TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Preeklampsia
Preeklampsia adalah kelainan malfungsi endotel pembuluh darah atau
vaskular yang menyebar luas sehingga terjadi vasospasme setelah usia kehamilan
20 minggu, mengakibatkan terjadinya penurunan perfusi organ dan pengaktifan
endotel yang menimbulkan terjadinya hipertensi, edema nondependen, dan
dijumpai proteinuria 300 mg per 24 jam atau 30 mg/dl (+1 pada dipstick) dengan
nilai sangat fluktuatif saat pengambilan urin sewaktu.3
Preeklampsia adalah terjadinya peningkatan tekanan darah paling sedikit
140/90, proteinuria dengan atau tanpa edema. Edema tidak lagi dimasukkan dalam
kriteria diagnostik, karena edema juga dijumpai pada kehamilan normal.
Pengukuran tekanan darah harus diulang berselang 4 jam. Preeklampsi merupakan
penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan
dan masa nifas. Dari gejala-gejala klinik preeklampsi dapat dibagi menjadi
preeklampsi ringan dan preeklampsi berat.5
Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda khas tekanan darah
tinggi (hipertensi), disertai protein dalam urine (proteinuria) dengan atau tanpa
edema yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam
trimester ketiga kehamilan, tetapi dapat juga terjadi pada trimester kedua
kehamilan. Sering tidak diketahui atau diperhatikan oleh wanita hamil yang
bersangkutan, sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat terjadi preeklampsia
berat bahkan dapat menjadi eklampsia yaitu dengan tambahan gejala kejangkejang dan atau koma. Kedatangan penderita sebagian besar dalam keadaan
preeklampsi berat dan eklampsi.4
Preeklampsia
merupakan
sindrom
spesifik
kehamilan
berupa
berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai
dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria. Preeklampsi terjadi pada umur
kehamilan di atas 20 minggu, paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37
minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja pada pertengahan kehamilan.
Preeklampsi dapat berkembang dari preeklampsi yang ringan sampai preeklampsi
yang berat.6
B. Klasifikasi Preeklampsia
Dari berbagai gejala, preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan
dan preeklampsia berat.4
1. Kriteria Preeklampsia Ringan :
Preeklampsia ringan adalah jika tekanan darah 140/90 mmHg, tapi <
160/110 mmHg dan proteinuria +1.4
~ Hipertensi dengan sistolik/diastolik > 140/90 mmHg, tapi <160/110 mmHg
sedikitnya enam jam pada dua kali pemeriksaan tanpa kerusakan organ.
~ Proteinuria > 300 mg/24 jam atau > 1 + dipstik.
~ Edema generalisata yaitu pada lengan, muka, dan perut.
2. Kriteria Preeklampsia Berat :
Preeklampsia berat dibagi menjadi : preeklampsia berat tanpa impending
eclampsia dan preeklampsia berat dengan impending eclampsia. Disebut
C. Epidemiologi Preeklampsia
Penyakit hipertensi adalah komplikasi paling umum dari kehamilan yang
mempengaruhi 6-8% kehamilan di USA.11 Penyakit hipertensi dalam kehamilan
10
11
12
Oxidatif stress pada tahap berikutnya bersama dengan zat toksis yang
beredar dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sel endothel pembuluh darah
yang disebut disfungsi endothel yang dapat terjadi pada seluruh permukaan
endothel pembuluh darah pada organ-organ penderita preeklampsia.15
3. Disfungsi dan Aktivasi dari Endotelial
Endotel adalah lapisan sel yang melapisi dinding vaskular yang
menghadap ke lumen dan melekat pada jaringan subendotel yang terdiri atas
kolagen dan berbagai glikosaminoglikan termasuk fibronektin. Dahulu dianggap
bahwa fungsi endotel adalah sebagai barrier struktural antara sirkulasi dengan
jaringan di sekitarnya, tetapi sekarang telah diketahui bahwa endotel berfungsi
mengatur tonus vaskular, mencegah trombosis, mengatur aktivitas sistem
fibrinolisis, mencegah perlekatan leukosit dan mengatur pertumbuhan vaskular.
Substansi vasoaktif yang dikeluarkan endotel antara lain nitric oxide (NO) yang
juga disebut endothelial-derived relaxing factor (EDRF), endothelial-derived
hyperpolarizing factor (EDHF), prostasiklin (PGI2), bradikinin, asetilkolin,
serotonin dan histamine. Substansi vasokonstriktor antara lain endothelin, platelet
activating factor (PAF), angiotensin II,prostaglandin H2, trombin dan nikotin.
Endotel juga berperan pada hemostasis dengan mempertahankan
permukaan yang bersifat antitrombotik. Melalui ekspresi trombomodulin, endotel
membantu trombin dalam mengaktifkan protein C menjadi protein C aktif. Selain
itu endotel juga mensintesis protein S yang bekerja sebagai kofaktor protein C
dalam menginaktivasi factor Va dan factor VIIIa. Endotel juga mensintesis factor
vonWillebrand (vWF) yang berfungsi dalam proses adhesi trombosit dan sebagai
13
Sekresi
vWF
dapat
terjadi
melalui
mekanisme
yaitu
dan
disebut
disfungsiendotel.
Pada
keadaan
ini
terjadi
14
hepar yaitu VLDL (Very Low Density Lipoprotein), LDL (Low Density
Lipoprotein), dan HDL (High Density Lipoprotein).15
Pada Preeklampsia, asam lemak bebas (Free Fatty Acid=FFA) meningkat
sebelum timbul gejala klinis, sehingga rasio FFA/Albumin menjadi lebih tinggi
dengan
peningkatan
aktivitas
lipofilik
yang
mengakibatkan
percepatan
TxPA
merupakan
bentuk
isoelektrik
(Isoelectric
point=pl)
15
F. Patogenesis Preeklampsia
Walaupun etiologi preeklampsia belum jelas, semua faktor risiko
menunjukan kepada patofisologi umum yang mendominasi, yaitu disfungsi
endotel.16 Pada disfungsi endotel terjadi ketidakseimbangan substansi vasoaktif
sehingga dapat terjadi hipertensi. Disfungsi endotel juga menyebabkan
permeabilitas vascular meningkat sehingga menyebabkan edema dan proteinuria.
Jika terjadi disfungsi endotel maka pada permukaan endotel akan diekspresikan
molekul adhesi, seperti Vascular CellAdhesion Molecule-1(VCAM-1) dan
Intercellular Cell Adhesion Molecule-1 (ICAM-1).14 Wanita hamil dengan
preeklampsia mengalami peningkatan sensitivitas terhadap agen pressor,
penurunan kadar prostasiklin (vasodilator) dan peningkatan kadar tromboksan
(vasokonstriktor) dibandingkan dengan wanita hamil normal.17
Selain itu diduga bahwa respon inflamasi maternal yang berlebihan
melawan antigen fetal yang dianggap asing menyebabkan terganggunya invasi
trofoblas dengan defek pada remodeling arteri spiral.Hal ini menyebabkan
peninggian resistensi vaskular dan penurunan perfusi plasenta.16
Preeklampsia ditandai dengan hipoksia plasenta dan / atau iskemia, stres
oksidatif yang berlebihan, berkaitan dengan disfungsi endotel. Pelepasan faktor
soluble dari plasenta yang iskemik ke dalam plasma ibu memainkan peran sentral
dalam disfungsi endotel yang menjadi salah satu patogenesis paling menonjol dari
penyakit ini. Data terbaru menunjukkan bahwa disfungsi endotel dalam hasil
preeklamsia dari dimediasi antiangiogenik dengan tingkat sirkulasi yang tinggi
dari soluble Fms-like tyrosine kinase 1 (sFlt1) dan soluble endoglin secara
16
Tingkat kadar sFlt1 yang tinggi dalam sirkulasi telah dibuktikan dalam
wanita dengan preeklamsia, dan kadar yang tinggi ini dapat timbul lebih dahulu
dari preeklamsia itu sendiri dan tingkat keparahan preeclampsia dapat berkorelasi
17
dengan tingginya tingkat sFlt1. Demikian sFlt1 bertindak sebagai inhibitor VEGF
dan PIGF dengan cara mengikat molekul-molekul tersebut dalam sirkulasi dan
jaringan target , seperti, ginjal. Konsisten dengan pengamatan ini, pemberian sFlt1
pada tikus hamil menghasilkan sindrom yang mirip preeklampsia dengan gejala
hipertensi, proteinuria, dan edema.18
Selama ini preeclampsia diasumsikan sebagai self-limited disease yang
akan menghilang setelah bayi dilahirkan dan plasenta dikeluarkan, tetapi beberapa
penelitian menunjukkan bahwa disfungsi endothelial maternal dapat berlangsung
sampai bertahun-tahun setelah episode preeclampsia.18
Kehamilan normal memicu perubahan dalam fisiologi tubuh ibu untuk
mengakomodasi fetus dan plasent. Pada kehamilan normal didapatkan perubahan
sistem imun menjadi tipe respon imunTh-2 yang melindungi bayi dari respon
imun Th-1 type yang dapat membahayakan bayi dengan produknya yaitu IL-2, IL12, IFN dan TNF. Inflamasi ini diduga menjadi suatu penyebab antara kejadian
preeclampsia dan respon adaptif imun. Inflamasi sistemik pada preeclampsia
diduga merupakan akibat dari reaksi sistem imun Th-1.18
Redman et al menyatakan bahwa preeclampsia merupakan hasil dari
respon inflamasi vascular maternal yang berlebihan. Sepakat dengan pernyataan
ini, beberapa penelitian memberikan hasil ditemukan penanda aktivasi neutrofil
pada preeclampsia, sementara penelitian lain memberikan hasil meningkatnya
respon inflamasi melalui aktivasi sistem komplemen terutama sitokin TNF dan
IL-6. Meskipun begitu, beberapa penelitian gagal untuk menemukan korelasi
antara status inflamasi dan gejala klinis preeclampsia. Sepakat dengan pernyataan
18
tersebut, ibu hamil dengan infeksi berat dengan inflamasi yang aktif dan tingkat
sitokin yang tinggi tidak selalu menjadi preeclampsia sehingga peran inflamasi
dalam menjadi penyebab utama preeclampsia masih lemah.18
Usaha untuk lebih memahami pathogenesis dari preeclampsia adalah
dengan membuat model binatang untuk penyakit ini. Dengan memakai model ini,
seperti model the uterine perfusion reduction dapat diketahui bahwa kejadian
hipertensi, proteinuria, dan disfungsi endotel berkaitan dengan meningkatnya
kadar sFLt1 dan preproendothelin. Lebih jauh lagi, pemberian endothelin type A
receptor antagonist menormalkan hipertensi secara komplit pada model ini, yang
berarti antagonis ini tidak memiliki efek dalam mengontrol kehamilan normal.18
Pada model kedua dimana hewan diberikan sFLt1 dalam jumlah besar
untuk memberikan gejala serupa preeclampsia, terjadi peningkatan signaling
endothelin dan saat diberikan endothelin antagonist respon hipertensi ini
menghilang. Hal ini menunjukkan bahwa hipertensi yang berkaitan dengan kadar
sFLt1 yang tinggi tersebut tergantung dari signaling endothelin. Soluble endoglin
(sEng) merupakan faktor antiangiogenik yang diisolasi dari plasenta dan darah
wanita dengan preeclampsia. sEng menghambat pengikatan of transforming
growth factor (TGF)- pada reseptornya dan menurunkan regulasi sintesi nitric
oxide (NO). Kombinasi dari peningkatan sFlt1 dan sEng tersebut diduga
mempengaruhi produksi NO dan mengaktivasi signaling endothelin-1terlihat
dengan gejala hipertensi dan disfungsi endothelial maternal.18
19
G. Penatalaksanaan Preeklampsia
Terminasi kehamilan tetap merupakan terapi definitif preeklampsia.
Walaupun risiko maternal dan fetal harus dipertimbangkan dalam pengambilan
keputusan terminasi kehamilan, indikasi yang jelas untuk melakukan terminasi
kehamilan ada, yaitu (ACOG, 2002):19
1) Indikasi Fetal
a) Restriksi pertumbuhan intrauterin yang berat
b) Nonreassuring fetal surveillance
c) Oligohidramnion
2) Indikasi Maternal
a) Usia kehamilan sama atau lebih dari 38 minggu
b) Jumlah trombosit di bawah 100.000/mm3
c) Gangguan hati yang progresif
20
2.
2.
3.
Vitamin prenatal
4.
5.
6.
b.
c.
21
d.
c.
d.
Gangguan visus
Nyeri epigastrium
3. Pemeriksaan laboratorium
a.
e.
22
partus
2.
23
dipertahankan
selama
mungkin
sambil
memberikan
terapi
medikamentosa
Aktif, agresif ; bila umur kehamilan 37 minggu, artinya kehamilan
dikahiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.
a. Pemberian terapi medikamentosa
o Segera masuk rumah sakit
o Tirah baring miring ke kiri secara intermiten
o Infus Ringer Laktat atau Ringer Dekstrose 5%
o Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang.
o Pemberian MgSO4 dibagi :
24
KASUS
Loading dose
Maintenance dose
Dihentika
n
24jam
Preeklamsi
10 g IM
pasca
salah
satu persalinan
bokong
Eklampsi
1)
4g
20% IV; 1g/menit
2)
50% IM:
Bergantian
salah
satu
bokong
2-3
- 5g IM bokong kanan
plasma
- 5g IM bokong kiri
3, 5-6 mEq/l
3)
Dita
mbah 1.0 mllidocaine
4)
Jika
konvulsi tetap terjadi
25
jam
dicapai
kadar
26
Diuretikum
Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin, karena :
1. Memperberat penurunan perfusi plasenta
2. Memperberat hipovolemia
3. Meningkatkan hemokonsentrasi
Diuretikum yang diberikan hanya atas indikasi :
1. Edema paru
2. Payah jantung kongestif
3. Edema anasarka
Diet
Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori
yangberlebih
27
2)
b.
c.
Terapi Medikamentosa :
1)
2)
3)
4)
Pemberian
glukokortikoid
diberikan
pada
umur
28
3)
4)
5)
6)
e.
f.
Cara persalinan :
1)
2)
29
3)
b) Indikasi Janin :
o
Timbulnya oligohidramnion.
Cara Persalinan24 :
Sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam
Penderita belum inpartu
a.
2.
3.
4.
31