PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah gizi di Indonesia masih sangat banyak yang belum teratasi.
Beberapa masalah gizi yang banyak terjadi di Indonesia yaitu Kekurangan
Energi Protein (KEP), Kekurangan Vitamin A ( KVA), GAKY, Anemia.
Namun hingga saat ini belum ada perhatian yang pasti dari pemerintah dalam
menanggulangi beberapa permasalahan gizi tersebut. Anak balita merupakan
kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit dan yang paling banyak
menderita gangguan akibat gizi (KEP) dikarenakan anak balita berada di masa
transisi. Hasil riset kesehatan dasar tahun yang dilakukan oleh Dinas
kesehatan jawa tengah tahun2006, prevalensi Nasional gizi buruk pada balita
adalah 5,4% dan gizi kurang pada balita 13%. Berdasarkan hasil PSG
(Penilaian Status Gizi) tahun 2006 menunjukkan prealensi gizi kurang di
provinsi sumatera selatan sekitar 10,40% dan gizi burung sebesar 1,06%.
Berdasarkan data profil gizi tahun 2007, balita yang menderita KEP total (gizi
buruk dan kurang) dipalembang sebesar 10,75% persentase daerah yang
paling rawan terkena masalah gizi, adalah kecamatan Gandus dengan
persentase balita gizi buruk sebesar 4,95%, persentase gizi kurang sebesar
23,98% dan persentase gizi baik sebesar 63,75% (Dinkes, jawa tengah.2006).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Desmika Wantika
Sari,dkk.2012) di posyandu buah hati ketelan banjarsari Surakarta dengan
status gizi balita yang normal sebanyak 67,5% dan yang tidak normal
sebanyak 32,5% . Sebuah penelitian oleh (Dinas Kesehatan,2010) menyatakan
status gizi balita dipuskesmas kecamatan karanganyar didapatkan status gizi
16 balita memiliki status gizi lebih, 3925 dengan status giz baik, 89 balita
dengan status gizi kurang dan sebanyak 41 balita memiliki status gizi buruk.
Perilaku dan kebiasaan orang tua dalam hal makanan yang dipengaruhi
oleh faktor budaya akan mempengaruhi sikap suka dan tidak suka seorang
anak terhadap makanan. Satu keluarga sebaknya berusaha untuk makan
bersama. Makan bersama dalam satu keluarga dapat dijadikan sebagai salah
satu wadah untuk menjalin komunikasi antaranggota keluarga, ketika diwaktu
lain masing-massing disibukkan oleh aktivitas di luar. Anak yang biasa makan
bersama keluarga mempunyai asupan energy, serat, kalsium, folat, zat besi dan
vitamin-vitamin B6, B12, C dan E yang lebh tinggi. Anak-anak ini juga
mengonsumsi buah dan sayur-sayuran lebih banyak (Sulistyoningsih,2011).
Sedikit banyak asupan yang masuk kedalam tubuh balita, sangat
mempengaruhi status gizi balita tersebut. Beberapa dampak yang timbul
akibat kurangnya asupan pada balita yaitu Defisiensi zat besi dan KEP
(Kekurangan Energi Protein). Defisiensi zat besi dapat menyebabkan anemia
karena defisiensi zat gizi besi yang ditandai dengan kadar hemoglobin dalam
darah dibawah normal. Hal yang dapat menyebabkan anak mengalami anemia
zat gizi besi adalah anak menderita penyakit saluran pencernaan yang
menyebabkan terganggunya penyerapan zat besi dan juga anak yang diberikan
susu sapi dalam jumlah berlebih sehingga membuat anak kekenyangan dan
tidak mengkonsumsi makanan lain. Hal ini menyebabkan anak tidak
mendapatkan assupan sumber zat besi, padahal susu sapi memiliki kandungan
zat besi yang rendah, juga menghambat penyerapan zat besi. Selanjutnya KEP
(Kekurangan Energi Protein), penanggulangan KEP ringan dapat dilakukan
dengan cara meningkatkan kualitas asupan makanan anak dengan mengubah
pola makan/menu yang dihidangkan sehari-hari (Sulistyoningsih,2011).
Berdasarkan
hasil
penellitian
yang
dilakukan
oleh
PENGANEKARAGAMAN
PANGAN
MELALUI
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI
1. Status Gizi
a. Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh
seseorang yang dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi
dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Status gizi dibagi
menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang, gizi normal,
dan gizi lebih (Almatsier, 2005).
Menurut Suhardjo (1983), status gizi adalah keadaan
tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan, dan
penggunaan makanan. Makanan yang memenuhi gizi tubuh,
umumnya membawa ke status gizi memuaskan.
Status gizi merupakan faktor yang terdapat dalam level
individu (level yang paling mikro). Faktor yang mempengaruhi
secara
langsung
adalah
asupan
makanan
dan
infeksi.
Pengaruh tidak langsung dari status gizi ada tiga faktor yaitu
ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, dan
lingkungan kesehatan yang tepat, termasuk akses terhadap
pelayanan
kesehatan
(Riyadi,
2001
yang
dikutip
oleh
Simarmata, 2009).
b. Kategori Status Gizi
1) Gizi Lebih
Status gizi lebih (overnutrition) merupakan keadaan
gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk ke
dalam
tubuh
lebih
besar
dari
jumlah
energi
yang
masuk
ke
dalam
tubuh
dapat
berasal
dari
buruk
adalah
status
gizi
yang
penuh
kepada
orang
tua
untuk
melakukan
menyebabkan
jumlah
makanan
yang
mampu
mengandung
kebutuhannya,
berarti
zat-zat
berdasarkan
komposisi
zat-zat
gizi
tingkat
gizinya
yang
usia.
sesuai
Berimbang
menunjang
proses
otaknya
akan
berlangsung
optimal.
perkembangan
bagian
otak
yang
perhatian
dan
kasih
mengatur
orang
tua
sayang,
serta
terutama
dalam
kemampuannya
membina
pada
anak
sepanjang
hal
tersebut
dapat
rangsangan
tertentu
kegiatan
pada
orangtua
anak
sedini
lembut
secara
bervariasi
dan
benar
dapat
merangsang
kecerdasan
majemuk
kecerdasan
linguistic,
kecerdasan
logis-
musical,
kecerdasan
intrapribadi
pola
konsumsi
makanan
keluarga.
Kurangnya
perorangan.
Hal
ini
tergantung
pula
pada
efek
langsung
dari
infeksi
sisitemik
pada
dan
ketrampilan
keluarga.
Makin
tinggi
pendidikan,
Untuk
Memenuhi
dan
daya
beli
memadai,
tetapi
karena
sendirinya
pada
waktu
pengindraan
sampai
Menurut
Notoatmodjo
(2007),
pengetahuan
memperluas
pengetahuan
seseorang.
diare
dapat
memperluas
pengetahuannya
suatu
pengetahuan
akan
berkurang.
dapat
memperluas
wawasan
atau
seseorang
akan
meningkat.
Sumber
jika
dia
memperoleh
informasi
tentang
seseorang.
Namun
bila
seseorang
informasi.
berpenghasilan
fasilitas
Ibu
rendah
sumber
akan
informasi.
yang
keluarganya
sulit
mendapatkan
Tetapi
apabila
f) Sosial Budaya
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga
dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi dan sikap
seseorang terhadap sesuatu. Misalnya di daerah lain
seorang ibu mempunyai persepsi lain tentang cara
merawat balita diare maka hal itu akan mempengaruhi
pengetahuannya tentang perawatan diare pada balita.
1) Pola Asuh
Ibu merupakan orang yang berperan penting
dalam penentuan konsumsi makanan dalam keluaga
khususnya
pada
anak
balita.
Pengetahuan
keluarga.
Kurangnya
yang
konsumsi
pengetahuan
ibu
karena
pengaruh
kebiasaan,
iklan,
dan
kurangnya
kemampuan
ibu
menerapkan
lebih
mudah
terserang
penyakit
infeksi
yang
Sanitasi
lingkungan
sangat
terkait
dengan
berkumpul
(Sediaoetama,
yang
2000).
ditentukan
Beberapa
tanpa
aspek
diantar
pelayanan
lain:
imunisasi,
pertolongan
persalinan,
anak
balita
disebabkan
bahwa
oleh
ada
51%
angka
pneumonia,
diare,
utama
penanganan
utama
adalah
memperbaiki
MP-ASI yang tidak tepat (segi kuantitas dan kualitas). Selain itu,
para ibu kurang menyadari bahwa sejak bayi berusia 6 bulan
sudah memerlukan MP-ASI dalam jumlah dan mutu yang baik
(Hermina & Nurfi, 2010).
Balita gizi buruk yang dirawat di RS biasanya selain
menderita gizi buruk juga menderita penyakit lainnya seperti
TBC, ISPA, dan diare. Hal ini dikarenakan penyakit penyerta yang
diderita oleh balita menyebabkan menurunnya nafsu makan
sehingga pemasukan zat gizi ke dalam tubuh balita menjadi
berkurang.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai asupan
pada balita yang di lakukan oleh ibu balita adalah sebagai
berikut;
a. Kesulitan Makan Pada Balita
Masalah makan pada anak umumnya adalah masalah
kesulitan makan. Hal ini penting diperhatikan karena dapat
menghambat tumbuh kembang optimal pada anak. Tujuan
memberi makan pada anak diantaranya untuk memenuhi
kebutuhan zat gizi yang cukup dalam kelangsungan hidupnya,
pemulihan
kesehatan
sesudah
sakit,
untuk
aktivitas,
makan
masyarakat
pada
awam
anak
yang
sering
belum
kita
jumpai
memahami
pada
prosedur
yang
dibutuhkan
(Sediaoetama,
2000).
Pengadaan
anaknya
karena
seorang
harus
ibu
bekerja,
terpaksa
padahal
sebagai
seorang
ibu
masih
harus
bertanggung
jawab
banyak
cara
diantaranya
bisa
dilakukan
perhatikan
dalam
yang
menarik
dapat
dengan
menggunakan
BAB III
POINT OF ACTION
A. Jenis Kegiatan
1. Agenda Pertama
a. Nama Kegiatan
pisang
b. Tujuan
Meningkatkan pengetahuan ibu dalam pemanfaatan pangan
lokal yang tersedia. Potensi lokal yang tersedia di Desa
Klumpit adalah pisang. Sehingga kami menentukan agenda
untuk pemanfaatan pangan lokal yang tersedia dengan
lomba dan demo masak puding pisang.
c. Sasaran
Sasaran pada agenda ini adalah ibu balita di Desa Klumpit,
Kecamatan Karanggede, Boyolali.
d. Tempat dan Waktu
Tempat : Kantor Kelurahan Desa Klumpit
Tanggal : Kamis, 20 Agustus 2015
Waktu
: 14.00 WIB Selesai
e. Sumber Daya
Dengan
jumlah
kelompok
sebanyak
10
Kader
desa
demi
kelancaran
untuk
agenda
hygiene
sanitasi
sanitasi
dalam
b. Tujuan
Meningkatkan ketangkasan balita dan komunikasi antara
ibu dan balita.
c. Sasaran
Sasaran pada agenda ini adalah ibu dan balita Desa
Klumpit, Kecamatan Karanggede, Boyolali
d. Tempat dan Waktu
Tempat
: Kantor kelurahan desa klumpit
Tanggal : 23 Agustus 2015
Waktu
: 10.00 WIB Selesai
e. Sumber Daya
Sumber daya yang terlibat pada agenda ini adalah Kepala
desa, Ibu kader dan Ibu bidan.
f. Dana
Dana yang dibutuhkan sebanyak Rp. 500.000,g. Evaluasi
Lomba ini di ikuti oleh Ibu dan balita dari beberapa Dusun
yang ada di Desa Klumpit. Dengan jumlah balita sebanyak
71 orang. Pemenang untuk acara ini ada 3 pasang ibu dan
balita di setiap Dusun Desa Klumpit.
5. Agenda kelima
a. Nama kegiatan
Konseling
dan
Kesehatan .
b. Tujuan
Meningkatan pengetahuan dan pemahaman
Pemeriksaan
tentang
masalah
kesehatan
setelah
diadakanya