Oleh:
Tri Ramasari, S.Ked
Pembimbing:
dr. Bambang Kurniawan, Sp.OG
LEMBAR PENGESAHAN
Pembimbing
Penyaji
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Persalinan normal dapat terjadi manakala terpenuhi keadaan-keadaan
tertentu dari faktor-faktor persalinan : jalan lahir (passage), janin (passanger),
dan kekuatan (power). Pada waktu persalinan, hubungan dari ketiga hal ini
sangatlah penting untuk diperhatikan oleh karena menentukan mekanisme dan
prognosis persalinan.1
Distosia adalah kesulitan dalam jalannya persalinan.
1,2,3,4
Sebab-
keputusan
dan
penatalaksanaan
yang
tepat.
Sebab,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Distosia disebut juga persalinan lama, didefinisikan sebagai persalinan
yang abnormal atau sulit.1,2,3,4 Sebab-sebabnya dapat dibagi dalam 3 golongan,
yaitu:
1. Kelainan tenaga (atau kelainan his). His yang tidak normal dalam
kekuatan atau sifatnya menyebabkan rintangan pada jalan lahir yang lazim
terdapat pada setiap persalinan, tidak dapat diatasi, sehingga persalinan
mengalami hambatan atau kemacetan.
2. Kelainan janin. Persalinan dapat mengalami gangguan dan kemacetan
karena kelainan dalam letak atau kelainan bentuk janin.
3. Kelainan jalan lahir. Kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa
menghalangi kemajuan persalinan atau menyebabkan kemacetan.1,2,3,4
2.2
uterus bagaimana his berkembang menjadi his yang sempurna atau his yang
tanpa koordinasi, atau his yang arahnya yang terbalik dan sebagainya. 1
Tiap his dimulai sebagai gelombang dari salah satu sudut dimana tuba
masuk ke dalam dinding uterus. Di tempat tersebut ada suatu face maker
dimana gelombang his berasal. Gelombang bergerak ke dalam dan ke bawah
dengan kecepatan 2 cm tiap detik untuk mengikutsertakan seluruh uterus.1
His yang sempurna mempunyai kejang otot paling tinggi di fundus
uteri yang lapisan ototnya paling tebal, dan puncak kontraksi terjadi simultan
di seluruh bagian uterus. Sesudah tiap his, otot-otot korpus uteri menjadi lebih
pendek daripada sebelumnya. Dalam bahasa obstetri disebut otot-otot uterus
mengadakan reaksi. Oleh karena serviks kurang mengandung otot, serviks
tertarik dan terbuka, lebih-lebih jika ada tekanan oleh bagian besar janin yang
keras, umpamanya kepala yang merangsang pleksus saraf setempat.1
Aktivitas miometrium dapat dinyatakan lebih jelas pada adanya
kehamilan. Bila mengadakan pemeriksaan ginekologik waktu hamil dapat
diraba adanya kontraksi uterus (tanda Braxton-Hicks). Pada seluruh
kehamilan dapat dicatat adanya kontraksi ringan dengan amplitudo 5 mm Hg
tiap menit yang tidak teratur. His sesudah kehamilan 30 minggu makin terasa
lebih kuat dan lebih sering. Sesudah 36 minggu aktivitas uterus lebih
meningkat lagi sehingga persalinan mulai. His timbul lebih kuat tiap 10 menit
dan serviks membuka 2 cm. Jika persalinan mulai, yakni pada permulaan kala
pembukaan atau kala I, maka frekuensi dan amplitudo his meningkat. Dalam
keadaan normal tonus uterus pada waktu relaksasi tidak meningkat.1
ini adalah akibat tekanan air ketuban pada permulaan kala I dan pada
pekembangan selanjutnya oleh kepala janin yang makin masuk ke rongga
panggul dan sebagai benda keras mengadakan tekanan kepada serviks hingga
pembukaan menjadi lengkap.1
Tibalah kala pengeluaran atau kala II, ibu mulai mengedan. Dengan
demikian ibu menambah kekuatan uterus yang sudah optimum itu dengan
mengadakan kontraksi diafragma dan otot-otot dinding abdomen. Kekuatan
yang ada pada ibu ini akan lebih efisien jika badan ibu dalam keadaan fleksi.
Dagu ibu di dadanya, badan dalam keadaan fleksi dan kedua tangan menarik
pahanya dekat pada lutut. Dengan demikian kepala janin akan didorong
membuka diafragma pelvis dan vulva, dan lahir dalam presentasi belakang
kepala. Setelah anak lahir kekuatan his tetap ada untuk pelepasan dan
pengeluaran uri.1
Tiba kala III atau kala uri yang berlangsung 2 sampai 6 menit. Sesudah
plasenta lahir, amplitudo his masih tinggi 60 sampai 80 mm Hg akan tetapi
frekuensinya berkurang. Hal ini disebut aktivitas uterus menurun. Kontraksi
uterus ini pada umumnya tidak seberapa sakit, akan tetapi kadang-kadang
dapat mengganggu sekali. Sebaiknya dalam hal ini diberikan sedativa. Juga
pada waktu menyusukan bayinya, ibu merasakan his yang kadang-kadang
mengganggu. Hal ini disebabkan oleh refleks yang mengeluarkan oksitosin.
Beritahukanlah hal ini kepada ibu yang menyusukan itu. Penjelasan ini
membuat perasaan mules dapat diterima. Oksitosin menyebabkan uterus
berkontraksi dan otot polos di sekitar alveolae mammae berkontraksi pula,
sehingga air susu ibu akan mancur keluar. Sesudah 24 jam postpartum
aktivitas uterus lebih kecil lagi. Tidak hanya intensitas his jauh berkurang
tetapi juga frekuensinya menurun. 1
Perasaan sakit pada waktu his amat subjektif tidak hanya tergantung
pada intensitas his, tetapi tergantung pula pada keadaan mental orangnya. Jika
ia tahu apa yang terjadi tak ada perasaan takut dan ia dapat menerima segala
sesuatu yang terjadi dan yang akan terjadi. Ketenangan ini membuat perasaan
sakit hanya sedikit atau sama sekali tidak terasa. Perasaan sakit pada his
mungkin disebabkan oleh iskemia dalam korpus uteri tempat terdapat banyak
serabut saraf. Peristiwa ini meneruskan perasaan sakit melalui saraf sensorik
di plekus hipogastrikus ke sistem saraf pusat. Sakit di pinggang sering terasa
pada kala pembukaan dan bila bagian bawah uterus turut berkontraksi. Hal ini
disebabkan oleh serabut sensorik turut terangsang. Maka dari itu jika his
sempurna dan efisien dengan adanya dominasi di fundus uteri serta relaksasi
bagian bawah uterus dan serviks, perasaan sakit pinggang dan sakit di bagian
bawah itu akan berkurang.1
Pada kala II perasaan sakit disebabkan oleh peregangan vagina,
jaringan-jaringan dalam panggul dan perineum. Sakit ini dirasakan di
pinggang, dalam panggul dan menjalar ke paha sebelah dalam. Perasaan sakit
ini dapat dikurangi dengan mempengaruhi saraf pusat, dengan anastesia
spinal, epidural atau pudendus block.1
2.3
Berdasarkan hal ini, dapat didefinisikan dua jenis disfungsi uterus yaitu
disfungsi uterus hipotonik atau inersia uteri dan disfungsi uteri kedua disebut
incoordinate uterine dysfunction.4
2.3.1
Inersia uteri
Yang dinamakan inertia uteri ialah pemanjangan fase laten atau fase
aktif atau kedua-duanya dari kala pembukaan. Pemanjangan fase laten
penyebabnya tidak jelas, tetapi faktor predisposisi dapat terjadi pada
primigravida tua, CPD, kelaianan bentuk uterus dan kelaianan letak janin.2
Pembagian:
Dulu inersia uteri dibagi dalam :
1. Inersia uteri primer: jika his lemah dari awal persalinan
2. Inersia uteri sekunder: jika mula-mula his baik, tetapi kemudian menjadi
lemah karena otot-otot rahim lelah akibat persalinan berlangsung lama
(inersia karena kelelahan).
Pembagian inersia yang sekarang berlaku adalah :
1. Inersia uteri hipotonis :
Dimana tidak ada hipertonus sebagai dasarnya dan kontraksi uterus
memiliki pola yang normal (synchroneus), tetapi peningkatan tekanan
yang ringan selama kontraksi tidak mampu untuk mendilatasi serviks.
Kontraksi terkoordinasi, tetapi lemah.2
Hipotonis
4% dari persalinan
Hipertonis
1% persalinan
Saat terjadinya
Fase aktif
Fase laten
Nyeri
Tidak nyeri
Nyeri berlebihan
Fetal distress
Lambat terjadi
Cepat
Baik
Tidak baik
Pengaruh sedatif
Sedikit
Besar
Penyulit :
1. Inersia uteri dapat menyebabkan kematian atau kesakitan
2. Kemungkinan infeksi bertambah dan juga meningkatnya kematian
perinatal
3. Kehabisan tenaga ibu dan dehidrasi: tanda-tandanya denyut nadi naik,
suhu meninggi, nafas cepat, meteorismus, dan turgor berkurang.
Persalian tidak boleh berlangsung lebih lama dari 24 jam.Oleh karena itu,
untuk mencegah timbulnya penyulit, persalinan harus dipantau dengan
menggunakan partogram.
2.3.2
batas antara bagian atas dan bagian segmen uterus. Lingkaran konstriksi tidak
dapat diketahui dengan pemeriksaan dalam, kecuali pembukaan sudah
lengkap, sehingga tangan dapat dimasukkan ke dalam kavum uteri. Oleh
sebab itu jika pembukaan belum lengkap, biasanya tidak mungkin mengenal
kelainan ini dengan pasti. Adakalanya persalinan tidak maju karena kelainan
pada serviks yang dinamakan distosia servikalis. Kelainan ini bisa primer atau
sekunder. Distosia servikalis dinamakan primer kalau serviks tidak membuka
karena tidak mengadakan relaksasi berhubungan dengan incoordinate uterin
action. Penderita biasanya seorang primigravida. Kala I menjadi lama, dan
dapat diraba jalan serviks yang kaku. Kalau keadaan ini dibiarkan, maka
tekanan kepala uterus terus menerus akan menyebabkan nekrosis jaringan
serviks dan dapat mengakibatkan lepasnya bagian tengah serviks secara
sirkuler. Distosia servikalis sekunder disebabkan oleh kelainan organik pada
serviks, misalnya karena jaringan parut atau karena karsinoma. Dengan his
kuat serviks bisa robek, dan robekan ini dapat menjalar kebagian bawah
uterus. Oleh karena itu setiap wanita yang pernah mengalami operasi pada
serviks, selalu diawasi persalinannya di rumah sakit.1
2.4
Etiologi.
Kelainan his pertama kali ditemukan pada primigravida, khususnya
primigravida tua. Pada multipara lebih banyak ditemukan kelainan yang
bersifat inersia uteri. Faktor herediter mungkin memegang peranan pula dalam
kelainan his. Sampai seberapa jauh faktor emosi mempengaruhi kelainan his,
belum ada persesuaian paham antara para ahli. Satu sebab yang penting dalam
kelainan his, khususnya inersia uteri, ialah apabila bagian bawah janin tidak
berhubungan rapat dengan segmen bawah uterus seperti misalnya kelainan
letak janin atau pada disproporsi sefalopelvik. Peregangan rahim yang
berlebihan pada kehamilan ganda maupun hidramnion juga dapat merupakan
penyebab dari inersia uteri yang murni. Akhirnya gangguan dalam
pembentukan uterus pada masa embrional, misalnya uterus bikornis unikollis,
dapat pula menyebabkan keleinan itu. Akan tetapi pada sebagian besar kasus,
kurang lebih separuhnya, penyebab inersia uteri ini tidak diketahui.1
Hipertonic uterine contraction dan incoordinate uterine contraction
sering terjadi bersama-sama yang ditandai dengan peningkatan tekanan uterus,
kontraksi yang tidak sinkron dan peningkatan tonus otot di segmen bawah
rahim serta frekuensi kontraksi yang menjadi lebih sering. Hal ini pada
umumnya berhubungan dengan solutio plasenta, penggunaan oksitosin yang
berlebihan, disproporsi sefalopelvik dan malpresentasi janin.5
2.5
Penatalaksanaan
Dalam menghadapi persalinan lama oleh sebab apapun, keadaan
wanita yang bersangkutan harus diawasi dengan seksama. Tekanan darah
diukur tiap empat jam, malahan pemeriksaan ini perlu dilakukan lebih sering
apabila ada gejala preeklampsia. Denyut jantung janin dicatat dalam setengah
jam dalam kala I dan lebih sering kala II. Kemungkinan dehidrasi dan asidosis
harus mendapat perhatian sepenuhnya. Karena pada persalinan lama selalu
1. Inersia Uteri
Dahulu selalu diajarkan bahwa menunggu merupakan sikap terbaik
dalam menghadapi inersia uteri selama ketuban masih utuh. Pendapat ini
dianut karena bahaya besar yang menyertai tindakan pembedahan pada
waktu itu. Sekarang kebenaran sikap menunggu itu ada batasnya, karena
disadari bahwa menunggu terlampau lama dapat menambah bahaya
kematian janin, dan karena risiko tindakan pembedahan kini sudah lebih
kecil daripada dahulu.1
Sekali diagnosa distosia ditegakkan maka dokter mempunyai beberapa
pilihan terapi dengan tujuan persalinan normal dibandingkan persalinan
dengan sectio cesarea. Jika tidak ada kontraindikasi oxytocin adalah
pilihan pertama untuk inertia uteri karena oksitosin merupakan terapi yang
efektif dan aman.2
Setelah diagnosa inersia uteri ditetapkan, harus diperiksa keadaan
serviks, presentasi serta posisi janin, turunnya kepala janin dalam panggul
dan keadaan panggul. Kemudian harus di susun rencana menghadapi
persalinan yang lamban ini. Apabila ada disproporsi sefalopelvik yang
berarti, sebaiknya diambil keputusan untuk melakukan seksio sesaria.
Apabila tidak ada disproporsi atau ada disproporsi ringan dapat diambil
sikap lain. Keadaan umum penderita sementara itu diperbaiki, dan kandung
kencing serta rektum dikosongkan. Apabila kepala atau bokong janin sudah
masuk ke panggul, penderita disuruh berjalan-jalan. Tindakan sederhana ini
kadang-kadang menyebabkan his menjadi kuat, dan selanjutnya persalinan
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Persalinan normal dapat terjadi manakala terpenuhi keadaan-keadaan tertentu
dari faktor-faktor persalinan : jalan lahir (passage), janin (passanger), dan kekuatan
(power). Kelainan salah satu dari faktor-faktor ini dapat menyebabkan terjadinya
kemacetan persalinan. Jenis-jenis kelainan his yang dapat menyebabkan terjadinya
distosia adalah inersia uteri dan incoordinate uterin action, sedangkan hypertonic
uterine contraction meskipun bukan bagian dari penyebab distosia, merupakan salah
satu kelainan his.
Inersia uteri berespon cukup baik terhadap pemberian oksitosin 5 unit yang
dimasukkan dalam dekstrose 5%.Incoordinate uterin action dan hypertonic uterine
contraction dapat diobati secara simtomatis dengan mengurangi tonus otot
menggunakan tokolitik dan mengurangi nyeri dengan analgetik. Namun dalam
menghadapi persalinan lama oleh sebab apapun, keadaan ibu dan janin harus diawasi
dengan seksama meliputi tekanan darah diukur tiap empat jam, denyut jantung janin
dicatat dalam setengah jam dalam kala I dan lebih sering kala II.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro, Hanifa dkk, Ilmu Kebidanan: His dan tenaga lain dalam
persalinan dan Persalinan Lama, Ed 2, Cet 5. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2007.
2. Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran
Bandung, Obstetri Patologi: Dystocia karena kekuatan yang mendorong
anak keluar kurang kuat, Bandung: Penerbit Elstar Offset, 2005.
3. Departemen Kesehatan RI, Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan Dasar dan rujukan; Persalinan Lama, Ed 1, Jakarta, 2013.
4. Cunningham, Gary F, dkk, Obstetri Williams: Kelainan tenaga pada
persalinan, Ed 21, Volume 7, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2005
5. DeCherney,Alan, Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology:
Dystocia, Ed 10, McGraw-Hill Companies, 2007.
6. Saifudin Bari A, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal: Persalinan Lama. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo, 2002.
7. Departemen Kesehatan RI, Pelyanan Obstetri dan Neonatal Emergensi
Komprehensif: Distosia kelainan tenaga , Jakarta, 2008.