Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan dewasa 1 merupakan mata ajar dimana terdapat strategi yang
diterapkan oleh mahasiswa untuk mencapai pemberian asuhan keperawatan baik akut,
kronis, paliatif maupun terminal pada pasien dewasa yang mengalami gangguan pemenuhan
kebutuhan dasar manusia. Dalam keperawatan dewasa ini terdapat proses keperawatan
sebagai kerangka kerja untuk merawat individu dewasa yang mengalami permasalahan pada
sistem muskuloskeletal yang salah satunya terdiri dari kontusio, strain, dan sprain.
Kontusio dicurigai bila individu melaporkan kehilangan kesadaran kurang dari 20
menit. Pengertian umum kontusio adalah cedera pada jaringan lunak, yang diakibatkan oleh
kekerasan tumpul. Kontusio yang terjadi pada daerah kepala disebut kontusio serebri (cedera
kepala berat), yaitu cedera kepala berat, di mana otak mengalami memar dengan
memungkinkan adanya daerah yang mengalami perdarahan. Cidera berat yang terjadi pada
kepala ini merupakan salah satu cidera yang mengakibatkan cepatnya kematian.
Berbeda dengan strain atau yang sering disebut kram otot. Kram ini dilaporkan oleh
penderita terjadi di malam hari atau saat beristirahat, dan dapat disebabkan oleh kadar gula
darah rendah di malam hari. Strain ini akibat pergerakan otot yang berlebihan.
Sprain merupakan cidera yang disebabkan oleh bagian ligament yang terjepit.
Sehingga kesalahan dari struktur ligament yang mengakibatkan fungsi ligament yang
seharusnya stabil menjadi tidak stabil. Sprain (terkilir) sering terjadi pada orang yang
terjatuh, terpleset atau orang yang melakukan gerakan secara berlebihan, misalnya terjatuh
hingga ada ligament pengikatnya mengalami kerusakan.
Berdasarkan keparahan cidera pada kontusio, strain maupun sprain, kami menyusun
makalah ini untuk mengetahui penyebab, dampak dan bagaimana perawatan pada klien
dewasa yang mengalami cidera tersebut. Oleh karena itu, kami akan membahas masalah
tersebut didalam makalah ini.

B. Tujuan
1. Mengetahui pengertian kontusio, strain dan sprain.
2. Mengetahui patofisiologi kontusio, strain dan sprain.
3. Mengetahui tanda dan gejala kontusio, strain dan sprain.
4. Mengetahui bagaimana penyusunan asuhan keperawatan dengan klien yang mengalami
kontusio, strain dan sprain.
C. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan pengertian kontusio, strain dan sprain.
2. Menjelaskan patofisiologi kontusio, strain dan sprain.
3. Menjelaskan jenis-jenis kontusio, strain dan sprain.
4. Menjelaskan tanda dan gejala dari kontusio, strain dan sprain.
5. Menjelaskan pemeriksaan penunjang kontusio, strain dan sprain.
6. Menjelaskan asuhan keperawatan kepada klien yang mengalami kontusio, strain dan
sprain.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Kontusio
1. Pengertian
Kontusio adalah cedera jaringan lunak, akibat
kekerasan tumpul, misalnya pukulan,
tendangan atau jatuh (Brunner & Suddart,2001:
2355). Kontusio adalah cedera yang disebabkan
oleh

benturan atau pukulan pada kulit. Jaringan di


bawah permukaan kulit rusak dan pembuluh darah

kecil

pecah, sehingga darah dan cairan seluler merembes

ke

jaringan sekitarnya. (Morgan, 1993: 63)

2. Etiologi
a.

Benturan benda keras

b. Pukulan
c. Tendangan / jatuh
3. Patofisiologi
Kontusio terjadi akibat perdarahan di dalam jaringan kulit, tanpa ada kerusakan
pada kulit. Kontusio dapat juga terjadi di mana pembuluh darah lebih rentan rusak
dibanding orang lain. Saat pembuluh darah pecah maka darah akan keluar dari
pembuluhnya ke jaringan, kemudian menggumpal, menjadi kontusio atau biru. Kontusio
memang dapat terjadi jika sedang stres, atau terlalu lelah. Faktor usia juga bisa membuat
darah mudah menggumpal. Semakin tua, fungsi pembuluh darah ikut menurun (Hartono
Satmoko,1993: 192). Endapan sel darah pada jaringan kemudian mengalami fagositosis
dan didaur ulang oleh makrofag. Warna biru atau ungu yang terdapat pada kontusio
merupakan hasil reaksi konversi dari hemoglobin menjadi bilirubin. Bilirubin selanjutnya
akan dikonversi menjadi hemosiderin yang berwarna kecoklatan. Tubuh harus
mempertahankan agar darah tetap berbentuk cairan dan tetap mengalir dalam sirkulasi
darah. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi pembuluh darah, jumlah dan kondisi sel
3

trombosit darah, serta mekanisme pembekuan darah yang harus baik. Pada purpura
simplex, penggumpalan darah atau pendarahan akan terjadi bila fungsi salah satu atau
lebih dari ketiga hal tersebut terganggu. (Hartono Satmoko, 1993:192)
4. Manifestasi Klinis
a. Perdarahan pada daerah injury (ecchymosis) karena rupture pembuluh darah kecil,
juga berhubungan dengan fraktur.
b. Nyeri, bengkak dan perubahan warna.
c. Hiperkalemia mungkin terjadi pada kerusakan jaringan yang luas dan kehilangan
darah yang banyak. (Brunner & Suddart, 2001: 2355)
5. Gejala
a. Nyeri
b. Bengkak
c. Perubahan warna
d. Kompres dingin intermitten kulit berubah menjadi hijau / kuning, sekitar satu minggu
kemudian timbul bengkak yang merata, sakit, nyeri dan pergerakan terbatas.
e. Kontusio kecil mudah dikenali karena karakteristik warna biru atau ungu yang timbul
beberapa hari setelah terjadinya cedera.
f. Kontusio ini menimbulkan daerah kebiru-biruan atau kehitaman pada kulit.
g. Bila terjadi pendarahan yang cukup, timbulnya pendarahan didaerah yang terbatas
disebut hematoma.
h. Nyeri pada kontusio biasanya ringan sampai sedang dan pembengkakan yang
menyertai biasanya sedang sampai berat. (Hartono Satmoko, 1993:191)
6. Penatalaksanaan
a. Mengurangi / menghilangkan rasa tidak nyaman.
b. Tinggikan daerah injury.
c. Berikan kompres dingin selama 24 jam pertama (20-30 menit setiap pemberian)
untuk vasokonstriksi, menurunkan edema dan menurunkan rasa tidak nyaman.
d. Berikan kompres hangat disekitar area injury setelah 24 jam pertama (20 - 30menit)
4 kali sehari untuk melancarkan sirkulasi dan absorpsi.
e. Lakukan pembalutan untuk mengontrol perdarahan dan bengkak.

f. Kaji status neurovaskuler pada daerah extremitas setiap 4 jam bila ada indikasi.
(Brunner & Suddart,2001: 2355)
Menurut Agung Nugroho (1995: 53) penatalaksanaan pada cedera kontusio adalah
sebagai berikut:
a. Kompres dengan es selama 12-24 jam untuk menghentikan pendarahan kapiler.
b. Istirahat untuk mencegah cedera lebih lanjut dan mempercepat pemulihan jaringanjaringan lunak yang rusak.
c. Hindari benturan di daerah cedera pada saat latihan maupun pertandingan berikutnya.
7. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas pasien
2) Keluhan utama
Nyeri, kelemahan, mati rasa, edema, perdarahan, perubahan mobilitas /
ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot dan tendon.
3) Riwayat kesehatan
a) Riwayat penyakit sekarang

Kapan keluhan dirasakan, apakah sesudah beraktivitas kerja atau


setelah berolahraga.

Daerah mana yang mengalami trauma.

Bagaimana karakteristik nyeri yang dirasakan.

b) Riwayat penyakit terdahulu


Apakah klienpernah mengalami sakit seperti ini atau mengalami trauma
pada sistem muskuloskeletal lainnya
c) Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
4) Pemeriksaan fisik
a) Inspeksi : kelemahan, edema, pendarahan perubahan warna kulit,
ketidakmampuan menggunakan sendi.
b) Palpasi : mati rasa
c) Perkusi
5) Pemeriksaan penunjang
5

Menggunakan rontgen
b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan peregangan atau kekoyakan pada otot, ligament
atau tendon ditandai dengan kelemahan, mati rasa, pendarahan, edema, nyeri.
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidakmampuan, ditandai
dengan ketidakmampuan untuk mempergunakan sendi, otot dan tendon.
3) Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan dalam beraktifitas
ditandai dengan gerakan yang minim (immobilisasi).
4) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai
penyakit dan program pengobatan.
c. Intervensi Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan peregangan atau kekoyakan pada otot, ligament
atau tendon ditandai dengan kelemahan, mati rasa, pendarahan, edema, nyeri.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri dapat berkurang dan
terkontrol.
Kriteria hasil :
a) Menunjukkan nyeri berkurang atau terkontrol.
b) Terlihat rileks, dapat tidur atau beristirahat dan beraktivitas sesuai
kemampuan.
c) Mengikuti program farmakologis yang diresepkan.
d) Menggaungkan ketrampilan relaksasi dan aktifitas hiburan kedalam progrm
kontrol nyeri.
Intervensi
a) Selidiki keluhan nyeri, catat lokasi

Rasional
a) Membantu dalam menentukan

dan intensitas (skala 0-10) nyeri.

kebutuhan managemen nyeri dalam

Catat faktor-faktor yang

keefektifan program.

mempercepat tanda-tanda rasa


sakit non verbal.
b) Pertahankan immobilisasi bagian

b) Menghilangkan nyeri dan mencegah

yang sakit dengan tirah baring,

kesalahan posisi tulang / tegangan

gips, pembebat.

jaringan yang cedera.

c) Tinggikan bagian ekstremitas yang


sakit.

c) Meningkatkan aliran balik vena,


menurunkan edema, dan menurunkan
nyeri.

d) Dorong pasien untuk

d) Membantu untuk menghilangkan

mendiskusikan masalah

ansietas pasien saat menghilangkan

sehubungan dengan cedera.

pengalaman kecelakaan.

e) Libatkan dalam aktifitas hiburan


yang sesuai untuk situasi individu.

e) Memfokuskan kembali perhatian


dengan memberikan stimulasi, dan
meningkatkan rasa percaya diri dan
perasaan sehat.

Kolaborasi
f) Lakukan kompres dingin/es 24-48
jam pertama dan sesuai keperluan.
g) Berikan obat sesuai indikasi
narkotik dan analgesik non

Kolaborasi
f) Menurunkan cedera/pembentukan
hematoma, menurunkan sensasi nyeri.
g) Untuk menurunkan nyeri dan atau
spasme otot.

narkotik.
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidakmampuan, ditandai
dengan ketidakmampuan untuk mempergunakan sendi, otot dan tendon.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, tidak terjadi kerusakan
mobilitas fisik.
Kriteria hasil :
a) Mempertahankan fungsi posisi.
b) Mempertahankan maupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari
kompensasi tubuh.
c) Mendemonstrasikan teknik yang memungkinkan melakukan aktifitas.
Intervensi
a) Observasi tingkat mobillitas yang
masih dapat dilakukan klien.

Rasional
a) Membantu dalam menentukan
kebutuhan bantuan mobilitas yang
akan diberikan dan keefektifan
program.
7

b) Instruksikan klien/bantu klien dalam

b) Meningkatkan aliran darah ke otot

rentang gerak klien/aktif pada

dan tulang untuk meningkatkan

ekstrimitas yang sakit dan yang tidak

tonus otot, mempertahankan gerak

sakit.

sendi.

c) Bantu atau dorong perawatan


diri/kebersihan klien (seperti mandi).
d) Berikan lingkungan yang aman,
misalnya dengan menaikkan kursi atau

c) Meningkatkan kekuatan otot dan


sirkulasi.
d) Menghindari cedera berulang.

kloset, menggunakan pegangan tangga


pada bak atau pancuran dan toilet,
penggunaan alat bantu mobilitas atau
kursi roda penyelamat.
3) Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan dalam beraktifitas
ditandai dengan gerakan yang minim (immobilisasi).
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mampu melakukan
perawatan diri secara mandiri.
Kriteria hasil :
a) Klien mendiskusikan cedera dan dampaknya dalam hidup.
b) Klien mampu erpartisipasi dalam aktivitas kehiduan sehari hari.
Intervensi
a) Sokong penggunaan mekanisme
penyelesaian masalah.

Rasional
a) Penghentian rutinitas secara mendadak
dan rencana memerlukan mekanisme
penyelesaian masalah.

b) Libatkan orang yang berarti bagi klien


dan layanan pendukung bila dibutuhkan
dan perlu.
c) Dorong partisipati aktif dalam aktivitas

b) Orang lain dapat membantu pasien


melakukan aktivitas hidup sehari hari.
c) Rasa harga diri dapat ditingkatkan
dengan aktivitas perawatan diri.

hidup sehari-hari dalam batasan


terapeutik.

4) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai


penyakit dan program pengobatan.
Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan klien dapat mengetahui
tentang penyakitnya dan mengetahui tentang program pengobatan.
Kriteria hasil :
a) Menunjukkan pemahaman akan proses penyakit.
b) Ikut serta dalam program pengobatan dan memulai gaya hidup yang
diperlukan
Intervensi
a) Tinjauan proses penyakit dan harapan
masa depan.

Rasional
a) Memberikan pengetahuan dasar dimana
pasien dapat membuat pilihan.
b) Meningkatkan pemahaman dan

b) Berikan informasi mengenai terapi, obat-

meningkatkan kerja sama dalam

obatan, interaksi, efek samping, dan

penyembuhan dan/atau mengurangi

pentingnya ketaatan pelaksanaan

resiko komplikasi.

program.
c) Dorong periode istirahat yang adekuat
dengan aktivitas yang terjadwal.

c) Mencegah kepenatan, menghemat energi


dan meningkatkan penyembuhan.
d) Keuntungan dari terapi obat-obatan
tergantung dari ketepatan dosis.

d) Tekankan pentingnya melanjutkan


manejemen farmakoterapi.
e) Berikan informasi mengenai alat bantu,

e) Mengurangi paksaan untuk


menggunakan tulang dan
memungkinkan individu untuk ikut serta

misalnya : tongkat, palang keamanan,

nyaman dalam aktivitas yang dibutuhan

tempat duduk toilet yang bisa dinaikkan.

atau diinginkan.

B. Strain
1.

Peng
ertian

Be
berap

a definisi yang disampaikan oleh beberapa

ahli, yaitu :
a. Strain adalah tarikan otot akibat penggunaan, peregangan, atau stres yang berlebihan,
serta terdapat robekan mikroskopik tidak komplit dengan perdarahan ke dalam
jaringan. Dalam hal ini, pasien mengalami rasa sakit atau nyeri mendadak dengan
nyeri tekan lokal pemakaian obat dan kontraksi isometrik (Brunner & Suddarth,
2001)
b. Strain adalah luka pada beberapa ligament yang saling berhubungan dan tetap pada
tempatnya. (Griffith Winter)
c. Strain adalah trauma yang mengenai otot atau tendon yang disebabkan oleh kelebihan
pemanasan atau kelebihan ekstensi. (Black Joyce, 1993)
d. Strain adalah robekan mikroskopis tidak komplit dengan perdarahan ke dalam
jaringan. (Smeltzer Suzame, KMB Brunner dan Suddarth)
Berdasarkan pengertian diatas, kami menyimpulkan pengertian strain atau kram
adalah otot akibat penggunaan yang berlebihan, yang menjadi keras dan sakit. Kram
dapat terjadi di bagian betis, paha, bokong, atau kelompok otot lain. Kram atau spasme
sering terjadi pada otot rangka. Kram dapat menyertai penyakit sistem motoris, penyakit
metabolik seperti uremia, tetanus, dan kehabisan elektrolit, khususnya natrium, kalium,
dan kalsium. Kram otot sering dilaporkan terjadi di malam hari atau saat beristirahat, dan
dapat disebabkan oleh kadar gula darah rendah di malam hari. Dehidrasi dapat pula
menyebabkan kram.
2. Etiologi
a. Strain akut :
10

Ketika otot keluar dan berkontraksi secara mendadak.


b. Strain kronis :
Terjadi secara berkala oleh karena penggunaaan yang berlebihan/tekanan berulangulang, menghasilkan tendonitis (peradangan pada tendon).
3. Patofisiologi
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung atau tidak langsung.
Cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada arah yang salah, kontraksi otot yang berlebihan atau
ketika terjadi kontraksi, otot belum siap untuk menerima kontraksi tersebut. Strain dapat terjadi
pada bagian groin muscles (otot pada kunci paha), hamstring (otot paha bagian bawah) dan otot
guadriceps. Fleksibilitas otot yang baik dapat menghindarkan daerah sekitar cedera memar dan
membengkak.
4. Tanda dan Gejala Umum
a. Kelemahan
b. Mati rasa
c. Perdarahan yang ditandai dengan perubahan warna dan bukaan kulit pada daerah
yang mengalami perdarahan.
d. Perubahan mobilitas, stabilitas dan kelonggaran sendi.
e. Nyeri
f. Edema
5. Tingkatan Strain
a. Derajat I/Mild Strain (Ringan)
Derajat I/mild strain (ringan) yaitu adanya cidera akibat penggunaan yang
berlebihan

pada

penguluran

unit

muskulotendinous

yang

ringan

berupa

stretching/kerobekan ringan pada otot/ligament.


1) Gejala yang timbul :
a) Nyeri lokal,
b) Rasa sakit,
c) Pembengkakan kecil,
d) Sedikit perdarahan tetapi tidak terjadi leksitas abnormal,
e) Meningkat apabila bergerak/bila ada beban pada otot
2) Tanda-tanda :
11

a) Adanya spasme otot ringan


b) Bengkak
c) Gangguan kekuatan otot
d) Fungsi yang sangat ringan
3) Komplikasi
a) Strain dapat berulang
b) Tendonitis
c) Perioritis
4) Perubahan patologi
Adanya inflasi ringan dan mengganggu jaringan otot dan tendon namun tanda
perdarahan yang besar.
5) Terapi
Biasanya sembuh dengan cepat dengan pemberian istirahat, kompresi dan
elevasi, terapi latihan yang dapat membantu mengembalikan kekuatan otot.
b. Derajat II/Medorate Strain (Ringan)
Derajat II/medorate strain (ringan) yaitu adanya cidera pada unit
muskulotendinous akibat kontraksi/pengukur yang berlebihan.
1) Gejala yang timbul :
a) Nyeri lokal
b) Meningkat apabila bergerak/ada tekanan otot
c) Spasme otot sedang
d) Bengkak
e) Tenderness
f) Gangguan kekuatan otot dan fungsi sedang
2) Komplikasi sama seperti yang terjadi pada derajat I :
a) Strain dapat berulang
b) Tendonitis
c) Perioritis
3) Perubahan patologi :
Adanya robekan serabut otot
4) Terapi :
12

a) Impobilisasi pada daerah cidera


b) Istirahat
c) Kompresi
d) Elevasi
c. Derajat III/Strain Severe (Berat)
Derajat III/Strain Severe (Berat) yaitu adanya tekanan/penguluran mendadak
yang cukup berat. Berupa robekan penuh pada otot dan ligament yang menghasilkan
ketidakstabilan sendi.
1) Gejala yang timbul :
a) Nyeri yang berat
b) Adanya distabilitas
c) Spasme
d) Kuat
e) Bengkak
f) Tenderness
g) Gangguan fungsi otot
2) Komplikasi :
Distabilitas yang sama
3) Perubahan patologi :
Adanya robekan/tendon dengan terpisahnya otot dengan tendon.
4) Terapi :
Immobilisasi

dengan

kemungkinan

pembedahan

untuk

mengembalikan

fungsinya.
6. Penatalaksanaan
a. Istirahat akan mencegah cidera bertambah dan mempercepat penyembuhan.
b. Meninggikan bagian yang sakit, tujuan dilakukan peninggian untuk mengontrol
pembengkakan.
c. Pemberian kompres dingin. Kompres dingin basah atau kering diberikan secara
intermitten 20-48 jam pertama yang akan mengurangi perdarahan, timbulnya edema
dan ketidaknyamanan.

13

d. Kelemahan biasanya berakhir sekitar 24 72 jam sedangkan mati rasa biasanya


menghilang dalam 1 jam. Perdarahan biasanya berlangsung selama 30 menit atau
lebih kecuali jika diterapkan tekanan atau dingin untuk menghentikannya. Otot,
ligament atau tendon yang kram akan memperoleh kembali fungsinya secara penuh
setelah diberikan perawatan konservatif.
7. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas pasien
2) Keluhan utama
Nyeri, kelemahan, mati rasa, edema, perdarahan, perubahan mobilitas/
ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot dan tendon.
3) Riwayat kesehatan
a) Riwayat penyakit sekarang

Kapan keluhan dirasakan, apakah sesudah beraktivitas kerja atau setelah


berolah raga

Daerah mana yang mengalami trauma

Bagaimana karakteristik nyeri yang dirasakan

b) Riwayat penyakit dahulu


Apakah klien sebelumnya pernah mengalami sakit seperti ini atau
mengalami trauma pada sistem muskuloskeletal lainnya.
c) Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
4) Pemeriksaan Fisik.
a) Inspeksi :

Kelemahan

Edema

Perdarahan perubahan warna kulit

Ketidakmampuan menggunakan sendi

b) Palpasi : Mati rasa


c) Auskultasi.
14

d) Perkusi.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidakmampuan, ditandai
dengan ketidakmampuan untuk mempergunakan sendi, otot dan tendon.
Tujuan :
a) Meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang
memungkinkan.
b) Menunjukkan teknik memampukan melaksanakan aktivitas (ROM aktif dan
pasif).
Intervensi :
a) Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan dan
perhatikan persepsi pasien terhadap mobilisasi.
b)

Ajarkan untuk melaksanakan latihan rentang gerak pasien/aktif pada


ekstremitas yang sehat dan latihan rentang gerak pasif pada ekstremitas
yang sakit.

c) Berikan pembalutan dan pembebatan yang sesuai.


2) Nyeri akut berhubungan dengan peregangan atau kekoyakan pada otot, ligament
atau tendon ditandai dengan kelemahan, mati rasa, perdarahan, edema dan nyeri.
Tujuan :
Klien menyatakan nyeri hilang.
Intervensi :
a) Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips dan
pembalutan.
b) Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena.
c) Pemberian kompres dingin dengan kantong es 240C.
d) Ajarkan metode distraksi dan relaksasi.
e) Berikan individu pereda rasa sakit yang optimal dengan analgesik.
3) Gangguan konsep diri berhubungan dengan kehilangan fungsi tubuh.
Tujuan :
Mendemonstrasikan adaptasi kesehatan dan penanganan keterampilan.
15

Intervensi :
a) Dorong individu untuk mengekspresikan perasaan, khususnya mengenai
pandangan pemikiran perasaan seseorang.
b) Dorong

individu

untuk

bertanya

mengenai

masalah,

penanganan,

perkembangan, dan prognosa kesehatan.


c) Berikan informasi yang dapat dipercaya dan perkuat informasi yang sudah
diberikan.
d) Hindari kritik negatif.
e) Beri privasi dan suatu keamanan lingkungan.
C. Sprain

1. Pengertian
Beberapa pengertian tentang sprain menurut beberapa buku :
a. Sprain adalah cedera struktur ligament di sekitar sendi, akibat gerakan menjepit dan
memutar. ( KMB edisi.8. Vol3. Hal 2355)
b. Sprain adalah trauma pada ligamentum, struktur fibrosa yang memberikan stabilitas
sendi, akibat tenaga yang diberikan ke sendi dalam bidang abnormal atau tenaga
berlebihan dalam bidang gerakan sendi. ( Buku Ajar bedah bagian 2.Hal 370)
c. Sprain merupakan keadaan rupruta total atau parsial pada ligament penyangga yang
mengelilingi sebuah sendi. ( Patofisiologi hal 438)
16

Berdasarkan ketiga pengertian diatas bisa disimpulkan bahwa sprain adalah


cedera struktur ligament di sekitar sendi, akibat gerakan menjepit atau memutar. Fungsi
ligament yaitu sebagai stabilitas, namun masih memungkinkan mobilitas. Ligament yang
robek akan kehilangan kemampuan stabilitasnya. Terkilir (sprain) terjadi karena adanya
tarikan yang berlebihan atau robeknya jaringan ligament, yakni jaringan ikat yang
menghubungkan tulang dengan otot. Pembuluh darah akan terputus dan menimbulkan
edema, terasa nyeri tekan pada sendi, dan gerakan sendi terasa sangat nyeri. Terkilir
sering terjadi pada orang yang terjatuh, terpleset, atau melakukan gerakan yang
berlebihan hingga ada ligament pengikatnya yang mengalami kerusakan. Pergelangan
kaki adalah bagian yang mudah terkena sprain. Derajat distabilitas dan nyeri terus
meningkat selama 2 sampai 3 jam setelah cedera akibat pembengkakan dan perdarahan
yang terjadi. Pasien baru akan di periksa dengan sinar-x untuk mengevaluasi bila ada
cedera tulang.
2. Etiologi
Tekanan eksternal berlebih atau pemuntiran mendadak dengan tekanan yang lebih kuat
daripada kekuatan ligament akan menimbulkan gerakan sendi diluar gerak normal sendi tersebut
seperti tergelincir saat berlari atau melompat sehingga terjadi sprain.
3. Patofisiologi
Adanya tekanan eksternal yang berlebih menyebabkan suatu masalah yang disebut
dengan sprain yang terjadi pada ligament. Ligament akan mengalami kerusakan serabut, dari
rusaknya serabut yang ringan maupun total ligament akan mengalami robek dan ligament yang
robek akan kehilangan kemampuan stabilitasnya. Hal tersebut akan membuat pembuluh darah
terputus dan terjadilah edema sehingga gerakan sendi yang ditimbulkan terasa sangat nyeri.
Derajat distabilitas dan nyeri terus meningkat selama 2 sampai 3 jam setelah cedera akibat
pembengkakan dan pendarahan yang terjadi sehingga menimbulkan masalah yang disebut sprain.
Sprain disebabkan oleh kekoyakan (avulsion) seluruh atau sebagian dari dan disekeliling
sendi, yang disebabkan oleh daya yang tidak semestinya, pemelintiran atau dorongan/desakkan
pada saat berolahraga atau aktivitas kerja. Kebanyakan keseleo terjadi pada pergelangan tangan
dan kaki dan jari-jari tangan serta kaki. Pada trauma olahraga (sepak bola) sering terjadi robekan
ligament pada sendi lutut. Sendi-sendi lain juga dapat terkilir jika diterapkan daya tekanan atau
tarikan yang tidak semestinya tanpa diselingi peredaan.
17

4. Tanda dan Gejala


Sama dengan strain (kram) tetapi lebih parah.
a. Edema,
b. perdarahan dan perubahan warna yang lebih nyata.
c. Ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot dan tendon.
d. Tidak dapat menyangga beban, nyeri lebih hebat dan konstan.
e. Nyeri tekan (derajat nyeri meningkat selama 2-3 jam akibat pembengkakan dan
perdarahan yang terjadi).
5. Klasifikasi Sprain
a. Sprain Derajat I (Kerusakan minimal)
Nyeri tanpa pembengkakan, tidak ada memar, kisaran pembengkakan aktif dan
pasif, menimbulkan nyeri, prognosis baik tanpa adanya kemungkinan instabilitas atau
gangguan fungsi.
b. Sprain Derajat II (Kerusakan sedang)
Pembengkakan sedang dan memar, sangat nyeri dengan nyeri tekan yang lebih
menyebar dibandingkan derajat I. Kisaran pergerakan sangat nyeri dan tertahan, sendi
mungkin tidak stabil, dan mungkin menimbulkan gangguan fungsi.
c. Sprain Derajat III (Kerusakan kompit pada ligament)
Pembengkakan hebat dan memar, instabilitas struktural dengan peningkatan
kisaran gerak yang abnormal (akibat putusnya ligament), nyeri pada kisaran
pergerakan pasif mungkin kurang dibandingkan derajat yang lebih rendah (serabut
saraf sudah benar-benar rusak). Hilangnya fungsi yang signifikan yang memungkinkan
dibutuhkan pembedahan untuk mengembalikan fungsinya. Sehingga dalam hal ini kita
memakai titik refleksi timbal balik jika dilakukan pemijatan, apabila pergelangan kaki
yang terkilir maka titik timbal baliknya adalah pergelangan tangan. Jadi titik sentral
refleksi yang harus dipijat apabila pergelangan kaki terkilir adalah pergelangan tangan.
6. Penatalaksanaan
Penanganan sprain meliputi istirahat, meninggikan bagian yang sakit, pemberian
kompres dingin, dan pemasangan balut tekan. Istirahat akan mencegah cedera tambahan
dan mempercepat penyembuhan. Peninggian akan mengontrol pembengkakan. Kompres
dingin basah atau kering diberikan secara intermiten 20 sampai 30 menit selama 24 jam
18

sampai 48 jam pertama setelah cidera dapat menyebabkan vasokontriksi, yang akan
mengurangi pendarahan, edema dan ketidaknyamanan. Harus diperhatikan jangan sampai
terjadi kerusakan kulit dan jaringan akibat suhu dingin yang berlebihan. Balut tekan
elastis dapat mengontrol perdarahan, mengurangi edema, dan menyokong jaringan yang
cedera. Status neurovaskuler ektremitas yang cedera dipantau sesering mungkin. Bila
sprain cukup berat (robekan serabut otot dan terputusnya ligament), mungkin perlu
dilakukan perbaikan bedah atau immobilisasi gips sehingga sendi tidak akan kehilangan
stabilitasnya.
Selama fase penyembuhan, otot ligament atau tendon yang cidera harus
diistirahatkan dan memperbaiki diri. Setelah stadium inflamasi akut (misalnya, setelah 24
sampai 48 jam setelah cedera) dapat diberikan kompres panas secara intermitten (selama
15 sampai 30 menit, 4 kali sehari) untuk mengurangi spasme otot dan memperbaiki
vasodilatasi, absorpsi dan perbaikan. Tergantung beratnya cedera, latihan aktif dan pasif
progresif boleh dimulai dalam 3 sampai 5 hari. Sprain yang berat perlu dimmobilisasi 1
sampai 3 minggu sebelum latihan dengan perlindungan dimulai. Latihan awal yang
berlebihan dalam perjalanan terapi dapat memperlama penyembuhan. Strain dan sprain
memerlukan berbulan-bulan sampai berminggu-minggu untuk sembuh. Pembidaian
mungkin diperlukan untuk mencegah cedera tulang.
7. Penatalaksanaan Penunjang
a. Pembedahan
Mungkin diperlukan agar sendi dapat berfungsi sepenuhnya, pengurangan
perbaikan terbuka terhadap jaringan yang terkoyak.

b. Kemotherapi
Menggunakan analgesik Aspirin (100-300 mg setiap 4 jam) untuk meredakan
nyeri dan peradangan. Kadang diperlukan narkotik (codeine 30-60 mg peroral setiap
4 jam) untuk nyeri hebat.
c. Elektromekanis
d. Penerapan dingin, dengan kantong es 240C

19

e. Pembalutan atau wrapping eksternal, dengan pembalutan atau pengendongan bagian


yang sakit.
f. Posisi ditinggikan atau diangkat, apabila yang sakit adalah bagian ekstremitas.
g. Latihan ROM secara pelan dimulai setelah 7-10 hari sejak sakit, tergantung jaringan
yang sakit dan penggunaan penyangga beban semampunya sesudah 48 jam.
Penggunaan penyangga beban semampunya dilakukan secara penuh.
h. Untuk mendiagnosis sprain lebih lanjut perlu dilaksanakan rontgen untuk
membedakan dengan patah tulang.
8. Studi Diagnostik.
a. Riwayat :
1) Tekanan
2) Tarikan tanpa peredaan
3) Daya yang tidak semestinya
b. Pemeriksaan fisik :
1) Tanda-tanda pada kulit,
2) sistem sirkulasi dan muskuloskeletal
9. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas diri
2) Keluhan utama :
Keterbatasan aktivitas, gangguan sirkulasi, rasa nyeri, dan gangguan
neurosensory.
3) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan masa lalu
Kelainan

musculoskeletal

(jatuh,

infeksi,

trauma,

fraktur),

cara

penanggulangan, dan penyakit (diabetes mellitus).


b) Riwayat kesehatan sekarang
Kapan timbul masalah, riwayat trauma, penyebab, gejala timbul tibatiba/perlahan, lokasi, obat yang diminum, cara penanggulangan.
4) Pemeriksaan fisik

20

Keadaan umum dan kesadaran, keadaan integument (kulit, kuku), keadaan


muskuloskeletal (bentuk tubuh, tingkat kekuatan atau ketahanan, pergerakan,
keseimbangan), kardiovaskular (hipertensi, takikardia), neurologis (spasme otot,
kebas/kesemutan), keadaan ekstremitas, dan hematologi.
5) Riwayat psikososial
Reaksi emosional, citra tubuh, sistem pendukung.
6) Pemeriksaan diagnostik
Rontgen untuk mendeteksi lokasi/luas, CT scan, MRI, arteriogram, darah
lengkap, dan kreatinin. Rontgen tulang untuk mengetahui adanya fraktur avulasi
(suatu fragmen tulang tertarik oleh ligament atau tendon).
7) Pola kebiasaan sehari-hari atau hobi
b. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan rasa nyaman (nyeri) yang berhubungan dengan spasme otot, edema
dan kerusakan jaringan.
2) Hambatan mobilitaas fisik yang berhubungan dengan kerusakan jaringan.
3) Cemas/takut/berduka
4) Kurang pengetahuan
5) Perubahan perfusi jaringan
6) Risiko tinggi infeksi
7) Risiko tinggi kerusakan integritas kulit
8) Gangguan citra tubuh
9) Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari
10) Perubahan fungsi peran

c. Intervensi
Diagnosa
Gangguan

Tujuan
Rasa nyaman

Kriteria hasil
Klien tidak

Rasa

meningkat atau

mengeluh nyeri

Nyaman

nyeri

karena nyeri

(Nyeri)

berkurang/hilang

berkurang

Intervensi
1. Kaji intensitas nyeri, porsi
kecil tetapi sering
2. Atur posisi yang nyaman
untuk mengurangi tekanan

21

dan mencegah otot-otot


menjadi tegang sehingga
menurunkan rasa nyeri.
3. Anjurkan relaksasi/distraksi
untuk menurunkan nyeri.
4. Anjurkan melakukam
imajinasi untuk mengalihkan
perhatian dari rasa nyeri.
5. Kolaborasi dengan dokter
dalam terapi analgesik untuk
mengurangi atau
menghilangkan nyeri.
1. Kaji derajat mobilitas,

Hambatan

Meningkatkan

Klien mampu

mobilitas

mobilitas pada

bergerak dan

dorong partisipasi pada

fisik

tingkat yang

kekuatan otot

aktivitas terapeutik.

berhubungan

paling mungkin

meningkat

2. Bantu dalam mobilisasi

dengan

dengan kursi roda, kruk, dan

kerusakan

tongkat.

jaringan
Ansietas

Ansietas

berhubungan

berkurang

dengan status
kesehatan

Klien tampak 1. Dekatkan alat-alat yang


senang

Klien tidak

dibutuhkan klien.
2. Catat palpitasi, peningkatan

menunjukan

denyut jantung atau

wajah

frekuensi pernapasan.

gelisah

3. Pahami rasa takut atau


ansietas klien.
4. Kaji tingkat ansietas klien.
5. Ajarkan dan anjurkan teknik
relaksasi pada klien.
6. Kolaborasi pemberian
pengobatan.

22

Kurang

Pengetahuan

pengetahuan

klien meningkat

Klien tidak
bertanya-

berhubungan

tanya lagi

dengan

tentang

kondisi,

penyakitnya

proses

Klien dapat

pengobatan,

menjelaskan

dan

kembali

perawatan.

tentang

1. Kaji tingkat pengetahuan


klien.
2. Beri pendidikan kesehatan
kepada klien.
3. Beri kesempatan klien untuk
bertanya dan menjelaskan.
4. Ajarkan cara perawatan/
pengobatan penyakitnya.

penyakitnya

23

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kontusi adalah cedera pada jaringan lunak, yang diakibatkan oleh kekerasan benda
tumpul. Terputusnya banyak pembuluh darah kecil yang terjadi mengakibatkan perdarahan
ke jaringan lunak yang disebut ekimosis atau memar. Hematoma terjadi jika perdarahan
cukup banyak sampai terjadi timbunan darah. Gejala lokal adalah nyeri, bengkak, dan
perubahan warna.
Strain atau kram adalah otot akibat penggunaan yang berlebihan, yang menjadi keras
dan sakit. Kram dapat terjadi di bagian betis, paha, bokong, atau kelompok otot lain.
Kebanyakan keseleo terjadi pada pergelangan tangan dan kaki, jari-jari tangan dan kaki.
Strain akut pada struktur muskulotendinous terjadi pada persambungan antara otot dan
tendon. Tipe cedera ini sering terlihat pada pelari yang mengalami strain pada hamstringnya.
Sprain adalah cederan struktur ligament di sekitar sendi, akibat gerakan menjepit
atau memutar. Fungsi ligament yaitu sebagai stabilitas, namun masih memungkinkan
mobilitas. Ligamen yang robek akan kehilangan kemampuan stabilitasnya. Terkilir (sprain)
terjadi karena adanya tarikan yang berlebihan atau robeknya jaringan ligament, yakni
jaringan ikat yang menghubungkan tulang dengan otot. Terkilir sering terjadi pada orang
yang terjatuh, terpleset, atau melakukan gerakan yang berlebihan, misalnya terjatuh hingga
ada ligament pengikatnya yang mengalami kerusakan. Pergelangan kaki adalah bagian yang
mudah terkena sprain.
B. Saran
Pembuatan makalah ini tidak hanya untuk memenuhi tugas sistem muskuloskeletal tapi
juga sebagai sumber ilmu yang dapat kita pahami tentang asuhan keperawatan kontusio,
strain dan sprain. Semoga dengan adanya makalah ini dapat memberi sumbangan
pengetahuan kepada kita semua, dan kami harapkan kritik dan sarannya kepada pembaca
apabila terdapat kesalahan maupun kekeliruan dari isi makalah ini. Semoga selanjutnya
kritik dan saran itu dapat memberikan kami dorongan untuk lebih menyempurnakan hasil
karya kami selanjutnya. Amin.

24

DAFTAR PUSTAKA
1. Sternbach & George Eliastam Michael. 1998. Buku saku penuntun kedaruratan medis
edisi 5. JAKARTA: EGC
2. Heryati & Suratun At All. 2008. Seri asuhan keperawatan klien gangguan sistem
muskuloskeletal. Jakarta: Egc
3. Batticaca B Fransisca. 2008. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
pernafasan. Jakarta: Salemba Medika
4. Muttaqin

Arif. Pengantar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem

pernafasan. Jakarta: Salemba Medikal


5. Engram Barbara . 1999. Rencana asuhan keperawatan medikal bedah volum 3. Jakarta :
EGC
6. Satyanegara. 2010. Ilmu bedah saraf edisi IV. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
7. Brooker, Chris. 2008. Ensiklopedia keperawatan. Jakarta : EGC
8. Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta : EGC
9. Brunner dan Suddarth. 2001. KMB Edisi 8 Vol 3. hal 2355. Jakarta : EGC
10. Sabiston. 1994. Buku ajar bedah bagian 2 hal 370. Jakarta: EGC
11. Kowalak Jenifer P. 2001. Patofisiologi. Jakarta: EGC
12. Suratun, Heryati, Manurung Santa, Raenah Een. 2008. Klien gangguan sistem
muskuloskeletal: seri asuhan keperawatan. Jakarta: EGC
13. Suharmiati dan Handayani Lestari. 2005. Ramuan tradisional untuk keadaan darurat di
rumah. Tanggerang: Agro Media Pustaka
14. Ruhito dan Mahendra. 2009. Pijat kaki untuk kesehatan. Depok: Penebar Swadaya
15. Marilynn. J dan Lee. J. Seri panduan praktis keperawatan klinis hal 124. Jakarta:
Erlangga
16. Rachmadi, Agus. 1993. Perawatan gangguan sistem muskuloskeletal. Banjarbaru:
AKPER Depkes.
17. Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan
dan pendokumentasian perawatan pasien edisi 3. Jakarta: EGC.
18. Nurachman, Elly. 1989. Buku saku prosedur keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC.
19. Carpenito, Lynda Juall. 1999. Buku saku diagnosa keperawatan edisi 8. Jakarta: EGC.
25

20. Smelzer, Suzanne. C. 2001. Buku ajar keperawatan medikal bedah brunner dan suddarth
ed 8. Jakarta : EGC.
21. Engram, Barbara. 1998. Rencana asuhan keperawatan medikal bedah, volume 2. Jakarta:
EGC.
22. Mansoer, Arif dkk. 2001. Kapita selekta kedokteran, jilid ii. FKUI. Retrieved from Media
Aesculapius http://jatiarsoeko.blogspot.com/2012/04/makalah-askep-strain.html. Diakses
pada tanggal 07 Oktober 2013.
23. Nurbaeti, Sri. 2012. Trauma Muskuloskeletal. Jakarta : Program studi Ilmu keperawatan
fakultas kedokteran dan kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta. Retrieved from
www.scribd.com/doc/129927799/Trauma-Muskuloskeletal. Diakses pada tanggal 07
Oktober 2013.

26

Anda mungkin juga menyukai