Anda di halaman 1dari 2

BAB 1

PENDAHULUAN

Leukimia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang
ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan manifestasi adanya sel-sel abnormal
dalam darah tepi akibat penggantian elemen sumsum tulang normal oleh sel leukemik.
Berdasarkan meturitas sel leukemia kronik diklasifikasikan atas leukimia granulositik kronik
(LGK) dan leukimia limfositik kronik (LLK). LGK merupakan penyakit mieloproliferatif
ditandai dengan adanya peningkatan proliferasi sel induk hemtopoetik seri mieloid pada
berbagai tingkat diferensiasi (Rendra, 2013; Rofinda, 2012).
Pada tahun 2006 di Indonesia, leukemia berada pada peringkat kelima setelah kanker
payudara, kanker serviks, kanker hati dan saluran empedu intrahepatik, serta limfoma nonHodgkin. LGK merupakan keganasan paling umum di Asia, walaupun insiden dan umur ratarata kemungkinan lebih rendah daripada yang diamati di Amerika Serikat. Yayasan Onkologi
Anak Indonesia menyatakan, setiap tahun ditemukan 650 kasus kanker baru di seluruh
Indonesia dan sebanyak 70% merupakan leukemia. Di Indonesia LGK merupakan 15-20%
dari angka kejadian leukemia dan merupakan jenis leukemia kronik yang paling sering
ditemukan (Rendra, 2013).
LGK disebabkan adanya kelainan kromosom akibat radiasi atau agen kimia, yaitu
22q- atau hilangnya sebagian lengan panjang dari kromosom 22, yang saat ini dikenal dengan
kromosom Philadelphia (Ph). Kromosom Ph terbentuk karena adanya translokasi respirokal
antara lengan panjang kromosom 9 dan 22. Pada kromosom 22 yang mengalami pemendekan
didapatkan adanya gabungan antara gen yang ada di lengan panjang kromosom 9, yakni gen
ABL (Abelson) dengan gen BCR (break cluster region) yang terletak di lengan panjang

kromosom 22. Gabungan kedua gen ini (BCR-ABL) diduga kuat sebagai penyebab utama
terjadinya kelainan proliferasi pada LGK (Fadjari, 2008).
Sebagian besar LGK terdiagnosis pada fase kronik, dimana sepertiga dari fase ini
tidak menunjukkan gejala sehingga penderita tidak akan menemui petugas kesehatan tetapi
dalam jangka waktu tertentu dapat berubah ke fase yang lebih lanjut. Respon terapi pada fase
yang lebih lanjut kurang memuaskan sehingga tujuan utama dari pengobatan LGK adalah
agar tidak berkembang ke fase selanjutnya sehingga diagnosis LGK harus dapat segera
ditegakkan (Rendra, 2013). Berdasarkan data di atas, penulis merasa perlu menyajikan kasus
leukimia dengan meninjau pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pada pasien LGK
karena penegakan diagnostik sedini mungkin dapat menghasilkan prognosis yang lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai