)
f)
g)
4. Intervensi:
a) Monitor TTV
b) Monitor analisa gas darah (AGD), ukuran pupil, ketajaman,
kesimetrisan dan reaksi
b)
c)
d)
b)
c)
d)
4. Intervensi:
a) Kaji kekuatan otot klien
b) Kaji kemampuan klien dalam pergerakan
c) Anjurkan untuk melatih perubahan posisi setiap 2 jam
d) Lakukan pemberian bantal pada bahu dan siku, serta ganjalan kaki
e) Anjurkan pasien untuk melatih ekstremitas yang sakit dengan
ekstremitas yang sehat
f) Latih klien dalam program ROM pasif
g) Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien
saat latihan
h) Ajarkan pasien atau keluarga tentang teknik ambulasi
i) Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan Activity Daily Livings
(ADLs) secara mandiri sesuai kemampuan
j) Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs pasien
k) Berikan alat bantu jika klien memerlukan.
l) Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan
m) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik untuk latihan klien
n) Kolaborasi pemberian stimulasi elektrik seperti TENS unit
o) Kolaborasi pemberian antispasmodik
c. Defisit perawatan diri mandi, berpakaian, makan, eliminasi berhubungan
dengan gejala sisa stroke, penurunan kesadaran
1.
Batasan karakteristik:
Ketidakmampuan untuk mandi, berpakaian, makan, toileting
2.
Tujuan:
3.
a)
b)
c)
4.
kerusakan
integritas
kulit
berhubungan
dengan
Batasan karakteristik:
tekanan, restraint)
b) Immobilitas fisik
c) Perubahan status nutrisi (obesitas, kekurusan)
d) Perubahan pigmentasi
e) Perubahan sirkulasi
f) Perubahan turgor (elastisitas kulit)
2.
Tujuan:
Intervensi:
Batasan Karakteristik:
b)
c)
4. Intervensi:
a) Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan kemampuan menelan
b) Monitor status paru
c) Pelihara jalan nafas
d) Lakukan suction jika diperlukan
e) Cek nasogastrik sebelum makan
f) Hindari makan kalau residu masih banyak
g) Potong makanan kecil kecil
h) Haluskan obat sebelumpemberian
i) Naikkan kepala 30-450 setelah makan
klien
untuk
menyebutkan
nama
benda
yang
diperlihatkan
e) Perdengarkan bunyi sederhana seperti sh...sh..
f) Suruh klien untuk menulis nama atau kalimat pendek, bila tidak
mampu menulis suruh klien untuk membaca kalimat pendek
g) Pilih metode komunikasi alternatif misalnya menulis, menggambar
atau gerakan
Batasan karakteristik:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
2. Tujuan:
1.
2.
3.
b)
c)
d)
4.
Intervensi:
a) Kaji secara verbal dan nonverbal respon klien terhadap tubuhnya
b) Monitor frekuensi mengkritik dirinya
c) Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis
penyakit
d) Dorong klien mengungkapkan perasaannya
e) Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat bantu
f) Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil
3. Evaluasi
sesuai
dengan
kondisinya,
serta
klien
dapat