PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
16
kian cenderung menerapkan model Jasa Penunjang. Di
samping urgensi peningkatan nilai kesejahteraan para
tenaga kerjanya, persoalan keadilan adalah hak setiap
individu. Akhirnya, model Jasa Penunjang yang membuahkan
ketidakadilan harus segera diakhiri. Inilah misi
kemanusiaan yang harus diwujudkan.
Jika kita telaah pasal demi pasal dalam UU
Ketenagakerjaan itu, kita dapat menggarisbawahi bahwa
hal-hal yang diatur hanyalah seputar hak dan kewajiban
antara perusahaan penyedia tenaga kerja dengan perusahaan
pengguna jasanya (Pasal 64, 65 dan Pasal 66). Sementara,
landasan hukum Jasa Penunjang hanyalah Pasal 1601 b Kitab
Undang-undang Hukum Perdata yang intinya mengatur
perjanjian pekerjaan yang bersifat borongan. Jika pasal
ini yang dijadikan landasan rekrutmen tenaga secara Jasa
Penunjang, maka jenis pekerjaannya haruslah terkategori
khusus yang dapat diselesaikan dalam waktu tertentu.
Berarti, tidak berlaku untuk seluruh jenis pekerjaan
termasuk pekerjaan rutin yang tak akan pernah henti
selama perusahaan masih aktif.
Jenis pekerjaan yang terkategori tertentu tersebut
tampaknya tidak dilihat oleh para perusahaan pengguna
tenaga kerja/buruh, begitu juga perusahaan penyedia.
Salah satu indikasi yang menonjol adalah perusahaan di
manapun cenderung menggunakan tenaga Jasa Penunjang
untuk seluruh jenis pekerjaan.
Praktik penggunaan tenaga Jasa Penunjang ini
sebenarnya ?dari sisi UU Ketenagakerjaan? terkategori
melanggar. Namun, ketidakjelasannya UU yang ada membuat
16
perusahaan pengguna tenaga secara Jasa Penunjang berani
menabraknya. Kiranya, sejumlah titik lemah UU
Ketenagakerjaan ini perlu dibenahi lebih lanjut. Ada
beberapa urgensi pembenahan (penyempurnaan) dari UU No
13/2003 tentang Ketenagakerjaan, terutama dalam hal Jasa
Penunjang. Pertama, para tenaga kerja/buruh yang
direkrut secara Jasa Penunjang senantiasa dibayang-
bayangi ketidaknyamanan kerja.
Hal ini karena kemungkinan perusahaan pengguna
tenaga kerja Jasa Penunjang melakukan PHK, meski tanpa
alasan yang jelas. Ketidaknyamanan kian terasa sejalan
dengan tindakan perusahaan semena-menanya tidak
berkonsekuensi hukum yang pasti, yang tentu terhindar
dari sejumlah akibat (kerugian materiil).
16
BAB II
PEMBAHASAN
16
hampir mudah dijumpai tenaga-tenaga Jasa Penunjang di
berbagai perusahaan besar, berstatus swasta nasional
atau perusahaan-perusahaan milik negara (BUMN), bahkan di
instansi-instansi pemeintahan. Mereka bertebaran, di
level rendah seperti cleaning service sampai ke level
menengah (manajerial) bahkan pimpinan puncak (direksi),
meski dalam status berbeda. Tentu, banyak pertimbangan
menarik yang mendorong perusahaan penyerap
pekerja/buruhmenerapkan model Jasa Penunjang.
Di antaranya, pertama, perusahaan pengguna tenaga
kerja/buruh melaluiJasa Penunjang tidak harus
mengalokasikan waktu dan tenaganya secara khusus untuk
mengambil tenaga/buruh yang diperlukan, bahkan dapat
diproses dalam waktu relatif singkat. Di sana, terlihat
efisiensi (waktu dan tenaga) untuk memperoleh
tenaga/buruh yang diharapkan. Efisiensinya dapat
dirancang untuk proses manajemen lainnya yang lebih
konstruktif.
Kedua, perusahaan pengguna tenaga kerja/buruh
melalui Jasa Penunjang terlepas dari kewajiban ideal
untuk program pengembangan karir mereka, terlepas juga
dari kewajiban memberikan jaminan sosial, terlepas dari
beban tunjangan tahunan (tunjangan hari raya atau akhir
tahun). Semua ini memberikan makna positif dalam kontek
pengurangan biaya operasional perusahaan. Dan manakala
muncul konflik tentang penyesuaian upah/gaji bahkan
persoalan lainnya bagi kepentingan pekerja/buruh, pihak
perusahaan pengguna pekerja/buruh Jasa Penunjang dapat
16
mengalihkan persoalannya ke perusahaan penyedia tenaga
kerja/buruh.
Ketiga, perusahaan pengguna tenaga kerja/buruh Jasa
Penunjang dapat leluasa memutus hubungan kerja (PHK)
secara sepihak tanpa dibayang-bayangi tuntutan secara
hukum. Faktor ketiga ini cukup krusial.
16
kalau masing-masing sentra kerajinan tumbuh, berkembang
dan kemudian bisa menampung satu, dua tenaga kerja baru,
maka akan bertambah barangkali 3, 4, 5 juta tenaga kerja
kita. Ini tulang punggung ekonomi kerakyatan, ini tulang
punggung koperasi, usaha kecil dan menengah yang bisa
memiliki jaringan kerjasama dengan usaha besar.
16
perusahaan mau. Kedua, pekerja/buruh sama sekali tak
berdaya menghadapi sikap paksa perusahaan penggguna
tenaga Jasa Penunjang itu. Di sini terlihat jelas
gambaran eksploitasi yang tidak menghargai hak-hak
tenaga kerja yang dipakainya.
Sementara, manakala para tenaga kerja Jasa Penunjang
itu kecewa, mereka tak dapat melakukan reaksi perlawanan
secara langsung kepada pihak perusahaan yang merekrutnya
secara Jasa Penunjang itu. Sebab, alamat kekecewaannya
haruslah ditujukan kepada perusahaan jasa penyedia tenaga
kerja, bukan perusahaan penggunanya. Sementara,perusahaan
jasa penyedia tenaga kerja sudah mengantongi senjata
pamungkas: silakan mundur jika tenaga kerja Jasa
Penunjang tidak puas dengan apa yang dihadapinya, karena
masih banyak lainnya yang antri. Memang, keterbatasan
lapangan kerja membuat pencari kerja pasrah terhadap
sistem apapun yang akan diterapkan, termasuk model Jasa
Penunjang. Dan ketika kekecewaannya diekspresikan kepada
perusahaan jasa penyedia tenaga kerja, para tenaga
kerja/buruh ini pun sulit mendapatkan sesuatu yang
diharapkan.
16
sebagian upah/gajinya, sekalipun pemotongannya tidak
didasarkan perjanjian/kesepakatan. Pemotongan sekian
persen ini sebagai konsekuensi penyalurannya (mendapatkan
pekerjaan). Sementara, jika mendesak kepada perusahaan
pengguna tenaga kerja Jasa Penunjang, hal ini lebih
tidak memungkinkan lagi, karena hubungan kerjanya
16
setinggi-tingginya yang seringkali melanggar etika
bisnis.
Definisi
Ruang lingkup pengadaan jasa
Hubungan kemitraan
Persyaratan administratif
Biaya penyediaan jasa
Cara pembayaran
16
Penerbitan PO
Pernyataan Jaminan
Laporan
Hak, Kewajiban, dan tanggung jawab
Sanksi
Bencana tak terduga
Benturan kepentingan
Kepemilikan Informasi
Informasi rahasia
Penggunaa logo
Audit
Jangka waktu kontrak
Penyelesaian perselisihan
Hukum yang berlaku
Pemberitahuan
Pengalihan tugas
Keterpisahan
Lampiran
Pengakhiran kontrak
Aturan Tambahan
16
organisasi, benefit dan lainnya. Perusahaan dapat fokus
pada kompetensi utamanya dalam bisnis sehingga dapat
berkompetisi dalam pasar, dimana hal-hal intern
perusahaan yang bersifat penunjang (supporting) dialihkan
kepada pihak lain yang lebih profesional. Pada
pelaksanaannya, pengalihan ini juga menimbulkan beberapa
permasalahan terutama masalah ketenagakerjaan.
Problematika mengenai outsourcing (Alih Daya) memang
cukup bervariasi. Hal ini dikarenakan penggunaan
outsourcing (Alih Daya) dalam dunia usaha di Indonesia
kini semakin marak dan telah menjadi kebutuhan yang tidak
dapat ditunda-tunda oleh pelaku usaha, sementara regulasi
yang ada belum terlalu memadai untuk mengatur tentang
outsourcing yang telah berjalan tersebut
Outsourcing (Alih daya) sebagai suatu penyediaan
tenaga kerja oleh pihak lain dilakukan dengan terlebih
dahulu memisahkan antara pekerjaan utama (core business)
dengan pekerjaan penunjang perusahaan (non core business)
dalam suatu dokumen tertulis yang disusun oleh manajemen
perusahaan. Dalam melakukan outsourcing perusahaan
pengguna jasa outsourcing bekerjasama dengan perusahaan
outsourcing, dimana hubungan hukumnya diwujudkan dalam
suatu perjanjian kerjasama yang memuat antara lain
tentang jangka waktu perjanjian serta bidang-bidang apa
saja yang merupakan bentuk kerjasama outsourcing.
Karyawan outsourcing menandatangani perjanjian kerja
dengan perusahaan outsourcing untuk ditempatkan di
perusahaan pengguna outsourcing.
16
4. Suatu Keputusan Dalam Menyikapi Tenaga Kerja
a. Peran Pemerintah
16
menciptakan bom waktu yang pada saatnya meledak. Dan
mogok kerja merupakan reaksi akumulatif yang tak dapat
dihindari.
Dari sisi ini, terlihat kegagalan mendasar bagi
perusahaan pengguna tenaga kerja Jasa Penunjang yang
merancangnya sebagai upaya menekan pengeluaran. Sebab,
mogok kerja merupakan kerugian besar, baik dari sisi
pendapatan ataupun citra. Barangkali, perusahaan pengguna
tenaga kerja Jasa Penunjang sudah memikirkan bagaimana
menerapkan strategi efektif dari letupan sosial akibat
perlakuan ketidakadilan.
16
BAB III
PENUTUP
16
tidaklah jauh berbeda dengan Filipina. Indonesia sama-
sama merupakan negara berkembang di asia tenggara dengan
permasalahan ekonomi, ketenagakerjaan serta penduduk yang
padat.
16
KATA PENGANTAR
Penulis
16
DAFTAR ISI
Halaman Judul Hal
Kata Pengantar.................................... i
Daftar Isi........................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang .............................. 1
BAB II PEMBAHASAN
Kerja........................................ 12
15
DAFTAR PUSTAKA....................................
TUGAS MAKALAH
16
“KONFLIK TENTANG TENAGA KERJA”
Mata Kuliah
TEORI PENGAMBIL KEPUTUSAN
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
RIO ADI SAPUTRA
08030077
DAFTAR PUSTAKA
16
Alisadono, S., S. Hardjosunaso, dan A. Mardjuki.
Mada, Yogyakarta
Benefits of Remittances.
http://www.gdrc.org.
16