Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PSIKIATRI

HIPOKONDRIASIS

Disusun Oleh :
Samuel Edhi Suranta

110100112

Pembimbing :
Dr. M. Surya Husada, M.Ked.K.J., Sp.K.J.

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016

HIPOKONDRIASIS

Karya tulis ini dibuat untuk melengkapi persyaratan kelulusan


Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh:
Samuel Edhi Suranta
110100112

Pembimbing:
Dr. M. Surya Husada, M.Ked.K.J., Sp.K.J.

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016
DAFTAR ISI
2

COVER
DAFTAR ISI............................................................................................... 3
BAB 1. PENDAHULUAN......................................................................... 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 5
BAB 3. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Istilah

hipokondrik

didapatkan

dari

istilah

medis

yang

lama

hipokondrium yang berarti dibawah rusuk, dan mencerminkan seringnya


keluhan abdomen yang dimiliki pasien dengan gangguan ini. Hipokondriasis
disebabkan dari interpretasi pasien yang tidak realistisk dan tidak akurat terhadap
gejala atau sensasi fisik, yang mennyebabkan preokupasi dan ketakutan bahwa
mereka menderita penyakit yang serius, kendatipun tidak ditemukan penyebab
medis yang diketahui. Preokupasi pasien menyebabkan penderitaan yang
bermakna bagi pasien dan mengganggu kemampuan mereka untuk berfungsi di
dalam peranan personal, sosial, dan pekerjaan.1
1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk lebih mengerti dan
memahami Hipokondriasis dan untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti
kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Penyakit
Jiwa, Rumah Sakit Jiwa Prof. Ildrem Provinsi Sumatera Utara, Fakultas
Kedokteran, Universitas Sumatera Utara, Medan.
1.3. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan
pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara
umumnya agar mengetahui dan memahami hipokondriasis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4

2.1. Definisi
Hipokondriasis adalah keprihatinan yang berlebihan tentang kesehatan
pasien yang didasarkan bukan pada patologi organik yang nyata, tetapi, pada
interpretasi yang tidak realistis terhadap tanda atau sensasi fisik yang sebagai
abnormal.1
2.2. Epidemiologi
Satu penelitian terakhir melaporkan prevalensi enam bulan sebesar 4
sampi 6 persen pada populasi klinik medis umum. Laki-laki dan wanita samasama terkena hipokondriasis. Walaupun onset gejala dapat terjadi pada setiap usia,
onset paling sering antara usia 20 sampai 30 tahun. Beberapa lebih sering diantara
orang kulit hitam dibandingkan kulit putih, tetapi posisi sosial, tingkat pendidikan
dan status perkawinan tidak mempengaruhi diagnosis.1,3
2.3. Etiologi
Dalam kriteria diagnostik hipokondriasis, DSM-IV menyatakan bahwa
gejala mencerminkan misinterpretasi gejala-gejala tubuh. Data tubuh yang cukup
menyatakan bahwa orang hipokondriakal meningkatkan dan membesarkan sensasi
somatiknya, mereka memiliki ambang dan toleransi yang lebih rendah dari
umumnya terhadap ganggguan fisik. Sebagai contoh, apa yang dirasakan oleh
orang normal sebagai tekanan abdominal, orang hipokondriakal menganggapnya
sebagai nyeri abdomen. Orang hipokondriakal mungkin berpusat pada sensasi
tubuh, salah menginterpretasikannya dan menjadi tersinyal oleh hal tersebut
karena skema kognitif yang keliru. Walaupun beberapa studi kasus yang diduga
terkait dengan suatu hipokondriasis, sampai sekarang belum diketahui secara pasti
penyebab dari hipokondriasis itu sendiri.1
Teori yang kedua adalah bahwa hipokondriasis dapat dimengerti
berdasarkan model belajar sosial. Gejala hipokondriasis dipandang sebagai
keinginan untuk mendapatkan peranan sakit oleh seseorang yang mendapatkan
masalah yang tampaknya berat dan tidak dapat dipecahkan. Peranan sakit
5

menawarkan suatu jalan keluar, karena pasien yang sakit dibiarkan menghindari
kewajiban yang menimbulkan kecemasan dan menunda tantangan yang tidak
disukai dan dimaafkan dari kewajiban yang biasanya diharapkan.1
Teori ketiga tentang penyebab hipokondriasis adalah bahwa ganguan ini
adalah bentuk varian dari ganguan mental lain. Ganguan yang paling sering
dihipotesiskan berhubungan dengan hipokondriasis adalah gangguan depresif dan
gangguan kecemasan. Diperikirakan 80 persen pasien dengan hipokondriasis
diperkirakan memiliki gangguan depresif atau gangguan kecemasan yang
ditemukan bersama-sama. Pasien yang memnuhi kriteria diagnostik untuk
hipokondriasis mungkin merupakan pensomatisasi (somatizing) dari gangguan
lain tersebut.1
Bidang

pikiran

keempat

tentang

hipokondriasis

adalah

bidang

psikodinamika, yang menyatakan bahwa harapan agresif dan permusuhan


terhadap orang lain dipindahkan (melalui represi dan pengalihan) kepada keluhan
fisik. Kemarahan pasien hipokondriakal berasal dari kekecewaan, penolakan dan
kehilangan di masa lalu tetapi pasien mengekspresikan kemarahannnya saat ini
dengan meminta pertolongan dan perhatian dari orang lain dan selanjutnya
menolak karena tidak efektif. Hipokondriasis juga dipandang sebagai rasa
bersalah, rasa keburukan yang melekat, suatu ekspresi yang rendah dan tanda
perhatian terhadap diri sendiri (self-concern) yang berlebihan. Penderitaan nyeri
dan somatik selanjutnya menjadi alat untuk menebus kesalahan dan membatalkan
(undoing) dan dapat dialami sebagai hukuman yang dapat diterimanya atas
kesalahan di masa lalu (baik nyata maupun khalayan) dan perasaan sesorang jahat
dan memalukan.1
Penurunan neurokimia dapat dikaitkan dengan hipokondriasis dan
beberapa gangguan somatoform lainnnya (misalnya gangguan somatisasi,
gangguan konversi, dan gangguan dismordik tubuh. Studi terkini yang terkait
dengan biological markers, dalam DSM IV- TR kriteria diagnostik
hipokondriasis terdapat penurunan level plasma neutropin 3 (NT-3) dan level
platelet serotonin (5-HT). NT- 3 adalah salah satu petanda dari fungsi saraf dan
platelet 5-HT adalah salah satu petanda alternatif dari aktivitas serotonergic.3
6

2.4. Diagnosis
Kategori diagnostik DSM-IV untuk hipokondriasis pasien diharuskan
untuk terpreokupasi dengan keyakinan palsu bahwa ia menderita penyakit yang
berat dan keyakinan palsu tersebut didasarkan pada misinterpretasi tanda atau
sensasi fisik. Kriteria mengharuskan bahwa keyakinan tersebut berlangsung
sekurangnya enam bulan, kendatipun tidak adanya temuan patologis pada
pemeriksaan medis dan neurologis. Kriteria diagnostik juga mengharuskan bahwa
tersebut tidak dalam intensitas waham (lebih tepat didiagnosis gangguan
delusional) dan tidak terbatas pada ketegangan tentang penampilan ( lebih tepat
didiagnosis sebagai gangguan dismorfik tubuh. Tetapi, gejala hipokondriasis
diharuskan memiliki intensitas yang menyebabkan penderitaan emosional atau
menyebabkan gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi didalam bidang
penting hidupnya. Klinisi dapat menentukan adanya tilikan yang buruk jika pasien
tidak secara konsisten mengetahui bahwa permasalahan penyakit adalah luas.1
Gambaran Klinis
Pasien hipokondriakal percaya bahwa mereka mendeteksi penyakit yang
parah yang belum dapat dideteksi, dan mereka tidak dapat diyakinkan akan
kebalikannya. Pasien hipokondriakal dapat mempertahankan suatu keyakinan
bahwa mereka memiliki suatu penyakit tertentu atau dengan berjalannya waktu,
mereka mengubah keyakinannya dengan penyakit tertentu. Keyakinan tersebut
adalah menetap walaupun hasil laboratorium adalah negatif, perjalan yang yang
ringan dari penyakit yang ringan dengan berjalannya waktu dan penentraman
yang tepat dari dokter. Tetapi keyakinan tersebut tidak sangat terpaku sehingga
merupakan suatu waham. Hipokondriasis sering kali disertai gejala depresi dan
kecemasan, dan sering kali ditemukan bersama-sama dengan suatu gangguan
depresif atau kecemasan.1
Doctor shopping keadaan dimana pasien telah mendatangi beberapa
dokter untuk mengkonsultasikan penyakitnya sering didapatkan pada pasien
dengan gangguan hipokondrik. Keadaan ini biasanya diikuti kebiasaan pasien

membawa seluruh hasil laboratorium yang telah dia dapatkan terkait dengan
keluhannya.4
Walaupun DSM IV menyebutkan bahwa gejala harus ada selama
sekurang-kurangnya enam bulan, keadaan hipokondriakal sementara (transient)
dapat terjadi setelah stress berat, paling sering kematian atau penyakit berat pada
seseorang yang penting bagi pasien atau penyakit serius (kemungkinan
membahayakan hidup) yang telah disembuhkan tetapi pasien hipokondriakal
secara sementara dengan akibatnya. Keadaan hipokondriakal tersebut yang
berlangsung kurang dari enam bulan harus ditentukan sebagai gangguan
somatoform yang tidak ditentukan. Hipokondriakal sementara sebagai respon dari
stress eksternal biasanya menyembuh jika stress dihilangkan tetapi dapat menjadi
kronis jika diperkuat oleh diperkuat oleh orang-orang di dalam sistem sosial
pasien dan oleh profesional kesehatan.1
Jika berdasarkan pada PPDGJ III maka untuk diagnosis pasti kedua hal
ini harus ada:5
-

Keyakinan yang menetap adalah sekurang-kurang satu penyakit fisik yang


serius, yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan fisik
yang berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai,
ataupun adanya preokupasi yang menetap kemungkinan deformitas atau
perubahan bentuk penampakan fisiknya (tidak sampai waham);

Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa


dokter bahwa tidak ditemukan adanya penyakit atau abnormalitas fisik
yang melandasi keluhan-keluhannnya.

2.5. Diagnosis Banding


Hipokondriasis harus dibedakan dari kondisi medis nonpsikiatrik,
khususnya gangguan yang tampak dengan gejala yang tidak mudah didiagnosis.
Penyakit-penyakit tersebut adalah AIDS, endokrinopati, miastenia gravis,
sklerosis multiple, penyakit degeneratif pada sistem saraf, lupus erimatosus
sistemik, dan gangguan neoplastik yang tidak jelas.1

Hipokondriasis dibedakan dari gangguan somatisasi oleh penekanan pada


suatu hipokondriasis tentang ketakutan pada suatu penyakit dan penekanan pada
gangguan somatisasi dengan banyak gejala. Perbedaan yang tidak jelas bahwa
pasien dengan hipokondriasis biasanya mengeluh tentang sedikit gejala
dibandingkan pasien dengan gejala gangguan somatisasi. Gangguan somatisasi
biasanya memiliki onset sebelum usia 30 tahun, sedangkan hipokondriasis
memiliki usia onset yang kurang spesifik. Pasien dengan gangguan somatisasi
lebih sering adalah wanita dibandingkan dengan pasien dengan hipokondriasis,
dimana memiliki distribusi yang seimbang antara laki-laki dan wanita.1
Hipokondriasis juga harus dibedakan dari gangguan somatoform lainnya.
Gangguan konversi adalah akut dan biasanya sementara dan biasanya melibatkan
suatu gejala, bukannya suatu penyakit tertentu. Adalah atau tidak adanya la belle
indiference adalah ciri yang tidak dapat dipercaya yang menyebabkan kedua
kondisi tersebut. Gangguan nyeri adalah kronis, seperti juga hipokondriasis, tetapi
gejalanya adalah terbatas pada keluhan nyeri. Pasien dengan gangguan dismorfik
tubuh berharap dapat tampil normal tetapi percaya bahwa orang lain
memerhatikan bahwa mereka tidak normal, sedangkan pasien hipokondriakal
mencari perhatian untuk anggapan penyakitnya. 1,4
Gejala hipokondriakal dapat juga terjadi pada gangguan depresi dan
gangguan kecemasan. Jika pasien memenuhi kriteria diagnostik lengkap untuk
hipokondriasis maupun gangguan mental berat lainnya, seperti gangguan depresif
berat atau gangguan kecemasan umum, pasien harus mendapat kedua diagnosis
tersebut, kecuali gejala hipokondriakal hanya terjadi pada episode gangguan
mental lainnnya. Pasien dengan gangguan panik mungkin pada awalnya mengeluh
bahwa mereka menderita suatu penyakit (sebagai contoh gangguan jantung) tetapi
pertanyaan yang cermat tentang riwayat medis biasanya tidak menemukan gejala
klasik serangan panik. Keyakinan hipokondriakal delusional terjadi pada
skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya tetapi dapat dibedakan dengan
hipokondriasis dengan gejala psikotik lain. Disamping itu, waham somatik pasien
skizofrenia cenderung kacau, aneh, dan di luar lingkungan kulturalnya.1,4,6

10

Hipokondriasis dibedakan dari gangguan buatan dengan gejala fisik dan


berpura-pura dimana pasien hipokondriakal sesungguhnya mengalami dan tidak
menstimulasi gejala yang mereka laporkan.1
2.6. Penatalaksanaan
Pasien hipokondriakal biasanya tahan terhadap pengobatan psikiatrik.
Beberapa pasien hipokondriakal menerima pengobatan psikiatrik jika dilakukan di
lingkungan medis dan dipusatkan untuk menurunkan stress dan penjelasan tentang
mengatasi

penyakit kronis. Di antara pasien-pasien tersebut, psikoterapi

kelompok adalah cara yang terpilih, sebagian cara ini memberikan dukungan
sosial dan interaksi sosial yang tampaknya menurunkan kecemasan pasien.
Psikoterapi individual berorientasi-tilikan mungkin berguna, tetapi biasanya tidak
berhasil.1,6
Jadwal pemeriksaan fisik yang sering dan teratur adalah berguna untuk
menenangkan pasien bahwa mereka tidak ditelantarkan oleh dokternya dan
keluhan merteka ditanggapi dengan serius. Tetapi prosedur diagnostik dan
terapeutik harus dilakukan hanya jika bukti objektif mengharuskannya. Jika
mungkin klinisi harus menahan diri supaya tidak mengobati temuan pemeriksaan
fisik yang tidak jelas atau kebetulan.1,6
Farmakoterapi menghilangkan gejala hipokondriakal hanya jika pasien
memiliki suatu kondisi yang responsif terhadap obat, seperti gangguan kecemasan
atau gangguan depresif berat. Jika hipokondriasis adalah sekunder akibat adanya
gangguan mental primer lainnya, gangguan tersebut harus diobati untuk gangguan
itu sendiri. Jika hipokondriasis adalah reaksi situasional yang sementara, klinisi
harus membantu pasien untuk mengatasi stress tanpa mendorong perilaku sakit
mereka dan pemakaian peranan sakit sebagai suatu pemecahan masalah. 1
Obat-obat golongan benzodiazepines sering diberikan pada pasien dengan
hipokondriasis akan tetapi kegunaannya masih perlu pembahasan yang lebih
lanjut. Untuk langkah pertama biasanya digunakan fluoxetine, dalam dosis 60
sampai 80 mg yang mungkin mengurangi keluhan hipokondriasis pasien.2,4

10

11

2.7. Prognosis
Perjalanan hipokondriasis biasanya episodik; episode berlangsung dari
beberapa bulan sampai beberapa tahuan dan dipisahkan oleh periode tenang yang
sama panjangnya. Mungkin terhadap hubungan yang jelas antara eksaserbasi
gejala hipokondriakal dan stresor psikososial. Walaupun hasil penelitian besar
yang dilakukan belum dilaporkan diperkirakan sepertiga sampai setengah dari
semua pasien dengan hipokondriasis akhirnya membaik secara bermakna.
Prognosis yang baiak adalah berhubungan dengan status sosioekonomi yang
tinggi, onset gejala yang tiba-tiba, tidak adanya gangguan kepribadian dan tidak
adanya

kondisi

non-psikiatrik

yang

menyertai.

Sebagian

besar

anak

hipokondriakal menjadi sembuh pada masa remaja akhir atau masa dewasa awal.1

11

12

BAB III
KESIMPULAN
Hipokondriasis merupakan salah satu dari enam gangguan somatoform
yang dikategorikan dalam DSM-IV. Hipokondriasis dibedakan dari kelainan
delusi somatic lainnya oleh karena gangguan ini dihubungkan dengan pengalaman
gejala fisik yang dirasakan oleh penderitanya, dimana gangguan somatoform
lainnya tidak menunjukkan gejala fisik di dalam dirinya. Gejala yang timbul bisa
saja merupakan pernyataan gejala fisik yang dilebih-lebihkan, yang justru akan
memperberat gejala fisik yang disebabkan oleh keyakinan bahwa pasien tersebut
sedang sakit dan keadaannya lebih buruk dari keadaan yang sebenarnya.
Pasien dengan gangguan hipokondriasis secara khas datang dengan
ketakutan dan perhatian terhadap penyakitnya, dibandingkan dengan gejala yang
dirasakannya. Pasien dengan hipokondriasis percaya bahwa mereka sedang
menderita suatu penyakit yang serius yang belum pernah dideteksi, dan tidak
dapat menerima penjelasan akan gangguan yang dideritanya. Mereka terus
menyimpan

keyakinan

bahwa

mereka

memiliki

penyakit

yang

serius.

Hipokondriasis biasanya disertai dengan gejala depresi dan anxietas dan biasanya
terjadi

bersamaan

dengan

gangguan

depresi

dan

anxietas.

Walaupun pada DSM-IV membatasi bahwa gejala yang timbul telah berlangsung
paling kurang 6 bulan, keadaan hipokondrial yang sementara dapat muncul setelah
stress yang berat, paling sering adalah akibat kematian atau penyakit yang sangat
serius dari seseorang yang sangat penting bagi pasien, ataupun penyakit serius
yang yang pernah diderita oleh pasien namun telah sembuh, yang dapat
meninggalkan keadaan hipokondrial sementara pada kehidupan pasien. Keadaan
diatas dimana perlangsungannya kurang dari enam bulan, maka di diagnosis
sebagai gangguan somatoform yang tak tergolongkan.
Farmako terapi digunakan sebagai pelengkap dari psikoterapi dan terapi
edukasi yang dilakukan. Tujuan dari pemberian farmako terapi adalah untuk

12

13

mengurangi gejala dan gangguan yang menyertai (contohnya depresi), untuk


mencegah komplikasi, dan untuk mengurangi gejala hipokondrik.
Hipokondriasis hampir selalu disertai dengan gangguan depresi, anxietas,
obsesif-kompulsif. Apabila salahsatu dari gangguan diatas ada, penatalaksanaan
yang sesuai haruslah dilakukan. Biasanya terapi farmakologi diberikan dengan
memulai dengan dosis rendah, kemudian dinaikkan sampai pada dosis terapi. Hal
ini untuk mencegah efeksampaing dimana pasien dengan gangguan hipokondrik
sangat

sensitif

terhadap

efek

samping

obat.

Pasien dengan riwayat psikologi premorbid yang baik yang biasanya hanya
mengalami hipokondriasis sementara pada penyakit yang akut atau stress
mempunyai prognosis yang baik dan dapat mengalami kesembuhan yang
sempurna

DAFTAR PUSTAKA
13

14

1. Kaplan H.I, Sadock B.J,and Greeb J.A. Sinopsis Psikiatri. In : Gangguan


Somatoform. Jilid Dua. Ciputat: Binarupa Aksara. 94-7.
2. Anonim. Hypochondriasis defenition.
http://www.medterms.com/script/main/art.asp?articlekey=18718 (02
Februari 2016)
3. Xiong G.L. Hypochondriasis.
http://emedicine.medscape.com/article/290955-overview (02 Februari
2016)
4. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Gangguan Somatoform.
Jakarta : PT. Nuh Jaya. 84.
5. Perkins V.H, Wise T.N, Williams D.E. Hypokondriakal Concerns :
Management through understanding. Primary care companion J Clin
Psychiatry 2000 2:4. 177-21
6. Bunmi O.O., Deacon B.J., Abramowitz J.S. (2009) Is Hypochondriasis
an Anxiety Disorder The British Journal of Psychiatry. RC Psych. Pp 481482

14

Anda mungkin juga menyukai