Anda di halaman 1dari 11

Matilda Christina Tri Tresnawati

240210140041
Kelompok 9A
IV.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Kontaminasi pada bahan pangan sangat bersifat merugikan bagi konsumen


terutama kontaminasi mikroorganisme patogen (mikroorganisme penyebab
penyakit). Kontaminasi selama pengolahan pangan dapat berasal dari berbagai
tempat seperti mikroorganisme yang berasal dari udara ruang pengolahan, tempat
pengolahan, pekerja, wadah, peralatan pengolahan pangan, hingga bahan baku
pangan itu sendiri.
Bahan baku merupakan salah satu sumber kontaminasi terbesar yang
langsung mempengaruhi tingkat kontaminasi suatu produk pangan. Apabila suatu
bahan baku tidak bersih atau telah mengalami kontaminasi oleh mikroorganisme
dalam jumlah yang tinggi, maka kualitas bahan pangan yang akan dihasilkanpun
akan buruk, tidak sehat, produk menjadi lebih mudah rusak atau busuk selama
penyimpanan. Kandungan nutrisi suatu bahan pangan dapat memberikan
keterangan mutu bahan mentahnya, sanitasi yang tepat pada pengolahan pangan
tersebut, serta keefektifan metode pengawetan yang baik digunakan (Pelczar,
2005).
Praktikum kali ini mengamati jumlah kontaminan pada bahan baku. Bahan
baku pangan yang digunakan adalah sampel sayur, buah, ikan, dan daging yaitu
sayur yang tidak dicuci, sayur yang dicuci oleh mamalime, buah yang tidak
dicuci, buah yang dicuci mama lime, daging sapi yang tidak dicuci, dan ikan yang
tidak dicuci. Sampel terlebih dahulu dipotong dengan ukuran 2x2,5 cm. Lalu,
dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 25 ml NaCl Fis yang
berfungsi sebagai pengencer. Menurut Sukarminah, Sumanti dan Hanidah (2008),
penggunaan NaCl fis ini dikarenakan larutan tersebut bersifat isotonik dalam
tubuh mikroorganisme, sehingga mikrooorganisme yang ada dalam sampel dapat
tetap bertahan hidup. Selain itu, NaCl fis juga dapat mempertahankan kondisi pH.
Sebagaimana kita ketahui bahwa pertumbuhan mikroorganisme sangat peka
terhadap perubahan pH, sehingga diperlukan suatu larutan yang tidak
mempengaruhi kondisi pH.
Setelah itu, erlenmeyer tersebut dikocok 25 kali dan diinokulasi sebanyak
1 ml suspensi masing-masing ke dalam dua cawan petri yang berbeda. Cawan

Matilda Christina Tri Tresnawati


240210140041
Kelompok 9A
petri tersebut masing-masing ditambahkan media SMA. Cawan petri pertama
diinkubasi suhu 30oC selama 2 hari, cawan petri lainnya diinkubasi dengan suhu
550C selama 2 hari, lalu dilakukan pengamatan dan dihitung jumlah bakteri
proteolitiknya. Inkubasi dilakukan pada suhu 30oC untuk mengetahui bakteri
proteolitik apa saja yang tumbuh. Sedangkan inkubasi pada suhu 55 oC dilakukan
untuk mengetahui bakteri proteolitik termofilik yang tumbuh. Hasil pengamatan
dari praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengujian Sanitasi Bahan Baku
Jumlah Bakteri
Kel Sampel
o
30 C
55oC
Bakteri: 89
Bakteri: 63
Khamir: 2
Daging
1
tidak
dicuci

Bakteri : TBUD
2

Ikan
tidak
dicuci

Wortel
tidak
dicuci

bakteri : 272
khamir : 9

Kol
tidak
dicuci

Bakteri : TBUD
Khamir : 23

445/mL
suspensi

315/mL
suspensi

TBUD

Bakteri :
475/ml
suspensi

1353,50/mL
suspensi

975,32/mL
suspense

TBUD

TBUD

Bakteri : 95
Kapang : 15

bakteri : 196
khamir : 9

Jumlah Bakteri Proteolitik


30oC
55oC

Bakteri : TBUD

Matilda Christina Tri Tresnawati


240210140041
Kelompok 9A
Bakteri: TBUD
5

mangga
(tdk
dicuci)

kapang: 12
Bakteri: 90

Bakteri : 580

Daging
dicuci

Ikan
dicuci

wortel
dicuci

Kol di
cuci

10

Bakteri:
450/mL
suspensi

Bakteri:
TBUD

Bakteri :
2900/ mL
suspensi

Bakteri :
TBUD

Bakteri:
TBUD

Bakteri:
25/ml
suspense

bakteri :
7375/mL
suspensi

bakteri :
TBUD

Tidak ada
zona bening

TBUD

Bakteri :
TBUD

Bakteri :
1840/ ml

Bakteri : TBUD

Bakteri: TBUD

Bakteri: 5
Khamir: 21

bakteri: 590

bakteri : TBUD

Bakteri: TBUD
Khamir :27
Bakteri : TBUD
Khamir : 84

Mangga
dicuci

Bakteri: TBUD
Bakteri : 368
Khamir : 1

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015)

Jumlah bakteri proteolitik ini didapatkan dari perhitungan matematis yaitu :


Jumlah bakteri proteolitik =

1 cm 25 ml
x
x jumlah koloni dalam ml suspensi
5 cm 1 ml

Pada Suhu 30oC

Contoh perhitungan kelompok 1 :

Matilda Christina Tri Tresnawati


240210140041
Kelompok 9A
Jumlah bakteri proteolitik =

1 cm 25 ml
x
x jumlah koloni dalam ml suspensi
5 cm 1 ml

Jumlah bakteri proteolitik =

1 cm 25 ml
x
x 89
5 cm 1 ml

Jumlah bakteri proteolitik = 445/ml suspensi

Contoh perhitungan kelompok 5 :


Jumlah bakteri proteolitik =

1 cm 25 ml
x
x jumlah koloni dalam ml suspensi
5 cm 1 ml

Jumlah bakteri proteolitik =

1 cm 25 ml
x
x 90
5 cm 1 ml

Jumlah bakteri proteolitik = 450/ml suspensi

Pada Suhu 55oC

Contoh perhitungan kelompok 1 :


Jumlah bakteri proteolitik =

1 cm 25 ml
x
x jumlah koloni dalam ml suspensi
5 cm 1 ml

Jumlah bakteri proteolitik =

1 cm 25 ml
x
x 63
5 cm 1 ml

Jumlah bakteri proteolitik = 315/ml suspensi

Contoh perhitungan kelompok 7 :


Jumlah bakteri proteolitik =

1 cm 25 ml
x
x jumlah koloni dalam ml suspensi
5 cm 1 ml

Jumlah bakteri proteolitik =

1 cm 25 ml
x
x5
5 cm 1 ml

Jumlah bakteri proteolitik = 25/ml suspensi

Matilda Christina Tri Tresnawati


240210140041
Kelompok 9A
SMA merupakan Skim Milk Agar yang berfungsi sebagai tempat tumbuh
bakteri proteolitik atau pemecah protein yang pertumbuhannya ditandai dengan
areal bening di sekitar koloni. Media SMA ini merupakan medium yang
mengandung kasein sehingga cocok digunakan untuk mendeteksi bakteri
proteolitik. Adapun cara membuat SMA adalah dengan mencampurkan PCA
dengan komposisi 22,5 g/L dan susu skim steril dengan komposisi 8 g/L,
ditambahkan akuades hingga volume yang diinginkan dalam erlenmeyer (pada
praktikum 100 mL). Panaskan hingga homogen dan disterilisasi dalam autoklaf
dengan suhu 121C selama 15 menit.
Susu skim digunakan sebagai sumber substrat. Susu skim merupakan susu
yang mengandung protein tinggi 3,7 % dan lemak 0,1%. Susu skim mengandung
kasein sebagai protein susu dimana akan dipecah oleh mikroorganisme proteolitik
menjadi senyawa nitrogen terlarut sehingga pada koloni dikelilingi area bening
(Fardiaz,1992).
Bakteri yang termasuk golongan bakteri proteolitik adalah bakteri yang
memproduksi enzim protease ektraseluler, yaitu enzim pemecah protein yang
diproduksi di dalam sel kemudian dilepaskan keluar dari sel. Semua bakteri
mempunyai enzim protease di dalamsel, tetapi tidak semua mempunyai enzim
protease ektraseluler (Sukarminah et al., 2008). Menurut Fardiaz (1992), bakteri
proteolitik dapat dibedakan atas beberapa kelompok yaitu :
1. Bakteri aerobik atau anaerobik fakultatif, tidak membentuk spora, misalnya
Pseudomonas dan proteus.
2. Bakteri aerobik atau anaerobik fakultatif, membentuk spora, misalnya
Bacillus.
3. Bakteri anaerobik pembentuk spora, misalnya sebagian spesies Clostridium.
Kebanyakan

spesies

Clostridium

dan

beberapa

spesies

Proteus,

Pseudomonas, dan bakteri tidak berspora lainnya bersifat putrefaktif yaitu


memecah protein secara anaerobik dan memproduksi komponen-komponen yang
berbau busuk seperti hidrogen sulfida, merkaptan, amin, indol, skatol, dan asamasam lemak. Sedangkan, Bacillus merupakan bakteri gram positif, berbentuk
batang, dapat tumbuh pada kondisi aerob dan anaerob. Sporanya tahan terhadap
panas (suhu tinggi). Bacillus mempunyai sifat mampu tumbuh pada suhu lebih

Matilda Christina Tri Tresnawati


240210140041
Kelompok 9A
dari 50C dan suhu kurang dari 5C, mampu bertahan terhadap pasteurisasi,
mampu tumbuh pada konsentrasi garam tinggi (>10%), mampu menghasilkan
spora, dan mempunyai daya proteolitik yang tinggi dibandingkan mikroba lainnya
(Fardiaz, 1992). Pertumbuhan bakteri proteolitik ini pada media SMA ditandai
dengan adanya zona bening di sekitar mikroorganisme akibat aktivitas bakteri
proteolitik tersebut.
Enzim proteolitik atau sering disebut juga enzim protease merupakan
kelompok enzim yang menguraikan protein menjadi molekul yang lebih kecil.
Setiap tipe enzim protease memiliki kemampuan berbeda dalam menghidrolisis
ikatan peptida. Contoh enzim protease antara lain pepsin, tripsin, kemotripsin,
papain, bromelain, dan subtilisin. Enzim protease berperan penting dalam
metabolisme tubuh dari pengaturan fungsi hati hingga sistem imun. Selain itu,
enzim protease juga menguraikan fibrin berlebih di sistem peredaran darah dan
jaringan penghubung lainnya seperti otot. Enzim ini memberi nutrisi dan darah
kaya oksigen untuk membuang sisa metabolisme yang dihasilkan dari peradangan
dan fibrin berlebih, sehingga enzim protease mencegah penggumpalan darah
(Fardiaz, 1992).
Akibat kekurangan enzim protease adalah menghasilkan kelebihan basa
dalam tubuh sehingga menyebabkan kecemasan dan insomnia. Enzim protease
juga memiliki kemampuan untuk mencerna bakteri dan virus tertentu, sehingga
orang yang kekurangan enzim protease adalah mereka yang memiliki tingkat
kekebalan tubuh yang rendah. Hal ini membuat tubuh mereka rentan terhadap
bakteri, infeksi virus, infeksi ragi, dan penurunan kekebalan tubuh secara umum.
Perlakuan pada sampel dalam praktikum kali ini ada dua yaitu sampel yang
idak dicuci dan sampel yang dicuci dengan air. Tujuan dari perlakuan pencucian
yaitu untuk mengurangi atau menurunkan jumlah cemaran bakteri yang melekat
pada permukaan sampel sehingga dapat mengurangi terjadinya bahaya biologis
atau mikrobiologis termasuk bakteri proteolitik pada bahan. Berdasarkan hasil
pengamatan pada suhu 30oC, jumlah bakteri yang tumbuh pada sampel ikan yang
tidak dicuci, kol yang tidak dicuci, ikan yang dicuci, kol yang dicuci, dan mangga
yang dicuci adalah TBUD (Tidak Bisa Untuk Dihitung). secara keseluruhan

Matilda Christina Tri Tresnawati


240210140041
Kelompok 9A
jumlah mikroba banyak yang menunjukkan hasil yang TBUD (Terlalu Banyak
Untuk Dihitung).
Sampel daging yang tidak dicuci jumlah koloni bakteri proteolitik yang
tumbuh adalah 445/ml suspensi, pada sampel wortel yang tidak dicuci jumlah
koloni bakteri proteolitik yang tumbuh adalah 1.353,50/ml suspensi, pada sampel
mangga yang tidak dicuci, jumlah bakteri proteolitik yang tumbuh adalah 450/ml
suspensi, pada sampel daging yang dicuci jumlah bakteri proteolitik yang tumbuh
adalah 2900/ml suspensi, pada sampel wortel yang dicuci jumlah bakteri
proteolitik yang tumbuh adalah 7375/ml suspensi, dan terakhir pada sampel kol
yang dicuci tidak terdapat bakteri proteolitik yang tumbuh karena tidak terdapat
zona bening pada media sebagai tanda adanya bakteri proteolitik yang tumbuh.
Jumlah bakteri yang tumbuh pada sampel yang dicuci dengan air pada
umumnya lebih banyak jika dibandingkan dengan sampel yang tidak dicuci.
Seharusnya, jumlah bakteri yang tumbuh pada sampel yang tidak dicuci ini lebih
banyak dibandingkan dengan sampel yang dicuci dengan air. Hal ini dapat
disebabkan karena air yang digunakan untuk mencuci sampel mengandung
kontaminan

yang

dapat

mencemari

sampel.

Air

banyak

mengandung

mikroorganisme sehingga dapat terjadi kontaminasi silang. Pada kontaminasi


silang ini dapat terjadi transfer kontaminan biologi atau kimia terhadap produk
pangan dari bahan baku, pekerja, atau lingkungan penanganan produk. Selain air,
kontaminan juga dapat berasal dari peralatan yang digunakan. Peralatan yang
kurang bersih dapat mengakibatkan sampel tercemar juga. Kontaminan bisa
perasal juga dari lingkungan sekitar. Lingkungan yang kuang bersih dapat
mengakibatkan sampel menjadi terkontaminasi.
Perlakuan dengan suhu 55C juga menunjukkan hasil yang berbeda dimana
pada sampel kol yang tidak dicuci, sampel mangga tidak dicuci, sampel daging
yang dicuci, sampel wortel dicuci, dan sampel kol yang dicuci media SMA
ditumbuhi bakteri proteolitik yang TBUD (Tidak Bisa Untuk Dihitung). Sampel
daging yang tidak dicuci ditumbuhi bakteri proteolitik sebanyak 315/ml suspensi,
pada sampel ikan tidak dicuci bakteri proteolitik yang tumbuh sebanyak 475/ml
suspensi, pada sampel wortel tidak dicuci sebanyak 975,32/ml suspensi, pada

Matilda Christina Tri Tresnawati


240210140041
Kelompok 9A
sampel ikan yang dicuci sebanyak 25/ml suspensi, dan terakhir pada sampel
mangga yang dicuci sebanyak 1840/ml suspensi.
Sampel yang diinkubasi pada suhu 55C yang tidak dicuci dengan air
ditumbuhi oleh bakteri proteolitik lebih sedikit dari sampel yang dicuci dengan air
sama seperti sampel yang diinkubasi pada suhu 30 oC kecuali pada sampel
mangga. Hal ini dapat disebabkan pula karena air yang digunakan untuk mencuci
sampel mengandung kontaminan yang dapat mencemari sampel. Air banyak
mengandung mikroorganisme sehingga dapat terjadi kontaminasi silang. Pada
kontaminasi silang ini dapat terjadi transfer kontaminan biologi atau kimia
terhadap produk pangan dari bahan baku, pekerja, atau lingkungan penanganan
produk. Selain air, kontaminan juga dapat berasal dari peralatan yang digunakan.
Peralatan yang kurang bersih dapat mengakibatkan sampel tercemar juga.
Kontaminan bisa perasal juga dari lingkungan sekitar. Lingkungan yang kuang
bersih dapat mengakibatkan sampel menjadi terkontaminasi.
Jumlah mikroba paling banyak tumbuh di media yang diinkubasi pada suhu
ruang 300C dibandingkan pada media yang diinkubasi pada suhu 550C, karena
suhu tinggi dapat menghambat pertumbuhan bakteri proteolitik seperti
Clostridium dan Pseudomonas. Menurut Sukarminah et al. (2008), hal ini
dikarenakan, suhu optimum pertumbuhan Clostridium adalah 43-47C dan suhu
optimum pertumbuhan Pseudomonas adalah 42C. Sedangkan, bakteri proteolitik
yang kemungkinan tumbuh pada suhu inkubasi 55 0C adalah bakteritermofilik
seperti Bacillus. Pada suhu 300C untuk komoditi yang mendapat perlakuan
pencucian, bakteri proteolitik banyak ditemukan pada sampel sayur-sayuran.
Namun seharusnya bakteri proteolitik banyak tumbuh pada sampel dagingdagingan. Hal ini disebabkan karena tingginya kandungan protein pada sampel
daging sehingga jumlah bakteri proteolitiknya jauh lebih banyak dibandingkan
sampel sayuran atau buah-buahan yang kadar proteinnya sedikit. Menurut Buckle
et al. (1987), kandungan protein pada ikan berkisar 14-21%, sedangkan protein
pada dagingsapidanayam berkisar 18%.
Sayur dan buah merupakan salah satu jenis produk pangan yang
mengandung kadar air yang tinggi. Kandungan air, serta berbagai senyawa makro
seperti karbohidrat, protein, dapat menjadi media tempat tumbuh mikroba yang

Matilda Christina Tri Tresnawati


240210140041
Kelompok 9A
baik. Contoh mikroba lain yang umumnya tumbuh pada sayuran dan buah-buahan
adalah Erwiniacarotovora. Bakteri ini bersifat patogenik, gram negatif, dan
berbentuk batang. Sedangkan, pada sampel daging ayam, sapi, dan ikan yang
memiliki kandungan protein yang tinggi sehingga sangat mudah terkontaminasi
bakteri proteolitik khususnya pada ikan. Mikroorganisme yang umumnya
mengkontaminasi

bahan

baku

daging

adalah

Salmonella,

Clostridium

perfringens, Staphylococcus aureus, dan Streotokoki fekal (Buckle et al., 1987)


Bakteri

termofilik

adalah

bakteri

yang

memiliki

suhu

optimal

pertumbuhannya diatas 450C, biasanya pada suhu 550C. Bakteri ini tumbuh pada
makanan yang disimpan pada suhu tinggi (lemari pemanas). Bakteri gram negatif
biasanya kurang tahan panas dibandingkan bakteri gram positif, sedang sporaspora dari ragi dan jamur lebih tahan panas dibandingkan sel-sel vegetatif. Bakteri
yang bersifat termofilik diantaranya adalah Micrococcus, Microbacterium,
Streptococcus, Lactobacillus, Bacillus dan Clostridium. Sedangkan dari golongan
kapang contohnya adalah Aspergillus dan Penicillium (Buckle et al., 1987).
Pengendalian kemanan pangan pada bahan baku dapat dilakukan dengan
penyimpanan bahan segar terutama bahan pangan hewani pada suhu 7,50C atau
lebih rendah. Makanan juga tidak boleh dikeluarkan dari lemari pembeku
langsung ke suhu kamar. Selain itu, ruang penyimpanan harus selalu bersih,
penggunaan insektisida yang harus mengikuti peraturan untuk menghindari
keracunan makanan oleh bahan kimia. Bahan-bahan lain selain makanan tidak
boleh disimpan dalam tempat makanan yang dimaksudkan untuk mencegah
kontaminasi silang.

Matilda Christina Tri Tresnawati


240210140041
Kelompok 9A

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan
Menurut praktikum Pengujian Jumlah Kontaminan Bahan Baku yang telah

dilakukan, dapat disimpilkan bahwa:

Pencucian merupakan salah satu cara yang dapat mengurangi kontaminan

pada bahan baku.


Jumlah mikroorganisme paling banyak terdapat pada sampel wortel yang
dicuci sebanyak 7.375/ml suspensi yang diinkubasi pada suhu 30oC.
Namun seharusnya bakteri paling banyak tumbuh pada sampel yang tidak
dicuci dan diinkubasi pada suhu 30oC dan tidak dicuci, yang menandakan

banyak mikroorganisme mesofilik sebagai kontaminannya.


Pertumbuhan bakteri proteolitik ditandai dengan terbentuknya zona bening

di sekeliling koloni.
Jumlah mikroorganisme pada sampel yang dicuci lebih banyak dari bahan

yang tidak dicuci.


Pengendalian kemanan pangan pada bahan baku dapat dilakukan dengan
penyimpanan bahan segar terutama bahan pangan hewani pada suhu 7,5 0C

atau lebih rendah.


Pertumbuhan bakteri proteolitik ditandai dengan adanya zona bening pada

media
Jumlah bakteri yang tumbuh pada media hasil inkubasi pada suhu 55 0C
lebih sedikit dibandingkan bakteri yang tumbuh pada media hasil inkubasi
pada suhu 300C

5.2

Saran

Matilda Christina Tri Tresnawati


240210140041
Kelompok 9A
Saran yang dapat diberikan setelah dilakukan praktikum Pengujian Jumlah
Kontaminan Bahan Baku adalah:

Pencucian bahan baku sebaiknya menggunakan air yang bersih


Praktikan harus melakukan praktikum di lingkungan yang bersih
Praktikan harus menggunakan peralatan yang steril saat praktikum
Praktikan harus melakukan praktikum secara aseptis
Praktikan harus membersihkan peralatan dan wadah tidak hanya dengan
air saja
DAFTAR PUSTAKA

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan.
Universitas Indonesia, Jakarta.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Pelczar, M. J. 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi. UI PRESS, Jakarta.
Sukarminah, E., D.M. Sumanti, dan I. Hanidah. 2008. Mikrobiologi Pangan.
Penerbit Universitas Padjadjaran, Jatinangor.

Anda mungkin juga menyukai