Anda di halaman 1dari 10

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR

DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE)

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Epidemiologi Penyakit Menular


Oleh
Awaliyah Noor Faida

(6411414002)

Nurul Baeti Fajriyani

(6411414011)

Aryantika Devi Octavia

(6411414019)

Winda Kurnia Puspitasari

(6411414027)

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2016

DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE)

A. DEFINISI
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang sering
menimbulkan wabah dan kematian. Nyamuk ini tersebar luas di rumah-rumah,
sekolah dan tempat-tempat umum lainnya seperti tempat ibadah, restoran,
kantor, balai desa dan lain-lain sehingga setiap keluarga dan masyarakat
mengandung risiko untuk ketularan penyakit DBD. Obat untuk penyakit DBD
belum ada, dan vaksin untuk pencegahannya juga belum ada, sehingga satusatunya cara untuk memberantas penyakit ini adalah dengan memberantas
nyamuk Aedes aegypti. (Depkes RI, 1996).
Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan dapat juga
ditularkan oleh Aedes albopictus, yang ditandai dengan: demam tinggi
mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7
hari, manifestasi perdarahan, termasuk uji Tourniquet positif, trombositopeni
(jumlah trombosit 100.000/l), hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit
20%), disertai dengan atau tanpa perbesaran hati. (Depkes RI, 2005)
Graham ialah sarjana pertama yang pada tahun 1903 dapat membuktikan
secara positif peran nyamuk Aedes aegypti dalam transmisi dengue di
Indonesia. Vektor DBD telah di selidiki, dan Aedes aegypti di daerah perkotaan
di perkirakan sebagai vektor penting. Survey jentik yang dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan Pemukiman (Ditjen PPM dan PLP) di 27 propinsi dalam kurun
waktu lima tahun (1992-1996) memperlihatkan rata-rata indeks premi 20%,
suatu angka yang di anggap 5% lebih tinggi terhadap ambang risiko transmisi
demam dengue (Sumarmo 2002)

Derajat

keparahan

penyakit

DBD

berbeda-beda

menurut

tingkat

keparahannya. Tingkat keparahan penyakit DBD terbagi menjadi:


1) Derajat 1 : badan panas selama 5-7 hari, gejala umum tidak khas.
2) Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai pendarahan spontan pada kulit berupa
ptekiae dan ekimosis, mimisan (epistaksis), muntah darah (hematemesis), buang air
besar berdarah berwarna merah kehitaman (melena), perdarahan gusi, perdarahan
rahim (uterus), telinga dan sebagainya.
3) Derajat 3 : ada tanda-tanda kegagalan sirkulasi darah, seperti denyut nadi
teraba lemah dan cepat (>120x/menit), tekanan nadi (selisih antara tekanan darah
sistolik dan diastolik) menyempit (<20 mmHg). DBD derajat 3 merupakan peringatan
awal yang mengarah pada terjadinya renjatan (syok).
4) Derajat 4 : denyut nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur, denyut
jantung >140x/menit, ujung-ujung jari kaki dan tangan terasa dingin, tubuh
berkeringat, kulit membiru. DBD derajat 4 merupakan manifestasi syok, yang sering
kali berakhir dengan kematian.
B. EPIDEMIOLOGI
1. Distribusi penyakit DBD menurut orang
Menurut WHO (1998), DBD dapat menyerang semua umur
walaupun sampai sampai saat ini DBD lebih banyak menyerang anakanak tetapi dalam dekade terakhir DBD terlihat kecendrungan kenaikan
proporsi pada kelompok dewasa, karena pada kelompok umur ini
mempunyai mobilitas yang tinggi dan sejalan dengan perkembangan
transportasi yang lancar, sehingga memungkinkan tertularnya virus
dengue lebih besar.

Pada awal epidemi, jenis kelamin pernah ditemukan perbedaan


nyata antara anak laki-laki dan perempuan. Beberapa negara melaporkan
banyak kelompok wanita dengan Dengue Shock Syndrome (DSS)
menunjukkan angka kematian yang tinggi daripada laki-laki. Singapura
dan Malaysia pernah mencatat adanya perbedaan angka kejadian infeksi
di antara kelompok etnik. Penduduk Cina banyak terserang DBD dari
pada yang lain (Soegijanto, 2003).
2. Distribusi penyakit DBD menurut tempat
Penyakit DBD dapat menyebar pada semua tempat kecuali tempattempat dengan ketinggian 1000 meter dari permukaan laut karena pada
tempat yang tinggi dengan suhu yang rendah siklus perkembangan Aedes
aegypti tidak sempurna, (Depkes RI, 2007).
Depkes (2005), menyebutkan bahwa dalam kurun waktu 30 tahun
sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah
penderita maupun daerah penyebaran penyakit meningkat pesat. Hingga
saat ini DBD telah ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia dan 200
kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa dengan IR meningkat
dari 0,005 per 100.000 penduduk pada tahun 1968 menjadi 6-27 per
100.000 penduduk pada tahun 2004.
Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang
terjangkit disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi, adanya
pemukiman baru dan terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh
wilayah di Indonesia (Depkes RI, 2003).
3. Distribusi penyakit DBD menurut waktu
Menurut Djunaedi (2006), menyebutkan bahwa epidemi DBD di
negara-negara 4 musim, berlangsung pada musim panas walaupun

ditemukan kasus DBD yang sporadis pada musim dingin. Negara-negara


kawasan Asia Tenggara, epidemik DBD terutama terjadi pada musim
hujan. Epidemi DBD yang berlangsung pada musim hujan, erat kaitannya
dengan kelembaban yang tinggi pada musim hujan. Kelembaban yang
tinggi merupakan lingkungan yang optimal bagi masa inkubasi (dapat
mempersingkat masa inkubasi) dan juga dapat meningkatkan aktivitas
vektor penular virus DBD.
C. PENYEBAB
Penyebab penyakit DBD adalah virus dengue yang terdapat dalam tubuh
nyamuk Aedes aegepty (betina). Virus ini termasuk famili Flaviviridae yang
berukuran kecil sekali yaitu 35-45 mm. Virus ini dapat tetap hidup (survive) di
alam ini melalui 2 mekanisme. Mekanisme pertama, transmisi vertikal dalam
tubuh nyamuk, dimana virus yang ditularkan oleh nyamuk betina pada telurnya
yang nantinya akan menjadi nyamuk. Virus juga dapat ditularkan dari nyamuk
jantan pada nyamuk betina melalui kontak seksual. Mekanisme kedua,
transmisi virus dari nyamuk ke dalam tubuh manusia dan sebaliknya. Nyamuk
mendapatkan virus ini pada saat melakukan gigitan pada manusia yang pada
saat itu sedang mengandung virus dengue pada darahnya (viremia). Virus yang
sampai

ke

lambung

nyamuk

akan

mengalami

replikasi

(memecah

diri/berkembang biak), kemudian akan migrasi yang akhirnya akan sampai di


kelejar ludah. Virus yang berada di lokasi ini setiap saat siap untuk dimasukkan
ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk.
D. GEJALA DAN TANDA
Pasien penyakit DBD pada umumnya disertai dengan tanda-tanda :
1. Demam akut yang berlangsung 2 - 7 hari dan sering disertai muka
kemerahan, nyeri seluruh bada, dan sakit kepala.

2. Manifestasi perdarahan dengan tes Rumpel Leede (+), mulai dari petekie
(+) sampai pendarahan spontan seperti mimisan, muntah darah, atau
berak darah hitam.
3. Hasi pemeriksaan trombosit menurun (normal: 150.000-300.000 L),
hematrokit meningkat (normal: pria <45, wanita <40).
4. Akral dingin, gelisah, tidak sadar (DSS, dengue shock syndrome).
Kriteria Diagnosis ( WHO 1997)
Kriteria Klinis
1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas dan
berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.
2. Terdapat manifestasi perdarahan
3. Pembesaran hati
4. Syok
Kriteria Laboratoris
1. Trombositopenia (<100.000/mm3)
2. Hemokonsentrasi (Ht meninngkat >20%)
Seorang pasien dinyatakan menderita penyakit DBD bila terdapat
minimal 2 gejala klinis yang positif dan 1 hasil laboratorium yang positif. Bila
gejala dan tanda tersebut kurang dari ketentuan di atas maka pasien dinyatakan
menderita deman dengue.
WHO juga menetapkan 3 fase demam berdarah yang wajib untuk
diketahui baik pasien, petugas medis, maupun keluarga pasien. Berikut ini
adalah penjelasan mengenai ketiga fase demam berdarah tersebut:
1. Fase Febris (demam tinggi)
Ini merupakan fase pertama pada demam berdarah. Dalam periode
satu sampai tiga hari, gejala-gejala seperti sakit kepala dan demam tinggi
mulai muncul. Seringkali disertai dengan mual, nyeri di sekujur badan,
dan bintik-bintik merah yang tidak hilang meski direnggangkan. Di
beberapa kasus, penderita juga mengalami anoreksia atau nyeri
tenggorokan.
2. Fase Kritis

Ini merupakan fase demam berdarah kedua yang berlangsung pada


periode empat sampai lima hari. Fase ini seringkali menipu karena
ditandai dengan suhu badan yang mulai stabil. Kelalaian sering terjadi
pada fase ini dan bisa menyebabkan kematian. Risiko terjadi DSS
sangatlah tinggi pada fase ini. Penderita akan mengalami penurunan
jumlah plasma darah (trombosit), kulit pucat, dehidrasi dan pendarahan
pada hidung. Pada sebagian besar kasus, pendarahan juga terjadi pada
organ dalam yang menyebabkan feses disertai darah.
3. Fase Pemulihan (penyembuhan)
Setelah penderita berhasil melewati fase kritis yang sedemikian
berat, fase demam berdarah berikutnya adalah fase pemulihan. Ini adalah
fase terakhir dimana kondisi umum penderita mulai membaik. Semua
dilihat dari frekuensi buang air kecil (diuresis), peredaran darah
(hemodinamik), dan nafsu makan yang sudah mulai stabil. Pada fase
inilah sebaiknya trombosit penderita distabilkan kembali dengan
mengonsumsi makanan bernutrisi.
E. CARA PENULARAN
Seorang yang di dalam darahnya mengandung virus dengue merupakan
sumber penularan DBD, virus ini berada dalam darah selama 4 7 hari. Bila
penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut
terisap

masuk

kedalam

lambung

nyamuk,

selanjutnya

virus

akan

memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk


di dalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah menghisap darah
penderita nyamuk tersebut siap menularkan kepada orang lain. Virus ini akan
tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya dan menjadi penular
(Infektif).

F. PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan
sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien
DBD dirawat di ruang perawatan biasa, tetapi pada pasien DSS (Dengue Shock
Syndome) diperlukan perawatan intensif. Diagnosa dini terhadap tanda tanda
syok merupakan hal yang penting untuk mengurangi kematian (IDAI, 2012).
Pada fase demam pasien dianjurkan tirah baring, diberi obat antipiretik
atau kompres hangat. Tidak dianjurkan pemberian asetosal/salisilat dikarenakan
dapat menimbulkan gastritis, perdarahan atau asidosis sehingga antipiretik yang
dianjurkan adalah parasetamol. Pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus
buah, sir up, susu, selain air putih juga dianjurkan pada pasien demam dengue
(IDAI, 2012).
Pada awal perjalanan penyakit DBD tanda/gejala tidak sepesifik,
sehingga patut diwaspadai gejala/tanda yang terlihat pada anak yang mungkin
merupakan gejala awal perjalanan penyakit DBD. Tanda/gejala awal berupa
demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, terus menerus, badan lemah,
dan anak tampak lesu. Pertama yang harus dilakukan adalah melihat tanda syok

yang merupakan tanda kegawatdaruratan seperti gelisah, nafas cepat, bibir


biru, tangan dan kaki dingin, kulit lembab dan sebagainya. Jika ditemukan
kejang, muntah berulang, kesadaran menurun, hematemesis melena, sebaiknya
dilakukan rawat inap. Apabila tidak dijumpai tanda kegawatdaruratan, lakukan
pemeriksaan uji torniquet diikuti dengan pemeriksaan trombosit. Apabila uji
torniquet (-) atau uji torniquet (+) dengan jumlah trombosit >100.000/ul dapat
dilakukan rawat jalan dengan kontrol tiap hari hingga demam hilang dan
pemberian obat antipiretik berupa parasetamol. Apabila jumlah trombosti
<100.000/ul perlu dirawat untuk observasi. Pada pasien rawat jalan, di beri
nasehat kepada orang tua apabila terdapat tanda-tanda syok maka pasien harus
di bawa ke rumah sakit untuk diperiksa lebih lanjut (IDAI, 2012) .
G. PENCEGAHAN
a. Pembersihan Jentik
Program pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
Larvasidasi
Menggunakan ikan (ikan kepala timah, cupang, sepat)
b. Pencegahan gigitan nyamuk
Menggunakan kelambu
Menggunakan obat nyamuk (bakar, oles)
Tidak melakukan kebiasaan beresiko (tidur siang, mengantuk)
Penyemprotan
H. PENGOBATAN
Pengobatan infeksi virus Dengue meliputi:
1. Medikamentosa (obat-obatan)
a. Antipiretik (obat antidemam) diberikan untuk membuat pasien
nyaman dan suhu badan turun. Obat yang biasa digunakan
ialah paracetamol.

Selain

untuk

demam,

paracetamol

juga

berkhasiat untuk mengurangi keluhan nyeri otot, nyeri sendi, dan


sakit kepala.
b. Kortikosteroid diberikan pada komplikasi DBD ensefalopati. Bila
terdapat riwayat perdarahan pada saluran cerna, kortikosteroid tidak
diberikan.

c. Antibiotika diberikan untuk DBD ensefalopati DBD dan hanya bila


terdapat komplikasi infeksi. Tubuh pasien yang terkena DBD
umumnya

lebih

rentan

terkena

infeksi

bakteri

seperti faringitis(radang tenggorokan). Bila hal ini terjadi, ada


tempatnya antibiotika diberikan. Untuk infeksi virus Dengue-nya
sendiri, antibiotika tidak diindikasikan.
d. Hindari
pemberian
obat-obatan

lainnya.

Obat

mual

seperti antasida hanya diberikan bila pasien mual dan muntah


cukup hebat.
2. Pengobatan suportif (pendukung)
a. Kompres membantu untuk menurunkan demam. Pada anak,
kompres dapat diberikan pada kening maupun di seluruh tubuh.
Kompres diberikan dengan menggunakan suhhu air biasa/air keran,
yakni bukan air hangat ataupun air dingin.
b. Penderita inveksi virus Dengue dimotivasi untuk banyak minum.
Tujuannya ialah mengganti kekurangan cairan akibat perpindahan
cairan dari dalam pembuluh darah ke jaringan tubuh. Pada
prinsipnya cairan apapun boleh, tidak harus jus buah, oralit, dan
sebagainya.
c. Cairan intravena (invus)

diberikan

kepada

penderita

yang

mengalami muntah hebat, tidak mau minum, dehidrasi, atau syok.


Jumlah cairan intravena yang diberikan disesuaikan dengan berat
badan penderita dan derajat dehidrasi yang dialami.
d. Transfusi darah diberikan bila penderita mengalami komplikasi

perdarahan serius atau trombosit sangat rendah.

Anda mungkin juga menyukai