Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa, oleh karena rahmat dan
berkatNyalah penulis dapat menyelesaikan proposal ini tepat pada waktunya.
Dalam kesempatan kali ini penulis mengucapkan termaksih kepada semua pihak yang sudah
membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih
kepada semua dosen-dosen serta kawan-kawan yang telah banyak memberikan dukungan berupa
dukungan moril.
Penulis menyadari begitu banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini, oleh karenanya
penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun agar makalah ini
dapat di revisi kembali dan menjadi lebih sempurna.
Akhir kata, penulis mengucakan semoga makalah ini berguna bagi kita semua. Termakasih

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Demam typhoid atau yang juga dikenali dengan nama lain yaitu, Typhus abdominalis, Typhoid
fever atau Enteric fever merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
cerna, dengan gejala demam kurang lebih 1 minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan
kesadaran. Penyakit infeksi dari Salmonela ialah segolongan penyakit infeksiyang disebabkan
oleh sejumlah besar spesies yang tergolong dalam genus Salmonella, biasanya mengenai
saluran pencernaan.(Hasan & Alatas, 1991, dikutip Sodikin, 2011: hal.240).
Dari berbagai macam penyakit infeksi bakteri yang ada di belahan dunia ini, demam typhoid
menjadi masalah besar di Negara-negara berkembang.Kebanyakan penyakit ini terjadi pada
penduduk Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika latin.
Dampak yang akan terjadi pada pasien penderita typhoid yang tidak segera ditangani
mengakibatkan keadaan yang semakin memburuk, didalam usus bisa terjadi pendarahan usus,
perforasi dan peritonitis, diluar usus mengakibatkan terjadinya lokalisasi peradangan akibat
sepsis (bakterimia), yaitu meningitis, kolestisiasis, ensefelopati.
Peran perawat yang lebih optimal sangat diharapkan dalam menangani pasien dengan masalah
typhoid. Diantaranya peran perawat dari aspek prefentif adalah pencegahan terjadinya thypoid
atapun penularan penyaklit typhoid dengan cara memelihara kebersihan perorangan, pemberia
vaksin atau imunisasi untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut. Peran perawat dari aspek
kuratif adalah dengan cara memberikan perawatan secara maksimal kepada pasien,
menganjurkan kepada pasien atau keluarga yang menemani untuk menjaga kebersihan,
pemberian nutrisi yang sesuai dan adekuat, menganjurkan istirahat total atau titah baring bila
terjadi peningkatan suhu tubuh, serta menempatkan pasien di ruangan khusus, atau isolasi.
Peran perawat ditinjau dari aspek promotif yaitu dengan memberikan pendidikan kesehatan
atau penjelasan tentang penyakit terhadap klien atau keluarga tentang penyebab, gejala,
perawtan, pengobatan serta pencegahanannya. Dari aspek rehabilitatif peran perawat yaitu
dengan pemulihan keadaan pasien yang mengalami penyakit typhoid, seperti menjaga
kebersihan makanan dan minuman serta pengawasan makanan, jajanan yang bersih dari orang
tua yang ketat kepada anaknya.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian diatas maka didapatlah rumusan masalah sebagai berikut :
Apa itu penyakit typhoid ?
Apa saja yang menjadi penyebab penyakit Typhoid )
Bagaimanakah proses penyakit ini masuk ke dalam tubuh ?
Apakah penyakit ini menular ?
Bagaimanakah cara mencegahnya ?
Komplikasi apa saja yang bisa terjadi pada penyakit ini ?
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun teknik yang digunakan yaitu sebagai berikut ;
Tujuan umum
Dapat memperoleh pengalaman secara nyata dalam memberikan asuhan keperawatan
kepada klien dengan kasus Typhoid.
Tujuan khusus
Mampu melakukan Pengkajian pada anak dengan kasus Typhoid
Mampu menentukan Masalah Keperawatan klien pada anak dengan masalah typhoid sesuai
prioritas
Mampu merencanakan Asuhan Keperawatan pada anak dengan typhoid berdasarkan
masalah yang telah dibuat.

Mampu melaksanakan Tindakan Keperawatan pada anak dengan masalah typhoid


Mampu melakukan Evaluasi Keperawatan pada anak dengan kasus typhoid
Mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat pada teori dan praktek.
Mampu mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat serta mencari solusi
alternatif untuk pemecahan masalah pada anak dengan kasus typhoid.
Mampu mendokumentasi Asuhan Keperawatan pada anak dengan kasus typhoid.
D. METODE PENULISAN
Adapun teknik-teknik yang digunakan dalam penulisan makalah yaitu;
Observasi
Mengamati klien secara langsung untuk memperoleh gambaran secara nyata sesuai kondisi klien
Wawancara
Mengadakan komunikasi secara langsung pada orang tua klien, perawat ruangan, dan dokter untuk
mengetahui dan melengkapi data tentang keluhan dan permasalahan yang dirasakan oleh klien.
Pemeriksaan fisik
Dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik secara menyeluruh dari ujung rambut sampai ujung kaki
( head to toe ), dengan teknik inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
Study dokumentasi
Dengan mengumpulkan data mengenai keadaan klien berasarkan hasil pemeriksaan penunjang dan
catatan medis.
Study kepustakaan
Dengan mempelajari literatur keperawatan dan kedokteran yang berhubungan dengan masalah
typhoid.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Adapun sistematika penulisan makalah ini terbagi atas 2 BAB, yang terdiri atas;
1.
BAB I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan.
2.
BAB II : Tinjauan teori yang meliputi pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
komplikasi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Demam Typhoid adalah penyakit infeksi akut yaqng biasanya mengenai saluran cerna, dengan
gejala demam kurang lebih 1 minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran.
Penyakit infeksi dari Salmonella ialah segolongan penyakit infeksi yang disebabkan oleh sejumlah
besar spesies yang tergolong dalam genus Salmonella, biasanya mengenai saluran pencernaan.
( Hasan & Alatas, 1991, dikutip Sodikin, 2011: hal.240 ).
Typhoid merupakan penyakit infeksi y6ang terjadi pada usus halus yang disebabkan oleh
salmonella thypi. Penyakit ini dapat ditularkan melalui makanan, mulut, atau minuman yang
terkontaminasi oleh kuman salmonella thypi. ( A.Aziz Alimul Hidayat, 2008: hal. 120 ).
Demam Typhoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan
gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran.
Penyebab penyakit ini adalah salmonella typhosa, basil gram negatif yang bergerak dengan bulu
getar, tidak berspora. (Ngastiyah, 2005: hal.236 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi Salmonella Thiphoid.
Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan
urine dari orang yang sudah terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).
B. Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah jenis salmonella typhosa, kuman ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getardan tidak berspora.
2.
Memiliki paling sedikit 3 macam antigen O ( somalitik yang terdiri atas zat kompleks
lipopolisakarida ), antigen H ( flagella ), dan antigen V. Berdasarkan hasil pemeriksaan
laboratorium pasien, biasanya terdapat zat anti ( aglutinin ) terhadap ketiga macam antigen tersebut.
3.
Masa inkubasi 10 - 20 hari.
Salmonella terdiri atas beratus-ratus spesies, namunmemiliki susunan antigen yang serupa, yaitu
sekurang-kurangnya antigen O ( somatik ), dan antigen H ( flagella ). Perbedaan diantara spesies
tersebut disebabkan oleh faktor antigen dan sifat biokimia.
C. Patofisiologi
Proses yang dilakukan untuk mengetahui mulai dari proses masuknya penyakit sampai dengan
komplikasi dan pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui suatu penyakit, khususnya pada
kasus typhoid.
1. Proses perjalanan penyakit
Proses penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F
yaitu Food ( makanan ), Fingers ( jari tangan / kuku ), Fomitus ( muntah ), Fly ( lalat ), dan melalui
Feses.
Feses dan muntah pda penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang
lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap di
makanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apa bila orang tersebut kurang
memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangandan makanan yang tercemar kuman
salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk
kedalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk
ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Didalam jarian limpoid ini kuman
berkembangbiak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel
retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman kedalam sirkulasi darah dan menimbulkan
bakterimia, kuman selanjutnya masuk ke limpa, usus halus dan kandung empedu. Pada minggu
pertama sakit, terjadi hyperplasia plaks player. Ini terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu
ke 2 terjadi nekrosis dan pada minggu ke 3 terjadi ulserasi plaks player. Pada minggu ke 4 terjadi
penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatriks. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan,
bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar-kelenjar mesentrial dan limfa membesar.
Gejala demam disebabkan olehendotoksil, sedangkan gejala pada sistem pencernaan disebabkan

oleh kelainan pada usus halus.


Manifestasi klinis
Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan lebih bervariasi dibandingkan dengan orang
dewasa. Walaupun gejala demam typhoid pada anak lebih bervariasi, tetapi secara garis besar
terdiri dari demam satu minggu/lebih, terdapat gangguan saluran pencernaan dan gangguan
kesadaran. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala mrnyerupai penyakit infeksi akut pada
umumnya seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, serta suhu badan
yang meningkat terutama malam hari.
Pada minggu kedua maka gejala/tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam remiten, lidah
typhoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung, bisa disertai gangguan kesadaran dari ringan
sampai berat. Lidah typhoid dan tampak kering, dilapisi selaput kecoklatan yang tebal, dibagian
ujung tepi tampak lebih kemerahan. ( Ranuh, Hariyono, dkk. 2001 ). Sejalan dengan perkembangan
penyakit, suhu tubuh meningkat dengan gambaran anak tangga. Menjelang akhir minggu pertama,
pasien menjadi bertambah toksik.
Demam < 5 hari terutama malam hari, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual dan muntah,
obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut atau kembung, batuka atau epitaksis, ;idah yang
khas ( kotot ditengah, tepi dan ujung merah ), hepatomegaly, splenomegaly, gangguan mental
( berupa somnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis ).
3. Komplikasi
Komplikasai biasanya terjadi pada usus halus, namun hal tersebut jarang terjadi. Apabila
komplikasi ini terjadi pada seorang anak, maka dapat berakibat fatal. Gangguan pada usus halus ini
dapat berupa:
a. Perdarahan usus
Apabila perdarahan terjadi dalam jumlah sedikit, perubahan tersebut hanya dapat ditemukan jika
dilakukan pemeriksaan feses dengan benzidin; jika perdarahan banyak, maka dapat terjadi melena
yang bisa disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan. Perfotasi usus biasanya timbul pada
minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi pada bagian usus distal ileum.
b. Perforasi yang tidak disertai peritonotis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara dirongga
peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma pada foto
rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
c. Peritonitis
Peritonitis biasanya menyertai perforasi, namun dapat juga terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan
gejala abdomen akut seperti nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang ( defense musculair ),
dan nyeri tekan.
d. Komplikasi diluar usus
Terjadi lokasi peradangan akibat sepsis ( bakterimia ), yaitu meningitis, kolesistiasis, ensefelopsti,
dan lain-lain.komplikasi diluar usus ini terjadi karena infeksi sekunder, yaitu bronkopneumonia.
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjangpada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri
dari:
a. Pemeriksaan leokosit
Didalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis
relatif tetapi kenyataanya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam
typhoid adalah jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan
kadang-kadang leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu
pemeriksaan jumlah leokosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b. Pemerisaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid sering kali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah
sembuhnya typhoid.

c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan dema typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak
menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan biakan darah tergantung
dari beberapa faktor:
1) Teknik Pemeriksaan Laboraterium
Hasil pemeriksaan satu laboraterium berbeda dengan laboraterium yang lain, hal ini disebabkan
oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik
adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakterimia berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakkan darah terhadap salmonella tyohi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada
minggu-minggu berikutnya. Pda waktu kambuh biakkan darah dapat positif kembali.
3) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoiddi masa lampau dapat menimbulkan antibody dalam darah klien,
antibody ini dapat menekan bakterimia sehingga biakkan darah negatif.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakkan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman
dalam media biakkan terhambat dan hasil biakkan mungkin negatif.
d. Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antar4a antign dan antibody (aglutinin). Aglutinin yang
spesifik terhadap salmonella typhi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada
orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan untuk uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan di olah dilaboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah tujuan
untuk menentukan adanya agluinin dalam serum klien yang disangka penderita typhoid. Akibat
infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu: aglutinin O, yang dibuat
karena rangsangan antigen O ( berasal dari tubuh kuman ), aglutinin H, yang dibuat karena
rangsangan antigen H ( berasal dari flagel kuman ), aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan
antigen Vi ( berasal dari simpai kuman ). Dari ketiga aglutin tersebuthanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
Faktor-faktor yang mempengaruhi uji widal:
1) Faktor yang berhubungan dengan klien:
a)
Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.
b)
Saat pemeriksaan selama perjalan penyakit : aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah
klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
c)
Penyakit-penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam
typhoidyang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamablobulinemia, leukimia dan karsinoma
lanjut.
d) Pengobatan dini dengan antibodi : pengobatan dini dengan obatb antimikroba dapat
menghambat pembentukan antibodi.
e) Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat
terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.
f)
Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer
aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1
tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu
titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.
g)
Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadan ini dapat
mendukung hasil uji widal yang positif walaupun dengan hasil titer yang rendah.
h)
Reaksi anemnesa : keadaan dimana terjadipeningkatan titer aglutinin terhadap salmonella
typhikarena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseor4ang yang pernah
tertular salmonella di masa lalu.
2) Faktor-faktor teknik
a) Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama,

sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat mnimbulkan reaksia aglutinasi pada spesies yang
lain.
b) Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
c) Strainsalmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat
bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi
strain lainnya.
5. Pencegahan
Untuk menghindari penularan infeksi Salmonella, sisa kotoran, urin atau muntahan penderita haruis
dibuang dengan hati-hati. Sebab dari sinilah penularan terjadi. Sisa makanan yang diduga
menyebabkan infeksi harus segera dibuang dan jangan sampai bercampur dengan makanan lain.
Piring, pisau maupun alat dapur lainnya yang disentuh makanan yang diduga mengandung
salmonella harus dicuci dengan air panas atau direbus agar bakteri mati. Cara pencegahan yang
dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum
makan, hindari minum susu mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas.
D. Penatalaksanaan
1. Perawatan
a. Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi
pendarahan usus.
b. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya transfusi bila ada komplikasi
perdarahan.
2. Terapi
a. Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 100mg/kg BB/hari, maksimum pemberian 2g/hari.
Dapat diberikan secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas.
b. Tiamfenikol.dosis yang diberikan 4x500mg/hari.
c. Kortimoksazol. Dosis 48mg/kg BB/hari ( sibagi 2 dosis ) per oral sela 10 hari.
d. Ampicilin dan Amokcilin. Dosis berkisar 100mg/kg BB, selama 2 minggu.
e. Sefalosporingenerasi ketiga seperti seftriakson dosis 80mg/kg BB IM atau IV. 1x1, sela 5 -7
hari. Atau seiksim oral dosis 20mg/kg BB/haridibagi 2 dosis selama 10 hari.
f. Golongan Fluorokuinolon
v Norfloksasin
: dosis 2 x 400mg/hari selama 14 hari
v Siprofloksasin
: dosis 2 x 500mg/hari selama 6 hari
v Ofloksasin
: dosis 2 x 400mg/hari selama 7 hari
v Pefloksasin
: dosis 1 x 400mg/hari selama 7 hari
v Fleroksasin
: dosis 1 x 400mg/hari selama 7 hari
g. Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada headaan tertentu seperti: tifoid toksik,
peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam organisme
dalam kultur darah selain kuman salmonella typhi. ( Widiastuti S, 2001 ).
3. Diet
a. Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.
b. Pada penderita yang akut dpat diberi bubur saring.
c. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
d. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
E. Konsep Tumbuh Kembang Anak Masa Remaja ( 12 sampai 18 tahun )
1. Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik ( anatomi ) dan struktur tubuh dalam arti sebagian
atau seluruhnya karena adanya multipilkasi. Bertambah banyaknya sel-sel tubuh dan juga karena
bertambah besarnya sel. ( Nursalam, 2008: hal. 32 ).
a. Pertumbuhan fisik: merupakan tahap pertumbuhan yang sangat pesat, tinggi badan 25%, berat
badan 50%, semua sistem tubuh berubah dn paling banyak perubahan adalah sistem endikrin,

bgian-bagian tubuh tertentu memanjang, misalnya tangan, kaki, proporsi tubuh memanjang.
b. Social emosional: kemampuan akan sosialisasi meningkat, relasi dengan teman wanita/pria akan
tetapi lebih penting dengan teman yang sejenis, penampilan fisik remaja sangat penting karena
mereka supaya diterima oleh kawan dan disamping itu pula persepsi terhadap badannya akan
mempengaruhi konsep dirinya, peranan orang tua/keluarga sudah tidak begitu penting tetapi sudah
mulai beralih pada teman sebaya.
2. Perkembangan
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur/fungsi tubuh yang lebih kompleks
dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan, dan diramalkan sebagai hasildari proses diferensiasisel,
jaringan tubuh, organ-organ, dan sistemnya yang terorganisasi. (IDAI, 2002).
Terdapat berbagai pemandangan tentang teori pertumbuhan dan perkembangan anak. Berikut ini
akan diuraikan teori perkembangan psikoseksual, psikososial, dan perkembangan moral.
a. Perkembangan psikoseksual (Freud)
Freud mengemukakan bahwa perkembangan psikoseksual anak terdiri atas fase oral, fase anal, fase
falik, dan fase genital.
* Fase genital (12 sampai 18 tahun)
Tahapan akhir masa perkembangan menurut freud adalah tahapan genital ketika anak mulai masuk
fase pubertas, yaitu dengan adanya proses kematangan organ reproduksi dan produksi hormone
seks.
b. Perkembangan psikososial (Erikson)
Pendekatan erikson dalam membahas proses perkembangan anak adalah dengan menguraikan 5
tahapan perkembangan psikososial, yaitu percaya versus tidak percaya, industy versus inferiority,
identitas dan keracuan pesan, berikut ini akan diuraikan.
Identitas dan kerancuan peran (12 sampai 18 tahun)
Anak remaja akan berusaha untuk menyesuaikan perannya sebagai anak yang sedang berada pada
fase transisi dari kanak-kanak menuju dewasa.mereka menunjukan perannya dengan bergaya
sebagai remaja yang sangat dekat dengan kelompoknya,bergaul dengan mengadopsi nilai kelompok
dan lingkungannya, untuk dapat mengambil keputusan sendiri. Kejelasan identitas diperoleh apabila
ada kepuasan yang diperoleh dari orang tua atau lingkungan tempat ia berada, yang membuatnya
melalui proses pencarian identitas diri sebagai remaja, sedangkan ketidakmampuan dalam
mengatasi konflik akan mengakibatkan kerancuan peran yang harus dijalankan.
Perkembangan kognitif (piaget)

Formal operation (11 sampai 15 tahun)


Tahapan in ditunjukan dengan karakteristik kemampuan beradaptasi dengan lingkungan dan
kemampuan untuk fleksibel terhadap lingkungannya. Anak remaja dapat berfikir dengan pola yang
abstrak menggunakan tanda atau symbol dan menggunakan kesimpulan yang logis. Mereka dapat
membuat dan mengujinya dengan pemikirannya yang abstrak. Teoretis dan filosofis . pola berfikir
logis menbuat mereka mampu berfikir tentang ap yang orang lain juga memikirkannya dan berfikir
untuk memecahkan masalah.
Perkembangan moral (Kohlberg)
Perkembangan moral anak yang dikemukakan Kohlberg didasarkan pada perkembangan kongnitif
anak dan terdiri atas 3 tahapanutama, yaitu preconventional, conventional, postconventional, fase
postconventional.
Anak usia remaja telah mampu membuat pilihan berdasar pada prinsip yang dimiliki dan
diyakininya. Apapun tindakan yang diyakininya dipersepsikan sebagai suatu kebaikan. Ada dua fase
yaitu orientasi pada hukum dan orientasi pada prinsif etik yang umum. Pada fase pertama, anak
mendapatkan nilai budaya, hukum, dan perilaku yang tepatdan menguntungkan bagi masyarakat
sebagai sesuatu yang baik. Mereka mempersiapkan kebaikan sebagai sesuatu yang dapat
menyejahterakan individu. Tidak ada yang dapat mereka terima dari lingkungan tanpa

membayarnya dan apabila menjadi bagian dari kelompok, mereka harus berkontribusi untuk
mencapai kelompok. Fase kedua dikatakan sebagai tingkat nilai moral tertinggi, yaitu anak dapat
menilai perilaku yang baik dan buruk dari dirinya sendiri. Apabila mereka dapat melakukan sesuatu
yang benar, hal ini dipersepsikannya sebagai kebaikan mereka. Anak sudah dapat mempertahankan
perilaku berdasarkan standar moral yang ada seperti menaati aturan dan hukum yang berlaku
dimasyarakat.

F.
Konsep Hospitalisasi Anak Usia Remaja (12 sampai 18 tahun)
Hospitalisasi merupakan suatu proseeskarena suatu alasan yang berencana atau darurat,
mengharuskan anak untuk tinggal dirumah sakit, (Yupi Supartini, 2004: hal.1988).
1. Reaksi terhadap penyakit
Pada usia remaja mempersepsikan perawatn dirumahsakit menyebabkan timbulnya perasaan cemas
karena harus pisah dari teman sebayanya. Telah diuraikan pada kegiatan belajar sebelumnya bahwa
anak remaja percaya dan sering kali terpengaruh oleh kelompok sebayanya (geng). Apabila harus
dirawat dirumah sakit, anak akan merasa kehilangan dan timbul perasaan cemas karena perpisahan
tersebut, pembatasan aktifitas dirumah sakit membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya dan
menjadi bergantung pada keluarga atau petugas kesehatan dirumah sakit. Reaksi yang sering
muncul terhadap pembatasan aktifitas ini adalah dengan menolak perawat atau tindakan yang
dilakukan padanya atau anak tidak mau kooperatif dengan petugas kesehatan atau menarik diri dari
keluarga, sesama pasien dan petugas kesehatan (isolasi). Perasaan sakit karena perlukaan atau
pembedahan menimbulkan respon bertanya-tanya, menarik diri dari lingkungan/menolak kehadiran
orang lain.
2. Reaksi anak terhadap hospitalisasi
Seperti telah dikemukakan diatas, anak akan menunjukan berbagai perilaku sebagai reaksi sebagai
pengalaman hospitalisasi. Reaksi tersebut bersifat individual, dan sangat bergantung pada tahapan
usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia,
dan kemampuan koping yang dimilikinya. Pada umumnya, reaksi anak terhadap sakit adalah
kecemasan karena perpisan, kehilangan, pelukan tubuh, rasa nyeri. Berikut inireaksi anak terhadap
sakit dan dirawat dirumah sakit sesuai dengan tahapan perkembangan anak.
G. Pengkajian keperawatan
Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari perkumpulan, verifikasi, dan komunikasi data
tentag klien.
1. Identitas pasien
Meliputi data-data umum/demografi
a. Keluhan utama
Demam tinggi sekitar 3 minggu, mual, muntah, tidak nafsu makan, nyeri kepala.
b. Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan kepada keluarga sejak kapan klien mulai demam dan merasakan keluhan-keluhan seperti
diatas, tindakan apa yang sudah dilakukan keluarga untuk menanggulanginya.
c. Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan apakah ada keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
d. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan tentang riwayat penyakit infeksi terdahulu, apakah klien pernah menderita penyakit ini
sebelumnya.
e. Riwayat psikososial
Tanyakan tentang kebiasaan kliaen dan keluarga sehari-hari baik tentang kebersihan diri ataupun
lingkungan, kebiasaan makan, tingkat pengetahuan keluarga tentang kesehatan.
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Tingkat kesadaran, keadaan umum seperti keringat banyak, demam, mual, muntah, lidah kotor,

gangguan eliminasi, (diare/obstipasi).


b. Palpasi
Untuk mengetahui peningkatan suhu tubuh, turgor kulit dan maraba apakah ada pembesaran hati
dan limpa.
c. Perkusi
Untuk mendengarkan peristaltikusus pada abdomen.
d. Auskultasi
Untuk mengetahui adanya bunyi timpani apabila terdapat kembung (distensi) pada abdomen.
3. Studi diagnostik
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan:
a. Biakkan darah positif terhadap kuman salmonella
b. Pada widal test didapatka peningkatan titer aglutitin O dan H sejak minggu kedua dan tetap
positif selama beberapa bulan atau bebeapa tahun. Titer reaksi wadal diatas 1/200 menyokong
diagnosis.
c. Pada pemeriksaan hematologi didapatkan anemi ringan, LED meningkat, SGOT dan SGPT
serta alakali pospatase meningkat.
d. Pemeriksaan feses dan urine ditemukan adanyasalmonella, begitu pula pada pemeriksaan sumsum tulang dan cairan duodenum.
H. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
Adanya pernyataan yang menggambarkanrespon aktual atau potensial klien terhadap masalah
kesehatan yang dimana perawat mempunyai lisensi dan kompeten untuk mengatasinya. Adapun
kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Demam Typhoid pada anak adalah:
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada nafsu makan,
muak dan kembung.
3. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan
peningkatan suhu tubuh.
4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran.
5. Cemas/takutpada anak berhubungan dengan perpisahan dengan orag tua, lingkungan tidak
dikenal, prosedur yang menimbulkan stress.
I. Perencanaan Keperawatan
Prencanaan keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan yang berpusat
pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan intervensikeperawatan dipilih untuk
mencapai tujuan tersebut.
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan :
Hipertermi berkurang ataupun hilang
Kriteria hasil :
Suhu tubuh dalam batas normal 360C -37,50C.
Rencana Tindakan :
a. Observasi suhu tubuh klien
R: mengetahui peningkatan pengeluaran cairan tubuh, semakin tinggi derajat suhu, semakin
besar cairan tubuh yang keluar.
b. Beri minum yang cukup.
c. Anjurkan keluarga untuk membatasi aktifitas klien.
R: mengistirahatkan atau meminimalisir kerja organ tubuh sehingga peningkatan panas dapat
dikurangi.
d. Beri kompres dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi
panas.
R: untuk mengurangipanas tubuh klien.

e. Anjurkan keluarga untuk memakai pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun.
R: dapat menyerap keringat dan menghindari penyerapan keringat kedalam tubuh kembali.
f. Pemberian obat antipireksia
R: mengurangi panas tubuh klien.
g. Pemberian cairan parenteral yang adekuat.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada nafsu makan,
mual, kembung.
Tujuan :
Nutrisi terpenuhi malnutrisi
Kriteria hasil :
Anak mengkonsumsi makanan yang adekuat(1 porsi habis), tidak ada mual, muntah, anak
menunjukan perubahan berat badan kearah normal(sesuai usia anak), TTV normal(sesuai usia),
Hb12 16 g/dl, nilai bising usus/paristaltik usu normal(6-12 kali/menit), konjungtiva dan membran
mukosa bibir tidak pecah.
Rencana tindakan :
a. Kaji makanan yang disukai dan tidak disukai klien
R: dapat mengantisipasi pemberian diet kepada pasien agar pemberian diet dan pemasukan
nutrisi dapat maksimal.
b. Observasi pemberian diet
R: supaya dapat diketahuijumlah pemasukan nutrisi pasien
c. Beri makanan dalam keadaan hangat
R: memanimalisir rasa mual pada pasien supaya tidak terasa cepat neg pada saat makan.
d. Timbang berat badan setiap hari pada waktuyang sama dan dengan skala yang sama.
R: kecukupan gizi dapat diketahui dengan melakukan penimbangan berat badan.
e. Anhurkan kepada keluarga untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tapi sering.
R: mencegah adanya mual, muntah.
f. Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit.
R: supaya orang tua klien dapat mengerti dan semakin mendukung intake nutrisi lebih
adekuat.
g. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium
sepertiHb, Ht, dan Albumin dan kolaborasi juga dengan dokter dalam pemberian obat
antiemetikseperti(ranitidine).
R: dapat mengetahui perkembangan pasien dan melakukan tindakan yang tepat kepada
pasien.
3. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan intake cairan, peningkatan suhu tubuh.
Tujuan :
Kekurangan volume cairan tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Membran mukosa bibir lembab, TTV(TD, Suhu, Nadi dan RR), dalam batas normal sesuai usia,
tanda-tanda dehidrasi tidak ada.
Rencana tindakan :
a. Observasitanda-tanda vital(suhu tubuh), paling sedikit setiap 4 jam.
R/ hipotensi, takikardi dan demam dapat menunjukan respon terhadap kehilangan cairan.
b. Ukur intake output
R/ memberikan informasi sebagai pedoman untuk penggantian cairan.
c. Monitor tanda-tanda meningkatnya kekuragan cairan: turgor tidak elastis, membrane mukosa
kering, bibir pecah-pecah.
d. Kurangi kehilangan cairan yang tidak terlihat(IWL) dengan memberikan komprew dingin.
e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian cairan parenteral.
R/ untuk mengganti cairan yang hilang.
4.

Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan penurunan kesadaran.

Tujuan :
Penurunan kesadaran tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Keadaan umum baik, kesadaran kompos mentis.
Rencana tindakan :
a. Kaji statusneurologis
b. Istirahatkan anak hingga suhu dan tanda-tanda vital stabil.
c. Hindari aktifitas yang berlebihan
d. Pantau tanda-tanda vital
5. Cemas/takut berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, lingkungan tidak dikenal,
prosedur yang menimbulkan stress.
Tujuan :
Kecemasan tidak terjadi, klien menunjukan tanda-tanda kenyamanan.
Kriteria hasil :
Cemas pada anak berkurang ataupun hilang, klien tidak menangis lagi bila perawat melakukan
tindakan keperawatan.
Rencana tindakan :
a.
Bina hubungan saling percaya dengan klien dan orang tuanya.
b.
Kaji tingkat pendidikan keluarga klien
c.
Kaji pengetahuan ibu klien mengenai typhoid.
d.
Ajarkan keluarga untuk mencegah timbulnya typhoid.
e.
Berikan pendidikan kesehatan tentang typhoid kepada keluarga.
J. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan atau implementasi adalah pemberian tindakan keperawatan yang
dilaksanakan untuk mencapai tujuan rencan tindakan yang telah disusun setiap tindakan
keperawatan yang dilakukan dan dicatan dalam pencatatan keperawatan agar tindakan keperawatan
terhadap klien berlanjut. Prinsip dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu cara pendekatan
kepadaklien efektif, teknik komunikasi terapeti serta penjelasan untuk setiap tindakan yang
diberikan kepada klien.
Dalam melakukan tindakan keperawatan menggunakan tiga tahap yaitu independen, dependen,
interdependen. Tindakan keperawatan secara independen adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh
perawat tanpa petunjuk dan perintah dokter atau tenaga kesehatan lainnya, dependen adalah
tindakan yang sehubungan dengan tindakanpelaksanaan rencana tindakan medis dan interdependen
adalah tindakan keperatan yang menjelaskan suatu kegiatan yang memerlukan suatu kerjasama
dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya tenaga sosial, ahli gizi dan dokter,keterampilan yang
harus perawat punya dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu kongnitif dan sifat
psikomotor.

K. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai
kemungkinan terjadi pada tahap evaluasi adalah masalah dapat diatasi, masalah teratasi sebagian,
masalah belum teratasi atau timbul masalah yang baru. Evaluasi dilakukan yaituevaluasi proses dan
evaluasi hasil.
Evaluasi proses adalah yang dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap tindakan.
Sedangkan, evaluasi hasil adalah evaluasi yang dilakukan pada akhir tindakan keperawatan secara
keseluruhan sesuai dengan waktu yang ad pada tujuan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit Typhoid merupakan penyakit yang
terjadi pada saluran pencernaan atau usus halus yang disebabkan oleh salmonella thypii. Penyakit
ini dapat ditularkan melalui makanan, kuku, lalat, feses, mulut, atau minuman yang terkontaminasi
oleh kuman Salmonella thypii.
Didalam manipestasi klinis typhoid pada anak, pada umumnya lebih ringan dan lebih bervariasi
dibandingkan dengan orang dewasa. Walaupun gejala demam typhoid pada anak lebih bervariasi,
tetapi secara garis besar terdiri dari demam satu minggu/lebih, terdapat gangguan saluran
pencernaan dan gangguan kesadaran. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala mrnyerupai
penyakit infeksi akut pada umumnya seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare,
konstipasi, serta suhu badan yang meningkat terutama malam hari.
Komplikasi biasanya terjadi pada pradangan usus halus,namun hal tersebut jarang terjadi.
Komplikasi pada usus halus ini dapat berupa ; pendarahan usus, perforasi yang tidak disertai
peritonitis, peritonitis, komplikasi diluar usus.
Pemeriksaan penunjang biasanya dapat dilakukan dengan pemeriksaan leukosit, pemeriksaan SGOT
dan SGPT, biakan darah, dan uji widal.
Dalam penatalaksanaan medis yang dapat kita lakukan yaitu dengan cara perawatan, terapi obat
obatan dan diit atau makanan.

DAFTAR PUSTAKA

Adriana Dian. ( 2011 ). Tumbuh Kembang danTerapi Bermain Pada Anak. Jakarta : Salemba
Medika.
Hidayat, A.A. ( 2008 ). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.
Nursalam. ( 2008 ). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika.
Priska Ani. ( 2012 ).Kutipan ; Karya Tulis Ilmiah. Bekasi. Akper Antariksa.

Anda mungkin juga menyukai