Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Preeklampsia
Preeklampsia adalah kelainan malfungsi endotel pembuluh darah atau
vaskular yang menyebar luas sehingga terjadi vasospasme setelah usia kehamilan
20 minggu, mengakibatkan terjadinya penurunan perfusi organ dan pengaktifan
endotel yang menimbulkan terjadinya hipertensi, edema nondependen, dan
dijumpai proteinuria 300 mg per 24 jam atau 30 mg/dl (+1 pada dipstick) dengan
nilai sangat fluktuatif saat pengambilan urin sewaktu.3
Preeklampsia adalah terjadinya peningkatan tekanan darah paling sedikit
140/90, proteinuria dengan atau tanpa edema. Edema tidak lagi dimasukkan dalam
kriteria diagnostik, karena edema juga dijumpai pada kehamilan normal.
Pengukuran tekanan darah harus diulang berselang 4 jam. Preeklampsi merupakan
penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan
dan masa nifas. Dari gejala-gejala klinik preeklampsi dapat dibagi menjadi
preeklampsi ringan dan preeklampsi berat.5
Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda khas tekanan darah
tinggi (hipertensi), disertai protein dalam urine (proteinuria) dengan atau tanpa
edema yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam
trimester ketiga kehamilan, tetapi dapat juga terjadi pada trimester kedua
kehamilan. Sering tidak diketahui atau diperhatikan oleh wanita hamil yang
bersangkutan, sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat terjadi preeklampsia

berat bahkan dapat menjadi eklampsia yaitu dengan tambahan gejala kejangkejang dan atau koma. Kedatangan penderita sebagian besar dalam keadaan
preeklampsi berat dan eklampsi.4
Preeklampsia

merupakan

sindrom

spesifik

kehamilan

berupa

berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai
dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria. Preeklampsi terjadi pada umur
kehamilan di atas 20 minggu, paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37
minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja pada pertengahan kehamilan.
Preeklampsi dapat berkembang dari preeklampsi yang ringan sampai preeklampsi
yang berat.6
B. Klasifikasi Preeklampsia
Dari berbagai gejala, preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan
dan preeklampsia berat.4
1. Kriteria Preeklampsia Ringan :
Preeklampsia ringan adalah jika tekanan darah 140/90 mmHg, tapi <
160/110 mmHg dan proteinuria +1.4
~ Hipertensi dengan sistolik/diastolik > 140/90 mmHg, tapi <160/110 mmHg
sedikitnya enam jam pada dua kali pemeriksaan tanpa kerusakan organ.
~ Proteinuria > 300 mg/24 jam atau > 1 + dipstik.
~ Edema generalisata yaitu pada lengan, muka, dan perut.
2. Kriteria Preeklampsia Berat :
Preeklampsia berat dibagi menjadi : preeklampsia berat tanpa impending
eclampsia dan preeklampsia berat dengan impending eclampsia. Disebut

impending eclampsia jika kriteria preeklampsia berat disertai peningkatan tekanan


darah secara tiba-tiba ditambah dengan gejala-gejala subjektif seperti nyeri
epigastrium, sakit kepala, gangguan penglihatan dan oliguria.4
~ Tekanan darah sistolik/diastolik > 160/110 mmHg sedikitnya enam jam pada
dua kali pemeriksaan. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil
sudah dirawat di rumah sakit dan telah menjalani tirah baring.
~ Proteinuria > 5 gram/24 jam atau > 3 + dipstik pada sampel urin sewaktu yang
dikumpulkan paling sedikit empat jam sekali.
~ Oliguria < 400 ml / 24 jam.
~ Kenaikan kadar kreatinin plasma > 1,2 mg/dl.
~ Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala persisten,
skotoma, dan pandangan kabur.
~ Nyeri epigastrium pada kuadran kanan atas abdomen akibat teregangnya
kapsula glisson.
~ Edema paru dan sianosis.
~ Hemolisis mikroangipatik karena meningkatnya enzim laktat dehidrogenase.
~ Trombositopenia ( trombosit < 100.000 mm3).
~ Oligohidroamnion, pertumbuhan janin terhambat, dan abrupsio plasenta.
~ Gangguan fungsi hepar karena peningkatan kadar enzim ALT dan AST.

C. Epidemiologi Preeklampsia
Penyakit hipertensi adalah komplikasi paling umum dari kehamilan yang
mempengaruhi 6-8% kehamilan di USA.11 Penyakit hipertensi dalam kehamilan

juga merupakan penyebab utama mortalitas serta morbiditas maternal dan


perinatal di Kanada. Prevalensi hipertensi dalam kehamilan di Los Angeles
meningkat dari 40,5 kasus per 1.000 pada tahun 1991 menjadi 54,4 kasus per
1.000 pada tahun 2003.12
Preeklampsia-eklampsia sebagai salah satu penyakit hipertensi dalam
kehamilan, adalah penyebab mortalitas dan morbiditas tertinggi pada ibu hamil.
Angka kejadian preeklampsia berkisar antara 5-15 % dari seluruh kehamilan di
seluruh dunia. Di United Kingdom (UK), preeklampsia/eklampsia terhitung
sebanyak 10-15% dari kematian obstetrik langsung. Di Indonesia angka kejadian
preeklampsia cukup tinggi, seperti di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
ditemukan 400 -500 kasus/4000-5000 persalinan per tahun.13,14

D. Faktor Resiko Preeklampsia


Menurut NICE Clinical Guideline 2010, wanita yang memiliki risiko
sedang terjadinya preeklampsia adalah yang memiliki salah satu dari kriteria di
bawah ini :7
1) Primigravida
2) Umur 40 tahun
3) Interval kehamilan 10 tahun
4) BMI saat kunjungan pertama 35 kg/m2
5) Riwayat keluarga preeklampsia
6) Multiple pregnancies

Sedangkan wanita yang memiliki risiko tinggi terjadinya preeklampsia


adalah yang memiliki salah satu dari kriteria di bawah ini:7
1) Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya
2) Penyakit ginjal kronik
3) Penyakit autoimun seperti SLE atau Sindrom Antifosfolipid
4) Diabetes Tipe 1 atau Tipe 2
5) Hipertensi kronik
Selain itu berdasarkan beberapa penelitian terdahulu tentang faktor resiko
preeklampsia didapatkan beberapa faktor resiko. Penelitian yang dilakukan oleh
Rozanna (2009) menunjukkan bahwa ibu yang berusia 35 tahun merupakan
faktor risiko terhadap kejadian preeklampsia dengan nilai OR 2.75. Rozanna juga
menunjukkan bahwa ibu yang tidak melakukan pemeriksaan kehamilan yang
tidak teratur merupakan faktor risiko terhadap preeklampsia dengan nilai OR 2.66.
8

Penelitian yang dilakukan oleh Merviell (2008) menunjukkan bahwa


paritas merupakan faktor risiko terhadap kejadian preeclampsia dengan nilai OR
2.67. Merviel (2008) , dalam penelitiannya juga menunjukkan bahwa obesitas
merupakan faktor risiko terhadap kejadian preeklampsia dengan nilai OR = 2,50.9
Penelitian yang berbeda juga dilakukan olehBodnar (2005) bahwa ibu
hamil yang memiliki IMT >30 memiliki risiko tiga kali lebih besar (OR =2.9 [CI
95%:1.6, 5.3]) dibandingkan mereka yang memiliki IMT normal. Wanita yang
memiliki IMT 17 dan memiliki 57% penurunan terhadap risiko kejadian

preeklampsia dan wanita yang memiliki IMT 19 dihubungkan dengan 33%


penurunan terhadap risiko kejadian preeklampsia.10
E. Etiologi Preeklampsia
Sampai saat ini penyebab preeklampsi/eklampsi belum diketahui secara
pasti. Beberapa teori tentang etiologi preeklampsi/eklampsi telah diajukan belum
ada yang memuaskan, sehingga penyakit ini disebut the disease of theories.
Setiap teori menunjukkan bahwa hipertensi yang ditimbulkan akan diperberat oleh
kehamilan yang terjadi pada ibu terpapar villi korialis untuk pertama kalinya
dengan jumlah besar, mempunyai riwayat penyakit vaskular atau mempunyai
kecenderungan genetik.6
Ada 4 hipotesis sebagai konsep etiologi dan patogenesis preeklampsi berat
dan eklampsi :15
1. Iskemia Plasenta
Pada preeklampsi berat perubahan arteri spiralis terbatas hanya pada
lapisan desidua dan arteri spiralis yang mengalami perubahan hanya lebih kurang
35- 50%. Akibatnya perfusi darah ke plasenta berkurang dan terjadi iskemia
plasenta.15
Proses invasi arteri spiralis yang tidak adekuat dan sempurna karena
proses apoptosis yang berlebihan sehingga menimbulkan hipoksia dan iskemia
pada plasenta lebih jelas terjadi pada early onset preeclampsia (usia kehamilan <
34 minggu) sehingga kebanyakan kasus early onset preeklampsia disertai dengan
kejadian intra uterine growth retardation.22

Perkembangan plasenta yang normal tergantung dari diferensiasi dan


invasi dari trofoblas. Selama proses diferensiasi dan invasi, sel trofoblas secara
cepat membelah untuk membentuk hubungan antara ibu dan embrio sedangkan
sub populasi trofoblas yang lain melakukan invasi pada desidua untuk melakukan
remodeling arteri spiralis sehingga meningkatkan aliran darah ke plasenta untuk
perkembangan fetus. Sebagai organ yang berkembang plasenta melakukan
remodeling jaringan secara konstan yang dicirikan oleh proses apoptosis yang
fungsional. Setelah terjadi proliferasi dan diferensiasi menjadi sub tipe sel yang
spesifik, sel trofoblas yang sudah mengalami penuaan secara selektif disingkirkan
dan diganti dengan sel trofoblas yang baru tanpa mempengaruhi sel yang ada di
sekitarnya. Sel yang mengalami apoptosis didapatkan pada plasenta kehamilan
normal baik pada sisi maternal maupun sisi fetal dan proses apoptosis berperan
pada terjadinya attachment dan invasi trofoblas, proses transformasi arteri spiralis,
diferensiasi trofoblas, dan proses toleransi imun pada antigen paternal yang
diekspresikan oleh sel trofoblas.22
Apoptosis merupakan kematian sel yang terprogram dimana terjadi
kematian sel dengan mengaktifkan program bunuh diri internal yang diatur
dengan ketat. Kematian sel terprogram atau apoptosis berperan penting dalam
homeostasis sel dan remodeling jaringan, terutama pertumbuhan plasenta.
Gambaran morfologik apoptosis meliputi pengeriputan sel, kondensasi serta
fragmentasi kromatin, pembentukan lepuh pada sel serta fragmentasinya menjadi
benda apoptosis dan difagosit oleh makrofag.22

10

Mekanisme apoptosis terdiri dari fase inisiasi (pengaktifan kaspase) dan


fase eksekusi. Inisiasi apoptosis terjadi melalui dua jalur yang berbeda yaitu jalur
ekstrinsik atau yang dimulai dari death receptor atau sebagai respon dari stimuli
eksogen seperti sitokin dan jalur intrinsik atau jalur mitokondria yang pada
akhirnya akan menjadi satu.22
Fase eksekusi pada proses apoptosis diperantarai oleh kaspase 3 dan
kaspase 6 yang berperan sebagai eksekusioner. Sebagai kaspase efektor, kaspase
3,6,dan 7 memecah beberapa protein seluler penting termasuk DNA yang
memperbaiki enzim-enzim, lamina nukleus dan protein sitoskletal. Hal ini
menerangkan gambaran karekteristik apoptosis seperti kondensasi nucleus,
membrane blebbing, dan penyusutan sel. Pada jalur ekstrinsik apoptosis
diperantarai oleh anggota TNF death receptor family yang merupakan bagian dari
TNF-receptor (TNF-R) superfamily dan mempunyai bagaian terminal C yang
terdiri dari 80 asam amino yang diketahui berperan dalam proses kematian. Tidak
seperti jalur ekstrinsik dimana tergantung dari sinyal death receptor, pada jalur
intrinsik sinyal apoptosis diperantarai langsung dari mitokondria sebagai respon
terhadap stres seperti kerusakan DNA atau kehilangan faktor pertumbuhan. Jalur
mitokondria dapat diaktifasi oleh p53 suatu protein supresi tumor yang
mengaktifkan kerja dari proapoptotik Bcl-2.22
Jalur ekstinsik dan intrinsik tidak berdiri sendiri karena p53 dapat juga
meningkatkan ekspresi beberapa death receptor dan jalur mitokondria dapat
memperkuat sinyal yang dihantarkan oleh jalur death receptor sehingga terdapat
hubungan antara kedua jalur tersebut.22

11

Pada preeklampsia terjadi invasi trofoblas yang terhambat, vaskulitis,


trombosis dan iskemia dari plasenta. Kelainan pada plasenta tampaknya lebih
berpengaruh terhadap terjadinya preeklampsia dibandingkan janin. Meskipun
etiologinya masih tetap harus dicari secara jelas tetapi semua berpusat pada
disfungsi endotel. 23
Menurut teori iskemia plasenta, disfungsi sel endotel terjadi akibat proses
hipoksia. Trofoblas yang terpapar hipoksia secara in vitro menyebabkan proses
apoptosis terjadi berlebihan sehingga invasi sitotrofoblas ke dalam miometrium
menjadi dangkal dan remodeling arteri spiralis pada uterus terjadi tidak lengkap
selanjutnya menimbulkan iskemia uteroplasenter. 23
2. Teori Stres Oksidatif
Hipoksia plasenta yang berkelanjutan ini akan membebaskan zat-zat toksis
seperti sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase dalam sirkulasi darah
ibu, dan akan menyebabkan terjadinya oxidatif stress yaitu suatu keadaan di mana
radikal bebas jumlahnya lebih dominan dibandingkan antioksidan.15
Hipoksia/ anoksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak,
sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri memerlukan peningkatan konsumsi
oksigen, sehingga dengan demikian akan mengganggu metabolisme di dalam sel
Peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang
menghasilkan hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal
bebas. Apabila keseimbangan antara perok sidase terganggu, dimana peroksidase
dan oksidan lebih dominan, maka akan timbul keadaan yang disebut stess
oksidatif.15

12

Oxidatif stress pada tahap berikutnya bersama dengan zat toksis yang
beredar dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sel endothel pembuluh darah
yang disebut disfungsi endothel yang dapat terjadi pada seluruh permukaan
endothel pembuluh darah pada organ-organ penderita preeklampsia.15
3. Disfungsi dan Aktivasi dari Endotelial
Endotel adalah lapisan sel yang melapisi dinding vaskular yang
menghadap ke lumen dan melekat pada jaringan subendotel yang terdiri atas
kolagen dan berbagai glikosaminoglikan termasuk fibronektin. Dahulu dianggap
bahwa fungsi endotel adalah sebagai barrier struktural antara sirkulasi dengan
jaringan di sekitarnya, tetapi sekarang telah diketahui bahwa endotel berfungsi
mengatur tonus vaskular, mencegah trombosis, mengatur aktivitas sistem
fibrinolisis, mencegah perlekatan leukosit dan mengatur pertumbuhan vaskular.
Substansi vasoaktif yang dikeluarkan endotel antara lain nitric oxide (NO) yang
juga disebut endothelial-derived relaxing factor (EDRF), endothelial-derived
hyperpolarizing factor (EDHF), prostasiklin (PGI2), bradikinin, asetilkolin,
serotonin dan histamine. Substansi vasokonstriktor antara lain endothelin, platelet
activating factor (PAF), angiotensin II,prostaglandin H2, trombin dan nikotin.
Endotel juga berperan pada hemostasis dengan mempertahankan
permukaan yang bersifat antitrombotik. Melalui ekspresi trombomodulin, endotel
membantu trombin dalam mengaktifkan protein C menjadi protein C aktif. Selain
itu endotel juga mensintesis protein S yang bekerja sebagai kofaktor protein C
dalam menginaktivasi factor Va dan factor VIIIa. Endotel juga mensintesis factor
vonWillebrand (vWF) yang berfungsi dalam proses adhesi trombosit dan sebagai

13

pembawa factor VIII. Faktor vonWillerand disimpan di dalam Weibel-Palade


bodies.16,17

Sekresi

vWF

dapat

terjadi

melalui

mekanisme

yaitu

secarakonstitutif dan secara inducible.


Endotel juga berperan dalam sistem fibrinolisis melalui pelepasan tissue
plasminogen activator (tPA) yang akan mengaktifkan plasminogen menjadi
plasmin. Namun endotel juga mensintesis plasminogen activator inhibitor-1(PAI1)yang berfungsi menghambat tPA.Jika endotel mengalami gangguan oleh
berbagai hal seperti shear stress hemodinamik, stress oksidatif maupun paparan
dengan sitokin inflamasi dan hiperkolesterolemia, maka fungsi pengatur menjadi
abnormal

dan

disebut

disfungsiendotel.

Pada

keadaan

ini

terjadi

ketidakseimbangan substansi vasoaktif sehingga dapat terjadi hipertensi.


Disfungsi endotel juga menyebabkan permeabilitas vaskular meningkat sehingga
menyebabkan edema dan proteinuria. Jika terjadi disfungsi endotel maka pada
permukaan endotel akan diekspresikan molekul adhesi. seperti vascular
celladhesion molecule-1(VCAM-1) dan intercellular cell adhesion molecule-1
(ICAM-1).
4. Perbandingan Very Low Density Lipoprotein (VLDL) dan Toxicity
Preventing Activity (TxPA)
Asam lemak bebas merupakan sumber energy yang penting untuk jaringan
yang berasal dari metabolisme trigliserida dan lipoprotein. Lipoprotein adalah
senyawa dengan berat molekul tinggi yang terdiri dari lemak (kolesterol,
trigleserida, dan fospolipid) serta satu atau lebih protein disebut apolipoprotein,
dan berfungsi mengangkut lemak dalam darah. Lipoprotein yang disintesis di

14

hepar yaitu VLDL (Very Low Density Lipoprotein), LDL (Low Density
Lipoprotein), dan HDL (High Density Lipoprotein).15
Pada Preeklampsia, asam lemak bebas (Free Fatty Acid=FFA) meningkat
sebelum timbul gejala klinis, sehingga rasio FFA/Albumin menjadi lebih tinggi
dengan

peningkatan

aktivitas

lipofilik

yang

mengakibatkan

percepatan

pengambilan FFA pada sel endotel, yang selanjutnya diesterifikasi menjadi


trigliserida.

TxPA

merupakan

bentuk

isoelektrik

(Isoelectric

point=pl)

berkisar4,8-5,6. Banyaknya FFA yang terikat albumin menyebabkan makin


rendahnya pl. Plasma albumin mencegah toksisitas jika pl 5,6. Rasio FFA/
albumin yang tinggi menyebabkan pergeseran dari pl 5,6 menjadi 4,8. Penderita
preeclampsia memiliki TxPA lebih rendah. Rasio TxPA/VLDL rendah
mengakibatkan sitotoksisitas dan penumpukan trigliserida pada sel endotel.15
Karena terjadi kompensasi meningkatnya kebutuhan energi selama hamil
dengan memproses asam lemak non sterifikasi. Pada wanita dengan kadar
albumin yang rendah, pengangkutan kelebihan asam lemak nonsterifikasi dan
jaringan lemak ke dalam hepar menurunkan aktivitas antitoksik albumin sampai
pada titik dimana toksisitas VLDL menjadi terekspresikan. Jika kadar VLDL
melebihi TxPA maka efek toksik dan VLDL akan muncul dan menyebabkan
disfungsi endotel.15
Keempat faktor etiologi preeklampsi berat/eklampsi ini saling berkaitan
dan akhirnya invasi sel-sel trofoblast abnormal, iskemia plasenta dan kerusakan
serta aktivasi sel-sel endotel merupakan titik temu dan fenomena preeklampsi
berat/eklampsi. 15

15

F. Patogenesis Preeklampsia
Walaupun etiologi preeklampsia belum jelas, semua faktor risiko
menunjukan kepada patofisologi umum yang mendominasi, yaitu disfungsi
endotel.16 Pada disfungsi endotel terjadi ketidakseimbangan substansi vasoaktif
sehingga dapat terjadi hipertensi. Disfungsi endotel juga menyebabkan
permeabilitas vascular meningkat sehingga menyebabkan edema dan proteinuria.
Jika terjadi disfungsi endotel maka pada permukaan endotel akan diekspresikan
molekul adhesi, seperti Vascular CellAdhesion Molecule-1(VCAM-1) dan
Intercellular Cell Adhesion Molecule-1 (ICAM-1).14 Wanita hamil dengan
preeklampsia mengalami peningkatan sensitivitas terhadap agen pressor,
penurunan kadar prostasiklin (vasodilator) dan peningkatan kadar tromboksan
(vasokonstriktor) dibandingkan dengan wanita hamil normal.17
Selain itu diduga bahwa respon inflamasi maternal yang berlebihan
melawan antigen fetal yang dianggap asing menyebabkan terganggunya invasi
trofoblas dengan defek pada remodeling arteri spiral.Hal ini menyebabkan
peninggian resistensi vaskular dan penurunan perfusi plasenta.16
Preeklampsia ditandai dengan hipoksia plasenta dan / atau iskemia, stres
oksidatif yang berlebihan, berkaitan dengan disfungsi endotel. Pelepasan faktor
soluble dari plasenta yang iskemik ke dalam plasma ibu memainkan peran sentral
dalam disfungsi endotel yang menjadi salah satu patogenesis paling menonjol dari
penyakit ini. Data terbaru menunjukkan bahwa disfungsi endotel dalam hasil
preeklamsia dari dimediasi antiangiogenik dengan tingkat sirkulasi yang tinggi
dari soluble Fms-like tyrosine kinase 1 (sFlt1) dan soluble endoglin secara

16

bersamaan dengan rendahnya level proangiogenic seperti placental growth factor


(PlGF) dan vascular endothelial growth factor (VEGF). Plasenta memproduksi
sFlt1 dalam jumlah besar, tetapi sel mononuclear yang bersirkulasi juga diketahui
menjadi sumber tambahan aFlt1 pada preeclampsia.18

Tingkat kadar sFlt1 yang tinggi dalam sirkulasi telah dibuktikan dalam
wanita dengan preeklamsia, dan kadar yang tinggi ini dapat timbul lebih dahulu
dari preeklamsia itu sendiri dan tingkat keparahan preeclampsia dapat berkorelasi
17

dengan tingginya tingkat sFlt1. Demikian sFlt1 bertindak sebagai inhibitor VEGF
dan PIGF dengan cara mengikat molekul-molekul tersebut dalam sirkulasi dan
jaringan target , seperti, ginjal. Konsisten dengan pengamatan ini, pemberian sFlt1
pada tikus hamil menghasilkan sindrom yang mirip preeklampsia dengan gejala
hipertensi, proteinuria, dan edema.18
Selama ini preeclampsia diasumsikan sebagai self-limited disease yang
akan menghilang setelah bayi dilahirkan dan plasenta dikeluarkan, tetapi beberapa
penelitian menunjukkan bahwa disfungsi endothelial maternal dapat berlangsung
sampai bertahun-tahun setelah episode preeclampsia.18
Kehamilan normal memicu perubahan dalam fisiologi tubuh ibu untuk
mengakomodasi fetus dan plasent. Pada kehamilan normal didapatkan perubahan
sistem imun menjadi tipe respon imunTh-2 yang melindungi bayi dari respon
imun Th-1 type yang dapat membahayakan bayi dengan produknya yaitu IL-2, IL12, IFN dan TNF. Inflamasi ini diduga menjadi suatu penyebab antara kejadian
preeclampsia dan respon adaptif imun. Inflamasi sistemik pada preeclampsia
diduga merupakan akibat dari reaksi sistem imun Th-1.18
Redman et al menyatakan bahwa preeclampsia merupakan hasil dari
respon inflamasi vascular maternal yang berlebihan. Sepakat dengan pernyataan
ini, beberapa penelitian memberikan hasil ditemukan penanda aktivasi neutrofil
pada preeclampsia, sementara penelitian lain memberikan hasil meningkatnya
respon inflamasi melalui aktivasi sistem komplemen terutama sitokin TNF dan
IL-6. Meskipun begitu, beberapa penelitian gagal untuk menemukan korelasi
antara status inflamasi dan gejala klinis preeclampsia. Sepakat dengan pernyataan

18

tersebut, ibu hamil dengan infeksi berat dengan inflamasi yang aktif dan tingkat
sitokin yang tinggi tidak selalu menjadi preeclampsia sehingga peran inflamasi
dalam menjadi penyebab utama preeclampsia masih lemah.18
Usaha untuk lebih memahami pathogenesis dari preeclampsia adalah
dengan membuat model binatang untuk penyakit ini. Dengan memakai model ini,
seperti model the uterine perfusion reduction dapat diketahui bahwa kejadian
hipertensi, proteinuria, dan disfungsi endotel berkaitan dengan meningkatnya
kadar sFLt1 dan preproendothelin. Lebih jauh lagi, pemberian endothelin type A
receptor antagonist menormalkan hipertensi secara komplit pada model ini, yang
berarti antagonis ini tidak memiliki efek dalam mengontrol kehamilan normal.18
Pada model kedua dimana hewan diberikan sFLt1 dalam jumlah besar
untuk memberikan gejala serupa preeclampsia, terjadi peningkatan signaling
endothelin dan saat diberikan endothelin antagonist respon hipertensi ini
menghilang. Hal ini menunjukkan bahwa hipertensi yang berkaitan dengan kadar
sFLt1 yang tinggi tersebut tergantung dari signaling endothelin. Soluble endoglin
(sEng) merupakan faktor antiangiogenik yang diisolasi dari plasenta dan darah
wanita dengan preeclampsia. sEng menghambat pengikatan of transforming
growth factor (TGF)- pada reseptornya dan menurunkan regulasi sintesi nitric
oxide (NO). Kombinasi dari peningkatan sFlt1 dan sEng tersebut diduga
mempengaruhi produksi NO dan mengaktivasi signaling endothelin-1terlihat
dengan gejala hipertensi dan disfungsi endothelial maternal.18

19

G. Penatalaksanaan Preeklampsia
Terminasi kehamilan tetap merupakan terapi definitif preeklampsia.
Walaupun risiko maternal dan fetal harus dipertimbangkan dalam pengambilan
keputusan terminasi kehamilan, indikasi yang jelas untuk melakukan terminasi
kehamilan ada, yaitu (ACOG, 2002):19
1) Indikasi Fetal
a) Restriksi pertumbuhan intrauterin yang berat
b) Nonreassuring fetal surveillance
c) Oligohidramnion
2) Indikasi Maternal
a) Usia kehamilan sama atau lebih dari 38 minggu
b) Jumlah trombosit di bawah 100.000/mm3
c) Gangguan hati yang progresif
20

d) Gangguan ginjal yang progresif


e) Diduga terjadi abrupsi plasenta
f) Sakit kepala berat dan gangguan penglihatan yang menetap
g) Nyeri epigastrik yang berat, mual, dan muntah
h) Eklampsia
1. Penatalaksanaan Preeklampsia Ringan20
Pengelolaan preeklamsi ringan dapat secara :
1.

Rawat jalan ( ambulatoir )

2.

Rawat inap ( hospitalisasi )

a. Pengelolaan secara rawat jalan (ambulatoir)


1.

Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan ambulasi sesuai


keinginannya. Di Indonesia tirah baring masih diperlukan.

2.

Diet reguler : tidak perlu diet khusus

3.

Vitamin prenatal

4.

Tidak perlu restriksi konsumsi garam

5.

Tidak pelu pemberian diuretic, antihipertensi dan sedativum.

6.

Kunjungan ke rumah sakit tiap minggu

b. Pengelolaan secara rawat inap (hospitalisasi)


1. Indikasi preeklamsi ringan dirawat inap (hospitalisasi)
a.

Hipertensi yang menetap selama > 2 minggu

b.

Proteinuria menetap selama > 2 minggu

c.

Hasil test laboratorium yang abnormal

21

d.

Adanya gejala atau tanda 1 (satu) atau lebih preeklamsi


berat

2. Pemeriksaan dan monitoring pada ibu


a. Pengukuran desakan darah setiap 4 jam kecuali ibu tidur
b.

Pengamatan yang cermat adanya edema pada muka dan


abdomen

c.

Penimbangan berat badan pada waktu ibu masuk rumah sakit


dan penimbangan dilakukan setiap hari

d.

Pengamatan dengan cermat gejala preeklamsi dengan impending


eklamsi:
-

Nyeri kepala frontal atau oksipital

Gangguan visus

Nyeri kuadran kanan atas perut

Nyeri epigastrium

3. Pemeriksaan laboratorium
a.

Proteinuria pada dipstick pada waktu masuk dan sekurang2nya


diikuti 2 hari setelahnya.

b. Hematokrit dan trombosit : 2 x seminggu


c. Test fungsi hepar: 2 x seminggu
d.

Test fungsi ginjal dengan pengukuran kreatinin serum, asam


urat, dan BUN

e.

Pengukuran produksi urine setiap 3 jam (tidak perlu dengan


kateter tetap)

22

4. Pemeriksaan kesejahteraan janin


a. Pengamatan gerakan janin setiap hari
b. NST 2 x seminggu
c. Profil biofisik janin, bila NST non reaktif
d. Evaluasi pertumbuhan janin dengan USG, setiap 3-4 minggu
e. Ultrasound Doppler arteri umbilikalis, arteri uterina
c. Terapi medikamentosa
Pada dasarnya sama dengan terapi ambulatoar. Bila terdapat perbaikan
gejala dan tanda2 preeklamsi dan umur kehamilan 37 minggu, ibu masih perlu
diobservasi selama 2-3 hari kemudian boleh dipulangkan.
d. Pengelolaan obstetrik
Pengelolaan obstetrik tergantung usia kehamilan
1) Bila penderita tidak inpartu :
Umur kehamilan < 37 minggu
Bila tanda dan gejala tidak memburuk, kehamilan dapat dipertahankan
sampai aterm.
Umur kehamilan 37 minggu
1.

Kehamilan dipertahankan sampai timbul onset

partus
2.

Bila serviks matang pada tanggal taksiran

persalinan dapat dipertimbangkan untuk dilakukan induksi persalinan


2) Bila penderita sudah inpartu :

23

Perjalanan persalinan dapat diikuti dengan Grafik Friedman atau Partograf


WHO.

2. Penatalaksanaan Preeklampsia Berat20


Pada kehamilan dengan penyulit apapun pada ibunya, dilakukan
pengelolaan dasar sebagai berikut :
o

Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya : yaitu terapi


medikamentosa dengan pemberian obat-obatan untuk penyulitnya

Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya :


yang tergantung pada umur kehamilan.

Sikap terhadap kehamilannya dibagi 2, yaitu :


Ekspektatif ; konservatif : bila umur kehamilan < 37 minggu, artinya :
kehamilan

dipertahankan

selama

mungkin

sambil

memberikan

terapi

medikamentosa
Aktif, agresif ; bila umur kehamilan 37 minggu, artinya kehamilan
dikahiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.
a. Pemberian terapi medikamentosa
o Segera masuk rumah sakit
o Tirah baring miring ke kiri secara intermiten
o Infus Ringer Laktat atau Ringer Dekstrose 5%
o Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang.
o Pemberian MgSO4 dibagi :

24

Loading dose (initial dose) : dosis awal


Maintenance dose : dosis lanjutan

KASUS

Loading dose

Maintenance dose

Dihentika
n
24jam

Preeklamsi

10 g IM

5g 50% tiap 4-6 jam


Bergantian

pasca

salah

satu persalinan

bokong

Eklampsi

1)

4g
20% IV; 1g/menit

2)

5g 50% tiap 4-6 jam


10g

50% IM:

Bergantian

salah

satu

bokong

Kuadran atas sisi luar (10 g MgSO4 IM dalam


kedua bokong

2-3

- 5g IM bokong kanan

plasma

- 5g IM bokong kiri

3, 5-6 mEq/l

3)

Dita
mbah 1.0 mllidocaine

4)

Jika
konvulsi tetap terjadi
25

jam

dicapai

kadar

Setelah 15 menit, beri :


2g
20% IV : 1 g/menit
Obese : 4g iv
Pakailah jarum 3-inci, 20
gauge

Adapun protap pemberian MgSO4di RSUD ULIN Banjarmasin adalah


sebagai berikut: 21
- Loading dose (initial dose) : dosis awal: 4 gram MgSO4 diberikan
secara drip. Cara pemberiannya 10 ml MgSO4 40 % atau 20 ml MgSO4
20 % dilarutkan dalam 100 ml D5% lalu diberikan secara drip dengan
kecepatan 20-24 tetes permenit.
- Maintenance dose : dosis lanjutan: 6 gram MgSO4 diberikan secara
drip. Cara pemberiannya pemberiannya 15 ml MgSO4 40 % atau 30 ml
MgSO4 20 % dilarutkan dalam 500 ml D10% atau Ringer Laktat lalu
diberikan secara drip dengan kecepatan 20-24 tetes permenit.
o Anti hipertensi
Diberikan : bila tensi 160/110 atau MAP 126
Jenis obat : Nifedipine : 10-20 mg oral, diulangi setelah 30 menit,
maksimum 120 mg dalam 24 jam.

26

Nifedipine tidak dibenarkan diberikan dibawah mukosa lidah (sub


lingual) karena absorbsi yang terbaik adalah melalui saluran pencernaan
makanan.
Desakan darah diturunkan secara bertahap :
o Penurunan awal 25% dari desakan sistolik
o Desakan darah diturunkan mencapai :
o - < 160/105 atau MAP < 125
Nicardipine-HCl : 10 mg dalam 100 atau 250 cc NaCl/RL diberikan
secara IV selama 5 menit, bila gagal dalam 1 jam dapat diulang dengan
dosis 12,5 mg selama 5 menit. Bila masih gagal dalam 1 jam, bisa
diulangi sekali lagi dengan dosis 15 mg selama 5 menit
o

Diuretikum
Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin, karena :
1. Memperberat penurunan perfusi plasenta
2. Memperberat hipovolemia
3. Meningkatkan hemokonsentrasi
Diuretikum yang diberikan hanya atas indikasi :
1. Edema paru
2. Payah jantung kongestif
3. Edema anasarka

Diet
Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori
yangberlebih

27

b. Sikap terhadap kehamilannya


1) Perawatan Konservatif ; ekspektatif
a. Tujuan :
1)

Mempertahankan kehamilan, sehingga mencapai umur


kehamilan yang memenuhi syarat janin dapat dilahirkan

2)

Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa


mempengaruhi keselamatan ibu

b.

Indikasi : Kehamilan 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda dan


gejala-gejala impending eklamsi.

c.

Terapi Medikamentosa :
1)

Lihat terapi medikamentosa seperti di atas.

2)

Bila penderita sudah kembali menjadi preeklamsi ringan,


maka masih dirawat 2-3 hari lagi, baru diizinkan pulang.

3)

Pemberian MgSO4 sama seperti pemberian MgSO4 seperti


tersebut di atas nomor VI. 5.a Tabel 3, hanya tidak diberikan loading dose
intravena, tetapi cukup intramuskuler

4)

Pemberian

glukokortikoid

diberikan

pada

umur

kehamilan 32-34 minggu selama 48 jam.


d.

Perawatan di Rumah Sakit


1)

Pemeriksaan dan monitoring tiap hari terhadap gejala

klinik sebagai berikut :


- Nyeri kepala
- Penglihatan kabur

28

- Nyeri perut kuadran kanan atas


- Nyeri epigastrium
- Kenaikan berat badan dengan cepat
2)

Menimbang berat badan pada waktu masuk Rumah Sakit


dan diikuti tiap hari.

3)

Mengukur proteinuria ketika masuk Rumah Sakit dan


diulangi tiap 2 hari.

4)

Pengukuran desakan darah sesuai standar yang telah


ditentukan.

5)

Pemeriksaan laboratorium sesuai ketentuan di atas nomor


V. C Tabel 2

6)

Pemeriksaan USG sesuai standar di atas, khususnya


pemeriksaan :
a. Ukuran biometrik janin
b. Volume air ketuban

e.

Penderita boleh dipulangkan :


Bila penderita telah bebas dari gejala-gejala preeklamsi berat, masih tetap
dirawat 3 hari lagi baru diizinkan pulang.

f.

Cara persalinan :
1)

Bila penderita tidak inpartu, kehamilan dipertahankan


sampai kehamilan aterm

2)

Bila penderita inpartu, perjalanan persalinan diikuti


seperti lazimnya (misalnya dengan grafik Friedman)

29

3)

Bila penderita inpartu, maka persalinan diutamakan


pervaginam, kecuali bila ada indikasi untuk seksio sesaria.

2) Perawatan aktif ; agresif


a) Indikasi Ibu :
a. Kegagalan terapi medikamentosa :
o Setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa, terjadi kenaikan
darah yang persisten.
o Setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan medikamentosa terjadi
o
o
o
o
o

kenaikan darah desakan darah yang persisten.


Tanda dan gejala impending eklamsi
Gangguan fungsi hepar
Gangguan fungsi ginjal
Dicurigai terjadi solution placenta
Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, pendarahan.

b) Indikasi Janin :
o

Umur kehamilan 37 minggu

IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG

NST nonreaktiv dan profil biofisik abnormal

Timbulnya oligohidramnion.

Cara Persalinan24 :
Sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam
Penderita belum inpartu
a.

Dilakukan induksi persalinan bila skor


Bishop 8
Bila perlu dilakukan pematngan serviks dengan misoprostol. Induksi
persalinan harus sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam. Bila
30

tidak, induksi persalinan dianggap gagal, dan harus disusul dengan


seksio sesarea
b.

Indikasi seksio sesarea:


1.

Tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam

2.

Induksi persalinan gagal

3.

Terjadi gawat janin

4.

Bila umur kehamilan < 33 minggu

Bila penderita sudah inpartu


1. Perjalanan persalinan diikuti dengan grafik Friedman
2. Memperpendek kala II
3. Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat kegawatan ibu dan
gawat janin
4. Primigravida direkomendasikan pembedahan cesar
5. Anestesia : regional anestesia, epidural anestesia. Tidak dianjurkan
anesthesia umum .

31

Anda mungkin juga menyukai

  • 05rumahsakit PDF
    05rumahsakit PDF
    Dokumen30 halaman
    05rumahsakit PDF
    Reyno Barak
    Belum ada peringkat
  • Panduan Praktik Klinis Dokter Di FASYANKES Primer
    Panduan Praktik Klinis Dokter Di FASYANKES Primer
    Dokumen14 halaman
    Panduan Praktik Klinis Dokter Di FASYANKES Primer
    Muhammad Ramly Syamsuddin
    Belum ada peringkat
  • Contoh Surat Kuasa Perpanjangan STNK
    Contoh Surat Kuasa Perpanjangan STNK
    Dokumen4 halaman
    Contoh Surat Kuasa Perpanjangan STNK
    Muhammad Ramly Syamsuddin
    Belum ada peringkat
  • Sanitasi Rumah Sakit
    Sanitasi Rumah Sakit
    Dokumen49 halaman
    Sanitasi Rumah Sakit
    Priyadi Wirasakti Sudarsono
    100% (1)
  • Brosur TB
    Brosur TB
    Dokumen3 halaman
    Brosur TB
    Muhammad Ramly Syamsuddin
    Belum ada peringkat
  • Tinjauan Pustaka
    Tinjauan Pustaka
    Dokumen21 halaman
    Tinjauan Pustaka
    Muhammad Ramly Syamsuddin
    Belum ada peringkat
  • BAB II Lapsus
    BAB II Lapsus
    Dokumen13 halaman
    BAB II Lapsus
    Muhammad Ramly Syamsuddin
    Belum ada peringkat
  • BAB I. Pendahuluan
    BAB I. Pendahuluan
    Dokumen2 halaman
    BAB I. Pendahuluan
    Muhammad Ramly Syamsuddin
    Belum ada peringkat
  • Peb Kasus
    Peb Kasus
    Dokumen31 halaman
    Peb Kasus
    Stefano Leatemia
    Belum ada peringkat
  • Anemia
    Anemia
    Dokumen16 halaman
    Anemia
    Muhammad Ramly Syamsuddin
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Muhammad Ramly Syamsuddin
    Belum ada peringkat
  • Simkas Varicela
    Simkas Varicela
    Dokumen17 halaman
    Simkas Varicela
    Muhammad Ramly Syamsuddin
    Belum ada peringkat
  • BAB IMalformasi Anorektal
    BAB IMalformasi Anorektal
    Dokumen18 halaman
    BAB IMalformasi Anorektal
    Muhammad Ramly Syamsuddin
    Belum ada peringkat
  • Kti DM
    Kti DM
    Dokumen1 halaman
    Kti DM
    Muhammad Ramly Syamsuddin
    Belum ada peringkat
  • KONJUNGTIVA
    KONJUNGTIVA
    Dokumen57 halaman
    KONJUNGTIVA
    Muhammad Ramly Syamsuddin
    Belum ada peringkat
  • Bab III Rokok
    Bab III Rokok
    Dokumen2 halaman
    Bab III Rokok
    Muhammad Ramly Syamsuddin
    Belum ada peringkat
  • Pneumonia Pada Anak Dan Balita
    Pneumonia Pada Anak Dan Balita
    Dokumen2 halaman
    Pneumonia Pada Anak Dan Balita
    Muhammad Ramly Syamsuddin
    Belum ada peringkat