Anda di halaman 1dari 5

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/303682128

Pengenalan Farmakovigilans: Apa dan Mengapa Diperlukan?

Article · April 2016

CITATION READS

1 22,299

1 author:

Dwi Nofiarny
Dexa Medica
12 PUBLICATIONS   323 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Dwi Nofiarny on 31 May 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


medical review

Pengenalan Farmakovigilans:
Apa dan Mengapa Diperlukan?
Dwi Nofiarny
Business Development Department
Dexa Group, Jakarta, Indonesia

Sejarah awal Farmakovigilans


Mengapa banyak obat terutama yang masih baru diedarkan mencantumkan keterangan: “Keamanan penggunaan
pada wanita hamil dan menyusui belum diketahui” atau, “Keamanan penggunaan pada anak-anak belum diketa-
hui”?

Hal ini karena secara etis penelitian obat tidak dapat dilakukan pada pasien-pasien yang dalam kondisi rentan, yaitu
antara lain kondisi hamil dan anak-anak. Kecuali obat atau terapi tersebut memang secara spesifik diindikasikan
untuk populasi tersebut dan tentu saja harus dilakukan dengan persyaratan dan pengawasan khusus. Dengan
keterbatasan ini tentu saja data keamanan penggunaannya pada ibu hamil atau anak-anak belum bisa diketahui
dengan baik.

Sejarah mencatat1 kejadian yang sangat menyedihkan akibat penggunaan obat oleh Ibu-Ibu hamil pada akhir ta-
hun 1950-an dan awal tahun 1960-an, yaitu penggunaan Thalidomide untuk mengatasi gangguan mual dan mun-
tah selama kehamilan. Sekitar 10 ribu bayi terlahir cacat, yaitu mengalami phocomelia, yaitu tangan dan kaki yang
tumbuh tidak normal. Diketahui juga bahwa Thalidomide ini menyebabkan terjadinya gangguan bawaan pada
jantung, malformasi telinga dan gangguan pada mata.

Gambar 1. Bayi dan anak cacat akibat Thalidomide

Pada masa itu Thalidomide digunakan secara luas di Eropa, Australia dan Jepang. Tetapi tragedi ini dapat dicegah
di Amerika, karena Dr Frances Kelsey2 dari US-FDA menahan pemberian izin untuk pemasaran Thalidomide karena
mencurigai adanya beberapa risiko keamanan yang tertera dalam dokumen pendaftaran obat tersebut. Thalido-
mide dihentikan peredarannya di banyak negara pada tahun 1961, tetapi beberapa Negara1 baru melarang peng-
gunaannya beberapa tahun kemudian. Tragedi Thalidomide inilah yang menjadi pemicu untuk meningkatkan

Vol. 29, No. 1 | Edisi April 2016 MEDICINUS 53


leadingreview
medical article

evaluasi keamanan obat sebelum izin edar diberikan, kondisi tertentu saja. Misalnya, pada penelitian obat
dan tragedi ini juga yang menjadi cikal bakal berkem- diabetes, maka yang diikutsertakan dalam penelitian
bangnya Farmakovigilans. adalah pasien diabetes saja, tanpa kondisi penyakit pe-
nyerta atau pengobatan lainnya yang dapat mempe-
Farmakovigilans dan ruang lingkupnya ngaruhi penilaian dalam penelitian.
Farmakovigilans (Pharmacovigilance) dalam definisi
World Health Organization (WHO)3 dinyatakan sebagai Uji klinis harus dirancang dengan baik termasuk esti-
ilmu dan aktivitas yang berhubungan dengan pende- masi jumlah Subjek yang perlu diikutsertakan dalam
teksian, penilaian, pemahaman dan pencegahan ke- penelitian. Walaupun dirancang dengan metodologi
jadian tidak diinginkan (adverse effects) atau kejadian penelitian yang baik, uji klinis yang dilakukan pada
lainnya yang terkait dengan penggunaan obat. sejumlah subjek tertentu tersebut tetaplah sulit un-
tuk mengungkapkan risiko efek samping yang sangat
WHO bekerjasama dengan Centre for International Drug jarang terjadi, atau yang hanya terjadi pada kondisi-
Monitoring di Uppsala, Swedia membentuk program in- kondisi khusus.
ternasional untuk mengawasi penggunaan obat seba-
gai respon atas terjadinya tragedi Thalidomide. Sampai Penelitian juga dilakukan oleh peneliti yang telah ter-
dengan akhir tahun 2010 sudah 134 negara tergabung latih dan dengan aturan pengawasan pemakaian obat
dalam program Farmakovigilans WHO tersebut. Tujuan yang sangat ketat. Sedangkan dalam pemakaian sete-
program ini adalah untuk memberikan informasi yang lah obat diedarkan secara luas sangat mungkin terjadi
seimbang dan terpercaya dalam penilaian profil risiko- berbagai kondisi, misal adanya obat lain yang perlu
manfaat dari suatu obat. digunakan bersamaan, adanya penyakit penyerta yang
juga mempengaruhi kondisi pasien, termasuk adanya
Termasuk dalam kegiatan Farmakovigilans adalah pe- variasi terkait medication and human error lainnya.
ngumpulan laporan dugaan efek yang tidak diinginkan
(suspected adverse reaction). Adverse reaction adalah re- Siapa saja yang terlibat dalam kegiatan Farmako-
spons terhadap produk pengobatan (medical products) vigilans?
yang berbahaya dan tidak diinginkan, termasuk yang Farmakovigilans perlu dipahami dan dijalankan oleh
ditimbulkan pada kondisi penggunaan sesuai izin edar semua pihak yang terlibat dalam pengobatan, yaitu
yang disetujui, penggunaan di luar izin yang disetujui Pemerintah sebagai Regulatory Authority, Industri
termasuk penggunaan dalam dosis berlebih, penggu- Farmasi, Tenaga Medis (dokter, apoteker, dokter gigi,
naan di luar indikasi (off-label use), penggunaan yang perawat,bidan, dan sejenisnya), konsumen (pasien, kel-
tidak tepat (misuse), penyalahgunaan (abuse) dan ke- uarga pasien, rekan pasien, penanggung jawab pasien,
salahan pengobatan (medication error), serta paparan termasuk juga pengacara).
akibat pekerjaan (occupational exposure).4 Secara khu-
sus Farmakovigilans diharapkan dapat meningkatkan Peraturan dan penerapan Farmakovigilans perlu diatur
keamanan dan kesehatan masyarakat terhadap risiko dan ditegakkan oleh pemerintah. Peraturan ini perlu
akibat penggunaan obat.5 disosialisasi dan diketahui dengan baik oleh produsen
produk pengobatan yaitu Industri Farmasi. Serta, pen-
Apakah rangkaian penelitian preklinis dan Uji kli- tingnya pelaporan dugaan efek yang tidak diinginkan
nis yang dilakukan sebelum obat diedarkan tidak ini diketahui serta dipahami masyarakat yang terlibat
cukup untuk menjamin keamanan suatu obat? dalam penggunaan produk pengobatan tersebut.
Perlu dipahami bahwa setelah obat mendapat izin pe-
masaran dan digunakan secara luas oleh masyarakat Risiko timbulnya kejadian tidak diinginkan akibat
maka pola penggunaan obat tersebut sudah jauh lebih penggunaan obat tidak hanya dapat disebabkan oleh
luas dibandingkan variasi penggunaan yang dirancang zat aktif yang terkandung dalam obat tersebut, tetapi
dan diketahui dari uji klinis. dapat juga disebabkan antara lain oleh bahan tam-
bahan, proses produksi, penandaan dan risiko selama
Pada saat uji klinis dilakukan, terdapat serangkaian proses distribusi dan penyimpanan. Sehingga kewa-
kriteria inklusi dan eksklusi yang bertujuan membatasi jiban pelaksanaan Farmakovigilans ini tidak hanya ada
pemakaian obat tersebut hanya pada subjek dengan pada Industri Farmasi berbasis penelitian (Research

54 MEDICINUS Vol. 29, No. 1 | Edisi April 2016


leadingreview
medical article

based Pharmaceutical Industry) yang mempunyai ngani Farmakovigilans adalah Pharmacovigilance Risk
produk obat paten atau produk obat dengan molekul Assessment Committee (PRAC).9
baru, tetapi juga perlu dilakukan oleh Industri Farmasi
yang memproduksi produk copy/generic. Eudravigilance adalah sistem manajemen dan jaringan
pengolahan data untuk pelaporan dan evaluasi sus-
Perkembangan Farmakovigilans di Dunia pected adverse drug reactions (ADRs) baik untuk obat
Seperti yang telah diutarakan di atas bahwa tragedi yang dalam tahap pengembangan, dan setelah izin
Thalidomide menjadi cikal bakal berkembangnya Far- pemasaran produk pengobatan tersebut diperoleh
makovigilans, diawali dengan kerjasama WHO dengan di Wilayah Ekonomi Eropa (European Economic Area –
Uppsala Monitoring Center (UMC). Hingga saat ini UMC EEA). Sistem ini mulai diluncurkan pada bulan Desem-
berperan dalam mengatur database internasional un- ber 2001.10
tuk pelaporan kejadian tidak diinginkan (Adverse Drug
Reaction – ADR) yang dilaporkan melalui National Peraturan terkait Farmakovigilans di Indonesia
center yang ada di tiap-tiap Negara. WHO dan UNESCO Pelaksanaan Farmakovigilans tentulah perlu melibat-
melalui Drug Safety Working Groups - The Council for In- kan pihak-pihak yang terkait dalam pengobatan, yaitu
ternational Organizations of Medical Sciences (CIOMS) antara lain Industri Farmasi, Apotek dan Rumah sakit.
juga menyusun serangkaian panduan terkait Farma- Kewajiban Industri Farmasi untuk menjalankan Farma-
kovigilans. CIOMS Form-1 adalah formulir yang secara kovigilans diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
internasional digunakan untuk melaporkan Suspect (PerMenKes) Republik Indonesia nomor 1799 tahun
Adverse Reaction.6 2010 tentang Industri Farmasi yang ditetapkan di Ja-
karta pada tanggal 16 Desember 2010.11
Kerjasama internasional lainnya dalam penyusunan
panduan Farmakovigilans juga dilakukan melalui In- Setahun kemudian, PerMenKes tersebut kemudian dii-
ternational Conference on Harmonization (ICH) yaitu kuti dengan dikeluarkannya Peraturan Kepala Badan
kolaborasi antara negara-negara Uni Eropa, USA dan Pengawas Obat dan Makanan (PerKaBadan) Republik
Jepang. Pedoman yang telah dikeluarkan kemudian Indonesia Nomor HK.03.1.23.12.11.10690 tahun 2011 ten-
diadopsi oleh Negara-negara tersebut, antara lain ada- tang Penerapan Farmakovigilans bagi Industri Farmasi,
lah ICH Topic E2A Clinical Safety Data Management: Defi- yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember
nitions and Standards for Expedited Reporting (1995) dan 2011. PerKaBadan tersebut juga dilengkapi dengan
Pharmacovigilance Planning E2E (2004).7 Yellow Card Pedoman Teknis Penerapan Farmakovigilans bagi In-
Scheme dikembangkan di Inggris pada tahun 1964, dustri Farmasi.12
juga merupakan respon terhadap tragedi Thalidomide,
yang merupakan sistem pengumpulan informasi untuk Pelaksanaan Farmakovigilans di Apotek diatur dalam
suspected adverse drug reactions (ADR).8 Peraturan Menteri Kesehatan (PerMenKes) Republik
Indonesia nomor 35 tahun 2014 tentang Standar Pela-
Regulator yang saat ini sangat aktif menyempurnakan yanan Kefarmasian di Apotek. Yaitu termasuk dalam
panduan untuk Farmakovigilans adalah I (EMA). Pan- kewajiban Pelayanan farmasi klinik meliputi: 1. Peng-
duan Farmakovigilans yang dikembangkan EMA atau kajian Resep; 2. Dispensing; 3. Pelayanan Informasi Obat
yang disebut sebagai GVP (Good Pharmacovigilance (PIO); 4. Konseling; 5. Pelayanan Kefarmasian di rumah
Practices) ini dirancang untuk memfasilitasi pelaksana- (home pharmacy care); 6. Pemantauan Terapi Obat
an farmakovigilans di Uni Eropa (EU – European Union). (PTO); dan 7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).13
GVP berlaku untuk pemegang izin edar, anggota EMA Sedangkan Pelaksanaan Farmakovigilans di Rumah
Sakit diatur dalam PerMenKes 58 tahun 2014 tentang
dan Medicines Regulatory Authorities di semua Negara
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, dima-
anggota Uni Eropa. Pedoman GVP EMA dibagi dalam
na pelayanan Farmasi Klinik yang dilakukan meliputi:
dua kategori: bagian-1 berupa modul-modul yang
1. Pengkajian dan pelayanan Resep; 2. Penelusuran
menjelaskan proses utama bagaimana Farmakovigi-
riwa-yat penggunaan Obat; 3. Rekonsiliasi Obat; 4. Pe-
lans perlu dilakukan, dan bagian-2 yang membahas
layanan Informasi Obat (PIO); 5. Konseling; 6. Visit; 7. Pe-
pertimbangan khusus untuk populasi dan produk
mantauan Terapi Obat (PTO); 8. Monitoring Efek Samp-
tertentu. Badan atau Komite khusus EMA yang mena-
ing Obat (MESO); 9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);

Vol. 29, No. 1 | Edisi April 2016 MEDICINUS 55


leadingreview
medical article

10. Dispensing sediaan steril; dan 11. Pemantauan Kadar Obat dalam dan risiko suatu produk pengobatan dapat
Darah (PKOD).14 diketahui dengan lebih baik.

BPOM melakukan serangkaian upaya sosialisasi agar Farmakovigi- KESIMPULAN


lans dapat segera diketahui dan dipahami oleh semua pelaku pen-
gobatan di Indonesia, yaitu antara lain Industri Farmasi dan Rumah Thalidomide, terlepas dari banyak pende-
Sakit/Tenaga Medis. Teknis Pelaporan efek samping obat juga terus ritaan dan kesedihan yang ditimbulkan aki-
dikembangkan oleh BPOM, antara lain melalui Subsite Farmako- bat bencana pada awal tahun 60-an terse-
vigilans - Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia but, memicu banyak pembelajaran. Banyak
inisiatif yang dilakukan dalam upaya mem-
yang dapat diakses di http://e-meso.pom.go.id
pelajari, memahami dan mencegah teru-
langnya kejadian sejenis atau yang lebih
Manfaat Farmakovigilans parah.
Secara umum farmakovigilans bertujuan untuk mencegah gang-
guan baik fisik maupun mental (harm) yang mungkin ditimbulkan Apa kabar Thalidomide saat ini? Obat yang
pada manusia akibat penggunaan produk pengobatan yang secara saat itu segera dilarang peredarannya ini
resmi telah disetujui peredarannya dan digunakan sesuai kondisi rupanya tidak langsung mati dan terkubur
yang diizinkan tersebut atau dari paparan akibat pekerjaan yang dalam. Penggunaannya untuk wanita hamil
melibatkan produk tersebut. Farmakovigilans juga bertujuan untuk memang telah dilarang sejak tahun 1961,
meningkatkan penggunaan produk pengobatan yang aman dan tetapi Thalidomide terus digunakan untuk
efektif, yaitu dengan memberikan informasi terkait keamanan produk pengobatan leprosy, dan pada tahun 1998
US-FDA menyetujui penggunaan Tha-
tersebut kepada pasien, tenaga kesehatan dan masyarakat. 15
lidomide untuk pengobatan leprosy dan
multiple myeloma. Thalidomide juga terus
diteliti penggunaannya untuk penyakit lain
berdasarkan kemampuannya dalam meng-
hambat angiogenesis.1

Pada akhirnya keamanan penggunaan


suatu obat tergantung dari kewaspadaan
dan kehati-hatian dalam penggunaannya.
Penggunaan obat yang tepat memungkin-
kan didapatnya manfaat yang lebih besar
dibanding risikonya.
Gambar 2. Tampilan Subsite E-MESO BPOM

Dengan pemahaman dan penerapan Far-


makovigilans, pemantauan keamanan
Dengan adanya Farmakovigilans, informasi keamanan penggu- penggunaan obat dapat dilakukan dengan
naan obat khususnya pada populasi yang rentan dapat diperoleh, lebih baik, sehingga risiko dapat dideteksi,
termasuk juga keamanan penggunaan produk pengobatan terse- dinilai, dipahami dan lebih mungkin untuk
but pada wanita hamil. Melalui farmakovigilans, profil manfaat dicegah.

daftar pustaka
8. Medicines & Healthcare products Regulatory Agency. Yellow Card. Available from: https://yel-
lowcard.mhra.gov.uk/the-yellow-card-scheme/
1. Kim JH, Scialli AR, Thalidomide: the tragedy of birth defects and the effective treatment of 9. European Medicines Agency. Pharmacovigilance Risk Assessment Committee (PRAC). Available
disease, Toxicological Science. 2011; 122(1): 1-6. Available from: doi:10.1093/toxsci/kfr088 [Ac- from: http://www.ema.europa.eu
cessed 29th December 2015]. 10. Eudravigilance. Available from: http://eudravigilance.ema.europa.eu/human/index.asp
2. Kelsey, F. O. (1988). Thalidomide update: regulatory aspects. Teratology. 38, 221–226 11. Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1799. Industri Farmasi. Kemen-
3. World Health Organization. Pharmacovigilance. Available from: http://www.who.int/medi- terian Kesehatan; 2010.
cines/areas/quality_safety/safety_efficacy/pharmvigi/en/ [Accessed 29th December 2015]. 12. Indonesia. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Obat Wa-
4. European Medicines Agency. Guideline on good pharmacovigilance practices (GVP), Module jib Uji Ekivalensi. BPOM; 2011. Available from:
VI – Management and reporting of adverse reactions to medicinal products (Rev 1). 8 Sep- 13. Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 35. Standar Pelayanan kefarma-
tember 2014. Available from: http://www.ema.europa.eu/docs/ en_GB/document_library/ sian di apotek. Kementerian Kesehatan; 2014.
Scientific_guideline/2014/09/WC500172402.pdf [Accessed 29th December 2015] 14. Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 58. Standar Pelayanan kefarma-
5. World Health Organization. The importance of Pharmacovigilance, Safety Monitoring of me- sian di Rumah Sakit. Kementerian Kesehatan; 2014.
dicinal products, WHO 2002. 15. Guidelines on good pharmacovigilance practices (GVP), Introductory cover note, last updated
6. Council for International Organizations of Medical Sciences. Available from: http://www. with final addendum I to module XVI on educational materials and, for public consultation
cioms.ch/ draft revision 1 of module XV on safety communication with its templates and draft consid-
7. The International Council for Harmonisation of Technical Requirements for Pharmaceuticals erations P.II on biologicals, and information on the revised GVP structure. 15 December 2015,
for Human Use. Available from: http://www.ich.org/home.html EMA/772189/2015

56 MEDICINUS Vol. 29, No. 1 | Edisi April 2016


View publication stats

Anda mungkin juga menyukai