Anda di halaman 1dari 7

3.

Situasi atau keadaan masyarakat sekitar dan norma-norma yang berlaku di


masyarakat.
Kebudayaan sangatberpengaruh pada pembentukan sikap individu. Kebudayaan
dalam masyarakat didalamnya mengandungkeadaan masyarakat dan mengatur
norma yang berlaku di masyarakatnya. Kebudayaan memberikan corak
pengalaman bagi individu dalam suatu masyarakat. Kebudayaan pula yang telah
menanamkan garis pengarah sikap individu terhadap berbagai masalah.
4. Faktor pendorong
5. Faktor penghambat
Faktor penghambat pembentukan dalam hal ini adalah segala sesuatu yang
menjadikan pengganggu atau penghambat dari terbentuknya sikap. Penghambat
ini bisa berasal dari faktor internal dan eksternal. Segala sesuatu yang bersifat
abnormal dari penjabaran faktor internal (keadaan biologis,psikologis, dan sosial
ekonomi) dan faktor internal merupakan suatu faktor penghambat.

Pembentukan sikap
Sikap tidak dibawa sejak dilahirkan, tetapi dibentuk sepanjang perkembangan
individu yang bersangkutan. Untuk dapat menjelaskan bagaimana terbentuknya
sikap akan dapat jelas dilihat pada bagan sikap berikut ini.
Faktor internal :
Fisiologis
Psikologis
Sosial
Ekonomi

Sikap positif/negatif
Sikap

Faktor eksternal :
Pengalaman
Pengetahuan
Situasi
Norma-norma
Hambatan
Pendorong

Reaksi

Dari bagan tersebut dapat dikemukakan bahwa sikap yang ada pada diri
seseorang akan dipengaruhio oleh faktor internal, yaitu faktor fosiologis dan
psikologis, dan keadaan sosial ekonomi, serta faktor eksternal. Faktor eksternal
dapat berwujud situasi yang dihadapi oleh individu,norma-norma yang ada
dalam masyarakat, hambatan-hanbatan atau pendorong-pendorong yang ada
dalam masyarakat. Semua ini akan berpengaruh pada sikap yang ada pada diri

seseorang.Reaksi yang diberikan individu terhadap objek sikap dapat bersikap


positif, tetapi juga dapat bersikap negatif. Bagaimana reaksi yang timbul pada
diri individu dapat dilihat dalam bagan berikut ini :
Keyakinan

Proses Belajar

Cakrawala

Pengalaman

Pengetahuan

Persepsi

Obyek Sikap

Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh

-Kepribadian
Evaluasi senang, tidak senang
- Kognisi
- Afeksi
- Konasi
Kecenderungan bertindak
Sikap
Objek sikap akan dipersepsi oleh individu, dan hasil persepsi akan dicerminkan
dalam sikap yang diambil oleh individu yang bersangkutan. Dalam mempersepsi
objek sikap individu akan dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman,
cakrawala, keyakinan, proses belajar, dan hasil proses persepsi ini akan
merupakan pendapat ataukeyakinan individu mengenai objek sikap dan ini
berkaitan dengan segi kognisi. Afeksi akan mengiringi hasil kognisi terhadap
objek sikap sebagai aspek evaluatif yang dapat bersifat positif atau negatif. Hasil
evaluasi aspek afeksi akan mengait segikonasi, yaitu merupakan kesiapan
untuk bertindak,kesiapan untuk berperilaku. Keadaan lingkungan akan
memberikan pengaruh terhadap objek sikap maupun pada individu
bersangkutan.

Pengukuran sikap
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara
langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden
terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung daoat dilakukan dengan
pernyataan-pernyataan hipotesis,kemudian ditanyakan pendapat responden
(sangat setuju, tudak setuju, sangat tidak setuju) (Notoatmodjo, 2007).

Perjalanan skizofrenia berlangsung kronis dan paling menghancurkan penderitanya


karena mempengaruhi setiap aspek kehidupan dan membebani keluarga serta masyarakat
sepanjang hidup penderita. Perawatan penderita yang dilakukan di luar rumah sakit
(deinstitusional) akan berpengaruh banyak terhadap kerabat dan anggota keluarga sebagai
pemberi layanan utama perawatan dan kebutuhan sosial penderita. Peningkatan peran ini
akan menimbulkan konsekuensi, yang akhirnya akan menimbulkan beban bagi keluarga.
Beban perawatan berhubungan dengan penurunan kualitas hidup, berpengaruh pada
kesehatan dan peran/aktivitas caregiver (Nasr, 2009).
Keluarga sering tidak bisa menerima perilaku pasien skizofrenia, terutama pada
episode pertama yang mempunyai karakteristik berupa gejala positif yaitu halusinasi,
waham, gangguan pikiran, dan perilaku kacau (Irawati, 2005). Gejala ini biasanya
menyebabkan keluarga bingung, mengalami stres, isolasi sosial, ketakutan akan
keselamatan keluarganya dan kesulitan keuangan (Mulyoharjono, 1990; Stroup & Morissey,
2001; Martono,1990 dalam Irawati 2005). Pada kalangan keluarga lain juga dapat terjadi
bentuk manifestasi yang berbeda berupa kebimbangan ketika salah satu anggota keluarga
yang menderita skizofrenia dipulangkan dari perawatan. Hal ini terjadi karena sekali
seseorang diberi label skizofrenia maka selamanya label tersebut akan melekat pada
dirinya. Keadaan ini banyak menimbulkan masalah pada keluarga (Mulyoharjono, 1990;
Martono, 1990 dalam Irawati 2005).

Berkaitan dengan masalah kesehatan, keluarga memiliki tugas diantaranya


Suprajitno (2004) menyatakan bahwa fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai
tugas di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan, meliputi :
1. Mengenal masalah kesehatan keluarga. Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang
tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan
karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis.

Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami
anggota keluarga. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara
tidak langsung menjadi perhatian orang tua/keluarga. Apabila menyadari adanya
perubahan keluarga, perlu dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi, dan
seberapa besar perubahannya.
2.

Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga. Tugas ini merupakan upaya
keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan
keluarga dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan
memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan
oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan
teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan dapat meminta bantuan kepada orang
di lingkungan tinggal keluarga agar memperoleh bantuan.

3.

Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan. Seringkali keluarga telah


mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan yang
telah diketahui keluarga sendiri. Jika demikian, anggota keluarga yang mengalami
gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah
yang lebih parah tidak terjadi.

4.

Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga.

5. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnya bagi keluarga.


Sedangkan fungsi keluarga yang memiliki anggota dengan gangguan jiwa menurut
Carson dan Varcarolis (2006) dalam Sari (2009) diataranya :
1. Fungsi Manajemen
Fungsi manajemen keluarga merupakan fungsi yang dilakukan keluarga
sehubungan dengan pengaturan meliputi pengambilan keputusan dalam keluarga ,
membuat peraturan, ketetapan pendukung finansial, cara menghadapi lingkungan di luar
keluarga dan perencaan masa depan keluarga (Varcarolis, 2006 dalam Sari, 2009).
Dapat disimpulkan bahwa anak/individu akan belajar tentang ketrampilan decision
making dan responsibility melalui fungsi ini.

Pada keluarga dengan gangguan jiwa, fungsi ini mengalami gangguan dalam
berhubungan dengan lingkungan sekitar termasuk dengan masyarakat dan komunitas
yang dapat disebabkan karena perasaan malu mempunyai salah satu anggota keluarga
dengan gangguan jiwa.
2 Fungsi Ikatan
Fungsi ikatan keluarga merupakan fungsi yang dilakukan keluarga sehubungan
dengan keterikatan antar anggota keluarga meliputi kejelasan ikatan antar individu, ikatan
antar generasi, dan ikatan keluarga (Varcarolis, 2006 dalam Sari, 2009). Pada keluarga
dengan gangguan jiwa, fungsi ini sangat penting dilakukan dalam upaya meningkatkan
semangat, motivasi, dan peningkatan harga diri klien sehingga dapat mempengaruhi
pembentukan perilaku adaptif dari klien dalam upaya peningkatan kesehatannya. Selain
itu adanya ikatan keluarga yang kuat dapat menjadikan hidup klien lebih berharga dan
berarti serta bermakna atau bermanfaat bagi keluarganya. Klien akan merasa bahwa
dirinya masih sangat dibutuhkan oleh orang lain khususnya oleh keluarga dimana klien
tinggal.
3. Fungsi Komunikasi
Fungsi komunikasi keluarga merupakan fungsi yang dilakukan keluarga
sehubungan dengan pola komunikasi dalam keluarga meliputi kejujuran dan keterbukaan
pesan atau komunikasi yang disampaikan, tanpa manipulasi, dan ekspresi anggota
keluarga dalam menanggapi hal positif dan negatif (Varcarolis, 2006 dalam Sari,2009).
Pada keluarga dengan gangguan jiwa, fungsi ini memegang peranan yang esensial
karena secara otomatis akan berdampak langsung pada ketegangan hubungan antar
anggota keluarga ataupun dengan klien.
4. Fungsi suportif emosional
Pada keluarga dengan gangguan jiwa, fungsi ini sangat berperan dalam
meningkatkan dukungan psikis antar anggota keluarga dan terutama untuk meningkatkan
dukungan moral terhadap klien. Dengan adanya sungsisuportif emosional yang adekuat

dari keluarga memungkinkan klien dapat beraktifitas dan memenuhi kebutuhan


aktifitasnya secara optimal.
5. Fungsi sosialisasi
Pada keluarga dengan gangguan jiwa, fungsi ini kemungkinan tidak dipenuhi
dengan sempurna sehingga dapat mengakibatkan terganggunya tingkat perkembangan
mental dan emosional salah satu anggota keluarga.
Gangguan jiwa tidak hanya menimbulkan penderitaan bagi individu penderitanya
tetapi juga bagi keluarganya. Peran keluarga sangat dibutuhkan untuk memfasilitasinya,
peran informal ini dibutuhkan untuk mendukung penyembuhan penderita tidak saja dalam
hal pengambilan keputusan yang tepat dalam pemeliharaan kesehatan penderita melainkan
juga dalam melaksanakan peran informal yang dibutuhkan untuk menciptakan lingkungan
yang kondusif bagi anggota keluarganya (Arfiandinata dan Sumartyawati, 2013). Proses
penyembuhan pasien tidak terlepas dari peran keluarga. Keluarga merupakan bagian yang
penting dalam proses pengobatan pasien jiwa (Lauriello, 2005 dikutip oleh Purwanto, 2010).
Dukungan keluarga sangat diperlukan oleh penderita gangguan jiwa dalam memotivasi
mereka selama perawatan dan pengobatan (Arfiandinata dan Sumartyawati, 2013).
Penderita skizofrenia yang tidak bisa berfungsi normal menyebabkan diperlukannya
caregiver, yaitu individu yang secara umum merawat dan mendukung individu lain (pasien)
dalam kehidupannya (Awad and Voruganti, 2008). Dalam hal ini, keluarga merupakan unit
yang paling dekat dan merupakan perawat utama bagi penderita. Dukungan keluarga dan
pengobatan yang teratur dapat meminimalisir gejala-gejala skizofrenia (Retnowati et al,
2012).
Menurut Keliat (1996) klien dan keluarga perlu mempunyai pengetahuan untuk
mengantisipasi masalah yang mungkin terjadi di rumah. Keluarga perlu mempunyai
pengetahuan dan pemahaman yang benar tentang pemberian obat, pemantauan obat,
tanda dan gejala Skizofrenia atau gejala kekambuhan pada klien (tidak nafsu makan, sukar
konsentrasi, sukar tidur, depresi, tidak ada minat dan menarik diri). Keluarga merupakan
sistem pendukung utama yang tidak dapat dipisahkan dalam perawatan pada pasien

skizofrenia mengingat pasien skizofrenia mengalami penurunan fungsi kognitif (Felicia,


2011). Keluarga yang mempunyai kemampuan untuk mengatasi masalah akan dapat
menekan perilaku maladaptive (pencegahan sekunder) dan memulihkan perilaku adaptif
(pencegahan tertier) sehingga derajat kesehatan pasien dan keluarga dapat ditingkatkan
secara optimal ( Keilat,1992).

Anda mungkin juga menyukai