Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Semen


Semen berasal dari bahasa latin caementum yang berarti bahan perekat.
Semen secara sederhana didefinisikan sebagai perekat atau lem, yang bisa
merekatkan bahan-bahan material lain seperti batu bata dan batu koral hingga
bisa membentuk sebuah bangunan. Semen secara umum diartikan sebagai
bahan perekat yang memiliki sifat mampu mengikat bahan-bahan padat menjadi
satu kesatuan yang kompak dan kuat.
Menurut Austin (1996) semen sudah dikenal sejak zaman dahulu kala, yang
dibuat dari kalsinasi kapur yang tidak murni oleh bangsa Mesir untuk konstruksi
pyramid. Pada tahun 1824, Joseph Aspidin (Inggris) mendapat hak paten atau
proses pembuatan semen hasil penemuannya. Aspidin melakukan proses
kalsinasi sampai tingkat tertentu terhadap campuran batu kapur dan tanah liat.
Semen ini dinamakan Portland karena beton yang dibuat dengan semen ini
sangat menyerupai batuan-batuan alam yang terdapat di pulau Portland, Inggris.
2.2 Bahan Baku, Bahan Koreksi dan Bahan Pembantu Pembuatan Semen
2.2.1 Bahan Baku dalam Pembuatan Semen
1. Batu Kapur/limestone (CaCO3)
Menurut Duda (1985), CaCO3 tersebar secara luas di alam dan merupakan
syarat utama untuk produksi semen portland. Tingkat hardness dari batu kapur
tergantung pada usia geologinya. Semakin tua usia geologinya maka semakin
tinggi pula tingkat hardness dari batu kapur tersebut. Hardness dari batu kapur

31

32

adalah 1,8 3,0 dalam satuan Mohs. Komposisi batu kapur pada pembuatan
Semen Portland dapat dilihat pada tabel 11.
Tabel 11. Komposisi Batu Kapur pada Pembuatan Semen Portland
Komponen Penyusun
% Berat
CaO
49,80 52,46
SiO2
3,76 6,75
Al2O3
0,71 2,00
Fe2O3
0,36 1,47
MgO
0,30 1,48
Alkali
0,40 0,44
SO3
0,01 1,10
LOI
39,65 40,89
Sumber: Duda, 1985
Menurut Perry (1984), sifat fisika batu kapur sebagai berikut:
-

Fase

: Padat

Warna

: Putih

Berat molekul

: 100,09 gr/mol

Densitas

: 2,93 gr/ml

Titik lebur

: 825oC

Kadar air

: 8%

Kelarutan dalam 25oC

: 0,0012 gr / 100 gr H2O

Kelarutan dalam 100oC : 0,002 gr / 100 gr H2O

Menurut Austin (1996) salah satu sifat kimia batu kapur yaitu dapat
mengalami kalsinasi.
Reaksinya :
CaCO3 (S)

650-900oC

CaO (l) + CO2 (g)

Warna Batu Kapur adalah putih dan akan berwarna agak kecoklatan apabila
terkontaminasi dengan tanah liat atau senyawa besi. Komponen terbanyak
dalam batu kapur adalah CaCO3

33

34

2. Tanah Liat/clay (Al2O3.2SiO2.xH2O)


Menurut Duda (1985), bahan baku penting lainnya dalam pembuatan semen
adalah tanah liat. Tanah liat terbentuk dari pelapukan alkali dan alkali tanah yang
mengandung silikat aluminium.
Tanah liat merupakan sumber aluminat (Al2O3) dan oksida silica (SiO2). Sifat
dari tanah liat itu sendiri jika dipanaskan atau dibakar akan berkurang sifat
keliatannya dan menjadi keras bila ditambah air. Warna tanah liat adalah putih
tanpa adanya zat pengotor, tetapi bila ada senyawa besi organik tanah liat akan
berwarna coklat kekuningan. Komposisi tanah liat pada pembuatan Semen
Portland dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel 12. Komposisi Tanah Liat pada Pembuatan Semen Portland
Komponen Penyusun
% Berat
CaO
0,80 7,27
SiO2
52,30 67,29
Al2O3
8,97 24,70
Fe2O3
4,28 8,20
MgO
0,10 1,97
SO3
0,32 3,80

Alkali
LOI

0,80 2,71
6,40 10,40

Sumber: Duda, 1985


Menurut Perry (1984), sifat fisika tanah liat sebagai berikut:
-

Fase
Warna
Specific heat
Densitas Bulk
Kadar air
Densitas

: Padat
: Coklat kekuningan
: 0,224 cal/goC
: 143 lb/ft3
: 18-25%
: 2,0-2,6 gr/mol

35

Menurut Kohlhaas (1983) salah satu sifat kimia tanah liat yaitu dapat
mengalami pelepasan air hidrat bila dipanaskan pada suhu 500C.
Reaksinya :
T = 400 - 750 C
Al2Si2O7.xH2O(s)
Al2O3 (s) + 2SiO2 (s) + xH2O(g)
2.2.2 Bahan Koreksi dalam Pembuatan Semen
1. Copper Slag
Menurut Kohlhaas (1983) copper slag adalah sebagai pembawa oksida besi.
Copper slag digunakan karena memppunyai kandungan besi yang tinggi
sehingga menyebabkan material ini mempunyai densitas yang tinggi dan juga
berat jenis yang lebih tinggi dibandingkan pasir alam. Copper slag digunakan
sebagai pengganti pasir besi karena harga pasir besi lebih mahal dibandingkan
dengan copper slag. Spesifikasi copper slag pada pembuatan semen portland
dapat dilihat pada tabel 13.
Tabel 13. Komposisi Cooper Slag pada Pembuatan Semen Portland
Komponen Penyusun
% Berat
SiO2
Al2O3
Fe2O3
CaO
MgO
SO3
LOI
Sumber: Duda, 1985

20 25
39
45 60

0,5 2,5
1,5 7
0,3 0,6
5 12

Menurut Perry (1984), sifat fisika cooper slag sebagai berikut:


- Fase
: Padat
- Warna
: Hitam
- Berat molekul
: 159,69 gr/mol
- Densitas
: 5,12 gr /ml
- Titik lebur
: 1560oC
Menurut Perry (1984) salah satu sifat kimia copper slag yaitu dapat bereaksi
dengan Al2O3 dan CaO membentuk calsium alumina ferrit.
Reaksinya :
4CaO + Al2O3 + Fe2O3

T = 1095 1205 C

4CaO.Al2O3.Fe2O3 (C4AF)

36

2. Silica Sand (SiO3.xH2O)


Silica sand merupakan suatu mineral yang kristal-kristal berbentuk prisma,
yang dibatasi oleh dua pasang belah ketupat. Dari beberapa unsur yang
membentuk senyawa sebagai penyusun dari semen, diantaranya adalah silikat
(SiO2). Unsur-unsur yang membentuk senyawa dalam semen yaitu :
- Dikalsium silikat (2CaO.SiO2) yang dikenal sebagai C2S
- Trikalsium silikat (3CaO.SiO2) yang dikenal sebagai C3S
Adapun pembentukan komponen-komponen tersebut terjadi pada
proses pembakaran. Komposisi pasir silika pada pembuatan semen
portland dapat dilihat pada tabel 14.
Tabel 14. Komposisi Pasir Silika pada Pembuatan Semen Portland
Komponen Penyusun
% Berat
SiO2
Fe2O3
LOI
Sumber: Duda, 1985

99,2
0,5
0,2

Menurut Perry (1984), sifat fisika pasir silika sebagai berikut:


-

Fase
Warna
Berat molekul
Densitas
Titik lebur

: Padat
: Coklat kemerahan
: 60,06 gr/mol
: 2,32 gr/ml
: 1710 oC

Menurut Perry (1984), salah satu sifat kimia silica sand yaitu dapat
bereaksi dengan CaO membentuk garam kalsium silikat.
Reaksinya :
2CaO + SiO2

T = 700 800 C

2CaO.SiO2 (C2S)

Silica sand banyak terdapat didaerah pantai. Derajat kemurnian silica


sand dapat mencapai 9599,8% SiO2. Warna silica sand dipengaruhi oleh
adanya kotoran seperti oksida logam dan bahan organik.
2.2.3 Bahan Pembantu dalam Pembuatan Semen
1. Gypsum (CaSO4.2H2O)

37

Menurut Austin (1996), gypsum adalah mineral yang terdapat dalam


endapan besar di seluruh dunia. Gypsum adalah hidrat kalsium sulfat
dengan rumus CaSO4.2H2O. Gypsum dapat diambil dari alam ataupun
secara sintetis. Gypsum terdapat didanau ataupun gunung, warna
kristalnya adalah putih. Gypsum berfungsi sebagai penghambat proses
pengeringan pada semen. Penambahan gypsum

dilakukan pada

penggilingan akhir.
Menurut Purnomo (1994), sifat fisika gypsum sebagai berikut:

Fase : Padat
Warna
Kadar air
Bulk density
Ukuran material

: Putih
: 9% H2O
: 1,7 ton/m3
: 0-30 mm

Menurut Austin (1996), sifat kimia gypsum yaitu dapat mengalami


pelepasan air hidrat bila dipanaskan.
Reaksi:
CaSO4.2H2O

T=500C

CaSO4.H2O + 1H2O

2. Trass (2CaO.SiO2)
Menurut Hewlett (1988) Trass adalah bahan hasil letusan gunung berapi
yang berbutir halus dan banyak mengandung oksida silika amorf (SiO2) yang
telah mengalami pelapukan hingga temperatur tertentu. Trass digunakan sebagai
bahan campuran semen PPC sebagai pozzolan activity. Penambahan trass
bertujuan agar kadar freelime dapat direduksi sehingga kualitas semen menjadi
lebih baik dan memberikan kuat tekan awal yang kurang tetapi kuat tekan akhir
yang stabil. Penambahan trass 15 40 % massa klinker dilakukan Finish Mill

38

bersamaan dengan penambahan gypsum. Komposisi trass pada pembuatan


semen portland pozzolan dapat dilihat pada tabel 16.
Tabel 16. Komposisi Trass pada pembuatan semen portland pozzolan
Komponen Penyusun
% Berat
SiO2
Al2O3
Fe2O3
CaO
MgO
LOI
Na2O
SO3
Sumber : Taylor, 1997

52,12 89,22
3,05 19,59
2,54 9,91
0,77 9,27
1,20 4,42
3,05 11,10
0,85 4,97
0,16 7,61

Menurut Perry (1984), sifat fisika trass sebagai berikut:


- Fase
: Padat
- Warna
: Coklat
- Bentuk
: Butiran
- Kadar air
: 20,8%
- Spesific Gravity
: 2,68
Senyawa yang ada dalam klinker dan trass baru dapat bereaksi bila sudah
ditambahkan air dalam membuat luluhan semen, seperti C3S akan bereaksi
membentuk CSH (Calsium Silikat Hidrat). Kandungan utama trass berupa silika
aktif SiO2, maka pada saat ditambahkan air akan bereaksi dengan Ca(OH) 2
membentuk CSH, dimana senyawa ini memberikan kontribusi terhadap kuat
tekan. Ca(OH)2 ini didapat dari reaksi CaO free dalam terak dengan H2O.
Reaksinya :
CaO(s) + H2O(l)
Ca(OH)2(s)
Ca(OH)2(s) + SiO2(s)
CaO.SiO2.H2O(s)
2.3 Komposisi Semen
Menurut Taylor (1997) semen tersusun dari 4 senyawa utama, yaitu Kalsium
oksida (CaO) 67 %, Silika oksida (SiO2) 22 %, Feri oksida (Fe2O3) 3 % dan
Alumunium oksida (Al2O3) 5 %. Kandungan dari keempat oksida utama tersebut
kurang lebih 97% dari berat semen dan biasanya disebut Mayor Oxide,
sedangkan sisanya 3% disebut Minor Oxide seperti senyawa SO3 , senyawa
alkali, CaO freelime dan MgO.

39

Menurut Austin (1996) menjelaskan bahwa keempat oksida utama pada


semen akan membentuk senyawa-senyawa yang terlihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Susunan Senyawa-senyawa Semen Portland
No
Rumus Kimia
Symbol
Nama
1.
3 CaO.SiO2
C3S
Trikalsium silikat
2.
3 CaO.SiO2
C2S
Dikalsium silikat
3.
3 CaO.Al2O3
C3A
Trikalsium aluminat
4.
4 CaO.Al2O3.Fe2O3
C4AF
Tetrakalsium alumina ferit
Sumber : Austin, 1996
Keempat senyawa ini berpengaruh terhadap sifat-sifat Semen
Portland. Umumnya Semen Portland mengandung komposisi:
-

C3S dan C2S 75%

:Memberikan

pengaruh terhadap kekuatan


C4AF dan C3A 25%
:C4AF

tekan semen.
memberikan

sedikit pengaruh terhadap warna semen,


sedangkan

C3A

memberikan

pengaruh

terhadap kecepatan pengerasan semen.


Selain contoh oksida diatas, contoh oksida minor yang terdapat pada semen
menurut Duda adalah :
1. Megnesium oksida (MgO)
Dalam pembuatan semen salah satu faktor yang harus diperhatikan
adalah kandungan MgO nya. Kadar MgO yang disarankan maksimal
2%. Bila kadar MgO nya tinggi atau lebih dari 2% maka dapat
menyebabkan terjadinya perubahan bentuk semen setelah terjadi
pengerasan, yaitu timbulnya retak-retak atau lengkungan-lengkungan.
2. Sulfur trioksida (SO3)
Gypsum memberikan kandungan SO3 terbesar dalam semen. Namun
penggunaan gypsum juga dibatasi berdasarkan kandungan SO3 nya,
karena apabila terjadi kelebihan SO3 dalam semen maka akan
menyebabkan ekspansi sulfat yang menimbulkan keretakan pada
beton. Dimana kandungan maksimum SO3 dalam semen adalah 1,63%.
3. Alkali (Na2O, K2O)

40

Kandungan alkali maksimal 1%, tetapi disarankan 0,2-0,3%. Semakin


tinggi kandungan alkali akan berakibat naiknya liquid contact yang
akan membentuk coating.
4. Freelime (kapur bebas)
Freelime adalah bagian dari kapur yang tidak bereaksi selama proses
klinkerisasi dan tertinggal dalam semen dalam keadaan bebas. Hal ini
-

terjadi karena :
Ukuran partikel bahan baku tidak cukup halus
Pembakaran klinker tidak sempurna
Kandungan alkali dalam bahan baku terlalu tinggi
Dekomposisi mineral klinker selama proses pendinginan
Dalam semen yang berkualitas baik kandungan freelime harus
dibawah 2%. Jika kandungan freelime terlalu tinggi maka beton akan

memiliki kekuatan yang rendah dan menjadi tidak kenyal.


5. Ignition Lost (IL)
Ignition Lost disyaratkan untuk mencegah adanya mineral-mineral
yang dapat diuraikan pada pemijaran. Besarnya hilang pijar tergantung
pada banyaknya air kristal gypsum yang berkisar 2,5-3%. Hilang pijar
pada semen terutama disebabkan oleh terjadinya penguapan air kristal
yang berasal dari gypsum dan penguapan uap air serta CO2 yang
terlepas ke udara.
2.4 Sifat-sifat Semen
2.4.1 Sifat Kimia Semen
Sifat kimia semen disini meliputi pembahasan komposisi zat yang ada di
dalam semen, reaksi-reaksi yang terjadi, dan perubahan yang terjadi saat
penambahan air pada semen. Sifat kimia semen antara lain :
1. Hidrasi Semen
Menurut Taylor (1997), ketika semen dicampur dengan air maka proses kimia
akan berlangsung yang disebut proses hidrasi. Bahan kimia dalam semen
bereaksi dengan air dan membentuk menjadi senyawa baru pengikat hidrasi.
-

Hidrasi Kalsium Silikat (C3S dan C2S)


Reaksi hidrasi C3S dan C2S dengan air akan membentuk Kalsium
Hidroksida Ca(OH)2 dan kalsium silikat hidrat (3CaO.2SiO2.3H2O) dengan

41

kebasaan yang tinggi. Kalsium Silikat Hidrat adalah kristal yang bentuknya
berupa padatan yang sering disebut Tobermorite Gell. Dengan adanya
Ca(OH)2, pasta semen mempunyai pH 13.
Reaksi:
2(3CaO.SiO2)(s) + 6H2O(l)
2(2CaO.SiO2)(s) + 4H2O(l)
-

3CaO.2SiO2.3H2O(s) + 3Ca(OH)2(s)
3CaO.2SiO2.3H2O(s) + Ca(OH)2(s)

Hidrasi Trikalsium aluminat (C3A)


Reaksi hidrasi C3A sangat cepat sehingga pasta semen cepat mengeras,
yang disebut dengan false set. Hal tersebut dapat dicegah dengan
menambahkan gypsum ( CaSO4.2H2O) ke dalam klinker semen. Reaksi
hidrasi C3A membentuk kalsium aluminat hidrat yang kristalnya berbentuk
kubus.
Hidrasi C3A tanpa gypsum
3CaO.Al2O3 + 6 H2O

3CaO.Al2O3.6H2O

Hidrasi C3A dengan gypsum


3CaO.Al2O3 + 3CaSO4 + 32H2O
-

3CaO.Al2O3.3CaSO4.32H2O

Hidrasi Tetrakalsium alumina ferit (C4AF)


Pada tahap awal C4AF bereaksi dengan kalsium hidroksida membentuk
kalsium aluminate hidrat dan kalsium ferrit hidrat yang kristalnya berbentuk
jarum. Pada tahap berikutnya C4AF bereaksi dengan gypsum membentuk
kalsium sulfo aluminate ferrit hidrat.
Reaksi :

42

4CaO.Al2O3.Fe2O3(s) + 2Ca(OH)2(s) + 4H2O(l)

3CaO.Al2O3.3H2O(s) +
3CaO.Fe2O3.3H2O(s)

Kecepatan hidrasi akan menentukan waktu pengikatan awal


pengerasan semen.

dan

Kecepatan awal harus cukup lambat agar adonan

semen dapat dituang, atau sebaliknya sesuai kebutuhan. Hidrasi semen


juga dapat mengakibatkan semen tersebut kurang baik mutunya, yaitu
adanya senyawa kalsium bebas yang tidak terjadi proses kalsinasi
sehingga dapat mengeroposkan semen yang sudah jadi.
2. Durability
Menurut Taylor (1997), durability adalah ketahanan semen terhadap
senyawa-senyawa kimia, terutama terhadap senyawa sulfat. Senyawa sulfat
biasanya terdapat di dalam air laut dan air tanah. Senyawa ini menyerang beton
dan menyebabkan ekspansi volume dan keretakan pada beton. Kandungan C3A
merupakan komponen semen yang paling reaktif terhadap senyawa sulfat yang
ada

dalam

air

dan

membentuk

High

Calsium

Sufaluminate

Hydrat

(3CaO.Al2O3.3CaSO4.32H2O). Oleh karena itu semen untuk pelabuhan harus


mempunyai kadar C3A yang rendah.
3. Free lime (Kapur bebas)
Sifat kimia semen yang lain adalah kandungan free lime yang dimilikinya.
Free lime adalah kapur (CaO) yang tidak ikut bereaksi selama pembentukan
terak. Kadar CaO (free lime) di dalam semen dibatasi maksimal 1%. Kadar free
lime yang tinggi membuat beton memiliki kuat tekan yang rendah dan
membentuk gel yang akan mengembang (swelling) dalam keadaan basah
sehingga dapat menimbulkan keretakan pada beton.
4. LOI (Lost On Ignition)
Menurut Duda (1985), LOI adalah hilangnya beberapa mineral akibat
pemijaran. Senyawa yang hilang akibat pemijaran adalah air dan CaO.

43

Kristal-kristal tersebut mudah terurai mengalami perubahan bentuk untuk jangka


waktu yang panjang sehingga dapat menimbulkan kerusakan beton setelah
beberapa tahun. Oleh karena itu kadar LOI perlu diketahui agar penguraian
mineral dalam jumlah yang besar dapat dicegah.
2.4.2 Sifat Fisika Semen
1. Kehalusan (Fineness)
Menurut Kohlhaas (1983) Fineness semen disebut juga kehalusan
semen yang dinyatakan dalam cm2/gr atau m2/kg dan tergantung pada
derajat grinding. Kehalusan sangat berpengaruh terhadap kecepatan
hidrasi semen, semakin tinggi kehalusan maka kecepatan hidrasi semen
juga akan semakin meningkat.
2. Waktu Pengikatan (Setting Time)
Menurut Kohlhaas (1983), Setting time ditentukan bila pasta semen
telah mengalami setting (yang telah mengental) dan hardening (yang
telah mengeras) selama beberapa jam. Pada reaksi semen C3A akan
bereaksi paling cepat menghasilkan CAH berbentuk gel dan bersifat kaku.
Tetapi CAH akan bereaksi dengan gypsum membentuk ettringite yang
akan membungkus permukaan CAH dan C3A sehingga reaksi C3A akan
dihalangi dan proses setting akan dicegah. Namun demikian lapisan
ettringite tersebut karena adanya fenomena osmosis akan pecah dan
reaksi hidrasi C3A akan terjadi lagi, tetapi segera pula akan terbentuk
ettringite yang baru kembali, Proses ini akan menghasilkan setting time.
Semakin banyak ettringite yang teerbentuk maka setting time akan makin
panjang dan ini diperoleh dengan adanya gypsum.
Setting pasta semen portland secara normal disebabkan oleh pembentukan
struktur yang dihasilkan oleh hidrasi mineral clinker terutama C3S dan C3A
kecepatan reaksi C3A sangat cepat dengan air.

44

3. Kelenturan (Soundness)
Menurut Kohlhaas (1983) Soundness adalah pengembangan atau pemuaian
semen yang disebabkan oleh freelime atau magnesium. Proses hidrasi terjadi
apabila semen bereaksi terhadap air yang mengakibatkan timbulnya pengerasan
pasta semen. Kelenturan digunakan untuk mengontrol agar tidak terjadi
pemuaian atau penyusutan yang dapat merusak konstruksi. Untuk Ordinary
semen, kandungan tersebut dibatasi masing-masing : MgO maksimum 5%, SO 3
maksimum 3,5%, total alkali maksimum 0,6% dan free lime (CaO bebas)
maksimum 1 %.
4. Kekuatan Tekan
Menurut Kohlhaas (1983), kekuatan tekan atau kekuatan kompresi
adalah sifat kemampuan semen menahan suatu beban tekan. Kekuatan
tekan semen sangat dipengaruhi oleh komponen kimia semen yaitu C3S
dan C2S. Komponen C3S memberikan kekuatan tekan awal pada semen
sedangkan untuk C2S memberikan pengaruh kekuatan tekan akhir pada
semen. Sementara komponen C3A dan C4AF tidak begitu berpengaruh
(Komponen C3A berpengaruh pada kecepatan pengerasan semen dan
C4AF berpengaruh pada warna semen).
5. False Set
Menurut Duda (1985) false set adalah kekakuan yang cepat
(Abnormal

Premature

Setting)

terjadi

beberapa

menit

setelah

penambahan air. Standar mutu dari false set > 58%, jika kurang dari
standar mutu tersebut maka semen akan cepat kaku bila ditambahkan air.
Penyebab terjadinya false set:
1. Dehidrasi gypsum, terjadi apabila gypsum ditambahkan kedalam klinker
yang terlalu panas. Karena gypsum berubah menjadi gypsum semi hidrat

45

atau anhidrat yang bila dicampur dan diaduk dengan air akan terbentuk
gypsum kembali dan adukan menjadi kaku.
2. Reaksi alkali selama penyimpanan dengan karbonat. Alkali karbonat
bereaksi dengan Ca(OH)2 kemudian mengendap dan menimbulkan
kekakuan pada pasta.
3. C3S bereaksi dengan udara pada kelembaban yang tinggi dan pada
waktu penambahan air terjadi reaksi yang sangat cepat sehingga
menimbulkan false set.
2.5 Proses Pembuatan Semen
Menurut Duda (1985) ditinjau dari kadar air umpan maka teknologi
pembuatan semen dibagi menjadi 4 proses, yaitu :
1. Proses Basah (wet process).
2. Proses Semi Basah (semi wet process).
3. Proses Semi Kering (semi dry process).
4. Proses Kering (dry process).
2.5.1

Proses Basah (Wet Process)


Proses pengolahan semen dengan menggunakan proses basah adalah

proses pengolahan yang bahan bakunya ditambah dengan air (slurry). Slurry
kemudian dikeringkan dengan Rotary Dryer inilah yang menjadi umpan kiln
dengan kadar air sekitar 25 40%. Pada umumnya digunakan Long Rotary
Kiln untuk menghasilkan terak.
Menurut Deolalkar (2009) salah satu kekurangan proses ini adalah
kebutuhan bahan bakar yang digunakan relatif banyak. Selain itu terdapat
beberapa kekurangan dan kelebihan dari proses basah antara lain :
a) Kekurangan
- Sangat korosif di pipa-pipa, di grinding media dan rantai Kiln
- Kiln yang digunakan lebih panjang dibandingkan dengan proses
-

kering.
Banyak memerlukan air proses

46

Kapasitas produksi lebih sedikit dibandingkan dengan proses lain


apabila menggunakan peralatan dengan ukuran yang sama maka

akan didapatkan hasil yang relatif lebih sedikit


b) Kelebihan
- Komposisi umpan sangat homogen
- Debu yang dihasilkan relatif sedikit
- Kadar alkalis (Na2O dan K2O) tidak menimbulkan gangguan
penyempitan dalam saluran preheater atau pipa
2.5.2

Proses Semi Basah (semi wet process)


Menurut Deolalkar (2009), pada proses semi basah, bahan baku
dipecah kemudian pada unit homogenisasi ditambahkan air dalam jumlah
tertentu serta dicampur dengan luluhan tanah liat. Sehingga terbentuk
bubur halus dengan kadar air 15-25% (slurry) disini umpan tanur disaring
terlebih dahulu dengan filter press. Filter cake yang berbentuk pellet
kemudian mengalami kalsinasi dalam tungku putar panjang (Long Rotary
Kiln). Perpindahan panas awal terjadi pada rantai (chain section),
sehingga terbentuk klinker sebagai hasil proses kalsinasi. Konsumsi
panas pada proses ini sekitar 1000 1200 Kcal/Kg klinker.
a) Kekurangan :
- Kiln yang digunakan masih lebih panjang daripada kiln yang
-

digunakan pada proses kering


Energi yang dibutuhkan 1000-1200 kcal/kg terak
Membutuhkan filter yang berupa filter putar kontinyu untuk

menyaring umpan yang berupa slurry sebelum dimasukkan ke Kiln


b) Kelebihan :
- Umpan mempunyai komposisi yang lebih homogen bila
dibandingkan dengan proses kering
- Debu yang dihasilkan sedikit
2.5.3 Proses Semi kering (semi dry process)
Proses ini merupakan transisi dari proses basah dan proses kering dalam
pembuatan semen. Umpan tanur pada proses ini berupa tepung baku kering, lalu

47

dengan alat granulator (pelletizer) umpan disemprot dengan air untuk dibentuk
menjadi granular dengan kadar air 10 12% dan ukurannya 10 15 mm.
Menurut Deolalkar (2009) Proses semi kering dikenal sebagai grate process.
Kiln feed dikalsinasi dengan menggunakan tungku tegak (shaft kiln) atau Long
Rotary Kiln. Sehingga terbentuk klinker sebagai hasil akhir proses kalsinasi.
Kekurangan dan kelebihan dari proses semi kering ini adalah :
a) Kekurangan :
- Menghasilkan debu
- Campuran tepung baku kurang homogen karena pada saat
penggilingan bahan dalam keadaan kering
b) Kelebihan :
- Kiln yang digunakan lebih pendek daripada Kiln yang digunakan
-

pada proses basah


Bahan bakar yang digunakan lebih sedikit dibandingan pada proses

basah
2.5.4 Proses Kering (Dry Process)
Menurut Duda (1985), pada proses ini bahan baku dipecah dan digiling
disertai pengeringan dengan jalan mengalirkan udara panas ke dalam Raw Mill
sampai diperoleh tepung baku dengan kadar air maksimal 1%, selanjutnya
tepung baku yang telah homogen ini diumpankan ke dalam Suspension
Preheater sebagai pemanasan awal, disini terjadi perpindahan panas melalui
kontak langsung antara gas panas dengan material dengan arah berlawanan
(Counter Current). Adanya sistem suspension preheater akan menghilangkan
kadar air dan mengurangi beban panas pada Kiln disamping itu fungsi dari
Suspension Preheater juga berfungsi sebagai tempat terjadinya kalsinasi awal
sehingg kiln tidak terlalu panjang.
Material yang telah keluar dari Suspension Preheater siap menjadi umpan
Kiln dan diproses untuk menghasilkan terak. Terak tersebut kemudian
didinginkan secara mendadak agar terbentuk kristal yang bentuknya tidak

48

beraturan (amorf) agar mudah digiling. Penggilingan dilakukan di dalam Finish


Mill dan dicampur dengan gypsum dan material lainya seperti trass .
Kekurangan :
-

Adanya air yang terkandung dalam material sangat mengganggu

operasi karena material menempel pada alat.


Impuritas Na2O dan K2O menyebabkan penyempitan pada saluran
preheater.

Banyak diperlukan alat penangkap debu karena debu yang


dihasilkan juga banyak.

Campuran material kurang homogen karena bahan yang digunakan


dicampur dalam keadaan kering.

a) Kelebihan :
- Rotary Kiln yang digunakan relatif pendek.
-

Kapasitas produksi besar dan biaya operasi rendah.


Heat compsumtion rendah yaitu sekitar 8001000 kcal untuk setiap

kilogram terak sehingga bahan bakar yang digunakan lebih sedikit.


2.6 Macam-macam Semen
2.6.1 Semen Portland
Menurut Austin (1996) Semen Portland didefinisikan sebagai produk
yang didapatkan dari penggilingan halus klinker yang terdiri terutama dari
kalsium silikat hidraulik, dan mengandung satu atau dua bentuk kalsium
silikat sebagai tambahan antar giling. Kalsium silikat hidraulik mempunyai
kemampuan mengeras tanpa pengeringan atau reaksi dengan karbon
dioksida udara. Semen portland diklasifikasikan dalam 5 jenis, yaitu :
1. Semen Portland Jenis I (Ordinary Portland Cement)
Semen untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus
seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis semen lainnya. Spesifikasi semen
jenis I (OPC) dapat dilihat pada tabel 18.

49

Tabel 18. Spesifikasi Semen jenis I (OPC)


JENIS PENGUJIAN

SNI 15-204904

HASIL UJI

Silikon Dioksida (SiO2)

20,22

Aluminium Oksida (Al2O3)

5,95

Ferri (III) Oksida (Fe2O3)

3,68

Kalsium Oksida (CaO)

63,59

Magnesium Oksida (MgO)

Max. 6,00

1,34

Alkali (Na2O + 0,658 K2O)

Max. 0,60

0,44

Chlorida

0,07

Tricalcium Silicate (C3S)

59,12

Dicalcium Silicate (C2S)

13,19

Tricalcium Aluminate (C3A)

8,49

Tetracalcium Aluminate Ferrite (C4AF)

10,57

Komposisi Kimia (%):

(Unit Pengendalian Proses Tuban, 2016)


2. Semen Portland Jenis II (Moderate sulfat resistance)
Semen jenis ini digunakan untuk bangunan yang memerlukan ketahanan
terhadap sulfat dan panas hidrasi yang sedang. Semen ini digunakan untuk
konstruksi bangunan yang berhubungan terus menerus dengan air kotor dan
air tanah.
3. Semen Portland Jenis III (High Early Strength)
Semen jenis ini merupakan semen yang dikembangkan untuk memenuhi
kebutuhan bangunan yang memerlukan tekan awal yang tinggi setelah
proses pengecoran dilakukan dan memerlukan penyelesaian secepat

50

mungkin, seperti pembuatan jalan raya bebas hambatan (jalan tol), bangunan
tingkat tinggi dan bandar udara.
4. Semen Portland Jenis IV (Low Heat Of Hydration)
Jenis semen ini adalah semen yang panas hidrasinya rendah, pengerasan
dan

pengembangannya

lambat.

Semen

jenis

ini

digunakan

untuk

pembangunan beton yang berdimensi besar.


5. Semen Portland Jenis V (Sulfat Resistance Cement)
Semen jenis ini dipakai untuk konstruksi bangunan-bangunan pada tanah/air
yang mengandung sulfat tinggi dan sangat cocok untuk instalasi pengolahan
limbah pabrik, konstruksi dalam air, jembatan, terowongan, pelabuhan dan
pembangkit nuklir.
2.6.2 High Alumina Cement
Semen ini dapat menghasilkan beton dengan kecepatan pengerasan
yang cepat dan tahan terhadap serangan sulfat dan asam, akan tetapi
tidak tahan terhadap serangan alkali. Semen ini mempunyai kecepatan
pengerasan awal yang lebih baik daripada Semen Portland Tipe III.
Bahan baku pembuatan semen ini adalah batu kapur dan bauksit.
Penggunaan semen ini adalah untuk Rafractory Concrette, Heat
resistance concrete dan Corrosion Resistance Concrete.
2.6.3 Semen Portland Pozzolan (Portland Pozzoland Cement)
Semen portland pozzolan adalah bahan pengikat hidrolis yang dibuat
dengan menggiling terak, gypsum, dan bahan pozzolan. Digunakan
untuk bangunan umum dan bangunan yang memerlukan ketahanan sulfat
dan panas hidrasi sedang, seperti : jembatan, jalan raya, perumahan,
dermaga, beton massa, bendungan, bangunan irigasi, dan fondasi pelat
penuh. Spesifikasi Semen Portland Pozzolan dapat dilihat pada tabel 19.
Tabel 19. Spesifikasi semen portland pozzolan

51

JENIS PENGUJIAN
Komposisi Kimia (%):
Magnesium Oksida (MgO)
Sulfur Trioksida ( SO3)
Hilang Pijar (LOI)

SNI 15-2049-04
Max.
6,00
Max.
3,50
Max.
5,00

ASTM C595-03
Max. 6,00
Max. 3,50
Max. 3,00

Sumber : Anonim, 2015


2.7 Pengembangan Proses di Industri
Proses pengembangan industri yang dilakukan oleh PT Semen
Indonesia adalah proses kering. Karena proses kering mempunyai
beberapa keuntungan diantaranya yaitu biaya operasi yang rendah dan
kapasitas produksi yang besar sehingga sangat menguntungkan pabrik.
Proses pembuatan semen dengan cara proses kering dibagi atas lima
bagian, diantaranya adalah :
1. Penyiapan Bahan
Menyiapkan bahan baku sekaligus bahan koreksi dan bahan
pembantu

untuk

proses

pembuatan

semen

mulai

dari

proses

penambangan sampai dengan proses pengecilan ukuran dengan


menggunakan alat crusher sehingga dapat menjadi umpan yang siap
diproses.
2. Pengolahan Bahan
Mengolah bahan baku, bahan koreksi dan bahan pembantu dengan
proses pencampuran dan penggilingan yang dilakukan oleh Raw Mill agar
menjadi umpan Kiln.
3. Pembakaran dan Pendinginan
Membakar bahan yang telah diolah di Raw Mill sampai menjadi
klinker/terak yang siap untuk digiling.
4. Penggilingan Semen

52

Menggiling klinker yang sudah terbentuk pada unit pembakaran. Pada


proses ini ditambahkan bahan pembantu berupa gypsum dan trass yang
digiling menjadi satu hingga menghasilkan semen.
5. Pengisian dan Pengepakan
Pada proses ini dilakukan pengeluaran semen dari masing-masing
silo, pengisian dan pengiriman semen. Pengepakan yang dilakukan oleh
PT Semen Indonesia ada 2 macam, yaitu Semen Curah (dalam truk
tangki) dan Semen Kantong (dalam sak).

Anda mungkin juga menyukai