Anda di halaman 1dari 18

PERCOBAAN V

UJI ANTI INFLAMASI

Disusun Oleh :
Golongan B1 Kelompok 2
Nama Anggota : 1. Anisa Eka Pamuji

( G1F014014 )

2. Kaefiyah Nurul Insani

( G1F014016 )

3. Laras Ratna Sari

( G1F014020 )

4. Nita Triana Sari

( G1F014022 )

Tanggal Praktikum : 28 Mei 2015


Nama Dosen Pembimbing Praktikum : Ika Mustikaningtias, M.Sc., Apt.
Nama Asisten Praktikum : 1. Febi
2. Wulan

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015

ANTI INFLAMASI OBAT

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan
yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat
mikrobiologik. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk mengidentifikasi atau merusak
organism yang menyerang. Menghilangkan dan mengatur derajat perbaikan jaringan.
Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh untuk menetralisir
dan membasmi agen-agen yang berbahaya pada tempat cidra dan mempersiapkan
keadaan untuk perbaikan jaringan misalnya antigen. Virus, bakteri, protozoa. Gejala
proses terjadinya infalamasi sudah dikenal ialah, eritema, edemu, kolor, dolor,
function laesa (Katzung, B. G., 1989).
Pada percobaan ini dapat digunakan untuk melihat proses terjadinya inflamasi
dengan menghitung volume udem telapak kaki dengan alat pletisnometer setelah
hewan uji diberi karagenin.
B. Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui efek anti inflamasi suatu sediaan obat pada hewan uji dengan
menghitung volume udem telapak kaki tikus dengan alat pletisnometer setelah
pemberian karagenin.
C. Dasar Teori
Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang
disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik.
Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak organism yang
menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur zat perbaikan jaringan. Inflamasi
juga merupakan proses yang vital untuk semua organisme dan berperan baik dalam
mempertahankan kesehatan maupun dalam terjadinya beberapa penyakit yang
dicetuskan oleh pelepasan mediator kimiawi dari jaringan yang rusak dan migrasi sel.
Mediator kimiawi spesifik bervariasi dengan tipe proses peradangan dan meliputi amin,
seperti histamine dan 5-hidroksitriptamin;lipid, seperti prostaglandin; peptide kecil
seperti bradkinin dan peptide besar seperti interleukin. Penemuan variasi yang luas
diantara mediator kimiawi telah menerangkan paradoks yang tampak bahwa obat-obat

anti inflamasi dapat mempengaruhi kerja mediator utama yang penting pada satu tipe
inflamasi tetapi tanpa efek pada proses inflamasi yang tidak melibatkan mediator target
obat.
Inflamasi biasa dianggap sebagai rangkaian kejadian komplek yang terjadi
karena tubuh mengalami injury. Baik yang disebabkan oleh bahan kimia atau mekanis
atau proses self-destructive (autoimun). Walaupun ada kecenderungan pada pengobatan
klinis untuk memperhatikan respon inflammatory dalam hal reaksi yang dapat
membahayakan tubuh, respon inflammatory adalah reaksi protektif dan restorative dari
tubuh yang sangat penting karena tubuh berupaya untuk mempertahankan homeostasis
dibawah pengaruh lingkungan yang merugikan (syarif, 1995).
Mekanisme terjadinya radang adalah reaksi setempat dari jaringan atau sel
terhadap suatu rangsang atau cedera. Setiap terjadi cedera, terjadi rangsangan untuk
dilepaskanya zat kimia tertentu yang akan menstimulasi terjadinya perubahan jaringan
pada reaksi radang tersebut, diantaranya adalah histamine, serotonin, bradkialin,
leukotrin dan prostaglandin. Histamine bertanggung jawab pada perubahan yang paling
awal yaitu menyebabkan vasodilatasi pada arteriol yang didahului dengan vasokontriksi
awal dan peningkatan permeabilitas kapiler. Hal ini menyebabkan perubahan distribusi
sel darah merah. Oleh karena aliran darah yang lambat , sel darah merah akan
menggumpal, akibatnya sel darah putih akan terdesak ke pinggir. Makin lambat aliran
darah maka sel darah putih akan menempel pada dinding pembuluh darah makin lama
makin banyak. Perubahan permeabilitas yang terjadi menyebabkan cairan keluar dari
pembuluh darah dan berkumpul dalam jaringan bradikinin bereaksi local menimbulkan
rasa sakit, vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas kapiler. Sebagai penyebab radang,
prostaglandin berpotensi kuat setelah bergabung dengan mediator lainya. (Neal,2005)
Untuk mengobati penyakit yang diakibatkan karena peradangan dapat digunakan
obat-obatan antiinflamasi. Anti inflamasi adalah obat yang dapat menghilangkan radang
yang disebabkan bukan karena mikroorganisme (non infeksi). Proses inflamasi meliputi
kerusakan mikrovaskuler, meningkatnya permeabilitas vaskuler dan migrasi leukosit ke
jaringan radang, dengan gejala panas, kemerahan, bengkak, nyeri/sakit, fungsinya
terganggu. Mediator yang dilepaskan antara lain histamin, bradikinin, leukotrin,
Prostaglandin dan PAF.Obat-obat anti inflamasi adalah golongan obat yang memiliki
aktivitas menekan atau mengurangi peradangan. Obat ini terbagi atas-dua golongan,

yaitu golongan anti inflamasi non steroid (AINS) dan anti inflamasi steroid (AIS).
Kedua golongan obat ini selain berguna untuk mengobati juga memiliki efek samping
yang dapat menimbulkan reaksi toksisitas kronis bagi tubuh (Katzung, 1992).
Obat Antiinflamasi dari Golongan Steroid (Glukokortikoida)
Efek antiinflamasi golongan steroid (glukokortikoid) berhubungan dengan
kemampuan

untuk

merangsang

biosintesis

protein

lipomodulin,

yang

dapat

menghambat kerja enzimatik fosfolipase A2sehingga mencegah pelepasan mediator


seperti asam arakhidonat dan metabolitnya seperti prostaglandin (PG), leukotrien (LT),
tromboksan dan prostasiklin. Glukokortikoid dapat memblok jalur siklooksigenase dan
lipooksigenase, sedangkan AINS hanya memblok enzim siklooksigenase. Contoh
senyawa yang termasuk dalam kelompok ini adalah kortison, hidrokortison,
deksametason, prednison dan sebagainya (Kee dan Evelyn, 1996).
Obat Antiinflamasi Non-Steroida (AINS)
AINS merupakan kelompok obat-obat yang bekerja dengan aktivitas
menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi
prostaglandin menjadi terganggu. AINS cocok digunakan untuk mengurangi
pembengkakan, nyeri dan kekakuan sendi (Kee dan Evelyn, 1996).
Contoh senyawa yang termasuk dalam kelompok ini adalah:
1. Turunan asam salisilat, contoh: aspirin, diflusinal, sulfasalazin, olsalazin
2. Turunan para-aminofenol, contoh: asetaminofen
3. Indol dan asam indene asetat, contoh: indometasin, sulindak, etodolak
4. Asam heteroalil asetat, contoh: tolmetin, diklofenak, ketorolak
5. Asam arilpropionat, contoh: ibuprofen, naproksen, feniprofen, ketoprofen
6. Asam antranilat (fenamat), contoh: asam mefenamat, asam meklofenamat
7. Asam

enolat,

contoh:

oksikam

(fenilbutazon, oksifentatrazon)

(piroksikam,

tenoksikam),

pirazolidin

Mekanisme kerja antiinflamasi steroid


1. Glukokortikoid membentuk komplek dengan reseptor glukokortikoid, kemudian
dibawa kenukleus dan berikantan dengan glukokortikoid respone element di DNA.
Dengan melibatkan proteinkoaktivator dan korepresor yang akan memodifikasi
struktur kromatin, kemudianmemfasilitasi atau menhambat perakitan dari mesin
transkripsi basal dan inisiasi transkripsi olehRNA pol II.
2. Regulasi_glukokortikoid-GRE yang dipengaruhi oleh interaksi glukokortikoidGRE dengan faktor transkripsi lain, seperti NFkB.
3. glukokortikoid mensignal berasosiaasi reseptor membran dan second messenger.
Ikatan reseptor dengan

kortisol

memiliki

afinitas

yang tinggi

sehingga

menyebabkan pelepasan molekul HSP darireseptor. Didalam sitoplasma,kompleks


tersebut akan menghambat produksi prostaglandin melalui 3 mekanisme :
1. induksi da aktivasi annexin 1
2. induksi MSPK phospatase 1
3. penekanantranskripsi siklooksigenase 2
Mekanisme kerja anti-inflamsi non steroid (AINS)
Mekanisme kerja anti-inflamsi non steroid (AINS) berhubungan dengan sistem
biosintesis prostaglandin yaitu dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga
konversi asam arakhidonat menjadi PGG2 menjadi terganggu. Enzim siklooksigenase
terdapat dalam 2 isoform yang disebut KOKS-1 dan KOKS-2. Kedua isoform tersebut
dikode oleh gen yang berbeda. Secara garis besar KOKS-1 esensial dalam
pemelihraan berbagai fungsi dalam keadaan normal di berbagai jaringan khususnya
ginjal, saluran cerna, dan trombosit. Di mukosa lambung aktivitas KOKS-1
menghasilakan prostasiklin yang bersifat protektif. Siklooksigenase 2 diinduksi
berbagi stimulus inflamatoar, termasuk sitokin, endotoksindan growth factors.
Teromboksan A2 yang di sintesis trombosit oleh KOKS-1 menyebabkan agregasi
trombosit vasokontriksi dan proliferasi otot polos. Sebaliknya prostasiklin PGL2 yang
disintesis oleh KOKS-2 di endotel malro vasikuler melawan efek tersebut dan
menyebabkan penghambatan agregasi trombosit.

II. ALAT DAN BAHAN


A. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu pletismograf, spuit injeksi 1
ml,Beaker Glass (1-2 liter), Stop watch, timbangan tikus, neraca analitik dan alat-alat
gelas.

B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan yaitu Natrium Diklofenak, karagen 1% dalam
aquades, asam mefenamat, prednison,kapas dan alkohol, dan hewan coba (tikus).

III. CARA KERJA

Peralatan
-

disiapkan

disiapkan, tiap kelompok 2 tikus

Tikus

Kelompok 1

Kelompok 2

Kelompok 3

Kelompok 4

Tikus 1
Hewan uji
diberi
prednison
secara i.p
Setelah 15
menit diberi
karagenin 0,1
ml secara
subplantar

Tikus 1
Hewan uji
diberi asam
mefenamat
secara i.p
Setelah 15
menit diberi
karagenin 0,1
ml secara
subplantar

Tikus 1
Hewan uji
diberi
prednison
secara i.p
Setelah 15
menit diberi
karagenin 0,1
ml secara
subplantar

Tikus 1
Hewan uji
diberi nadiklofenak
secara i.p
Setelah 15
menit diberi
karagenin 0,1
ml secara
subplantar

Tikus 2
Hewan uji
diberi asam
mefenamat
secara i.p
Setelah 15
menit diberi
karagenin 0,1
ml secara
subplantar

Tikus 2
Hewan uji
diberi nadiklofenak
secara i.p
Setelah 15
menit diberi
karagenin 0,1
ml secara
subplantar

Tikus 2
Hewan uji
diberi
karagenin 0,1
ml secara
subplantar

Hasil

IV. PERHITUNGAN DAN HASIL PERCOBAAN


1. Perhitungan Larutan Stok
Karagenin 1 % dalam aquadest
Prednison
Dosis = 5 mg/70 kg BB
Dosis konversi

= 0,018 x 5 mg

= 0,09 mg/ 200 gr


Konsentrasi larutan

= 0,09 mg/ 2,5 ml

= 0,36 mg/ 10 ml
Larutan stok

0,36
5

x 0,1736 g

= 0,0127 gr ad 10 ml
Natrium Diklofenak
Dosis = 50 mg/70 kg BB
Dosis konversi

= 0,018 x 50 mg

Tikus 2
Hewan uji
diberi
karagenin 0,1
ml secara
subplantar

diamati dan dihitung volume udem


pada menit ke 15, 30, 60, 90, dan 120
dibandingkan efek yang terjadi akibat
pengaruh pemberian obat
antiinflamasi

= 0, 9 mg/ 200 gr
Volume intra peritoneal = 5 ml
Konsentrasi larutan

= 0,9 mg/ 5 ml

= 1,8 mg/ 10 ml
Larutan stok

1,8
50

x 231,6 mg

= 8,3376 mg
= 0,0083 gr ad 10 ml
Asam Mefenamat
Dosis asam mefenamat = 500 mg
Dosis konversi = 0,018 x 500
= 9 ml/ 200 gr
Konsentrasi larutan = 9 mg/ 2,5 ml
= 36 mg/ 10 ml
36

Larutan stok = 500x 640,8


= 46, 13 mg
= 0,0461 ad 10 ml
1. Volume Pemberian dan % KVU
a. Kelompok 1
Bobot Tikus
1 = 200 gr
1 = 160 gr
200

Prednison = 200x 10 = 5 ml
160

Asam mefenamat = 200x 5 ml = 4 ml

% KVU =

x 100 %

Asam Mefenamat
15 % KVU =

0,80,8

30 % KVU =

0,90,8

60 % KVU =

1,60,8

90 % KVU =

1,30,8

x 100 % = 0 %

0,8

x 100 % = 12,5 %

0,8

x 100 % = 100 %

0,8

x 100 % = 62,5 %

0,8

Prednison
15 % KVU =

0,90,9

30 % KVU =

1,10,9

60 % KVU =

1,10,9

90 % KVU =

1,50,9

0,9

0,9

0,9

0,9

x 100 % = 0 %
x 100 % = 22,2 %
x 100 % = 22,2 %
x 100 % = 66,7 %

b. Kelompok 2
Bobot Tikus
1 = 200 gr
1 = 150 gr
200

Asam Mefenamat= 200x 2,5 = 2,5 ml


200

Karagenin= 200x 0,1 = 0,1 ml

% KVU =

x 100 %

Asam Mefenamat
15 % KVU =

1,31,1

30 % KVU =

1,51,1

60 % KVU =

1,11,1

90 % KVU =

1,51,1

1,1

1,1

1,1

1,1

x 100 % = 18,18 %
x 100 % = 36,36 %
x 100 % = 0 %
x 100 % = 36,36 %

c. Kelompok 3
150

Prednison

= 200x 5= 3,75 ml

Natrium Diklofenak =

% KVU =

200

x 5= 5 ml

200

x 100 %

Prednison
15 % KVU =

1,31,3

30 % KVU =

1,41,3

60 % KVU =

1,21,3

90 % KVU =

1,51,3

1,3

1,3

1,3

1,3

x 100 % = 0 %
x 100 % = 7,69 %
x 100 % = -7,69 %
x 100 % = 15,38 %

Natrium Diklofenak
15 % KVU =

1,61,5

30 % KVU =

0,91,5

60 % KVU =

1,31,5

90 % KVU =

1,61,5

x 100 % = 6,67 %

1,5

x 100 % = -40 %

1,5

x 100 % = -13,3 %

1,5

x 100 % = 6,67 %

1,5

d. Kelompok 4
200

Natrium Diklofenak = 200x 5 = 5 ml


200

Karagenin = 200x 0,1 = 0,1 ml


% KVU =

x 100 %

Natrium Diklofenak
15 % KVU =

1,91,4

30 % KVU =

11,4

60 % KVU =

0,91,4

90 % KVU =

1,51,4

x 100 % = 35,7 %

1,4

1,4

x 100 % = -28,6 %
x 100 % = -35,7 %

1,4

x 100 % = 7,14 %

1,4

Kontrol
15 % KVU =

11,2

30 % KVU =

1,11,2

60 % KVU =

1,51,2

90 % KVU =

1,41,2

1,2

1,2

1,2

1,2

x 100 % = -16,7 %
x 100 % = -8,33 %
x 100 % = 25 %
x 100 % = 16,7 %

Kontrol

t
(waktu)

Kel. 2

Prednison

Kel. 4

Kel. 1

Kel. 3

Na-diklofenak
Kel. 3

Kel.4

Asam Mefenamat
Kel. 1

Kel.2

0
15

16,7

6,67

35,7

18,2

30

55,5

-8,33

22,2

7,692

-40

-28,6

12,5

36,4

60

66,6

25

22,2

-7,7

-13,3

-7,14

100

90

88,8

16,7

66,6

15,38

6,67

7,14

62,5

36,4

Kontrol

Prednison

Na-diklofenak

Asam Mefenamat

(waktu)

Tikus 1

Tikus 2

Tikus 1

Tikus 2

Tikus 1

Tikus 2

Tikus 1

Tikus 2

0,9

1,2

0,9

1,3

1,5

1,4

0,8

1,1

15

0,9

0,9

1,3

1,6

1,9

0,8

1,3

30

1,4

1,1

1.1

1,4

0,9

0,9

1,5

60

1,5

1,5

1,1

1,2

1,3

1,3

1,6

1,1

90

1,7

1,4

1,5

1,5

1,5

1,5

1,1

1,5

Asam
t

Kontrol

Prednison

Na-diklofenat

Mefenamat

Kel.2

Kel.4

Kel.1

Kel.3

Kel.3

Kel.4

Kel.1

Kel.2

0,9

1,2

0,9

1,3

1,5

1,4

0,8

1,1

15

0,9

0,9

1,3

1,6

1,9

0,8

1,3

30

1,4

1,1

1,1

1,4

0,9

0,9

1,5

60

1,5

1,5

1,1

1,2

1,3

0,9

1,6

1,1

90

1,7

1,4

1,5

1,5

1,5

1,5

1,1

1,5

% AUC
Kontol
1

15 AUC

= 2x 15 x 8,35 = 62,625

30 AUC

= 2 x (8,35+23,58) x 15 = 239,475

60 AUC

= 2 x (45,8+52,75) x 30 = 1040,7

90 AUC

=2 x (45,8+52,75) x 30 = 1478,25

Asam Mefenamat
1

15 AUC

= 2x 15 x 9,1 = 68,25

30 AUC

= 2 x (9,1+24,45) x 15 = 251,625

60 AUC

= x (24,45+50) x 30 = 1116.75

90 AUC

=2 x (50+49,45) x 30 = 1491,75

1
2

Prednison
15 AUC

=0

30 AUC

= 2 x 15 x 14,945 = 112,08

60 AUC

= 2 x (14,945+7,25) x 30 = 332,925

90 AUC

=2 x (7,25+41,025) x 30 = 724,125

Natrium Diklofenak
%DAI =

x 100%

Prednison
15 DAI

30 DAI

60 DAI

90 DAI

62,6250
62,625

x 100% = 100%

239,7112,08
239,475

x 100% = 53,19%

1040,7332,925
1040,7

x 100% = 68,009%

1578,25744,125
1478,25

x 100% = 49,66%

Asam Mefenamat
15 DAI

30 DAI

60 DAI

90 DAI

62,62568,25
62,625

x 100% = -8,98%

239,7251,625
239,475
1040,7116,75
1040,7

x 100% = -5,07%
x 100% = -7,31%

1578,251491,75
1478,25

x 100% = -0,91%

V. PEMBAHASAN
Peradangan (inflamasi) merupakan gangguan yang sering dialami oleh manusia
maupun hewan yang menimbulkan rasa sakit di daerah sekitarnya. Sehingga perlu
adanya pencegahan ataupun pengobatan untuk mengurangi rasa sakit, melawan ataupun
mengendalikan rasa sakit akibat pembengkakan. Dalam praktikum ini yang digunakan
untuk menginduksi inflamasi adalah karagenin karena ada beberapa keuntungan yang
didapat antara lain tidak menimbulkan kerusakan jaringan, tidak menimbulkan bekas,
memberikan respon yang lebih peka terhadap obat antiinflamasi (Vogel, 2002).
Karagenin merupakan polimer suatu linear yang tersusun dari sekitar 25.000 turunan
galaktosa yang strukturnya tergantung pada sumber dan kondisi ekstraksi. Karagenin
dikelompokkan menjadi 3 kelompok utama yaitu kappa, iota dan lambda karagenin.
Karagenin lambda ( karagenin) adalah karagenin yang diisolasi dari ganggang Gigartina
pistillata atau Chondrus crispus, yang dapat larut dalam airdingin (Chaplin, 2005).
Karagenin dipilih untuk menguji obat antiinflamasi karenatidak bersifat antigenic dan
tidak menimbulkan

efek sistemik (Chakraborty

et

al,2004).

Pengukuran

daya

antiinflamasi dilakukan dengan cara melihat kemampuan Nadiklofenak, prednison dan


asam mefenamat dalam mengurangi pembengkakan kaki hewan percobaan akibat
penyuntikan

larutan

karagenin

1%.

Setelah

disuntik

karagenin,

tikus-tikus

memperlihatkan adanya pembengkakan dan kemerahan pada kaki serta tikus tidak dapat
berjalan lincah seperti sebelum injeksi.
Karagenin

sebagai

senyawa

iritan

menginduksi

terjadinya

cedera

sel

melalui pelepaskan mediator yang mengawali proses inflamasi. Pada saat terjadi pelepas
an mediator inflamasi terjadi udem maksimal dan bertahan beberapa jam. Udem yang
disebabkan induksi karagenin bertahan selama 6 jam dan berangsur-angsur
berkurangdalam waktu 24 jam.
Percobaan ini diawali dengan penimbangan tikus. Masing-masing kelompok
mendapatkan 2 tikus. Pada kelompok 1 diperoleh berat tikus pertama adalah 200 gram
dan berat tikus kedua adalah 160 gram. Kelompok 2 diperoleh berat tikus pertama adalah
170 gram dan tikus kedua adalah 180 gram. Kelompok 3 diperoleh berat tikus pertama
adalah 150 gram dan tikus kedua adalah 200 gram. Kelompok 4 diperoleh berat tikus
pertama adalah 160 gram dan berat tikus kedua adalah 240 gram. Penimbangan ini akan
digunakan dalam perhitungan dosis dan volume pemberian obat pada tikus. Pada

praktikum kali ini digunakan tikus karena pada kaki tikus lebih besar dan mudah disuntik
secara sublantar.
Tahap selanjutnya adalah perhitungan obat dan larutan stok serta volume pemberian
maksimal untuk masing- masing tikus. Pada kelompok 1 digunakan obat prednison dan
asam mefenamat. Kelompok 2 digunakan obat asam mefenamat dan tikus lain sebagai
kontrol. Kelompok 3 digunakan obat Prednison dan Natrium-Diklofenak. Kelompok 4
digunakan obat Natrium-Diklofenak dan tikus lain sebagai kontrol. Asam mefenamat dan
Natrium-Diklofenak merupakan obat antiinflamasi golongan NSAIDs. Golongan obat
NSAIDs bekerja dengan menghambat enzim siklo-oksigenase, sehingga dapat
mengganggu perubahan asam arakhidonat menjadi prostaglandin. Sedangkan, prednison
merupakan obat antiinflamasi golongan kortikosteroid. Golongan obat kortikosteroid
bekerja menghambat enzim phospholipase A2 sehingga tidak terbentuk asam arakidonat.
Asam arakidonat tidak terbentuk berarti prostaglandin juga tidak akan terbentuk.
Selanjutnya tikus disuntik secara sublantar, tetapi sebelumnya kedua kaki tikus harus
ditandai sebatas mata kaki untuk menyamakan peresepsi pembacaan saat dicelupkan
pada alat pletismometer.Pada alat plestimometer digunakan air raksa karena memiliki
daya kohesi yang tinggi sehingga tidak membasahi kaki tikus dan dapat mendorong
cairan berwarna (methilen blue) untuk lebih mudah dibaca skalanya. Penggunaan cairan
bisa diganti dengan cairan lain dengan penambahan warna lain namun harus memiliki
prinsip cairan tidak bercampur satu sama lain(Katzung, ).
Kelompok 1 tikus pertama diinjeksi karagenin secara subplanar kemudian setelah 15
menit diinjeksi prednison secara i.p (Intraperitoneal), tikus kedua diinjeksi karagenin
secara subplanar kemudian setelah 15 menit diinjeksi asam mefenamat. Kelompok 2
tikus pertama diinjeksi karagenin secara subplanar kemudian setelah 15 menit diinjeksi
asam mefenamat, tikus kedua sebagai kontrol jadi hanya diinjeksi karagenin. Kelompok
3 tikus pertama diinjeksi karagenin secara subplanar kemudian setalah 15 menit diinjeksi
prednison, tikus kedua diinjeksi karagenin secara subplanar kemudia setalah 15 menit
diinjeksi Na diklofenak. Kelompok 4 tikus pertama diinjeksi karagenin Na diklofenak .

Setelah diinjeksikan, masing-masing tikus dihitung volume udem pada menit ke 15,
30, 60 dan 90. Hasil dari praktikum kali ini didapatkan data bahwa obat anti inflamsi
yang mempunyai efek paling tinggi adalah asam mafenamat, Na diklofenak, dan

prednison. Sedangkan, pada litekatur adalah natrium diklofenak, prednison, dan asam
mefenamat. Jadi hasil yang kami dapatkan tidak sesuai dengan literatur.
Kesalahan yang mungkin terjadi dalam uji inflamasi yaitu :
Saat menyuntik karagen atau obatnya kurang tepat.
Kurang teliti saat perhitungan udem.
Kesalahan saat pelarutan.
Kandungan obat yang masih terdapat dalam tubuh tikus ( tikus tidak sekali pakai)

VI. KESIMPULAN
1. Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang
disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik.
2. Gejala proses terjadinya infalamasi sudah dikenal ialah, eritema, edemu, kolor, dolor,
function laesa.
3. obat anti inflamsi yang mempunyai efek paling tinggi adalah natrium diklofenak,
prednison, dan asam mefenamat.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Kee, Joyce L. 1996. Farmakologi: Pendekatan proses keperawatan. Jakarta : EGC
Katzung, Bertram G., 1986, Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta.
Katzung,Bertramg,1989,Farmakologi Dasar Dan Klinik ,EGC,Jakarta
Neal,M.J.2005.At A Glance Farmakologi Medis Edisi Kelima,Erlangga,Jakarta
Syarif, Amin,1995,Farmakologi Dan Terapi,Edisi IV, Bagian Farmakologi Fakulatas
Kedokteran Universitas Indonesia,Jakarta

VIII. LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai