Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah gizi di Indonesia masih sangat banyak yang belum teratasi.
Beberapa masalah gizi yang banyak terjadi di Indonesia yaitu Kekurangan
Energi Protein (KEP), Kekurangan Vitamin A ( KVA), GAKY, Anemia.
Namun hingga saat ini belum ada perhatian yang pasti dari pemerintah dalam
menanggulangi beberapa permasalahan gizi tersebut. Anak balita merupakan
kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit dan yang paling banyak
menderita gangguan akibat gizi (KEP) dikarenakan anak balita berada di masa
transisi. Hasil riset kesehatan dasar tahun yang dilakukan oleh Dinas
kesehatan jawa tengah tahun2006, prevalensi Nasional gizi buruk pada balita
adalah 5,4% dan gizi kurang pada balita 13%. Berdasarkan hasil PSG
(Penilaian Status Gizi) tahun 2006 menunjukkan prealensi gizi kurang di
provinsi sumatera selatan sekitar 10,40% dan gizi burung sebesar 1,06%.
Berdasarkan data profil gizi tahun 2007, balita yang menderita KEP total (gizi
buruk dan kurang) dipalembang sebesar 10,75% persentase daerah yang
paling rawan terkena masalah gizi, adalah kecamatan Gandus dengan
persentase balita gizi buruk sebesar 4,95%, persentase gizi kurang sebesar
23,98% dan persentase gizi baik sebesar 63,75% (Dinkes, jawa tengah.2006).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Desmika Wantika
Sari,dkk.2012) di posyandu buah hati ketelan banjarsari Surakarta dengan
status gizi balita yang normal sebanyak 67,5% dan yang tidak normal
sebanyak 32,5% . Sebuah penelitian oleh (Dinas Kesehatan,2010) menyatakan
status gizi balita dipuskesmas kecamatan karanganyar didapatkan status gizi
16 balita memiliki status gizi lebih, 3925 dengan status giz baik, 89 balita
dengan status gizi kurang dan sebanyak 41 balita memiliki status gizi buruk.

Perilaku dan kebiasaan orang tua dalam hal makanan yang dipengaruhi
oleh faktor budaya akan mempengaruhi sikap suka dan tidak suka seorang
anak terhadap makanan. Satu keluarga sebaknya berusaha untuk makan
bersama. Makan bersama dalam satu keluarga dapat dijadikan sebagai salah
satu wadah untuk menjalin komunikasi antaranggota keluarga, ketika diwaktu
lain masing-massing disibukkan oleh aktivitas di luar. Anak yang biasa makan
bersama keluarga mempunyai asupan energy, serat, kalsium, folat, zat besi dan
vitamin-vitamin B6, B12, C dan E yang lebh tinggi. Anak-anak ini juga
mengonsumsi buah dan sayur-sayuran lebih banyak (Sulistyoningsih,2011).
Sedikit banyak asupan yang masuk kedalam tubuh balita, sangat
mempengaruhi status gizi balita tersebut. Beberapa dampak yang timbul
akibat kurangnya asupan pada balita yaitu Defisiensi zat besi dan KEP
(Kekurangan Energi Protein). Defisiensi zat besi dapat menyebabkan anemia
karena defisiensi zat gizi besi yang ditandai dengan kadar hemoglobin dalam
darah dibawah normal. Hal yang dapat menyebabkan anak mengalami anemia
zat gizi besi adalah anak menderita penyakit saluran pencernaan yang
menyebabkan terganggunya penyerapan zat besi dan juga anak yang diberikan
susu sapi dalam jumlah berlebih sehingga membuat anak kekenyangan dan
tidak mengkonsumsi makanan lain. Hal ini menyebabkan anak tidak
mendapatkan assupan sumber zat besi, padahal susu sapi memiliki kandungan
zat besi yang rendah, juga menghambat penyerapan zat besi. Selanjutnya KEP
(Kekurangan Energi Protein), penanggulangan KEP ringan dapat dilakukan
dengan cara meningkatkan kualitas asupan makanan anak dengan mengubah
pola makan/menu yang dihidangkan sehari-hari (Sulistyoningsih,2011).
Berdasarkan
hasil
penellitian
yang
dilakukan

oleh

(Mustapa,dkk.2013), tidak terdapat hubungan bermakna antara penyakit


infeksi dan status gizi balita. Hal ini sangat berpengaruh pada pertumbuhan
dan perkembangan balita karena pada masa ini biasanya balita mengalami
masalah dalam menghabiskan makanan yang disediakan oleh orang tua atau

pengasuh mereka. Kurangnya zat gizi makro pada anak-anak dapat


menyebabkan anak-anak menderita infeksi (Lina, 2009 didalam mustapa,
2013). Jenis-jenis penyakit infeksi yang sering menyerang anak-anak itu yaitu
Beringgus, ISPA, diare, batuk dan demam pada umumnya penyakit infeksi
disebabkan oleh virus (Yuliana, 2006 didalam Mustapa, 2013).

Kurangnya pengetahuan tentang gizi dan kesehatan pada orang tua


khususnya ibu merupakan salah satu penyebab terjadinya kurang gizi pada
balita. Pengetahuan ibu tentang gizi yang masih kurang ini lah yang
menyebabkan kesalahan dalam penentuan dan pemilihan bahan makanan yang
tepat untuk anak, sehingga timbul masalah gizi yang secara terus menerus dan
mempengaruhi tumbuh kembang pada anak (Notoadmojo,S. 2003)
Upaya pelayanan kesehatan dasar juga dapat mempengaruhi status gizi
pada anak balita. Upaya pelayanan kesehatan dasar diadakan pada
peningkatan kesehatan dan status gizi anak sehingga terhindar dari pengertian
dini dan mutu yang rendah. Peran pelayanan kesehatan telah lama diadakan
untuk memperbaiki status gizi. Pelayanan kesehatan berpengaruh terhadap
kesehatan oleh karena itu perlu adanya penanganan yang cepat terhadap
masalah kesehatan terutama masalah gizi (Utari,2006).
Kesehatan lingkungan juga berperan penting terhadap status gizi
balita, ruang lingkup kesehatan lingkungan meliputi perumahan, pembuangan
tinja, persediaan air bersih, pembuangan sampah dan lain-lain (Notoadmojo,
1997). Keadaan lingkungan yang sehat sangat mempunyai hubungan yang erat
dengan status gizi kesehatan penghuninya. Agar balita tidak mengalami status
gizi buruk atau kurang maka perlu didukung dengan peningkatan kebersihan
lingkungan, yaitu dengan pemeliharaan lingkungan air serta pengolahan
sampah dengan seksama khususnya keluarga yang mempunyai balita seperti
kekurangan vitamin A, B, dan C (Suhardjo, 2004).

Pendapatan keluuarga sangat mempengaruhi ketahanan pangan


keluarga, ketahan pangan yang kurang dapat mengakibatkan gizi kurang pada
anak. Oleh Karena itu setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi
kebtuhan pangan seluruh anggota keluarganya (Masdiarti, 2000).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Mustapa, 2013) tentang pola
pengasuhan anak terhadap kejadian status gizi kurang yaitu terdapat hubungan
bermakna antar pola pengasuhan dan status gizi balita. Orang tua berpengaruh
terhadap perilaku makan anak, banyak penelitian menunjukkan bahwa orang
tua secara sadar maupun tidak sadar telah menuntun kesukaan makan anak
dan membentuk gaya yang berpengaruh terhadap dimana, bagaimana, dengan
siapa, berapa banyak ia makan. Pengetahuan gizi orang tua dan pengasuh anak
ternyata sangat berpengaruh terhadap pilihan makan anak. Tingkat
pengetahuan gizi di praktekkan pada perencanaan makan keluarga tampaknya
berhubungan dengan sikap positif (Almatsier at all, 2002)
Dampak yang akan terjadi pada anak balita jika permasalahan gizi
tersebut berlangsung lama yaitu mempengaruhi pada pertumbuhan anak
dengan penurunan berat badan yang tidak sesuai dengan umur, tinggi badan
juga tidak sesuai dengan umur, lingkar kepala dan lingkar lengan kecil.
Selanjutnya juga mempengaruhi perkembangan pada anak, besar otak tidak
bertambah sehingga mempengaruhi kecerdasan pada anak dimasa tumbuh
kembangnya. Selain itu, anak yang memiliki status gizi buruk akan mudah
sekali terpapar oleh infeksi, dan anak akan mudah sekali mengalami sakit
(Sulistyoningsih, Hariyani. 2011).
Dari permasalahan tersebut, maka penulis ingin melakukan penelitian
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi pada balita di kabupaten
karanganyar, Jawa tengah.
B. Nama dan Tema Kegiatan
Nama kegiatan ini adalah Implementasi Program Gizi dengan Tema
OPTIMALISASI

PENGANEKARAGAMAN

PANGAN

MELALUI

EDUKASI BERBASIS TEACHING GROUP UNTUK MENCAPAI GIZI


SEIMBANG
C. Tujuan
Tujuan umum :
Untuk mengoptimalisasikan penganekaragaman pangan melalui edukasi
berbasis teaching group untuk mencapai gizi seimbang.
Tujuan Khusus:
a. Meningkatkan pengetahuan ibu untuk memanfaatkan bahan pangan
lokal menjadi aneka makanan.
b. Untuk meningkatkan pengetahuan hygiene sanitasi dalam pengolahan
bahan makanan.
c. Untuk mengetahui ketangkasan balita usia 3-4 tahun dengan
pengadaan lomba balita sehat.
d. Meningkatkan pengetahuan ibu balita tentang gizi seimbang.
D. Manfaat Penelitian
Untuk Umum :
Masyarakat : Diharapkan dapat meningkatkan pngetahuan ibu tentang gizi
seimbang yang dibutuhkan untuk keluarga.
Ibu balita
: Diharapkan ibu balita dapat memberikan makan yang
beraneka ragam untuk dapat meningkatkan status gizi pada anak balitanya.
Untuk Peneliti :
a. Dengan adanya kegiatan

ini diharapkan dapat dijadikan bahan

pembelajaraan untuk melakukan implementasi gizi untuk dikemudian hari.


b. Menjalin Hubungan dengan Masyarakat Umum Sebagai Wujud
Implemetasi Program Gizi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI
1. Status Gizi
a. Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh
seseorang yang dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi
dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Status gizi dibagi
menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang, gizi normal,
dan gizi lebih (Almatsier, 2005).
Menurut Suhardjo (1983), status gizi adalah keadaan
tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan, dan
penggunaan makanan. Makanan yang memenuhi gizi tubuh,
umumnya membawa ke status gizi memuaskan.
Status gizi merupakan faktor yang terdapat dalam level
individu (level yang paling mikro). Faktor yang mempengaruhi
secara

langsung

adalah

asupan

makanan

dan

infeksi.

Pengaruh tidak langsung dari status gizi ada tiga faktor yaitu
ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, dan
lingkungan kesehatan yang tepat, termasuk akses terhadap
pelayanan

kesehatan

(Riyadi,

2001

yang

dikutip

oleh

Simarmata, 2009).
b. Kategori Status Gizi
1) Gizi Lebih
Status gizi lebih (overnutrition) merupakan keadaan
gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk ke
dalam

tubuh

lebih

besar

dari

jumlah

energi

yang

dikeluarkan (Nix, 2005). Hal ini terjadi karena jumlah


energi yang masuk melebihi kecukupan energi yang
dianjurkan untuk seseorang, akhirnya kelebihan zat gizi
disimpan dalam bentuk lemak yang dapat mengakibatkan
seseorang menjadi gemuk (Apriadji, 1986).
2) Gizi Normal
Status gizi normal merupakan suatu ukuran status
gizi dimana terdapat keseimbangan antara jumlah energi
yang masuk ke dalam tubuh dan energi yang dikeluarkan
dari luar tubuh sesuai dengan kebutuhan individu. Energi
yang

masuk

ke

dalam

tubuh

dapat

berasal

dari

karbohidrat, protein, lemak dan zat gizi lainnya (Nix,2005).


Status gizi normal merupakan keadaan yang sangat
diinginkan oleh semua orang (Apriadji, 1986).
3) Gizi Kurang
Status gizi kurang atau yang lebih sering disebut
undernutrition merupakan keadaan gizi seseorang dimana
jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari energi yang
dikeluarkan. Hal ini dapat terjadi karena jumlah energi

yang masuk lebih sedikit dari anjuran kebutuhan individu


(Wardlaw, 2007).
4) Gizi Buruk
Pengertian gizi

buruk

adalah

status

gizi

yang

didasarkan pada indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U)


< -3 SD yang merupakan padanan istilah severely
underweight.2Terdapat 3 jenis gizi buruk yang sering
dijumpai yaitu kwashiorkor, marasmus dan gabungan dari
keduanya marasmiks-kwashiorkor.3
2. Balita
a. Pengertian Balita
Balita atau dikenal juga dengan anak prasekolah adalah
anak yang berusia 1 sampai 5 tahun. (Sulistyoningsih, 2012).
Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas
satu tahun atau lebih popular dengan pengertian usia anak di
bawah lima tahun (Muaris.H, 2006).
Menurut Sutomo. B. dan Anggraeni. DY, (2010), Balita
adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan
anak prasekolah (3-5 tahun). Saat usia batita, anak masih
tergantung

penuh

kepada

orang

tua

untuk

melakukan

kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan.


Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik.
Namun kemampuan lain masih terbatas.
Balita merupakan individu yang berumur 0-5 tahun,
dengan tingkat plastisitas otak yang masih sangat tinggi
sehingga akan lebih terbuka untuk prosos pembelajaran dan
pengayaan (Departemen Kesehatan RI, 2009). Balita terbagi
menjadi dua golongan yaitu balita dengan usia satu sampai
tiga tahun dan balita dengan usia tiga sampai lima tahun
(Soekirman, 2006). Sedangkan menurut (Meadow, 2002),

balita merupakan anak yang usianya berumur antara satu


hingga lima tahun.
b. Karakteristik Balita
Menurut karakteristik, balita terbagi dalam dua kategori
yaitu anak usia 1 3 tahun (batita) dan anak usia prasekolah
(Uripi, 2004). Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen
pasif, artinya anak menerima makanan dari apa yang
disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa batita lebih besar
dari masa usia pra-sekolah sehingga diperlukan jumlah
makanan yang relatif besar. Namun perut yang masih lebih
kecil

menyebabkan

jumlah

makanan

yang

mampu

diterimanya dalam sekali makan lebih kecil dari anak yang


usianya lebih besar. Oleh karena itu, pola makan yang
diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering.
Dalam proses tumbuh kembang, anak memiliki
kebutuhan yang harus terpenuhi, kebutuhan tersebut yakni;
1) Kebutuhan Gizi
Usia balita adalah periode penting dalam proses
tubuh kembang anak yang merupakan masa pertumbuhan
dasar anak. Pada usia ini, perkembangan kemampuan
berbahasa, berkreativitas, kesadaran social, emosional
dan inteligensi anak berjalan sangat cepat.
Pemenuhan kebutuhan gizi dalam rangka menopang
tumbuh kembang fisik dan biologis balita perlu diberikan
secara tepat dan berimbang. Tepat berarti makanan yang
diberikan

mengandung

kebutuhannya,
berarti

zat-zat

berdasarkan

komposisi

zat-zat

gizi

tingkat
gizinya

tumbuh kembang sesuai usianya.

yang

usia.

sesuai

Berimbang

menunjang

proses

Dengan terpenuhinya kebutuhan gizi secara baik,


perkembangan

otaknya

akan

berlangsung

optimal.

Keterampilan fisiknya pun akan berkembang sebagai


dampak

perkembangan

bagian

otak

yang

sistem sensorik dan motoriknya.


2) Kebutuhan Emosi dan Kasih Sayang
Kebutuhan
ini
meliputi
upaya
mengekspresikan

perhatian

dan

kasih

mengatur

orang

tua

sayang,

serta

perlindungan yang aman dan nyaman kepada si anak.


Orang tua perlu menghargai segala keunikan dan potensi
yang ada pada anak.
Pemenuhan yang tepat atas kebutuhan emosi atau
kasih sayang akan menjadikan anak tumbuh cerdas secara
emosi,

terutama

dalam

kemampuannya

membina

hubungan yang hangat dengan orang lain.Orang tua harus


menempatkan diri sebagai teladan yang baik bagi anakanaknya. Melalui keteladanan tersebut anak lebih mudah
meniru unsur-unsur positif, jauhi kebiasaan memberi
hukuman

pada

anak

sepanjang

hal

tersebut

dapat

diarahkan melalui metode pendekatan berlandaskan kasih


sayang.
3) Kebutuhan Stimulasi Dini
Stimulasi dini merupakan
memberikan

rangsangan

tertentu

kegiatan
pada

orangtua

anak

sedini

mungkin. Bahkan hal ini dianjurkan ketika anak masih


dalam kandungan dengan tujuan agar tumbuh kembang
anak dapat berjalan dengan optimal.
Stimulasi dini meliputi kegiatan merangsang melalui
sentuhan-sentuhan

lembut

secara

bervariasi

dan

berkelanjutan, kegiatan mengajari anak berkomunikasi,


mengenal objek warna, mengenal huruf dan angka. Selain
itu, stimulasi dini dapat mendorong munculnya pikiran dan
emosi positif, kemandirian, kreativitas dan lain-lain.
Pemenuhan kebutuhan stimulasi dini secara baik
dan

benar

dapat

merangsang

kecerdasan

majemuk

(multiple intelligences) anak. Kecerdasan majemuk ini


meliputi,

kecerdasan

linguistic,

kecerdasan

logis-

matematis, kecerdasan spasial, kecerdasan kinestetik,


kecerdasan

musical,

kecerdasan

intrapribadi

(intrapersonal), kecerdasan interpersonal, dan kecerdasan


naturalis. (PN.Evelin dan Djamaludin. N. 2010)
3. Ibu Balita
Ibu merupakan orang yang berperan penting dalam
penentuan konsumsi makanan dalam keluaga khususnya
pada anak balita. Pengetahuan yang dimiliki ibu berpengaruh
terhadap

pola

konsumsi

makanan

keluarga.

Kurangnya

pengetahuan ibu tentang gizi menyebabkan keanekaragaman


makanan yang berkurang. Keluarga akan lebih banyak
membeli barang karena pengaruh kebiasaan, iklan, dan
lingkungan. Selain itu, gangguan gizi juga disebabkan karena
kurangnya kemampuan ibu menerapkan informasi tentang
gizi dalam kehidupan sehari-hari. (Novitasari, 2012)
4. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi
Faktor faktor yang mempengaruhi status gizi menurut
suhardjo (2003)
a. Faktor Langsung
1) Konsumsi Makanan
Konsumsi makanan oleh masyarakat atau oleh
keluarga bergantung pada jumlah dan jenis pangan yang

dibeli, distribusi dalam keluarga dan kebiasaan makan


secara

perorangan.

Hal

ini

tergantung

pula

pada

pendapatan, agama, adat kebiasaan dan pendidikan


masyarakat bersangkutan.
2) Infeksi
Antara status gizi kurang dan infeksi terdapat
interaksi bolak-balik. Infeksi dapat menimbulkan gizi
kurang melalui berbagai mekanismenya. Yang penting
adalah

efek

langsung

dari

infeksi

sisitemik

pada

katabolisme jaringan. Walaupun hanya terhadap infeksi


ringan sudah menimbulkan kehilangan nitrogen.
b. Faktor Tidak Langsung
Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola
pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan.
Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan
pangan seluruh anggota keluarga dalam jumlah yang cukup dan baik mutunya.
Pola pengasuhan adalah kemampuan keluarga untuk menyediakan waktunya,
perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembang
secara optimal baik fisik, mental, dan sosial. Pelayanan kesehatan dan sanitasi
lingkungan adalah tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan
dasar yang terjangkau oleh seluruh keluarga.
Faktor-faktor tersebut sangat terkait dengan tingkat pendidikan,
pengetahuan,

dan

ketrampilan

keluarga.

Makin

tinggi

pendidikan,

pengetahuan dan ketrampilan terdapat kemungkinan makin baik tingkat


ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan anak dan keluarga
makin banyak memanfaatkan pelayanan yang ada. Ketahanan pangan
keluarga juga terkait dengan ketersediaan pangan, harga pangan, dan daya beli
keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan.
1) Kesedian Pangan Ditingkat Rumah Tangga

Hal ini terkait dengan produksi dan distribusi bahan


makanan dalam jumlah yang cukup mulai dari produsen
sampai ke tingkat rumah tangga
2) Daya Beli Keluarga Yang Kurang

Untuk

Memenuhi

Kebutuhan Bahan Makanan Bagi Seluruh Anggota Keluarga


Hal ini terkait dengan masalah pekerjaan atau mata
pencaharian atau penghasilan suatu keluarga. Apabila
pengasilan keluarga tidak cukup untuk membeli bahan
makanan yang cukup dalam jumlah dan kualitas, maka
konsumsi atau asupan gizi tiap anggota keluarga akan
berkurang yang pada gilirannya akan mempengaruhi
kesehatan dan perkembangan otak mereka
3) Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Tentang Gizi Dan
Kesehatan
Walaupun bahan makanan dapat disediakan oleh
keluarga

dan

daya

beli

memadai,

tetapi

karena

kekurangan pengetahuan ini bisa menyebabkan keluarga


tidak menyediakan makanan beraneka ragam setiap hari
bagi keluarganya. Pada gilirannya asupan gizi tidak sesuai
kebutuhan.
4) Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia,
atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra
yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan ebagainya).
Dengan

sendirinya

pada

waktu

pengindraan

sampai

menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi


oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek
(Notoatmodjo, 2010 : 27). Dalam hal ini pengetahuan
orang tua (ibu) tentang penatalaksanaan diare yang
diperoleh melalui penginderaan terhadap objek tertentu.

Menurut

Notoatmodjo

(2007),

pengetahuan

seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :


a) Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri
atau orang lain. Pengalaman yang sudah diperoleh
dapat

memperluas

pengetahuan

seseorang.

Pengalaman ibu sebelumnya dalam merawat anaknya


yang

diare

dapat

memperluas

pengetahuannya

tentang bagaimana penatalaksanaan diare pada anak


yang benar dan tepat.
b) Umur
Makin tua umur seseorang maka proses perkembangan
mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur
tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental
ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun.
Selain itu, daya ingat seseorang dipengaruhi oleh
umur. Dari uraian ini maka dapat kita simpulkan bahwa
bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh
pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya,
akan tetapi pada umur-umur tertentu mengingat atau
menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau
mengingat

suatu

pengetahuan

akan

berkurang.

Seorang ibu yang berumur 40 tahun pengetahuannya


akan berbeda dengan saat dia sudah berumur 60
tahun.
c) Tingkat Pendidikan
Pendidikan

dapat

memperluas

wawasan

atau

pengetahuan seseorang. Secara umum seseorang

yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai


pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan
seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah.
Seorang ibu yang berpendidikan tinggi akan memiliki
pengetahuan yang lebih tentang penatalaksanaan
diare pada balita dibandingkan dengan ibu yang
tingkat pendidikannya lebih rendah.
d) Sumber Informasi
Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah
tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik maka
pengetahuan

seseorang

akan

meningkat.

Sumber

informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan


seseorang misalnya radio, televise, majalah, koran dan
buku. Walaupun seorang ibu berpendidikan rendah
tetapi

jika

dia

memperoleh

informasi

tentang

penatalaksanaan diare pada balita secara benar dan


tepat maka itu akan menambah pengetahuannya.
e) Penghasilan
Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap
pengetahuan

seseorang.

Namun

bila

seseorang

berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu


untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas
sumber

informasi.

berpenghasilan
fasilitas

Ibu

rendah

sumber

akan

informasi.

yang

keluarganya

sulit

mendapatkan

Tetapi

apabila

berpenghasilan cukup maka dia mampu menyediakan


fasilitas sumber informasi sehingga pengetahuannya
akan bertambah.

f) Sosial Budaya
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga
dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi dan sikap
seseorang terhadap sesuatu. Misalnya di daerah lain
seorang ibu mempunyai persepsi lain tentang cara
merawat balita diare maka hal itu akan mempengaruhi
pengetahuannya tentang perawatan diare pada balita.
1) Pola Asuh
Ibu merupakan orang yang berperan penting
dalam penentuan konsumsi makanan dalam keluaga
khususnya

pada

anak

balita.

Pengetahuan

dimiliki ibu berpengaruh terhadap pola


makanan

keluarga.

Kurangnya

yang

konsumsi

pengetahuan

ibu

tentang gizi menyebabkan keanekaragaman makanan


yang berkurang. Keluarga akan lebih banyak membeli
barang

karena

pengaruh

kebiasaan,

iklan,

dan

lingkungan. Selain itu, gangguan gizi juga disebabkan


karena

kurangnya

kemampuan

ibu

menerapkan

informasi tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari.


5) Kesehatan lingkungan
Sanitasi lingkungan yang buruk akan menyebabkan
anak

lebih

mudah

terserang

penyakit

infeksi

yang

akhirnya dapat mempengaruhi status gizi (Poedjiadi,


1994).

Sanitasi

lingkungan

sangat

terkait

dengan

ketersediaan air bersih, ketersediaan jamban, jenis lantai


rumah serta kebersihan peralatan makan pada setiap
keluarga. Makin tersedia air bersih untuk kebutuhan

seharihari, makin kecil risiko anak terkena penyakit kurang


gizi (Soekirman, 2000).
6) Pelayanan kesehatan
Status gizi anak berkaitan dengan keterjangkauan
terhadap pelayanan kesehatan dasar. Anak balita sulit
dijangkau oleh berbgai kegiatan perbaikan gizi dan
kesehatan lainnya karena tidak dapat datang sendiri ke
tempat

berkumpul

(Sediaoetama,

yang

2000).

ditentukan

Beberapa

tanpa

aspek

diantar

pelayanan

kesehatan dasar yang berkaitan dengan status gizi anak


antara

lain:

imunisasi,

pertolongan

persalinan,

penimbangan anak, pendidikan kesehatan anak, serta


sarana kesehatan seperti posyandu, puskesmas, rumah
sakit, praktek bidan dan dokter. Makin tinggi jangkauan
masyarakat terhadap sarana pelayanan kesehatan dasar
tersebut di atas, makin kecil risiko terjadinya penyakit gizi
kurang.

5. Masalah Gizi Pada Balita


WHO (2001) menyebutkan
kematian

anak

balita

disebabkan

bahwa
oleh

ada

51%

angka

pneumonia,

diare,

campak, dan malaria. Lebih dari separuh kematian tersebut


(54%) erat hubungannya dengan masalah gizi. Oleh karena itu
prioritas

utama

penanganan

utama

adalah

memperbaiki

pemberian makan kepada bayi dan anak serta perbaikan gizi


ibunya (Depkes RI, 2007).
Beberapa penelitian menyatakan bahwa masalah gizi
pada bayi dan anak disebabkan kebiasaan pemberian ASI dan

MP-ASI yang tidak tepat (segi kuantitas dan kualitas). Selain itu,
para ibu kurang menyadari bahwa sejak bayi berusia 6 bulan
sudah memerlukan MP-ASI dalam jumlah dan mutu yang baik
(Hermina & Nurfi, 2010).
Balita gizi buruk yang dirawat di RS biasanya selain
menderita gizi buruk juga menderita penyakit lainnya seperti
TBC, ISPA, dan diare. Hal ini dikarenakan penyakit penyerta yang
diderita oleh balita menyebabkan menurunnya nafsu makan
sehingga pemasukan zat gizi ke dalam tubuh balita menjadi
berkurang.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai asupan
pada balita yang di lakukan oleh ibu balita adalah sebagai
berikut;
a. Kesulitan Makan Pada Balita
Masalah makan pada anak umumnya adalah masalah
kesulitan makan. Hal ini penting diperhatikan karena dapat
menghambat tumbuh kembang optimal pada anak. Tujuan
memberi makan pada anak diantaranya untuk memenuhi
kebutuhan zat gizi yang cukup dalam kelangsungan hidupnya,
pemulihan

kesehatan

sesudah

sakit,

untuk

aktivitas,

pertumbuhan dan perkembangan. Pelaksanaannya ternyata


seringkali timbul kesulitan makananak yaitu kurangnya nafsu
makan anak karena kesulitan makan pada balita (Santoso,
2009).
Kesulitan makan adalah ketidakmampuan untuk makan
dan menolak makanan tertentu (Santoso, 2009). Gangguan
kesulitan

makan

masyarakat

pada

awam

anak

yang

sering

belum

kita

jumpai

memahami

pada

prosedur

pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak. Masyarakat awam

masih banyak yang belum memahami pentingnya nutrisi


pada anak (Hidayat, 2005).
Kesulitan makan adalah suatu gejala dari berbagai
penyakit atau gangguan fungsi tubuh. Kesulitan makan bukan
merupakan suatu bentuk diagnosis atau penyakit tersendiri.
Definisi kesulitan adalah jika anak tidak mau atau menolak
untuk makan, atau mengalami kesulitan mengkonsumsi
makanan atau minuman dengan jenis dan jumlah sesuai usia
secara fisiologis (alamiah dan wajar), yaitu mulai dari
membuka mulutnya tanpa paksaan, mengunyah, menelan
hingga sampai terserap dipencernaan secara baik tanpa
paksaan dan tanpa pemberian vitamin dan obat tertentu
(Judarwanto, 2005).
b. Penyediaan Makanan Oleh Ibu Balita
Penyediaan makanan dipengaruhi oleh kondisi-kondisi
yang bersifat hasil karya manusia seperti sistem pertanian.
Termasuk disini pengadaan setelah dimasak, makanan akan
dihidangkan untuk anak. Makanan yang dihidangkan oleh ibu
harus disajikan dengan menarik, dengan begitu anak merasa
senang bahkan puas sehingga meningkatkan selera makan,
gairah makan dan nafsu makan anak.
Selanjutnya anak dapat mengkonsumsi semua zat-zat
gizi

yang

dibutuhkan

(Sediaoetama,

2000).

Pengadaan

makanan perlu diperhitungkan, persediaan bahan makanan


yang dibutuhkan anak diseimbangkan dengan nilai rata-rata
kecukupan makanan yang dibutuhkan sesuai umur dan berat
badan anak (Santoso, 2000).
c. Ketersediaan Waktu Ibu
Dewasa
ini
seringkali
meninggalkan

anaknya

karena

seorang
harus

ibu
bekerja,

terpaksa
padahal

sebagai

seorang

ibu

masih

harus

bertanggung

jawab

terhadap peran yang diembannya. Salah satunya berperan


dalam memenuhi kebutuhan nutrisi untuk anak terutama
disaat balita mengalami kesulitan makan. Ibu yang memilki
banyak waktu untuk anak akan membuat waktu untuk sering
bersama.
Kebersamaan itu dapat memberikan keakraban antara
ibu dan anak. Keakraban antara ibu dan anak akan sangat
menguntungkan disaat anak mengalami kesulitan makan. Ibu
akan mudah untuk mengatasinya karena anak sudah merasa
nyaman dan percaya sama ibunya. Ibu yang tidak memiliki
ketersediaan waktu akan berpengaruh terhadap perannya
dalam mengasuh anaknya (Santoso, 2004).
d. Penyajian Makanan yang Menarik
Penyajian makanan yang menarik
dengan

banyak

cara

diantaranya

bisa

dilakukan

perhatikan

dalam

menyajikan makanan. Penyajian makanan yang menarik


dapat merangsang keinginan anak untuk makan. Penyajian
makanan

yang

menarik

dapat

dengan

menggunakan

perangkat makan yang menarik misalnya bergambar karakter


kartun yang lucu dengan warna-warna yang menarik, variasi
menu dan berikan perubahan rasa.

BAB III
POINT OF ACTION
A. Jenis Kegiatan
1. Agenda Pertama
a. Nama Kegiatan

Lomba dan demo masak puding

pisang
b. Tujuan
Meningkatkan pengetahuan ibu dalam pemanfaatan pangan
lokal yang tersedia. Potensi lokal yang tersedia di Desa
Klumpit adalah pisang. Sehingga kami menentukan agenda
untuk pemanfaatan pangan lokal yang tersedia dengan
lomba dan demo masak puding pisang.
c. Sasaran
Sasaran pada agenda ini adalah ibu balita di Desa Klumpit,
Kecamatan Karanggede, Boyolali.
d. Tempat dan Waktu
Tempat : Kantor Kelurahan Desa Klumpit
Tanggal : Kamis, 20 Agustus 2015
Waktu
: 14.00 WIB Selesai
e. Sumber Daya

Sumber daya yang terlibat pada agenda lomba dan demo


masak ini

yaitu Mahasiswa sebagai penanggug jawab

acara, pak lurah yang memberi sambutan ketika agenda


berlangsung. Selain itu bidan desa dan juga Kader Desa
berperan sebagai juri.
f. Dana
Dana yang dibutuhkan dalam agenda ini sebanyak Rp.
500.000,g. Evaluasi
Lomba ini di ikuti dari beberapa Dusun yang ada di Desa
Klumpit.

Dengan

jumlah

kelompok

sebanyak

10

kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 6-7 orang.


Pemenang untuk acara ini ada 3 kelompok.
2. Agenda Kedua
a. Nama kegiatan : Penyuluhan Gizi Seimbang
b. Tujuan
Meningkatkan pengetahuan ibu tentang gizi seimbang
untuk balita dan keluarga.
c. Sasaran
Ibu-ibu yang memiliki balita
d. Tempat dan waktu
Tempat
: Kantor Kelurahan Desa Klumpit
Tanggal : Jumat, 21 Agustus 2015
Waktu
: 08.00 WIB 13.00 WIB
e. Sumber Daya
Pada agenda ini melibatkan Pak lurah, Pak RT/RW, Bidan
desa,

Kader

desa

demi

kelancaran

untuk

agenda

penyuluhan gizi seimbang di Desa Klumpit.


f. Dana
Dana yang dibutuhkan pada acara penyuluhan ini sebanyak
Rp. 250.000,g. Evaluasi

Kegiatan ini mengundang ibu ibu balita yang ada di Desa


Klumpit, harapannya ibu-ibu balita dapat meningkatkan
pengetahuannya tentang gizi seimbang serta mampu
menerapkannya untuk balita dan juga keluarga.
3. Agenda ketiga
a. Nama kegiatan :
Implementasi
hygiene
pengolahan bahan makanan
b. Tujuan
Meningkatkan pemahaman

hygiene

sanitasi

sanitasi

dalam

pengolahan bahan makanan. Tujuan ini kami tetapkan agar


ibu-ibu pada khususnya mampu mengimplementasikannya
kembali di dalam lingkungan keluarga. Sehingga makanan
yang disajikan untuk keluarga tetap dalam kondisi sehat
dan hygienis.
c. Sasaran
Sasaran pada agenda ini adalah ibu-ibu balita.
d. Tempat dan Waktu
Tempat
: Kantor Kelurahan Desa Klumpit
Tanggal : 22 Agustus 2015
Waktu
: 10.00 WIB - Selesai
e. Sumber Daya
Agenda ini melibatkan kepala desa, bapak RT/RW, ibu
bidan desa, dan ibu kader Desa Klumpit.
f. Dana
Dana yang dibutuhkan dalam agenda ini sebanyak Rp.
250.000,g. Evaluasi
Kegiatan ini mengundang ibu ibu balita yang ada di Desa
Klumpit, harapannya ibu-ibu balita dapat meningkatkan
pengetahuannya tentang gizi seimbang serta mampu
menerapkannya untuk balita dan juga keluarga.
4. Agenda keempat
a. Nama kegiatan
Berbusa)

: Lomba balita sehat (Game Balita

b. Tujuan
Meningkatkan ketangkasan balita dan komunikasi antara
ibu dan balita.
c. Sasaran
Sasaran pada agenda ini adalah ibu dan balita Desa
Klumpit, Kecamatan Karanggede, Boyolali
d. Tempat dan Waktu
Tempat
: Kantor kelurahan desa klumpit
Tanggal : 23 Agustus 2015
Waktu
: 10.00 WIB Selesai
e. Sumber Daya
Sumber daya yang terlibat pada agenda ini adalah Kepala
desa, Ibu kader dan Ibu bidan.
f. Dana
Dana yang dibutuhkan sebanyak Rp. 500.000,g. Evaluasi
Lomba ini di ikuti oleh Ibu dan balita dari beberapa Dusun
yang ada di Desa Klumpit. Dengan jumlah balita sebanyak
71 orang. Pemenang untuk acara ini ada 3 pasang ibu dan
balita di setiap Dusun Desa Klumpit.

5. Agenda kelima
a. Nama kegiatan

Konseling

dan

Kesehatan .
b. Tujuan
Meningkatan pengetahuan dan pemahaman

Pemeriksaan

tentang

kolestrol, gula darah ,asam urat.


c. Sasaran
Sasaran pada agenda ini adalah warga Desa Klumpit,
Kecamatan Karanggede, Boyolali.
d. Tempat dan waktu
Tempat : Kantor Kelurahan Desa Klumpit .
Tanggal : 24 Agustus 2015
Waktu : 10.00-selesai
e. Sumber daya
f. Dana

Dana yang di butuhkan sebanyak Rp.200.000,g. Evaluasi


Kegiatan ini diikuti oleh warga desa klumpit dari beberapa
dusun yang berada di desa klumpit .Warga desa dapat
mengetahui

masalah

kesehatan

setelah

diadakanya

pemeriksaan kesehatan dan pengetahuan baru melalui


konseling .

Anda mungkin juga menyukai

  • Makalah Kemuhammadiyahan Lengkap
    Makalah Kemuhammadiyahan Lengkap
    Dokumen42 halaman
    Makalah Kemuhammadiyahan Lengkap
    Fitri Sulistianingsih
    80% (5)
  • Sol 0
    Sol 0
    Dokumen144 halaman
    Sol 0
    Fitri Sulistianingsih
    Belum ada peringkat
  • Ipg Bab 1 3
    Ipg Bab 1 3
    Dokumen25 halaman
    Ipg Bab 1 3
    Fitri Sulistianingsih
    Belum ada peringkat
  • CHF
    CHF
    Dokumen12 halaman
    CHF
    Fitri Sulistianingsih
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka Revisi 1
    Daftar Pustaka Revisi 1
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustaka Revisi 1
    Fitri Sulistianingsih
    Belum ada peringkat
  • CHF
    CHF
    Dokumen12 halaman
    CHF
    Fitri Sulistianingsih
    Belum ada peringkat
  • LAPORAN PKL Jenawi
    LAPORAN PKL Jenawi
    Dokumen23 halaman
    LAPORAN PKL Jenawi
    Fitri Sulistianingsih
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    Fitri Sulistianingsih
    Belum ada peringkat
  • Dietetika Lanjut
    Dietetika Lanjut
    Dokumen28 halaman
    Dietetika Lanjut
    Fitri Sulistianingsih
    Belum ada peringkat
  • Kemiskinan Dan Pengangguran
    Kemiskinan Dan Pengangguran
    Dokumen4 halaman
    Kemiskinan Dan Pengangguran
    Fitri Sulistianingsih
    Belum ada peringkat
  • Diet Food Combining ISSUE GIZI
    Diet Food Combining ISSUE GIZI
    Dokumen1 halaman
    Diet Food Combining ISSUE GIZI
    Fitri Sulistianingsih
    Belum ada peringkat
  • BAB III Metpen
    BAB III Metpen
    Dokumen6 halaman
    BAB III Metpen
    Fitri Sulistianingsih
    Belum ada peringkat
  • BAB I Fix
    BAB I Fix
    Dokumen3 halaman
    BAB I Fix
    Fitri Sulistianingsih
    Belum ada peringkat
  • BAB III Metpen
    BAB III Metpen
    Dokumen2 halaman
    BAB III Metpen
    Fitri Sulistianingsih
    Belum ada peringkat