Anda di halaman 1dari 14

KEBIJAKAN NORMA NORMA ETIS DAN HUKUM YANG MELINDUNGI PASIEN DAN HAK

MEREKA
A. PENGERTIAN
Hokum kesehatan menurut Anggaran Dasar Perhimpunan Hukum Kesehatan
Indonesia (PERHUKI) adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan
langsung
dengan
pemeliharaan
atau
pelayanan
kesehatan
dan
penerapannya.
B. LATAR BELAKANG
Hokum Kesehatan terdiri dari banyak disiplin diantaranya :
1. Hukum kedokteran/kedokteran gigi,
2. Hukum keperawatan
3. Hukum farmai klinik
4. Hukum apotik
5. Hukum kesehatan masyarakat
6. Hukum perobatan
7. Hukum rumah sakit, hukum kesehatan lingkungan dan sebagainya .
Rumah sakit adalah tempat berkumpulnya sebagian besar tenaga hokum
kedokteran yaitu ketentuan hokum yang berhubungan dengan pelayanan
kesehatan atau pemeliharaan kesehatan dalam menjalankan profesinya
seperti dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan, nutrisionis, fisioterapis,
ahli rekam medic dan lain lain.
Masing masing disiplin ini umumnya telah mempunyai etik profesi yang
harus diamalkan anggotanya. Begitu pula rumah sakit sebagai suatu institusi
dalam pelayanan kesehatan juga telah mempunyai etika yang di Indonesia
terhimpun dalam Etika Rumah Sakit Indonesia (ERSI).
Dengan demikian dalam menjalankan pelayanan kesehatan masing masing
profesi harus berpedoman pada etika profesinya dan harus pula memahami
etika profesi disiplin lainnya apalagi dalam wadah dimana mereka berkumpul
(rumah sakit) agar tidak saling berbenturan.
C. ETIKA DAN HUKUM
1. PENGERTIAN
Etik berasal dari kata Yunani ethos, yang berarti yang baik, yang layak. Etik merupakan
morma-norma, nilai-nilai atau pola tingkah laku kelompok profesi terentu dalam memberikan
pelayanan jasa kepada masyarakat.
Hukum adalah pereturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu kekuaaan, dalam
mengatur pergaulan hidup masyarakat.
Etik dan hukum memeiliki tujuan yang sama yaitu untuk mengatur tertib dan tentramnya
pergaulan hidup dalam masyarakat.
2. PERSAMAAN ETIK DAN HUKUM

a. Sama-sama merupakan alat untuk mengatur tertibnya hidup bermasyarakat.


b. Sebagai objeknya adalah tingkah laku manusia.
c. Mengandung hak dan kewajiban anggota-anggota masyarakat agar tidak saling
merugikan.
d. Menggugah kesadaran untuk bersikap manusiawi.
e. Sumbernya adalah hasil pemikiran para pakar dan pengalaman para anggota senior.
Sedangkan perbedaan Etik dan hukum adalah sebagai berikut:
a. Etik berlaku untuk lingkungan profesi . Hukum berlaku untuk umum.
b. Etik disusun berdasarkan kesepakatan anggota profesi. Hukum disusun oleh badan
pemerintah.
c. Etik tidak seluruhnya tertulis. Hukum tercantum secara terinci dalam kitab undangundang dan lembaran/berita negara.
d. Sanksi terhadap pelanggaran etik berupa tuntunan. Sanksi terhadap pelanggaran hukum
berupa tuntutan.
e. Pelanggaran etik diselesaikan oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), yang
dibentuk oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan kalau perlu diteruskan kepada Panitia
Pembinaan Etika Kedokteran (P3EK), yang dibentuk oleh Departemen Kesehatan
(DEPKES). Pelanggaran hukum diselesaikan melalui pengadilan.
f.

Penyelesaian pelanggaran etik tidak selalu disertai bukti fisik. Penyelesaian pelanggaran

hukum memerlukan bukti fisik.


D. ETIKA RUMAH SAKIT
Etika rumah sakit adalah etika terapan (applied ethics) atau etika praktis (practical ethics), yaitu
moralitas atau etika umum yang diterapkan pada isu-isu praktis, seperti perlakuan terhadap etniketnik minoritas, keadilan untuk kaum perempuan, penggunaan hewan untuk bahan makanan atau
penelitian, pelestarian lingkungan hidup, aborsi, etanasia, kewajiban bagi yang mampu untuk
membantu yang tidak mampu, dan sebagainya. Jadi, etika rumah sakit adalah etika umum yang
diterapkan pada (pengoperasian) rumah sakit.
Etika punya arti yang berbeda-beda jika dilihat dari sudut pandang pengguna yang berbeda dari
istilah itu. Bagi ahli falsafah, etika adalah ilmu atau kajian formal tentang moralitas. Moralitas
adalah hal-hal yang menyangkut moral, dan moral adalah sistem tentang motivasi, perilaku dan
perbuatan manusia yang dianggap baik atau buruk. Franz Magnis Suseno menyebut etika sebagai
ilmu yang mencari orientasi bagi usaha manusia untuk menjawab pertanyaan yang amat
fundamental : bagaimana saya harus hidup dan bertindak? Peter Singer, filusf kontemporer dari
Australia menilai kata etika dan moralitas sama artinya, karena itu dalam buku-bukunya ia
menggunakan keduanya secara tertukar-tukar.

Bagi sosiolog, etika adalah adat, kebiasaan dan perilaku orang-orang dari lingkungan budaya
tertentu. Bagi praktisi profesional termasuk dokter dan tenaga kesehatan lainnya etika berarti
kewajiban dan tanggung jawab memenuhi harapan (ekspekatasi) profesi dan amsyarakat, serta
bertindak dengan cara-cara yang profesional, etika adalah salah satu kaidah yang menjaga
terjalinnya interaksi antara pemberi dan penerima jasa profesi secara wajar, jujur, adil, profesional
dan terhormat.
Bagi eksekutif puncak rumah sakit, etika seharusnya berarti kewajiban dan tanggung jawab
khusus terhadap pasien dan klien lain, terhadap organisasi dan staff, terhadap diri sendiri dan
profesi, terhadap pemerintah dan pada tingkat akhir walaupun tidak langsung terhadap
masyarakat. Kriteria wajar, jujur, adil, profesional dan terhormat tentu berlaku juga untuk
eksekutif lain di rumah sakit.
Bagi asosiasi profesi, etika adalah kesepakatan bersamadan pedoman untuk diterapkan dan
dipatuhi semua anggota asosiasi tentang apa yang dinilai baik dan buruk dalam pelaksanaan dan
pelayanan profesi itu.
Etika Rumah Sakit adalah suatu etika praktis yang dikembangkan untuk Rumah Sakit sebagai
suatu institusi lahir pada waktu yang hampir bersamaan dengan kehadiran etika biomedis. Atau
dapat juga dikatakan etika institusional rumah sakit adalah pengembangan dari etika biomedika
(bioetika). Karena masalah-masalah atau dilema etika yang baru sama sekali sebagai dampak atau
akibat dari penerapan kemajuan pesat ilmu dan teknologi biomedis, justru terjadi di rumah sakit.
Sebagai contoh, dapat disebut kegiatan reproduksi dibantu transplantasi organ.
Etika Rumah Sakit terdiri atas dua komponen :
1. Etika Administratif
2. Etika biomedis
Secara umum masalah etik rumah sakit yang perlu di atur adalah tentang :
1. Rekam medis
2. Keperawatan
3. Pelayanan laboratorium
4. Pelayanan pasien dewasa
5. Pelayanan kesehatan anak
6. Pelayanan klinik medik
7. Pelayanan intensif, anestesi dan euthanasia
8. Pelayanan radiologi
9. Pelayanan kamar operasi
10. Pelayanan rehabilitasi medik
11. Pelayanan gawat darurat
12. Pelayanan medikolegal dan lain-lain

a. ISU ISU ADMINISTRATIF


Potensi isu etika administratif yang pertama terkait dengan kepemimpinan dan manajemen di
rumah sakit. Fungsi manajemen mencakup antara lain kegiatan menentukan obyektif,
menentukan arah dan memberi pedoman pada organisasi. kegiatan-kegiatan kepemimpinan
dan manajemen ini paling sensitif secara etis. Artinya dalam pelaksanaannya seorang
pemimpin yang manajer puncak sangat mudah disadari atau tidak melanggar asas-asas
etika beneficence, nonmaleficence, menghormati manusia dan berlaku adil. Apalagi jika
Direktur Rumah Sakit berprilaku diskrimatif dan menerapkan standar ganda. Ia menuntut
orang lain mematuhi standar-standar yang ditetapkan. Sedangkan ia sendiri tidak mau
memberi teladan sesuai dengan standar-standar itu.
Potensi isu etika administratif berikutnya adalah tentang privasi. Privasi menyangkut hal-hal
konfidensial tentang pasien, seperti rahasia pribadi, kelainan atau penyakit yang diderita,
keadaan keuangan, dan terjaminnya pasien dari gangguan terhadap ketersendirian yang
menjadi haknya. Adalah kewajiban etis rumah sakit untuk menjaga dan melindungi privasi
dan kerahasiaan pasiennya. Harus di akui, hal itu tidak selalu mudah. Misalnya kerahasiaan
rekam medis pasien sukar dijaga, karena rumah sakit modern data dan informasi yang
terdapat di dalamnya terbuka bagi begitu banyak petugas yang karena kewajibannya memang
berhak punya akses terhadap dokumen tersebut. Dapat juga terjadi dilema etika administratif,
jika terjadi keterpaksaan membuka kerahasiaan karena suatu sebab di satu pihak lain
kewajiban moral untuk menjaganya
Persetujuan tindakan medis (Informed consent). Masalah etika administratif dapat terjadi, jika
informed consent tidak dilaksanakan sebagaimana seharusnya, yaitu persetujuan yang
diberikan secara sukarela oleh pasien yang kompeten kepada dokter untuk melakukan
tindakan medis tertentu pada dirinya, setelah ia diberi informasi yang lengkap dan dimengerti
olehnya tentang semua dampak dan resiko yang mungkin terjadi sebagai akibat tindakan itu
atau sebagai akibat sebagai tidak dilakukan tindakan itu. Dalam banyak hal, memang tidak
terjadi banyak masalah etika, jika intervensi medis berjalan aman dan outcome klinis sesuai
dengan apa yang diharapkan semua pihak.
Tetapi, dapat saja terjadi suatu tindakan invansif ringan yang rutin dikerjakan sehari-hari
misalnya

pendektomi

erakibat

fatal.

Kasus

demikian

dapat

menjadi

penyesalan

berkepanjangan. Dapat juga terjadi dilema etik pada dokter dirumah sakit, yang tega
mengungkapkan informasi yang selengkapnya kepada pasien, karena ia tahu jika itu
dilakukan pasien akan jadi bingung, panik, dan takut sehingga ia minta dipulangkan saja
untuk mencari pengobatan alternatif. padahal dokter percaya bahwa tindakan medik yang
direncanakan masih besar kemungkinannya untuk menyelamatkan pasien.

Dilema etika administratif berikutnya di rumah sakit dapat terjadi berhubung dengan faktorfaktor situasi keuangan. Contoh-contoh berikut ini terjadi sehari-hari.
1.1 Apakah kemampuan pasien membayar uang muka adalah faktor yang mutlak bagi rumah
sakit untuk memberikan pertolongan kepadanya. karena pertimbangan tertentu, pemilik
atau manajeman rumah sakit mengalokasikan dana yang terbatas untuk proyek
tertentu,dan dengan demikian mengakibatkan kebutuhan lain yang mungkin lebih
mendesak, lebih besar manfaatnya, dan lebih efektif biaya.
1.2 Bagaimana sikap rumah sakit terhadap dokter tertentu sangat tinggi tarif jasanya. Jika
ditegur ia pasti akan marah, dan mungkin akan hengkang kerumah sakit lain. padahal ia
patient getter yang merupakan telur emasbagi rumah sakit.
1.3 Bagaimana sikap terhadap pasien yang kurang tepat waktu melunasi piutang periodiknya,
padahal ia sangat memerlukan tindakan khusus lanjutan.
1.4 Untuk rumah sakit milik pemodal, bagaimana sikap manajemen jika ada konflik
kepentingan antara kebutuhan pasien dengan keingginan pemegang saham yang melihat
sesuatu hanya dari perhitungan bisnis.
1.5 Bagaimana jika ada konflik kepentingan antara pemilik, manajemen dan para klinis yang
akar masalahnya adalah soal keuangan dan pendapatan. Bagaimana sikap manajemen
terhadap dokter tertentu yang dapat diduga melakukan moral hazard dengan berkolusi
dengan PBF.
1.6 Bagaimana sikap rumah sakit terhadap teknologi mahal; disatu pihak diperlukan untuk
meningkatkan posisi dan citra rumah sakit, di pihak lain potensi moral hazard juga tinggi
demi untuk membayar cicilan kredit atau/ easing.
b. ISU ISU ETIKA BIOMEDIS
Isu etika biomedis di rumah sakit menyangkut persepsi dan perilaku profesional dan
instutisional terhadap hidup dan kesehatan manusia dari sejak sebelum kelahiran, pada saatsaat sejak lahir, selama pertumbuhan, jika terjadi penyakit atau cidera, menjadi tua, sampai
saat-saat menjelang akhir hidup, kematian dan malah beberapa waktu setelah itu.
Sebenarnya pengertian etika biomedis dalam hal ini masih perlu dipilah lagi dalam isu-isu
etika biomedis atau bioetika yang lahir sebagai dampak revolusi biomedis sejak tahun 1960an, yang antara lain berakibat masalah dan dilema baru sama sekali bagi para dokter dalam
menjalankan propesinya. Etika biomedis dalam arti ini didefinisikan oleh International
association

of

bioethics sebagai

berikut;

Bioetika

adalah

studi

tentang

isu-isu

etis,sosial,hukum,dan isu-isu lainyang timbul dalam pelayanan kesehatan dan ilmu-ilmu


biolagi (terjemahan oleh penulis).

Pengertian etika biomedis juga masih perlu dipilah lagi dalam isu-isu etika medistradisional
yang sudah dikenal sejak ribuan tahun, dan lebih banyak menyangkuthubungan individual
dalam interaksi terapeutik antara dokter dan pasien. Kemungkinan adanya masalah etika
medis demikianlah yang dalam pelayanan di rumah sakit sekarang cepat oleh masyarakat
(dan media masa) ditunding sebagai malpraktek.
c. ISU ISU BIOETIKA
Beberapa contoh yang dapat dikemukakan tentang isu etika biomedis dalam arti pertama
(bioetika) adalah antara lain terkait dengan: kegiatan rekayasa genetik,teknologi
reproduksi,eksperimen medis, donasi dan transpalasi organ, penggantian kelamin, eutanasia,
isu-isu pada akhir hidup, kloning terapeutik dan kloning repraduktif. Sesuai dengan definisi
di atas tentang bioetika oleh International Association of Bioethics ,kegiatan-kegiatan di atas
dalam pelayanan kesehatan dan ilmu-ilmu biologi tidak hanya menimbulkan isu-isu etika,tapi
juga isu-isu sosial, hukum, agama, politik, pemerintahan, ekonomi,kependudukan,lingkungan
hidup,dan mungikin juga isu-isu di bidang lain.
Dengan demikian,identifikasi dan pemecaha masalah etika biomedis dalam arti tidak hanya
terbatas pada kepedulian internal rumah sakit saja-misalnya Komite Etika Rumah Sakit dan
para dokter saja seperti halnya pada penanganan masalah etika medis tradisional- melainkan
kepedulian dan bidang kajian banyak ahlimulti- dan inter-displiner tentang masalah-masalah
yang timbul karena perkembangan bidang biomedis pada skala mikro dan makro,dan tentang
dampaknya atas masyarakat luas dan sistemnilainya,kini dan dimasa mendatang
(F.Abel,terjemahan K.Bertens).
Studi formal inter-disipliner dilakukan pada pusat-pusat kajian bioetika yang sekarang sudah
banyak jumlahnya terbesar di seluruh dunia.Dengan demikian,identifikasi dan pemecahan
masalah etika biomedis dalam arti pertama tidak dibicarakan lebih lanjut pada presentasi ini.
yang perlu diketahui dan diikuti perkembangannya oleh pimpinan rumah sakit adalah tentang
fatwa pusat-pusat kajian nasional dan internasional,deklarasi badan-badan internasional
seperti PBB, WHO, Amnesty International, ataufatwa Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional
(diIndonesia;AIPI) tentang isu-isu bioetika tertentu, agar rumah sakit sebagai institusi tidak
melanggar kaidah-kaidah yang sudah dikonsesuskan oleh lembaga-lembaga nasional atau
supranasional yang terhormat itu. Dan jika terjadi masalah bioetika dirumah sakit yang belum
diketahui solusinya,pendapat lembaga-lembaga demikian tentu dapat diminta.
d. ISU ISU ETIKA MEDIS
Seperti sudah disinggung diatas, masalah etika medis tradisional dalam pelayanan medis
dirumah sakit kita lebih banyak dikaitkan dengan kemungkinan terjadinya malpraktek,

terutama oleh dokter. Padahal, etika disini terutama diartikan kewajiban dan tanggung jawab
institusional rumah sakit. Kewajiban dan tanggung jawab itu dapat berdasar pada ketentuan
hukum (Perdata, Pidana, atau Tata Usaha Negara) atau pada norma-norma etika.
E. HUKUM RUMAH SAKIT
Hukum kesehatan eksistensinya masih sangat relatif baru, dalam perkembangannya di Indonesia,
semula dikembangkan oleh Fred Ameln dan Almarhum Prof. Oetama dalam bentuk ilmu hukum
kedokteran. Perkembangan kehidupan yang pesat di bidang kesehatan dalam bentuk sistem
kesehatan nasional mengakibatkan di perlukannya pengaturan yang lebih luas, dari hukum
kedokteran ke hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan (hukum kesehatan).
Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam rangka memberikan kepastian dan perlindungan
hukum, baik bagi pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun bagi penerima jasa pelayanan
kesehatan, untuk meningkatkan, mengarahkan dan memberikan dasar bagi pembangunan di
bidang kesehatan diperlukan adanya perangkat hukum kesehatan yang dinamis. Banyak terjadi
perubahan terhadap kaidah-kaidah kesehatan, terutama mengenai hak dan kewajiban para pihak
yang terkait di dalam upaya kesehatan serta perlindungan hukum bagi para pihak yang terkait.
Sesuai dengan pengertian hukum kesehatan, maka hukum rumah sakit dapat disebut sebagai
semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan atau pelayanan
kesehatan dan penerapannya serta hak dan kewajiban segenap lapisan masyarakat sebagai
penerima pelayanan kesehatan maupun dari pihak penyelenggara pelayanaan kesehatan yaitu
rumah sakit dalam segala aspek organisasi, sarana, pedoman medik serta sumber-sumber hukum
lainnya.
Selanjutnya apabila dilihat dari hubungan hukum yang timbul antara pasien dan rumah sakit
dapat dibedakan pada dua macam perjanjian yaitu :
1. Perjanjian perawatan dimana terdapat kesepakatan antara rumah sakit dan pasien bahwa
pihak rumah sakit menyediakan kamar perawatan dan di mana tenaga perawatan melakukan
tindakan perawatan.
2. Perjanjian pelayanan medis di mana terdapat kesepakatan antara rumah sakit dan pasien
bahwa tenaga medis pada rumah sakit akan berupaya secara maksimal untuk menyembuhkan
pasien melalui tindakan medis Inspannings Verbintenis (Fred Ameln, 1991: 75-76).
Rumah sakit dalam menjamin perlindungan hukum bagi dokter/ tenaga kesehatan agar tidak
menimbulkan kesalahan medik dalam menangani pasien, sekaligus pasien mendapatkan
perlindungan hukum dari suatu tanggungjawab rumah sakit dan dokter/ tenaga kesehatan.
Dalam kaitan dengan tanggung jawab rumah sakit, maka pada prinsipnya rumah sakit
bertanggung jawab secara perdata terhadap semua kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan

sesuai dengan bunyi pasal 1367 (3) KUHPerdata. Selain itu rumah sakit juga bertanggungjawab
atas wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (1243, 1370, 1371, dan 1365 KUHPerdata) (Fred
Ameln, 1991: 71).
Peran dan fungsi Rumah Sakit sebagai tempat untuk melakukan pelayanan kesehatan (YANKES)
yang profesional akan erat kaitannya dengan 3 (tiga) unsur, yaitu yang terdiri dari :
1. Unsure mutu yang dijamin kualitasnya.
2. Unsure keuntungan atau manfaat yang tercermin dalam mutu pelayanan
3. Hokum yang mengatur perumah sakitan secara umum dan kedokteran dan atau medic
khususnya.
Dalam hal ini dokter dan tenaga kesehatan lainnya perlu memahami adanya landasan hukum
dalam transaksi terapetik antara dokter dengan pasien (kontrak-terapetik), mengetahui dan
memahami hak dan kewajiban pasien serta hak dan kewajiban dokter dan adanya wajib simpan
rahasia kedokteran, rahasia jabatan dan pekerjaan (M.Jusuf Hanafiah dan Amri Amir, 1999: 29).
Didalam memberikan pelayanan kepada pasien dan bermitra dengan dokter rumah sakit memiliki
hak dan kewajiban yang diatur sesuai dengan Kode Etik Rumah Sakit (KODERSI), Surat Edaran
Dirjen Yan Med No: YM 02.04.3.5.2504 tentang Pedoman Hak & Kewajiban Pasien, Dokter dan
Rumah Sakit.
F. PANITIA ETIKA RUMAH SAKIT (PERS)
Etika Rumah Sakit Indonesia (ERSI) disusun oleh Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
(PERSI). ERSI ini memuat tentang kewajiban umum rumah sakit, kewajiban rumah sakit
terhadap masyarakat, kewajiban rumah sakit terhadap pasien, kewajiban rumah sakit terhadap staf
dan lain-lain.
Pada saat ini beberapa rumah sakit telah mulai merasakan perlunya sebuah badan yang
menangani pelanggaran etik yang terjadi di rumah sakit. Di rumah sakit besar di Indonesia telah
ada badan yang dibentuk di bawah nama Panitia Etika Rumah Sakit (PERS) yang di luar negeri
disebut Hospital Ethical Commitee dimana anggotanya terdiri dari staf medis, perawatan,
administratif dan pihak lain yang berkaitan dengan tugas rumah sakit.
G. FUNGSI PANITIA ETIKA RUMAH SAKIT
Fungsi PERS ini adalah memberikan nasihat atau konsultasi melalui diskusi atau berperan dalam
menilai penyelesaian melalui kebijaksanaan, pendidikan pada lingkungannya dan memberikan
anjuran-anjuran pada pelayan kasus-kasus sulit.
Dengan demikian PERS dapat memberikan manfaat :
1. Sebagai sumber informasi yang relevan untuk menyelesaikan masalah etik di rumah sakit.

2. Mengidentifikasi masalah pelanggaran etik di rumah sakit dan memberikan pendapat untuk
penyelesaian.
3. Memberikan nasihat kepada direksi rumah sakit untuk meneruskan atau tidak, perkara
pelanggaran etik ke MKEK.
Tugas PERS adalah membantu para dokter, perawat dan anggota tim kesehatan di rumah sakit
dalam menghadapi masalah-masalah pelanggaran etik maupun pemantapan pengalaman kode etik
masing-masing profesi.
H. HOSPITAL BYLAW
Istilah Hospital Bylaw itu terdiri dari dua kata Hospital dan Bylaw. Kata Hospital mungkin
sudah cukup familiar bagi kita, yang berarti rumah sakit. Sementara kata Bylaw terdapat
beberapa definisi yang dikemukakan para ahli. Menurut The Oxford Illustrated Dictionary:Bylaw
is regulation made by local authority or corporation. Pengertian lainnya, Bylaws means a set of
laws or rules formally adopted internally by a faculty, organization, or specified group of persons
to govern internal functions or practices within that group, facility, or organization(Guwandi,
2004). Dengan demikian, pengertian Bylaw tersebut dapat disimpulkan sebagai peraturan dan
ketentuan yang dibuat suatu organisasi atau perkumpulan untuk mengatur para anggotaanggotanya. Keberadaan Hospital Bylaw memegang peranan penting sebagai tata tertib dan
menjamin kepastian hukum di rumah sakit. Ia adalah rules of the game dari dan dalam
manajemen rumah sakit.
Ada beberapa ciri dan sifat Hospital Bylaw yaitu pertama tailor-made. Hal ini berarti bahwa isi,
substansi, dan rumusan rinci Hospital Bylaw tidaklah mesti sama. Hal ini disebabkan oleh karena
tiap rumah sakit memiliki latar belakang, maksud, tujuan, kepemilikan, situasi, dan kondisi yang
berbeda. Adapun ciri kedua, Hospital Bylaw dapat berfungsi sebagai perpanjangan tangan
hukum. Fungsi hukum adalah membuat peraturan-peraturan yang bersifat umum dan yang
berlaku secara umum dalam berbagai hal. Sedangkan kasus-kasus hukum kedokteran dan rumah
sakit bersifat kasuistis. Dengan demikian, maka peraturan perundang-undangannya masih harus
ditafsirkan lagi dengan peraturan yang lebih rinci, yaitu Hospital Bylaw. Sebagaimana diketahui,
hampir tidak ada kasus kedokteran yang persis sama, karena sangat tergantung kepada situasi dan
kondisi pasien, seperti kegawatannya, tingkat penyakitnya, umur, daya tahan tubuh, komplikasi
penyakitnya, lama pengobatan yang sudah dilakukan, dan sebagainya. Ketiga, Hospital Bylaw
mengatur bidang yang berkaitan dengan seluruh manajemen rumah sakit meliputi administrasi,
medik, perawatan, pasien, dokter, karyawan, dan lain-lain. Keempat, rumusan Hospital Bylaw
harus tegas, jelas, dan terperinci. Hospital Bylaw tidak membuka peluang untuk ditafsirkan lagi
secara individual. Kelima, Hospital Bylaw harus bersifat sistematis dan berjenjang.

Hospital Bylaw merupakan materi muatan pengaturan dapat meliputi antara lain: tata tertib rawat
inap pasien, identitas pasien, hak dan kewajiban pasien, dokter dan rumah sakit, informed
consent, rekam medik, visum et repertum, wajib simpan rahasia kedokteran, komite medik,
panitia etik kedokteran, panitia etika rumah sakit, hak akses dokter terhadap fasilitas rumah sakit,
persyaratan kerja, jaminan keselamatan dan kesehatan, kontrak kerja dengan tenaga kesehatan
dan rekanan. Adapun bentuk HBL dapat merupakan kumpulan dari Peraturan Rumah
Sakit, Standar Operating Procedure (SOP), Surat Keputusan, Surat Penugasan, Pengumuman,
Pemberitahuan dan Perjanjian (MOU). Namun demikian, peraturan internal rumah sakit tidak
boleh bertentangan dengan peraturan diatasnya seperti Keputusan Menteri, Keputusan Presiden,
Peraturan Pemerintah dan Undang-undang. Dalam bidang kesehatan pengaturan tersebut harus
selaras dengan Undang-undang nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan peraturan
pelaksanaannya.
Belakangan ini tidak jarang keluhan masyarakat bahwa rumah sakit tidak melayani masyarakat
dengan baik. Bahkan beberapa rumah sakit saat ini telah dituntut karena pelayanan yang tidak
sesuai harapan. Ini bisa menjadi salah satu indikasi bahwa masih ada rumah sakit yang belum
mempunyai aturan rumah sakit yang jelas, sistematis, dan rinci. Karena itu, sesuai prinsip tailor
made rumah sakit seharusnya mempunyai Hospital Bylaw yang disesuaikan dengan situasi dan
kondisi.
Banyaknya kasus malapraktik di negara ini merupakan salah satu bentuk dari kurang
demokratisnya dokter dalam melayani pasien. Tidak dapat disangkal bahwa di negara ini masih
banyak rumah sakit yang menerapkan doctor-oriented. Padahal, seharusnya manajemen rumah
sakit menetapkan patient-oriented.
Akibat manajemen rumah sakit yang kerap kali menganakemaskan para dokternya, dalam
artian mengelola rumah sakit berdasarkan keinginan para dokter, telah menjadi bumerang bagi
perkembangan rumah sakit di negara ini. Contoh kecil berkembangnya sikap doctor-oriented
dapat dilihat dari perekrutan dokter oleh pihak pengelola rumah sakit. Dalam hal ini, pihak
manajemen akan mempekerjakan dokter-dokter yang sudah terkenal dan mempunyai pasien tetap.
Secara ekonomis, praktik seperti ini memang menguntungan. Pasien-pasien dokter yang direkrut
tersebut akan berpindah ke rumah sakit di mana si dokter berpraktik, selain berpraktik secara
pribadi. Padahal, hal seperti ini tidak boleh dilakukan karena dokter dengan kemampuannya yang
terbatas, tidak mungkin bisa menangani begitu banyak pasien. Otak dan tubuh kita perlu istirahat
setelah digunakan dalam jangka waktu tertentu. Tapi, hal ini sering diabaikan karena sejumlah
dokter lebih mementingkan nilai material yang dapat diraihnya.

Dengan demikian, kepentingan Hospital Bylaw dapat dilihat dari tiga sudut yaitu pertama, untuk
kepentingan peningkatan mutu pelayanan. Dalam hal ini Hospital Bylaw dapat menjadi instrumen
akreditasi rumah sakit. Rumah sakit perlu membuat standar-standar yang berlaku baik untuk
tingkat rumah sakit maupun untuk masing-masing pelayanan misalnya pelayanan medis,
pelayananan keperawatan, administrasi dan manajemen, rekam medis, pelayanan gawat darurat,
dan sebagainya. Standar-standar ini terdiri dari elemen struktur, proses, dan hasil. Adapun elemen
struktur meliputi fasilitas fisik, organisasi, sumber daya manusianya, sistem keuangan, peralatan
medis dan non-medis, AD/ART, kebijakan, SOP/Protap, dan program. Proses adalah semua
pelaksanaan operasional dari staf/unit/bagian rumah sakit kepada pasien/keluarga/masyarakat
pengguna jasa rumah sakit tersebut. Hasil (outcome) adalah perubahan status kesehatan pasien,
perubahan pengetahuan/pemahaman serta perilaku yang mempengaruhi status kesehatannya di
masa depan, dan kepuasan pasien.
Kepentingan yang kedua, dilihat dari segi hukum Hospital Bylaw dapat menjadi tolak ukur
mengenai ada tidaknya suatu kelalaian atau kesalahan di dalam suatu kasus hukum kedokteran.
Di dalam Hukum Rumah Sakit pembuktian yang lebih rinci harus terdapat dalam Hospital Bylaw.
Ketiga, dilihat dari segi manajemen risiko, maka HBL dapat menjadi alat (tool) untuk mencegah
timbulnya atau mencegah terulangnya suatu risiko yang merugikan. Dengan demikian, pasien
akan semakin terlindungi sesuai prinsip patient safety. Hospital Bylaw juga akan memperjelas
fungsi dan kedudukan dokter dalam sebuah rumah sakit . Sebagai tenaga medis, dokter dituntut
melakukan tindakan medis sesuai dengan standar profesi yang ditetapkan dalam upaya
pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan
pemulihan kesehatan. Apalagi, berdasarkan strategi WTO pada tahun 2010 Indonesia akan
membuka peluang dokter asing untuk berpraktik. Sementara itu, ASEAN bersepakat dua tahu
lebih cepat yaitu pada tahun 2008 membuka peluang yang sama untuk tenaga kesehatan.
I.

MASALAH ETIKA DAN HUKUM DI RUMAH SAKIT


Masalah

etika

dan

hukum

di

rumah

sakit

yang

paling

marak

saat

ini

adalah

malpraktek. Malpraktek (medis) sebenarnya adalah istilah hukum yang berarti kesalahan dalam
menjalankan profesi. Berkhouwer dan Borstman (dikutip oleh Veronica Komalawati)
mengatakan, seorang dokter melakukan kesalahan profesi, apabila ia tidak memeriksa, tidak
membuat penilaian, tidak melakukan tindakan atau tidak menghindari tindakan (tertentu),
sedangkan dokter-dokter yang baik pada umumnya pada situasi yang sama akan melakukan
pemeriksaan, membuat penilaian, melakukan tindakan atau menghindari tindakan (tertentu).
Kita dapat melihat bahwa: Pertama, definisi ini bersifat relatif. Baik buruknya seorang dokter
menjalankan profesinya dibandingkan dengan rata-rata dokter lain. Tentu ini ada kelemahankelemahannya, dapat saja seorang dokter yang inovatif di tuduh melakukan malpraktek karena ia

melakukan hal-hal yang tidak biasa dilakukan kebanyakan dokter lain, padahal yang ia lakukan
adalah baik dan bermanfaat bagi pasien. Soal standar profesi tidak disinggung dalam devinisi
itu,mungkin karena belum ada, karena buku dua ahli hukum Belanda itu diterbitkan lebih
daripada setengah abad yang lalu dalam tahun 1950.
Kedua, walaupun tidak secara eksplisit dinyatakan, dalam definisi ini dengan kesalahan
profesional ditonjolkan tentang kelainan; dokter tentu tidak melakukan pemeriksaan. tidak
membuat penilaian, tidak melakukan tindakan, dan tidak menghindari tindakan tertentu. Ini sesuai
dengan pemahaman, bahwa malpraktek adalah sama dengan negligence.
Sesuai dengan konteks makalah ini, tentang malpraktek dengan latar belakang pelanggaran
hukum tidak dibicarakan lebih jauh. Fokus utama adalah pada masalah etika medis di rumah
sakit.
1. Etika dalam hal ini diartikan sebagai kewajiban dan tanggung jawab.
2. Etika rumah sakit adalah etika institusi, jadi kewajiban dan tanggng jawab itu adalah
institusional, bukan individual.
3. Namun, eksekutif puncak rumah sakit- sebagai yang oleh pemilik melalui Governing Body
(Badan Pengampu, Majelis Wali Amanah, Dewan Pembina, atau nama jenis yang lain) diberi
kekuasaan mengelola dan tanggung jawab rumah sakit, dengan sendirinya juga adalah
penanggung jawab moral dan etika institusional.
4. Etika medis berhubungan dengan hidup dan kesehatan. Objek kewajiban dan tanggung jawab
pada etika medis adalah hidup dan kesehatan manusia dan kelompok manusia dilingkungan
luar rumah sakit. itu berarti pasien staf serta karyawan rumah sakit,dan masyarakat.
5. Masalah etika rumah sakit timbul apabila terjadi pelanggaran terhadap asas-asas etika
(umum)dan Kode Etik Rumah Sakit, yang adalah uraian lebih operasional dari asas-asas
etika.
6. Asas-asas etika yang diterapkan pada etika rumah sakit sebagai etika praktis adalah:
a. Rumah sakit berbuat kebaikan (benifecence) dan tidak menimbulkan mudharat atau
cidera (nonmalifecence) pada pasien, staf dan karyawan,masyarakat umum,serta
lingkungan hidup. Dua asas etika klasik ini sudah ada dalam lafal Sumpah Hipprokrates
sejak lebih 23 abad yang lalu. Dua asas ini adalah juga ajaran semua agama. Ajaran islam
hampir selalu menyebut dua asas itu dalam satu kalimat (Amar ma arupnahi
mungkar).dalam ajaran agama hindu, nonmaleficence adalah Ahimsa.
b. Asas menghormati manusia (respect for persons) berarti menghormati pasien,staf dan
karyawan,serta masyarakat dalam hal hidup dan kesehatan mereka. itu berarti
menghormati otonomi (hak untuk mengambil keputusan tentang diri sendiri),hak-hak
asasi sebagai warga negara, hak atas informasi,hak atas privasi,hak atas kerahasiaan,seta
harkat dan mertabat mereka sebagai manusia dan lain-lain.

c. Asas keadilan (justice): keadilan sosial, keadilan ekonomi, dan perlakuan yang
fairterhadap pasien, staf dan karyawan, serta masyarakat umum.
J.

IDENTIFIKASI MASALAH ETIKA DI RUMAH SAKIT


Kurt Darr mengatakan, bahwa seorang eksekutuf rumah sakit tidak perlu sampai mengikuti
kursus tentang pilosofi atau etika untuk dapat mengidentifikasikan masalah etika, walaupun
kursus-kursus demikian akan banyak menolong. yang penting,harus ada kepekaan, kebiasaan
melakukan refleksi (an inquiring mind), dan etika pribadi (personal etics)yang cukup baik. tiga
pertanyaan berikut ini dianjurkan diajukan pada diri sendiri untuk mengidentifikasikan
kemungkinan adanya etika pada kasus tertentu.
1. Apakah pasien, staf dan karyawan, atau masyarakat umum dalam kasus tertentu itu
diperlakukan seperti saya ingin diperlakukan dalam kasus seperti itu? ini dinamakan The
Golden Rule.
2. Apakah pasien, staf dan karyawan, serta masyarakat umum cukup dilindungi terhadap
kemungkinan cidera dalam keberadaan dan pelayanan di rumah sakit?
3. Apakah penjelasan tentang informed conset kepada pasien cukup memberi informasi baginya
tentang apa yang akan dilakukan pada dirinya?
Jika salah satu atau lebih dari tiga pertanyaan itu terjawab dengan tidak,ada indikasi masalah
etika pada kasus yang dihadapi. Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya adalah:
1. Adakah pasal-pasal dalam Kode Etik Rumah Sakit yang dilanggar?
2. Adakah asas-asas etika umum yang dilanggar?
3. Jika masih perlu untuk lebih memastikan: Teori etika mana yang dapat dipakai untuk
pembenaran keputusan atau tindakan rumah sakit yang menimbulkan masalah etika
administratif atau etika biomedis.
Sama halnya dengan proses pemecahan masalah secara umum, mengajukan pertanyaanpertanyaan yang tepat adalah bagian penting proses itu.

K. PEMECAHAN MASALAH ETIKA DI RUMAH SAKIT


Setelah berhasil mengidentifikasikan adanya masalah etika administratif, masalah bioetika,
masalah medis tradisional, atau gabungan berbagai masalah etika itu dirumah sakit, langkah
berikutnya adalah mencari solusi untuk masalah-masalah itu. Perlu segera ditambahkan, bahwa
pemecahan masalah etika secara umum tidak mudah. Pada dasarnya ada dua model untuk
pemecahan masalah secara umum; model terprogram (rasional) dan model tak terprogram.

Model rasional terprogram mungkin dapat diterapkan pada pemecahan banyak masalah
manajemen umum, tetapi rasio saja tidak selalu berhasil diterapkan pada pemecahan masalah
etika. Masalah etika administratif tertentu di rumah sakit yang menyangkut proses atau prosedur
mungkin dapat lebih mudah dipecahkan secara rasional. Tetapi, masalah etika biomedis yang
menyangkut substansi atau prinsif sering kali sangat sensitif, karena itu rasio saja tidak selalu
efektif. Diperlukan kebijaksanaan yang umumnya tidak dapt diprogramkan.
Dianjurkan langkah langkah umum sebagai berikut untuk pemecahan masalah etika rumah sakit:
1. Memecahkan struktur masalah yang sudah teridentifikasi kedalam komponen-komponennya,
menganalisis komponen-komponen itu sehingga ditemukan akar masalah.Akar masalah
adalah penyebab paling dasar dari masalah etika yang terjadi. Ia dapat berupa kelemahan
pada manusia, kepemimpinan, manajemen, budaya organisasi, sarana, alat, sistem, prosedur,
atau faktor-faktor lain.
2. Melakukan analisis lebih dalam tentang akar masalah yang sudah ditemukan (root cause
analysis),untuk menetapkan arah pemecahannya.
3. Menetapkan beberapa alternatif untuk pemecahan akar masalah.
4. Memilih alternatif yang situasional terbaik untuk pemecahan masalah itu.
5. Memantau dan mengevaluasi penerapan upaya pemecahan yang sudah dilaksanakan.
6. Melakukan tindakan koreksi jika masalah etika belum terpecahkan atau terulang lagi terjadi.
Tindakan koreksi yang dapat menimbulkan masalah etika baru adalah jika manusia sebagai
penyebab akar masalah yang berulang-ulang dikeluarkan dari rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai