A. IDENTITAS
Nama
: Ny. R
Umur
: 35 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
No CM
Agama
: 331891
: Islam
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
Status
: Menikah
: IGD
B. ANAMNESA
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesa pada tanggal 29 july 2015 pukul 22.00 WIB di
ruang IGD.
1.
Keluhan Utama
Nyeri perut dan kencang-kencang sejak 2 hari SMRS.
2.
3.
Riwayat Haid
4.
i. Menarche
: 14 tahun
ii. Lama
: 7 hari
iii. Siklus
: 28 hari
iv. HPL
: 17-8-2015
v. HPHT
: 10-11-2014
Riwayat Perkawinan
Pasien menikah 1x :
1. tahun 2002 ,umur pasien saat menikah 22 tahun, dengan suami 23 tahun
5.
6.
7.
10.
Riwayat Obstetri
G4P3A0 U35H37+2
I : perempuan /bidan/39 minggu/2750gram/ normal
II : perempuan/ bidan / 39 minggu /2600 gram/ normal
III : perempuan/ bidan / 39 minggu/3100 gram/vacum
IV : Hamil ini
Riwayat KB
Pasien menggunakan KB jenis: pil 3 bulan .
Riwayat Ginekologi
Riwayat kista , mioma, dan abortus disangkal.
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien seorang ibu rumah tangga dan suami bekerja sebagai pegawai swasta. Biaya
pengobatan ditanggung jamkesmas. Kesan sosial ekonomi cukup.
11.
12.
: disangkal
Riwayat DM
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat Alergi
: disangkal
Riwayat Operasi
: disangakal
: disangkal
Riwayat DM
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat Alergi
: disangkal
Riwayat Operasi
: disangkal
: disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan Umum
Kesadaran
: compos mentis
Tanda Vital
Tensi
: 230/140 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
RR
: 22 x/menit
Suhu
: 36,45o C
TB
: 148 cm
BB
: 102 kg
IMT
Status Internus
Kepala
Dada
: Paru
: I
Pal = simetris
Per = sonor seluruh lapangan paru
Au = ronkhi basah pada basal paru kiri dan kanan
Jantung
Abdomen
: Status obstetrikus
Genitalia
: Status obstetrikus
Ekstremitas
Status Obstetri
Muka
Mamae
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
II
III
IV
DJJ
: Sulit dinilai.
HIS
: (-).
Perkusi
: Timpani.
Auskultasi
: BU (+) normal.
Genitalia
Ekstremitas
Neurologis
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium tanggal 29 july 2015 :
Golongan Darah
:O
Hemoglobin
: 13,4 g/dL
(12 16 g/dL)
Hematokrit
: 38,50 %
(37 47 %)
Leukosit
: 11,8. /uL
Trombosit
: 106.000 uL
GDS
: 79 mg/dL
SGOT
: 74 U/L
( < 31 U/L)
SGPT
: 34 U/L
( < 31 U/L)
Kalium
: 2,70 mmol/L
Natrium
: 138.0 mmol/L
Calsium
: 1,13 mmol/L
Protein Urin
: +4
Pemeriksaan serologis
: HbsAg (-)
: 13,7 g/dL
(12 16 g/dL)
Hematokrit
: 40,60 %
(37 47 %)
Leukosit
: 16,8. /uL
Trombosit
: 95.000 uL
SGOT
: 129 U/L
( < 31 U/L)
SGPT
: 57 U/L
( < 31 U/L)
Kalium
: 3,00 mmol/L
Natrium
: 132.0 mmol/L
Calsium
: 1,06 mmol/L
Protein Urin
: +2
E. RESUME
Telah diperiksa seorang perempuan berusia 35 tahun dengan
Follow up
Kamis, 30 July 2015
Pukul
17.00
Follow up
S : pusing , nyeri bekas op
Sesak (+), Batuk (-)
Infus RL + MgSO4 6gr 20tpm, DC (+)
Os sudah dapat dexa 2 ampul IV, jam 03.00 WIB
O:
KU : CM
TD : 180/130 mmHg, Nadi : 80 x/i, Suhu : 36C, RR : 11 , SpO2 : 92%
F. DIFERENTIAL DIAGNOSIS
1.
2.
3.
4.
G. DIAGNOSA KERJA
G4P3A0 U35H37+2 , PEB dengan sindroma HELLP
H. Perencanaan
Rencana terapi farmakologik
Rencana terapi operatif
SC + MOW
Rencana rawat inap
Pengawasan keadaan umum, tanda vital, tanda-tanda perburukan
Monitor input dan output cairan
Monitor jumlah tetesan infus per menit.
Rawat ruang ICU
I.
EDUKASI
Menjelaskan kepada keluarga tentang kondisi ibu dan penyakit yang diderita
J.
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: Bonam
Quo ad fungsionam
: Malam
Quo ad sanationam
: Bonam
TINJAUAN PUSTAKA
PREEKLAMPSIA
Definisi
Etiologi
Sedikitnya terdapat empat hipotesis mengenai etiologi preeklampsia hingga saat ini, yaitu:14,15
1. Iskemia plasenta, yaitu invasi trofoblas yang tidak normal terhadap arteri spiralis
sehingga menyebabkan berkurangnya sirkulasi uteroplasenta yang dapat
berkembang menjadi iskemia plasenta.
Klasifikasi
Preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat
(PEB):7,16
1. Preeklampsia ringan
Dikatakan preeklampsia ringan bila :
a. Tekanan darah sistolik antara 140-160 mmHg dan tekanan darah
b. diastolik 90-110 mmHg
c. Proteinuria minimal (< 2g/L/24 jam)
d. Tidak disertai gangguan fungsi organ
2. Preeklampsia berat
Dikatakan preeklampsia berat bila :
a. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik > 110
mmHg
b. Proteinuria (> 5 g/L/24 jam) atau positif 3 atau 4 pada pemeriksaan kuantitatif
c. Bisa disertai dengan :
i.
ii.
iii.
iv.
v.
vi.
vii.
3. Jika terjadi tanda-tanda preeklampsia yang lebih berat dan disertai dengan
adanya kejang, maka dapat digolongkan ke dalam eklampsia.
Rumah Sakit Denpasar. Pada primigravida frekuensi preeklampsia/eklampsia lebih tinggi bila
dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan insidensi preeklampsia pada primigravida 11,03%. Angka kematian maternal
akibat penyakit ini 8,07% dan angka kematian perinatal 27,42%. Sedangkan pada periode Juli
1997 s/d Juni 2000 didapatkan 191 kasus (1,21%) PEB dengan 55 kasus di antaranya dirawat
konservatif. 20
Selain primigravida, faktor risiko preeklampsia lain di antaranya adalah7,14,15:
1. nullipara
2. kehamilan ganda
3. obesitas
4. riwayat keluarga dengan preeklampsia atau eklampsia
5. riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
6. abnormalitas uterus yang diperoleh pada Doppler pada usia kandungan 18 dan 24 minggu
7. diabetes melitus gestasional
8. trombofilia
9. hipertensi atau penyakit ginjal
Patofisiologi
Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah adanya spasme
pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Bila spasme arteriolar juga ditemukan
di seluruh tubuh, maka dapat dipahami bahwa tekanan darah yang meningkat merupakan
kompensasi mengatasi kenaikan tahanan perifer agar oksigenasi jaringan tetap tercukupi.
Sedangkan peningkatan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan cairan yang
berlebihan dalam ruang interstitial belum diketahui penyebabnya. Beberapa literatur
menyebutkan bahwa pada preeklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan kadar
prolaktin yang tinggi dibandingkan pada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk
mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air serta natrium. Pada preeklampsia
permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat.14,15
Turunnya tekanan darah pada kehamilan normal ialah karena vasodilatasi perifer yang
diakibatkan turunnya tonus otot polos arteriol. Hal ini kemungkinan akibat meningkatnya
kadar progesteron di sirkulasi, dan atau menurunnya kadar vasokonstriktor seperti
angiotensin II, adrenalin, dan noradrenalin, dan atau menurunnya respon terhadap zat-zat
vasokonstriktor. Semua hal tersebut akan meningkatkan produksi vasodilator atau prostanoid
seperti PGE2 atau PGI2. Pada trimester ketiga akan terjadi peningkatan tekanan darah yang
normal seperti tekanan darah sebelum hamil.
1. Regulasi volume darah
Pengendalian garam dan homeostasis meningkat pada preeklampsia. Kemampuan untuk
mengeluarkan natrium juga terganggu, tetapi pada derajat mana hal ini terjadi sangat
bervariasi dan pada keadaan berat mungkin tidak dijumpai adanya edema. Bahkan jika
dijumpai edema interstitial, volume plasma adalah lebih rendah dibandingkan pada wanita
hamil normal dan akan terjadi hemokonsentrasi. Terlebih lagi suatu penurunan atau suatu
peningkatan ringan volume plasma dapat menjadi tanda awal hipertensi.
20%, dari 750 ml menjadi 600ml/menit, dan filtrasi glomerulus berkurang rata-rata
30%, dari 170 menjadi 120ml/menit, sehingga terjadi penurunan filtrasi. Pada kasus
berat akan terjadi oligouria, uremia dan pada sedikit kasus dapat terjadi nekrosis tubular
dan kortikal.
Plasenta ternyata membentuk renin dalam jumlah besar, yang fungsinya mungkin
sebagai cadangan menaikkan tekanan darah dan menjamin perfusi plasenta yang
adekuat. Pada kehamilan normal renin plasma, angiotensinogen, angiotensinogen II,
dan aldosteron meningkat nyata di atas nilai normal wanita tidak hamil. Perubahan ini
merupakan kompensasi akibat meningkatnya kadar progesteron dalam sirkulasi. Pada
kehamilan normal efek progesteron diimbangi oleh renin, angiotensin, dan aldosteron,
tetapi keseimbangan ini tidak terjadi pada preeklampsia.
Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya preeklampsia adalah iskemi
uteroplasenter dimana terjadi ketidakseimbangan antara massa plasenta yang
meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang berkurang. Apabila
terjadi hipoperfusi uterus, akan dihasilkan lebih banyak renin uterus yang
mengakibatkan vasokonstriksi dan meningkatnya kepekaan pembuluh darah. Di
samping itu angiotensin menimbulkan vasodilatasi lokal pada uterus akibat efek
prostaglandin sebagai mekanisme kompensasi dari hipoperfusi uterus.
Laju filtrasi glomerulus dan arus plasma ginjal menurun pada preeklampsia, tetapi
karena hemodinamik pada kehamilan normal meningkat 30% sampai 50%, nilai pada
preeklampsia masih di atas atau sama dengan nilai wanita tidak hamil. Klirens fraksi
asam urat yang menurun, kadang-kadang beberapa minggu sebelum ada perubahan
pada GFR, dan hiperuricemia dapat merupakan gejala awal. Dijumpai pula peningkatan
pengeluaran protein biasanya ringan sampai sedang. Preeklampsia merupakan
penyebab terbesar sindrom nefrotik pada kehamilan.
Penurunan hemodinamik ginjal dan peningkatan protein urin adalah bagian dari
lesi morfologi khusus yang melibatkan pembengkakan sel-sel intrakapiler glomerulus
Manifestasi Klinis
Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia adalah hipertensi dan proteinuria.
Gejala ini merupakan keadaan yang biasanya tidak disadari oleh wanita hamil. Pada waktu
keluhan lain seperti sakit kepala, gangguan penglihatan, dan nyeri epigastrium mulai timbul,
hipertensi dan proteinuria yang terjadi biasanya sudah berat. 21
Tekanan darah. Kelainan dasar pada preeklampsia adalah vasospasme arteriol
sehingga tanda peringatan awal muncul adalah peningkatan tekanan darah. Tekanan diastolik
merupakan tanda prognostik yang lebih baik dibandingkan tekanan sistolik dan tekanan
diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih menetap menunjukan keadaan abnormal.
21-3
Kenaikan berat badan. Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dan kenaikan
berat badan yang berlebihan merupakan tanda pertama preeklampsia. Peningkatan berat badan
sekitar 0,45 kg per minggu adalah normal, tetapi bila lebih dari 1 kg dalam seminggu atau 3
kg dalam sebulan maka kemungkinan terjadinya preeklampsia harus dicurigai.
Peningkatan berat badan yang mendadak serta berlebihan terutama disebabkan oleh
retensi cairan dan selalu dapat ditemukan sebelum timbul gejala edema nondependen yang
terlihat jelas, seperti edema kelopak mata, kedua lengan, atau tungkai yang membesar.
Proteinuria. Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya suatu penyebab
fungsional dan bukan organik. Pada preeklampsia awal, proteinuria mungkin hanya minimal
atau tidak ditemukan sama sekali. Pada kasus yang berat, proteinuria biasanya dapat
ditemukan dan mencapai 10 gr/l. Proteinuria hampir selalu timbul kemudian dibandingkan
dengan hipertensi dan biasanya terjadi setelah kenaikan berat
badan yang berlebihan.
Nyeri kepala. Gejala ini jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi semakin sering terjadi
pada kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah frontalis dan oksipitalis,
dan tidak sembuh dengan pemberian analgesik biasa. Pada wanita hamil yang mengalami
serangan eklampsia, nyeri kepala hebat hampir selalu
mendahului serangan kejang pertama.
Nyeri epigastrium. Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan
keluhan yang sering ditemukan pada preeklampsia berat dan dapat menjadi presiktor
serangan kejang yang akan terjadi. Keluhan ini mungkin disebabkan oleh regangan
kapsula hepar akibat edema atau perdarahan.
Gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan yang dapat terjadi di antaranya
pandangan yang sedikit kabur, skotoma, hingga kebutaan sebagian atau total. Keadaan ini
disebabkan oleh vasospasme, iskemia, dan perdarahan petekie pada korteks oksipital.
Penatalaksanaan
Tujuan dasar dari penatalaksanaan preeklampsia adalah 2,3:
1. terminasi kehamilan dengan kemungkinan setidaknya terdapat trauma pada ibu maupun
janin
2. kelahiran bayi yang dapat bertahan
3. pemulihan kesehatan lengkap pada ibu
Persalinan merupakan pengobatan untuk preeklampsia. Jika diketahui atau diperkirakan janin
memiliki usia gestasi preterm, kecenderungannya adalah mempertahankan sementara janin di
dalam uterus selama beberapa minggu untuk menurunkan risiko kematian neonatus. 24
Khusus pada penatalaksanaan preeklampsia berat (PEB), penanganan terdiri dari
penanganan aktif dan penanganan ekspektatif. Wanita hamil dengan PEB umumnya
dilakukan persalinan tanpa ada penundaan. Pada beberapa tahun terakhir, sebuah pendekatan
yang berbeda pada wanita dengan PEB mulai berubah. Pendekatan ini mengedepankan
penatalaksanaan ekspektatif pada beberapa kelompok wanita dengan tujuan meningkatkan
luaran pada bayi yang dilahirkan tanpa memperburuk keamanan ibu. 25
Adapun terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien dengan PEB antara lain
adalah: 22,23
a. tirah baring
b. oksigen
c. kateter menetap
cairan intravena. Cairan intravena yang dapat diberikan dapat berupa kristaloid maupun
koloid dengan jumlah input cairan 1500 ml/24 jam dan berpedoman pada diuresis, insensible
water loss, dan central venous pressure (CVP). Balans cairan ini harus selalu
diawasi.
e. Magnesium sulfat (MgSO4). Obat ini diberikan dengan dosis 20 cc MgSO4 20% secara
intravena loading dose dalam 4-5 menit. Kemudian dilanjutkan dengan MgSO 4 40% sebanyak
30 cc dalam 500 cc ringer laktat (RL) atau sekitar 14 tetes/menit. Magnesium sulfat ini
diberikan dengan beberapa syarat, yaitu:
1. refleks patella normal
2. frekuensi respirasi >16x per menit
3. produksi urin dalam 4 jam sebelumnya >100cc atau 0.5 cc/kgBB/jam
4. disiapkannya kalsium glukonas 10% dalam 10 cc sebagai antidotum. Bila nantinya
ditemukan gejala dan tanda intoksikasi maka kalsium glukonas tersebut diberikan
dalam tiga menit.
f. Antihipertensi
Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastolik >110 mmHg. Pilihan antihipertensi
yang dapat diberikan adalah nifedipin 10 mg. Setelah 1 jam, jika tekanan darah masih
tinggi dapat diberikan nifedipin ulangan 10 mg dengan interval satu jam, dua jam, atau tiga
jam sesuai kebutuhan. Penurunan tekanan darah pada PEB tidak boleh terlalu agresif yaitu
tekanan darah diastol tidak kurang dari 90 mmHg atau maksimal 30%. Penggunaan
nifedipin ini sangat dianjurkan karena harganya murah, mudah didapat, dan mudah
mengatur dosisnya dengan efektifitas yang cukup baik.
g. Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid direkomendasikan pada semua wanita usia kehamilan 24-34
minggu yang berisiko melahirkan prematur, termasuk pasien dengan PEB. Preeklampsia
sendiri merupakan penyebab 15% dari seluruh kelahiran prematur. Ada pendapat bahwa
janin penderita preeklampsia berada dalam keadaan stres sehingga mengalami percepatan
pematangan paru. Akan tetapi menurut Schiff dkk, tidak terjadi percepatan pematangan
1. Semua wanita hamil dengan kehamilan antara 2434 minggu yang dalam
persalinan
prematur
mengancam
merupakan
kandidat
untuk
pemberian
3. Keuntungan optimal dicapai 24 jam setelah dosis inisial dan berlangsung selama
tujuh hari.
Terminasi
Kehamilan
Penanganan
Ekspektatif
Ibu
Hipertensi yang tak terkontrol ( TD >
160/110 mmHg dengan penggunaan
antihipertensi)
Eklampsia
Trombosit <100.000/mm3
Fungsi hati >2x batas atas nilai normal
dengan adanya nyeri epigastrium
Edema paru
Gangguan fungsi ginjal
Solusio plasenta
Gangguan penglihatan
Fetus
Dijumpai gambaran NST
yang non-reaktif
Biophysic profile <4 pada
2
pemeriksaan
yang
berbeda
Jumlah
cairan amnion
<2cm
EBW dari USG
<5th
persentil
Hipertensi terkontrol
Fungsi hati >2x batas atas nilai normal
dengan adanya nyeri epigastrium
Penanganan Aktif
Penanganan Aktif. Kehamilan dengan PEB sering dihubungkan dengan
peningkatan mortalitas perinatal dan peningkatan morbiditas serta mortalitas ibu.
Sehingga beberapa ahli berpendapat untuk terminasi kehamilan setelah usia
kehamilan
mencapai 34 minggu. Terminasi kehamilan adalah terapi definitif yang terbaik untuk
ibu untuk mencegah progresifitas PEB. 10
Indikasi untuk penatalaksanaan aktif pada PEB dilihat baik indikasi
pada ibu
maupun janin:
Ahmed M30 dkk pada sebuah review terhadap PEB melaporkan bahwa
terminasi kehamilan adalah terapi efektif untuk PEB. Sebelum terminasi, pasien
telah
diberikan
dengan
antikejang,
magnesium
sulfat,
dan
pemberian
antihipertensi. Wagner LK19 juga mencatat bahwa terminasi adalah terapi efektif
untuk PEB. Pemilihan terminasi secara vaginal lebih diutamakan untuk
menghindari faktor stres dari operasi sesar.
Penanganan Ekspektatif
Penanganan ekspektatif. Terdapat kontroversi mengenai terminasi kehamilan
pada PEB yang belum cukup bulan. Beberapa ahli berpendapat untuk memperpanjang usia
kehamilan sampai seaterm mungkin sampai tercapainya pematangan paru atau sampai usia
kehamilan di atas 37 minggu. Adapun penatalaksanaan ekspektatif bertujuan:31,32
Kemudian Rick34 dkk pada tahun 1980 juga menunda kelahiran pasien dengan PEB
selama
48-72
jam
bila
diketahui
rasio
lecitin/spingomyelin
(L/S)
menunjukkan
ketidakmatangan paru.
Banyak peneliti lain yang juga meneliti efektifitas penatalaksanaan ekspektatif ini
terutama pada kehamilan preterm. Di antaranya yaitu Odendaal dkk 35 yang melaporkan hasil
perbandingan penatalaksanaan ekspektatif dan aktif pada 58 wanita dengan PEB dengan usia
kehamilan 28-34 minggu. Pasien ini diterapi dengan MgSO4, hidralazine, dan kortikosteroid
untuk pematangan paru. Semua pasien dipantau ketat di ruang rawat inap.35
Dua puluh dari 58 pasien mengalami terminasi karena indikasi ibu dan janin setelah 48
jam dirawat inap. Pasien dengan kelompok penanganan aktif diterminasi kehamilannya
setelah 72 jam, sedangkan pasien pada kelompok ekspektatif melahirkan pada usia kehamilan
rata-rata 34 minggu. Odendaal35 dkk juga menemukan penurunan komplikasi perinatal pada
kelompok dengan penanganan ekspektatif.
Penelitian lain yang dilakukan Witlin36 dkk melaporkan peningkatan angka
pertumbuhan janin terhambat yang sejalan dengan peningkatan usia kehamilan selama
penanganan secara ekspektatif.
Sedangkan Haddad B37 dkk yang meneliti 239 penderita PEB dengan usia kehamilan
24-33 minggu mendapatkan 13 kematian perinatal dengan rincian 12 bayi pada kelompok
aktif dan 1 kematian perinatal pada kelompok ekspektatif. Sementara angka kematian ibu
sama pada kedua kelompok. Penelitian ini menyimpulkan penanganan PEB secara ekspektatif
pada usia kehamilan 24-33 minggu menghasilkan luaran perinatal yang lebih baik dengan
risiko minimal pada ibu.
Pada pasien dengan PEB, sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam dengan beberapa
hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1.
2.
c.
Memperpendek kala II
d.
Pembedahan cesar dilakukan bila terdapat maternal distress dan fetal distress.
e.
f.
SINDROMA HELLP
Definisi
Definisi dari sindroma HELLP masih kontroversi. Menurut Godlin (1982) sindroma
HELLP merupakan bentuk awal dari PEB. Weinstein (1982) melaporkan sindroma
HELLP merupakan varian yang unik dari preeklampsia, tetapi Mackenna dkk (1983)
melaporkan bahwa sindroma ini tidak berhubungan dengan preeklampsia. Di lain pihak
banyak penulis melaporkan bahwa sindroma HELLP merupakan bentuk lain dari
disseminated intravascular coagulation (DIC) yang terlewatkan karena proses
pemeriksaan laboratorium yang tidak adekuat.2,3
Insidens
Sampai saat ini insidens sindroma HELLP belum diketahui dengan pasti. Hal ini
disebabkan sindroma ini sulit diduga serta gambaran klinisnya mirip dengan penyakit
nonobstetri. 2,3
Menurut Sibai (1964) angka kejadian sindroma HELLP berkisar antara 4 -14% dari
seluruh penderita PEB, sedangkan angka kejadian Sindroma HELLP pada seluruh
kehamilan adalah 0,2 0,6%. Sindroma ini secara bermakna lebih tinggi pada wanita
kulit putih dan multigravida.
Klasifikasi
Terdapat 2 klasifikasi yang digunakan pada Sindroma HELLP, yaitu:
1. Berdasarkan jumlah keabnormalan yang dijumpai.
Audibert dkk (1996 ) melaporkan pembagian Sindroma HELLP berdasarkan jumlah
keabnormalan parameter yang didapati, yaitu: sindroma HELLP murni bila didapati
ketiga parameter, yaitu (1) hemolisis, peningkatan enzim hepar, dan penurunan
jumlah trombosit dengan karakteristik gambaran darah tepi dijumpainya burr cell,
schistocyte, atau spherocytes, LDH > 600 IU/L,, SGOT > 70 IU/ L, bilirubin >1,2
ml/dl, dan jumlah trombosit <100.000/mm3, (2) sindroma HELLP parsial bila
dijumpai hanya satu atau dua parameter sindroma HELLP.
2. Berdasarkan jumlah trombosit.
Martin (1991) mengelompokkan penderita Sindroma HELLP dalam tiga kelas:
a. kelas I : jumlah trombosit 50.000/mm3
b. kelas II : jumlah trombosit > 50.000 - 100.000/mm3
c. kelas III : jumlah trombosit > 100.000 - 150.000/mm3
Penatalaksanaan
Protokol manajemen sindroma HELLP:22
1. Penanganan dimulai sebagaimana penanganan pada PE berat.
2. Adanya Sindroma HELLP bukan merupakan indikasi untuk segera melakukan
terminasi kehamilan. Stabilisasi ibu adalah prioritas utama
EKLAMPSIA
Definisi
Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti "halilintar". Kata tersebut dipakai
karena seolah-olah gejala-gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului oleh
tanda-tanda lain. Secara defenisi eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan
kejang tonik klonik disusul dengan koma. 3,4,7 Menurut saat timbulnya, eklampsia dibagi
atas:
1. eklampsia antepartum (eklampsia gravidarum), yaitu eklampsia yang terjadi sebelum
masa persalinan 4-50%
2. eklampsia intrapartum (eklampsia parturientum), yaitu eklampsia yang terjadi pada saat
persalinan 4-40%
Frekuensi
Frekuensi eklampsia bervariasi antara satu negara dengan negara yang lain. Frekuensi rendah
pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan antenatal yang baik,
penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup, dan penanganan preeklampsia yang sempurna.
Di negara-negara berkembang frekuensi eklampsia berkisar antara 0,3% - 0,7%, sedangkan di
negara-negara maju angka tersebut lebih kecil, yaitu 0,05% - 0,1
%.
3,7
Diagnosis
Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan adanya tanda dan gejala
preeklampsia yang disusul oleh serangan kejang seperti telah diuraikan, diagnosis eklampsia
sudah tidak diragukan. Walaupun demikian, eklampsia harus dibedakan dari :2,3,7
1. Epilepsi
Pada anamnesis pasien epilepsi akan didapatkan episode serangan sejak sebelum hamil
atau pada hamil muda tanpa tanda preeklampsia.
2. Kejang karena obat anestesi
Apabila obat anestesi lokal disuntikkanke dalam vena, kejang baru timbul.
3. Koma karena sebab lain, seperti diabetes melitus, perdarahan otak, meningitis, ensefalitis,
dan lain-lain.
Prognosis
Kriteria Eden adalah kriteria untuk menentukan prognosis eklampsia. Kriteria Eden antara
lain:21,30
1. koma yang lama (prolonged coma)
2. nadi diatas 120
3. suhu 39,4C atau lebih
4. tekanan darah di atas 200 mmHg
5. konvulsi lebih dari 10 kali
6. proteinuria 10 g atau lebih
7. tidak ada edema, edema menghilang
Bila tidak ada atau hanya satu kriteria di atas, eklampsia masuk ke kelas ringan; bila dijumpai
2 atau lebih masuk ke kelas berat dan prognosis akan lebih buruk.
Tingginya kematian ibu dan bayi di negara-negara berkembang disebabkan oleh
kurang sempurnanya pengawasan masa antenatal dan natal. Penderita eklampsia sering datang
terlambat sehingga terlambat memperoleh pengobatan yang tepat dan cepat. Biasanya
preeklampsia dan eklampsia murni tidak menyebabkan hipertensi menahun.
Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan eklampsia sama dengan PEB. Tujuan utamanya ialah
menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan
secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan. 37-40 Pada
dasarnya pengobatan eklampsia terdiri pengobatan medikamentosa dan obstetrik.
Namun, pengobatan hanya dapat dilakukan secara simptomatis karena penyebab
eklampsia belum diketahui dengan pasti. 2,3,21,30
Kerangka Teori
PREECLAMPSIA
Kerangka Konsep
Penanganan Aktif
PEB < 37
Penanganan
minggu
Ekspektatif