Anda di halaman 1dari 36

22

Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016


di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Pengertian Semen
Menurut Walter H.Dude. (1976), dijelaskan bahwa Semen berasal dari
kata caementum yang berarti bahan perekat yang mampu mempersatukan
atau mengikat bahan-bahan padat menjadi unit kesatuan yang kokoh atau
suatu produk yang mempunyai fungsi sebagai bahan perekat antara dua atau
lebih bahan sehingga menjadi suatu bagian yang kompak atau dalam
pengertian yang luas adalah material plastis yang memberikan sifat rekat
antara batuan-batuan konstruksi bangunan.
3.2 Macam-macam Semen
Perbedaan macam semen tergantung pada komposisi unsur-unsur
penyusunnya dan unsur tambahan lain yang ditambahkannya.
Berbagai jenis Semen, antara lain:
1. Semen Portland

Merupakan semen hidrolis yang diperoleh dengan menggiling terak


yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidraulis,
bersama bahan tambahan biasanya digunakan gypsum.
Berdasarkan banyaknya prosentase kadar masing-masing komponen
ASTM (American Society of Testing Material) C 150 95 membagi lima
macam type semen portland. Kelima tipe semen portland tersebut yaitu:
a.

Ordinary Portland Cement (Semen Tipe 1)


Menurut G.T. Austin (1985), yaitu semen Portland yang
umum digunakan untuk bangunan biasa. Semen ini ada
beberapa jenis pula, misalnya semen putih yang kandungan feri
oksidanya lebih kecil, semen sumur minyak, semen cepat keras,

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

23
Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016
di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,

dan beberapa jenis lain untuk penggunaan khusus. Ordinary


Portland Cement mengandung 5% MgO, dan 2.5-3% SO.
b.

Moderate Heat Cement (Semen Tipe 2)


Menurut G.T. Austin (1985), semen ini digunakan dalam

situasi yang memerlukan kalor hidrasi yang tidak terlalu tinggi


atau untuk bangunan beton biasa yang dapat terkena aksi sulfat
yang sedang. Semen Tipe ini lebih banyak mengandung CS dan
mengandung lebih sedikit CA dibanding dengan semen tipe I.
c.

High Early Strenght Cement (Semen Tipe 3)


Menurut G.T. Austin (1985), yaitu semen dengan kekuatan
awal tinggi yang terbentuk dari bahan baku yang mengandung
perbandingan gamping-silika lebih tinggi dari yang digunakan
untuk semen type I, dan penggilingannyapun lebih halus dari
type I. Semen ini mengandung trikalsium silikat lebih banyak
dari semen portland biasa. Hal ini disamping kehalusannya
menyebabkan semen ini lebih cepat mengeras dan lebih cepat
mengeluarkan kalor.

d.

Low Heat Cement (Semen Tipe 4)


Menurut G.T. Austin (1985), yaitu semen portland kalorrendah, persen kandungan C3S dan C3A lebih rendah. Akibatnya
persen tetra kalsium aluminoferit (C4AF) lebih tinggi karena
adanya Fe2O3 yang ditambahkan untuk mengurangi C3A. Kalor
yang dilepas pun tidak boleh lebih dari 250 dan 295 joule/gram
masing-masing sesudah 7 dan 28 hari, dan kalor hidrasinya
adalah 15 - 35 % dari kalor hidrasi semen biasa/HES.

e.

Sulfat Resistance Cement (Semen Tipe 5)


Menurut G.T. Austin (1985), semen portland tahan sulfat
adalah

semen

yang

karena

komposisinya

atau

cara

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

24
Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016
di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,

pengolahannya, lebih tahan terhadap sulfat dari pada keempat


jenis lainnya. Semen type V ini digunakan bila penerapannya
memerlukan ketahanan tinggi terhadap sulfat. Semen ini
mengandung C3A lebih rendah dari ketiga semen lain. Akibatnya
kandungan C4AF-nya lebih tinggi.
2. Semen Putih

Menurut I Ketut Arsha Putra (1995), semen putih dibuat untuk


tujuan dekoratif bukan untuk tujuan konstruktif, misalnya untuk banguna
arsitektur. Pembuatan semen ini membutuhkan persyaratan bahan baku
dan proses pembuatan yang khusus, misalnya bahan mentah mengandung
oksida besi dan oksida mangan yang sangat rendah yaitu dibawah 1%.
3. Semen Alumina Tinggi

Menurut E. Jasjfi (1985), semen ini pada dasarnya adalah Semen


Kalsium Aluminat yang dibuat dengan melebur campuran batu kapur dan
bauksit. Bauksit ini biasanya mengandung oksida besi, silika dan
magnesium. Semen ini mengeras sangat cepat dan banyak digunakan pada
daerah pelabuhan namun semen ini tidak tahan terhadap sulfat
4. Semen Anti Bakteri

Menurut G.T. Austin (1985), semen ini adalah campuran yang


homogen antara semen porland dengan anti bacteriak agent seperti
germicide. Bahan tersebut ditambahkan untuk self desinfectant beton
terhadap serangan bakteri dan jamur yang tumbuh. Biasa digunakan pada
pembuatan kolam, kamar mandi. Semen ini mempunyai sifat hampir sama
dengan semen porland type I.

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

25
Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016
di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,
5. Semen Pozzoland

Menurut G.T. Austin (1985), semen ini diperoleh dengan menggiling


terak. Semen portland dengan trass sebagai bahan pozzolannya. Jenis
semen ini diproduksi untuk pengecoran beton massa, irigasi, bangunan di
tepi laut dan tanah rawa yang memerlukan katahanan sulfat dan panas
hidrasi rendah.
6.Water Proofed Cement

Menurut G.T. Austin (1985), semen ini adalah campuran yang


homogen antara Senen Porland dengan Water Proofing agent dalam jumlah
kecil seperti kalsium, aluminium atau logam stearat lainnya. Semen ini
dipakai untuk kontruksi beton yang berfungsi sebagai penahan tekanan
hidrulis, misalnya tangki penyimpan cairan kimia.
7.

Oil Well cement

Menurut G.T. Austin (1985), semen ini adalah Semen Porland yang
dicampur dengan bahan retarder seperti asam borat, casein, lignin, gula
atau organic hidroxid acid. Fungsi retarder untuk mengurangi kecepatan
pengerasan semen, sehingga adukan dapat dipompakan dalam sumur
minyak atau gas. Umumnya semen ini digunakan pada primary cementing.
3.3

Bahan Pembuatan Semen


3.3.1

Bahan Baku
a. Batu kapur (CaCO3)
Dalam keadaan murni, batu kapur berupa bahan CaCO 3 yang
mengandung calsite dan aragonite. Batu kapur tersusun atas kristal
halus dan kasar yang kekerasannya dipengaruhi oleh umur

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

26
Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016
di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,

geologinya. Semakin tua umur batu kapur biasanya semakin keras.


Berdasarkan kandungan CaCO3 nya batu kapur dibedakan menjadi:
1. Batu Kapur Kadar Tinggi (High Grade Limestone) :
Kadar CaCO3 96 - 98%, bersifat rapuh.
2. Batu

Kapur

Kadar

Menengah

(Medium

Grade

Limestone) : Kadar CaCO3 91-95 %, bersifat kurang


keras.
3. Batu Kapur Kadar Rendah (Low Grade Limestone):
Kadar CaCO3 89-90 %, bersifat keras.
4. Peddle: Kadar CaCO3 < 89 %
5. Dolomit: Kadar MgO > 2 %

PT. Semen Indonesia (Persero), Tbk. menggunakan batu


kapur dengan kualitas High Grade Limestone dan Medium Grade
Limestone.
Tabel 1. Komposisi Batu Kapur Pada Pembuatan Semen
Portland
Komponen

% Berat

Penyusun

CaO

40 - 55

SiO2

1 - 15

Al2O3

1 - 6

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

27
Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016
di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,

Fe2O3

0,2 - 5

MgO

0,2 - 4

Alkali Oksida

0,2 - 4

SO3

2,1 - 3

Cl2

0,2 - 1

H 2O

7 - 10

Sumber: H.N Banerjea, Tahun 1980


Menurut Puja Hadi Purnomo (1994), sifat fisika batu kapur
sebagai berikut :

Fase

: Padat

Warna

: Putih

Kadar air

Bulk density

: 1,3 ton/m3

Spesific gravity

: 2,49

Titik Leleh

: 825 oC

Kandungan CaO: 47 56 %

Kuat tekan

: 31,6 N/mm2

Silika ratio

: 2,6

Alumina ratio

: 2,57

: 7 10 % H2O

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

28
Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016
di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,

Menurut R.H. Perry, (1997) salah satu sifat kimia batu kapur
yaitu dapat mengalami kalsinasi.
Reaksi :
CaCO3

CaO + CO2

b. Tanah Liat ( Al2O3.2SiO2.xH2O )


Semua jenis tanah liat adalah hasil pelapukan kimia yang
disebabkan adanya pengaruh air dan gas CO2, batuan andesit,
granit, dan sebagainya. Batuan-batuan ini menjadi bagian yang
halus dan tidak larut dalam air tetapi mengendap berlapis-lapis.
Senyawa kimia yang membentuk tanah liat antara lain; alkali silikat
dan beberapa jenis mika. Pada dasarnya warna dari tanah liat
adalah putih, tetapi dengan adanya senyawa-senyawa kimia lain
seperti; Fe(OH)3, Fe2S3 dan CaCO3 menjadi berwarna abu-abu
sampai kuning.
Menurut Puja Hadi Purnomo (1994), sifat fisika tanah liat adalah:

Fase

: Padat

Warna

: Coklat kekuningan

Kadar air

Bulk density

: 1,7 ton/m3

Titik Leleh

: 1999-2032 oC

Spesific gravity

: 2,36

Silika ratio

: 2,9

Alumina ratio

: 2,7

: 18 25 % H2O

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

29
Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016
di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,

Tabel 2. Komposisi Tanah Liat Pada Pembuatan Semen Portland


Komponen

% Berat

Penyusun

CaO

1 10

SiO2

40 -70

Al2O3

1 - 6

Fe2O3

0,2 - 5

MgO

0,2 - 4

Alkali Oksida

0,2 - 4

SO3

2,1 - 3

Cl2

0,2 - 1

H 2O

7 - 10

( H.N Banerjea, 1980 )


Menurut R.H. Perry (1997), salah satu sifat kimia tanah liat
yaitu dapat mengalami pelepasan air hidrat bila dipanaskan pada
suhu 5000C Sifat dari tanah liat jika dipanaskan atau dibakar akan
berkurang sifat keliatannya dan menjadi keras bila ditambah air.
Reaksinya :

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

30
Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016
di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,
T = 500 C

Al2Si2O7.xH2O

3.3.2 Bahan Koreksi


a.

Al2O3 + 2SiO2 + xH2O

Copper Slag

Copper Slag sebagai pembawa oksida besi dan pengganti


pasir besi. Coper Slag mempunyai kandungan besi yang tinggi
sehingga menyebabkan material ini mempunyai densitas yang
tinggi dibandingkan pasir alam. Material ini mempunyai sifat fisik
yang sangat keras dan porositas optimum.
Tabel 3. Komposisi Copper Slag Pada Pembuatan Semen
Portland
% SiO2
5 10

% Al2O3
25

% Fe2O3
85 - 95

% LOI
05

( H.N Banerjea, 1980 )


Menurut dokumen PT. Smelting, (2010), sifat fisika copper
slag adalah:

Fase

Warna

Bulk density : 1,8 ton/m3

: Padat
: Hitam

Menurut R.H. Perry (1997), salah satu sifat kimia copper slag
yaitu dapat bereaksi dengan Al2O3 dan CaO membentuk calsium
alumina ferrit.
Reaksi :
4CaO + Al2O3 + Fe2O3

4CaO.Al2O3.Fe2O3

b. Pasir Silika (SiO2)


Bahan ini sebagai pembawa oksida silika (SiO 2) dengan kadar
cukup tinggi yaitu sekitar 90%, dalam keadaan murni berwarna putih
sampai kuning muda. Selain mengandung SiO2, pasir silika juga

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

31
Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016
di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,

mengandung oksida aluminium dan oksida besi. Warna pasir silika


dipengaruhi adanya kotoran seperti oksida logam dan bahan organik.
Tabel 4. Komposisi Pasir Silika Pada Pembuatan Semen Portland
%CaO

%SiO2

%Al2O3

%Fe2O3 %MgO

%Alkali

%LOI

13

85 - 95

25

13

12

2-5

1-3

( H.N Banerjea, 1980)


Menurut Puja Hadi Purnomo (1994), sifat fisika pasir silika adalah:

Fase

: Padat

Warna

: Coklat kemerahan

Kadar air

: 6 % H2O

Bulk density

: 1,45 ton/m3

Spesific gravity

: 2,37 gr/cm2

Silika ratio

: 5,29Alumin

Ratio

: 2,37

Menurut R.H. Perry (1997), salah satu sifat kimia pasir silika
yaitu dapat bereaksi dengan CaO membentuk garam kalsium silikat.
Reaksi :
2CaO + SiO2
3.3.3

2CaO.SiO2

Bahan Pembantu
a.

Gypsum
Bahan ini adalah bahan sedimen CaSO4 yang mengandung 2
molekul

hidrat

yang

berfungsi

sebagai

penghambat

proses

pengeringan pada semen. Penambahan gypsum dilakukan pada


penggilingan akhir dengan perbandingan 96 : 4. Gypsum dapat
diambil dari alam ataupun secara sintetis. Gypsum terdapat didanau
ataupun gunung, warna kristalnya adalah putih.

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

32
Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016
di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,

Menurut Puja Hadi Purnomo (1994), sifat fisika gypsum adalah:

Fase

: Padat

Warna

: Putih

Kadar air

: 10 % H2O

Bulk density

: 1,7 ton/m3

Ukuran material

: 0-30mm

Menurut R.H. Perry (1997), salah satu sifat kimia gypsum yaitu
dapat mengalami pelepasan air hidrat.
Reaksi :
CaSO4.2H2O
b.

CaSO4.H2O + 1H2O

Trass (2CaO.SiO2)
Trass adalah bahan hasil letusan gunung berapi yang berbutir
halus dan banyak mengandung oksida silika amorf (SiO2) yang telah
mengalami pelapukan hingga derajat tertentu. Trass digunakan
sebagai bahan campuran semen PPC sebagai pozzolan activity.
Penambahan trass bertujuan agar kadar freelime dapat direduksi
sehingga kualitas semen menjadi lebih baik dan memberikan kuat
tekan awal yang kurang tetapi kuat tekan akhir yang stabil.
Penambahan trass dilakukkan di dalam finish mill dengan gypsum
dan terak.
Sifat Fisika :

Fasa

: padat

Warna

: putih keabu-abuan

Bentuk

: butiran

Ukuran material

: 0 30 mm

Spesifik Gravity

: 2,68 gr/cm3

Sifat Kimia :

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

33
Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016
di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,

Trass dimana kandungan utamanya silika aktif SiO2 maka pada


saat ditambahkan air akan bereaksi dengan CaOH2 membentuk CSH
dimana senyawa ini memberikan kontribusi terhadap kuat tekan.
CaOH2 ini didapat dari reaksi CaO free dalam terak dengan H2O.
Reaksi :
CaO(s) + H2O(l)
Ca(OH)2(s) + SiO2(s)

Ca(OH)2(s)
CaO.SiO2.H2O

3.4 Proses Pembuatan Semen


3.4.1

Teknologi Pembuatan Semen :


a. Proses Basah (Wet Process)
Menurut Walter H Duda (1983), pada proses ini bahan baku
dihancurkan dalam raw mill kemudian digiling dengan ditambah air
dalam jumlah tertentu. Hasilnya berupa slurry / buburan, kemudian
dikeringkan dalam rotary dryer sehingga terbentuk umpan tanur
berupa slurry dengan kadar air 25 40 %. Pada umumnya
menggunakan Long Rotary Kiln untuk menghasilkan terak. Terak
tersebut kemudian didinginkan dan dicampur dengan gypsum untuk
selanjutnya digiling dalam finish mill hingga terbentuk semen.
Menurut I Ketut Arsha Putra (1995), kelebihan dan kekurangan
dari proses basah :

Kelebihan :
1. Pencampuran dari komposisi slurry lebih mudah karena berupa
luluhan.
2. Kadar Na2O dan K2O tidak menimbulkan gangguan penyempitan
dalam saluran preheater atau pipa.
3. Debu yang dihasilkan relatif sedikit.
4. Deposit yang tidak homogen tidak berpengaruh karena mudah
mencampur dan mengoreksinya.

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

34
Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016
di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,

Kekurangan :
1. Tanur

putar

yang

digunakan

ukurannya

lebih

panjang

dibandingkan tanur putar pada proses kering


2. Pemakaian bahan bakar lebih banyak dibandingkan proses lain
karena kebutuhan panas selama pembakaran tinggi 1500 1900
kcal untuk setiap kilogram teraknya.
3. Memerlukan air proses untuk membentuk material menjadi
lumpur.
4. Kapasitas produksi lebih sedikit dibandingkan dengan proses lain
apabila menggunakan peralatan dengan ukuran yang sama maka
akan didapatkan hasil yang relatif lebih sedikit akibat adanya
pencampuran bahan dengan air pada awal proses, yaitu pada
proses penggilingan.
b. Proses Semi Basah
Menurut Walter H. Duda (1983 ), pada proses semi basah, bahan
baku (batu kapur, pasir besi, pasir silika) dipecah kemudian pada unit
homogenisasi ditambahkan air dalam jumlah tertentu serta dicampur
dengan luluhan tanah liat. Sehingga terbentuk bubur halus dengan
kadar air 15-25 % (slurry) disini umpan tanur disaring terlebih dahulu
dengan filter press. Filter cake yang berbentuk pellet kemudian
mengalami kalsinasi dalam tungku putar panjang (Long Rotary Kiln).
Dengan perpindahan panas awal terjadi pada rantai (chain section).
Sehingga terbentuk klinker sebagai hasil proses kalsinasi.
Menurut Rudi Pringadi (1985), kelebihan dan kekurangan yang
diperoleh dengan proses semi basah antara lain :

Kelebihan :
1. Umpan mempunyai komposisi yang lebih homogen
dibandingkan dengan proses kering.

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

35
Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016
di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,

2.

Debu yang dihasilkan sedikit.

Kekurangan :
1. Tanur yang digunakan masih lebih panjang dari tanur putar
pada proses kering.
2. Membutuhkan filter yg berupa filter putar kontinyu untuk
menyaring

umpan

yang

berupa

buburan

sebelum

dimasukkan ke kiln.
3. Energi yang digunakan 1000 1200 kcal untuk setiap
kilogram terak
c. Proses Semi Kering (Semi Dry Process)
Menurut H. Walter Duda (1983), proses semi kering dikenal
sebagai grate proses, dimana merupakan transisi dari proses basah dan
proses kering dalam pembuatan semen.Umpan tanur pada proses ini
berupa tepung baku kering, lalu dengan alat granulator (pelletizer)
umpan disemprot dengan air untuk dibentuk menjadi granular dengan
kadar air 10 12 % dan ukurannya 10 12 mm seragam. Kemudian
kiln feed dikalsinasi dengan menggunakan tungku tegak (shaft kiln)
atau long rotary kiln. Sehingga terbentuk klinker sebagai hasil akhir
proses kalsinasi.
Menurut Rudi Pringadi (1985), kelebihan dan kekurangan yang
diperoleh dengan proses semi kering antara lain :

Kelebihan :
Dibandingkan dengan proses basah maupun proses semi basah,
proses ini mempunyai keuntungan :
1. Tanur yang digunakan lebih pendek dari proses basah.
2. Pemakaian bahan bakar lebih sedikit.

Kekurangan :

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

36
Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016
di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,

1. Menghasilkan debu
2. Campuran tepung baku kurang homogen karena pada saat
penggilingan bahan dalam keadaan kering.
d. Proses Kering ( Dry Process )
Menurut H. Walter Duda (1983), pada proses ini bahan baku
dipecah dan digiling disertai pengeringan dengan jalan mengalirkan
udara panas ke dalam raw mill sampai diperoleh tepung baku dengan
kadar air 0,5-1%. Selanjutnya tepung baku yang telah homogen ini
diumpankan ke dalam suspension preheater sebagai pemanasan awal,
disini terjadi perpindahan panas melalui kontak langsung antara gas
panas dengan material dengan arah berlawanan (Counter Current).
Adanya sistem suspension preheater akan menghilangkan kadar air
dan mengurangi beban panas pada kiln.
Material yang telah keluar dari suspension preheater siap
menjadi umpan kiln dan diproses untuk mendapatkan terak. Terak
tersebut kemudian didinginkan secara mendadak agar terbentuk kristal
yang bentuknya tidak beraturan (amorf) agar mudah digiling.
Selanjutnya dilakukan penggilingan di dalam finish mill dan dicampur
dengan gypsum dengan perbandingan 96 : 4 sehingga menjadi semen.
Menurut I Ketut Arsha Putra (1995), kelebihan dan kekurangan
yang diperoleh dengan proses kering antara lain :

Kelebihan :
1. Rotary kiln yang digunakan relatif pendek.
2. Heat compsumtion rendah yaitu sekitar 800 1000 kcal untuk
setiap kilogram terak sehingga bahan bakar yang digunakan lebih
sedikit.
3. Kapasitas produksi besar dan biaya operasi rendah.

Kekurangan :

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

37
Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016
di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,

1. Adanya air yang terkandung dalam material sangat mengganggu


operasi karena material lengket pada inlet chute.
2. Impuritas Na2O dan K2O menyebabkan penyempitan pada saluran
preheater.
3. Campuran tepung kurang homogen karena bahan yang digunakan
dicampur dalam keadaan kering.
4. Banyak debu yang dihasilkan sehingga dibutuhkan alat penangkap
debu.
3.4.2. Pengembangan Proses di Semen
Dari keempat teknologi pembuatan semen diatas teknologi proses
kering yang sering digunakan, karena mempunyai keuntungan yaitu
biaya operasi rendah dan kapasitas produksi besar sehingga at
menguntungkan.
Berdasarkan Diktat Teknologi Semen PT. Semen Indonesia
(Persero), Tbk. tahun 1995, secara umum proses pembuatan semen
dengan proses kering dibagi atas lima bagian yaitu :
a.

Penyediaan Bahan Baku

b.

Pengolahan Bahan

c.

Pembakaran dan Pendinginan

d.

Penggilingan Semen

e.

Pengisian dan Pengantongan Semen

a. Penyediaan Bahan Baku


1. Pembuatan semen menggunakan bahan baku yang terdiri dari :
a)

Calcareous group
Batuan yang mengandung kadar CaCO3 lebih dari 75%
contohnya limestone dengan kadar CaCO3 96 98% yang
tergolong High grade limestone, yang lebih sering dipakai
untuk membuat semen.

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

38
Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016
di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,

b) Silicions group
Material yang mengandung mineral silica (SiO2) dan
alumina besi (FeO2) serta kandungan CaCO3 nya kurang
dari 75%, contohnya clay atau tanah liat.
c) Argillaceonss group
Material yang menyumbangkan komponen alumina.
d) Ferry Ferrons group
Material yang menyumbangkan komponen besi.
Jarang sekali ditemukan bahan yang mengandung komponen
tersebut diatas dengan perbandingan yang diinginkan. Oleh karena itu
diperlukan bahan baku yang memenuhi syarat dalam pembuatan
bahan baku. Untuk mendapatkan proporsi komponen-komponen
utama semen dalam campuran bahan baku dengan tepat, maka
diperlukan bahan tambahan berupa copper slag, pasir silika dan
gypsum sehingga akan diperoleh semen dengan kualitas yang baik.
2. Bahan Koreksi
Bahan yang dipakai untuk melengkapi komponen apabila
belum memenuhi syarat dibuat raw mill, umumnya dipakai
bahan yang mempunyai kemurnian tinggi, contohnya :

High grade limestone (tambahan CaO)

Quarez (kekurangan SiO2)

Bauxite (kekurangan Al2O3)

Phirite (kekurangan Fe2O3)


3. Bahan Tambahan
Bahan tambahan ini umumnya dapat dimasukkan dalam
campuran klinker untuk mendapatkan sifat tertentu, contohnya

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

39
Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016
di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,

yaitu gypsum yang ditambahkan pada penggilingan klinker


dengan maksud untuk pengurangan waktu pengerasan semen.
Langkah-langkah penyediaan bahan baku :
a. Penambangan bahan baku
Bahan baku batu kapur dan tanah liat diperoleh dari
daerah

yang

mengandung

deposit

bahan

tersebut.

Penambangan dilakukan dengan peledakan kecuali untuk


tanah liat.
b. Pembersihan lahan (Stripping)
Tahap ini dilakukan dengan cara membabat dan mengupas
tanah yang berada di lapisan permukaan batuan dengan
menggunakan bulldozer dan shovel.
c. Pengeboran (Drilling)
Pengeboran dilakukan untuk membuat lubang pada batu
kapur sebagai tempat meletakkan bahan peledak. Jarak
dan kedalaman lubang pengeboran disesuaikan dengan
kondisi batuan dan lokasi penambangan. Umumnya dibuat
dengan spesifikasi sebagai berikut:
- Diameter lubang : 3 inc
- Kedalaman
: 6 9 meter
- Jarak antar lubang : 1,5 3 meter
Peralatan yang umumnya dipakai untuk pengeboran
adalah:

Crawl Air Drill (alat bor)

Kompresor (alat penggerak bor)

d. Peledakan (Blasting)
Tahap ini dilakukan untuk melepaskan batuan dari
batuan induknya.

Langkah pertama adalah mengisi

lubang yang telah dibuat dengan bahan peledak, tetapi


tidak semua lubang diisi dengan bahan peledak. Lubang-

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

40
Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016
di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,

lubang

kosong

ini

untuk

meredam

getaran

yang

ditimbulkan akibat ledakan.


Bahan-bahan peledak yang digunakan adalah :

Damotin (Dynamit ammonium gelatin), merupakan


bahan peledak primer.

ANFO (Campuran 96 % Ammonium Nitrat dan 4 %


Fuel Oil), merupakan bahan peledak sekunder.

Detonator
Peralatan-peralatan yang digunakan untuk peledakan
adalah :
- Blasting Machine (mesin peledak)
- Blasting Ohmmeter (alat ukur daya ledak)
Untuk menghindari kecelakaan akibat percikan dan
lontaran batuan yang diledakkan, maka di sekitar lokasi
peledakan diberi pengamanan.

e. Pengecilan ukuran batuan


Karena diameter maksimum batu kapur yang dapat
dihancurkan oleh crusher batu kapur adalah 1200 mm,
maka batuan hasil ledakan yang memiliki diameter lebih
dari 1200 mm perlu dipecah lagi dengan menggunakan
alat pemecah, yaitu rock breaker.
f. Pengerukan dan pengangkutan
Batu kapur yang telah memiliki ukuran sesuai diangkut
dengan menggunakan shovel atau loader. Selanjutnya
dibawa ke crusher batu kapur menggunakan dump truk.
Penyediaan bahan tambahan :
Bahan tambahan gypsum didatangkan dari PT. Petrokimia
Gresik. Sedangkan trass didatangkan dari Pati.
b. Pengolahan Bahan

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

41
Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016
di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,

Bahan pembuatan semen yang terdiri dari batu kapur, tanah


liat, copper slag dan pasir silika dengan komposisi tertentu
diumpankan kedalam raw mill. Di dalam raw mill bahan-bahan
tersebut

mengalami

penggilingan

dan

pencampuran

serta

pengeringan sehingga diperoleh produk raw mill dengan kehalusan


90% lolos ayakan 90 mikron dan kandungan air kurang dari 1%.
Dari raw mill, tepung baku dimasukkan kedalam blending silo.
Fungsi dari blending silo adalah sebagai tempat penampungan
sementara tepung baku sebelum diumpankan ke kiln, sekaligus
untuk menghomogenkan produk raw mill agar komposisi kimia
dari produk tersebut lebih merata sehinggga siap untuk
diumpankan ke kiln.
c. Pembakaran dan Pendinginan
Unit pembakaran merupakan bagian terpenting, kerena
terjadi pembentukan komponen utama semen. Reaksi pada unit ini
menurut Diktat Teknologi Semen PT. Semen Indonesia (Persero),
Tbk adalah:
1. Proses pengurangan kadar air
Terjadi pada suhu 100 oC
Reaksi :
H2O(l)
H2O(g)
100 oC
2. Pelepasan air hidrat clay ( tanah liat )
Air kristal akan menguap pada suhu 500 600

Pelepasan kristal ini terjadi pada kristal hidrat dari tanah liat.
Reaksi :
2SiO2.xH2O(s)

2SiO2(s) + 2H2O(g)
500 600 oC

Al2O3.xH2O(s)

Al2O3(s) + 2H2O(g)

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

C.

42
Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016
di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,

500 600 oC
3. Terjadi proses calsinasi
Tahapan penguapan CO2 dari limestone dan mulai calsinasi
terjadi pada suhu 700 900 oC.
Reaksi :
MgCO3(s)

MgO(l) + CO2(g)

700 900 oC
CaCO3(s)

CaO(l) + CO2(g
700 900 oC

4. Reaksi pembentukan senyawa semen C2S


Pada suhu 800 930 oC terjadi pembentukan garam
calsium silikat, sebenarnya sebelum suhu 800oC sebagian kecil
sudah terjadi pembentukan garam calsium silikat terutama C2S.
Reaksi :
2CaO(l) + SiO2(l)

2CaO.SiO2(l) atau C2S

800 930 oC
5. Reaksi pembentukan senyawa semen C3A dan C4AF
Pada suhu 1100 1200 oC terjadi pembentukan garam
calsium aluminat dan ferrit.
Reaksi :
3CaO(l) + Al2O3(l)

3CaO.Al2O3(l) atau C3A

1100 1200 oC
4CaO(l) + Al2O3(l) + Fe2O3(l)

4CaO.Al2O3.Fe2O3(l) atau C4AF

1100 1200 oC
6. Reaksi pembentukan senyawa semen C3S

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

43
Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016
di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,

Pada suhu 1260 1455 oC terjadi pembentukan garam


silikat terutama C3S yang mana persentase C2S mulai menurun
karena membentuk C3S.
Reaksi :
2CaO.SiO2(l) + CaO(l)

3CaO.SiO2(l) atau C3S

1260 1455 oC
Kemudian klinker didinginkan dalan CLinker Cooler sampai
temperatur 1030C.
d. Penggilingan Semen
Setelah klinker didinginkan di dalam cooler selanjutnya
dilakukan penggilingan. Pada proses ini dilakukan penambahan
gypsum dengan perbandingan 96 : 4 yang berfungsi sebagai
penghambat proses pengeringan pada semen. Penggilingan dilakukan
dalam dua tahap yaitu dalam hidroulic roll crusher sebagai
penggilingan awal, dilanjutkan dengan penggilingan dalam ball mill
untuk mendapatkan produk semen yang diinginkan. Semen yang
keluar dari ball mill mempunyai tingkat kehalusan 325 mesh dan lolos
ayakan 90%.
e. Pengisian dan Pengantongan Semen
Semen dari produk finish mill kemudian diangkut oleh air
slide masuk ke semen silo. Dari silo penyimpanan, semen dilewatkan
ke vibrating screen untuk memisahkan semen dari kotoran
pengganggu seperti logam, kertas, plastik atau bahan lain yang terikut
dalam semen. Setelah bersih semen masuk kedalam bin semen. Untuk
semen curah langsung dibawa ke bin semen curah dan selanjutnya
diangkut oleh truk untuk didistribusikan ke konsumen. Sedangkan
untuk semen kantong, semen dibawa ke bin roto packer untuk
dilakukan pengisian dan pengantongan semen. Pabrik semen

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

44
Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016
di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,

mengemas semen dalam 2 kemasan yaitu 40 kg dan 50 kg sesuai


standar SNI.
3.4.3

Komposisi Semen
Menurut G.T. Austin (1995) menyatakan bahwa 4 senyawa utama

yang menyusun semen yaitu, Oksida Kapur (CaO), Oksida Silika (SiO 2),
Oksida Besi (Fe2O3) dan Oksida Alumina (Al2O3). Kandungan dari
keempat oksida utama tersebut kurang lebih 90% dari berat semen dan
biasanya disebut Mayor Oxide , sedangkan sisanya 10 % disebut
Minor Oxide seperti ; Oksida Magnesium (MgO), Oksida Kalium
(K2O), Oksida Natrium (Na2O) dan gas sulfur (SO2). Keempat oksida
mayor tersebut dibakar dengan perbandingan tertentu akan menghasilkan
senyawa-senyawa penyusun semen yaitu :
a.

Trikalsium Silikat ( 3 CaO.SiO2 atau C3S )

b.

Dikalsium Silikat ( 2 CaO.SiO2 atau C2S )

c.

Triklalsium Aluminat ( 3 CaO.Al2O3 atau C3A )

d.

Tetrakalsium Aluminat Ferrite ( 4 CaO.Al2O3. Fe2O3 atau C4AF )

Keterangan :
a.

Trikalsium Silikat ( 3 CaO.SiO2 atau C3S )


C3S terbentuk pada suhu di atas 1250oC dan mempunyai sifat :

1) Mempercepat pengerasan semen


2) Mempengaruhi

pengikatan

kekuatan

awal,

terutama

memberi

kekuatan awal sebelum 28 hari


3) Menimbulkan panas hidrasi 500 joule/gram
4) Kandungan C3S pada semen Portland antara 35 55 %
b.

Dikalsium Silikat ( 2 CaO.SiO2 atau C2S )


C2S terbentuk pada suhu 800 900oC dan mempunyai sifat :
1)

Memberi kekuatan penyokong selama 1 hari

2)

Panas yang dilepas selama proses hidrasi 250 joule/gram

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

45
Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016
di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,

3)

Kandungan C2S pada semen Portland antara 15 35 %

c.

Trikalsium Aluminat ( 3 CaO.Al2O3 atau C3A )


C3A terbentuk pada suhu 900 1100 oC dan mempunyai sifat :
1) Panas hidrasi 850 joule/gram
2) Memberikan pengaruh terhadap kecepatan pengerasan pada semen
3) Kandungan C3A pada semen Portland antara 7 15 %

d.

Tetrakalsium Aluminat Ferrite ( 4 CaO.Al2O3. Fe2O3


atau C4AF )
C4AF terbentuk pada suhu 900 1200 oC dan mempunyai sifat :
1) Kurang berpengaruh pada kekuatan semen
2) Panas hidrasi 420 joule/gram
3) Memberikan pengaruh pada warna semen
4) Kandungan C4AF pada semen Portland antara 5 10 %.
Keempat senyawa ini berpengaruh terhadap sifat-sifat Semen
Portland. Umumnya Semen Portland mengandung komposisi :
a.

C3S dan C2S 75 % : Memberikan pengaruh terhadap kekuatan


tekan semen.

b.

C4AF dan C3A 25 % : Memberikan sedikit pengaruh terhadap


warna semen, sedangkan C3A memberikan pengaruh terhadap
kecepatan pengerasan semen.

Hubungan Antara Kekuatan dan Komposisi Semen


Sifat yang paling penting dari semen adalah kekuatan tekannya
atau compressive strenght. Kekuatan tekan semen sangat dipengaruhi
oleh komponen kimia semen yaitu; C 3S dan C2S. Untuk komponen C3S
memberikan kekuatan tekan awal pada semen sedangkan untuk C 2S
memberikan pengaruh kekuatan tekan akhir pada semen yang hampir
sama dengan semen komponen C3S. Komponen C3A berpengaruh pada

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

46
Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016
di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,

kecepatan pengerasan semen dan C3AF berpengaruh pada warna semen.


(Ir. E. Jasjfi,1985).

Gambar 1. Grafik Kekuatan Tekan Vs Waktu yang Dialami oleh


Komponen - Komponen Semen
Berdasarkan grafik diketahui bahwa komponen C3S memiliki
perkembangan kekuatan yang lebih cepat daripada ketiga komponen
semen yang lain. Grafik untuk komponen C2S menunjukkan bahwa
perkembangan kekuatannya stabil dan melambat pada beberapa minggu
kemudian pada hari ke-28 hingga seterusnya perkembangan kekuatan
meningkat hingga akhirnya kekuatan tekannya hampir sama dengan C3S.
Perkembangan kekuatan untuk komponen C3A terjadi kenaikan pada hari
pertama dan kedua setelah itu perkembangan kekuatannya sangat rendah.
Perkembangan kekuatan untuk komponen C4AF hampir menyerupai
perkembangan C3A pada hari pertama dan kedua tetapi mengalami
perkembangan kekuatan yang lebih rendah dari pada C 3A. (Walter H.
Duda, 1983)

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

47
Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016
di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,

Gambar 2. Grafik Perkembangan Kuat Tekan Semen Ordinary


Portland Cement dan Rapid Hardening Cement Vs Water
Cement Ratio
Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa kuat tekan OPC
lebih rendah daripada Rapid Hardening Cement (Semen Portland Tipe 3).
Perbandingan air dan semen sebesar 0,3 untuk semen OPC dan RHC
menghasilkan kuat tekan yang lebih tinggi daripada perbandingan air dan
semen yang lain. Semakin besar perbandingan semen dan air yang
digunakan maka makin rendah kuat tekan yang dihasilkan (ML.
Gambhir,1986).
3.5 Sifat Fisika Semen Portland
3.5.1 Hidrasi Semen
Menurut I Ketut Arsha Putra,1995,hidrasi semen merupakan reaksi
yang terjadi antara komponen semen dengan air yang ditambahkan ke

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

48
Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016
di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,

dalam semen tersebut sehingga menghasilkan senyawa pengikat hidrasi


tersebut antara lain :

Hidrasi C3S dan C2S


Reaksi hidrasi C3S dan C2S dengan air akan membentuk kalsium
silikat hidrat dengan kebasaan yang tinggi. Kalsium Silikat Hidrat
adalah kristal yang bentuknya berupa padatan yang sering disebut
tube morite gell.
Reaksi :
2(3 CaO.SiO2)(s)+ 6 H2O(l)

3CaO.2SiO2.3H2O(s) + 3Ca(OH)2(s)

2(2 CaO.SiO2)(s)+ 4 H2O(l)

3CaO.2SiO2.2H2O (s) + Ca(OH)2(s)

Adanya kalsium hidroksida akan membuat pasta semen bersifat basa


kuat ( pH = 12.5) hal ini dapat menyebabkan pasta semen sensitif
terhadap asam kuat tetapi dapat mencegah baja mengalami korosi.

Hidrasi C3A
Hidrasi CA dengan air yang berlebih pada suhu 30C akan
menghasilkan kalsium alumina hidrat ( 3CaO.AlO.3HO) yang
mana kristalnya berbentuk kubus, didalam semen karena adanya
gypsum maka hasil hidrasi CA sedikit berbeda. Mula-mula CA
akan bereaksi dengan gypsum menghasilkan sulfo aluminate yang
kristalnya berbentuk jarum dan biasa disebut ettringite namun pada
akhirnya gypsum bereaksi semua, baru terbentuk kalsium aluminate
hidrat ( CAH).
Hidrasi CA tanpa gypsum ( 30 C)
3CaO.AlO (s) + 6HO (l)
3CaO.AlO.6HO
- Hidrasi CA dengan gypsum ( 30 C)
3CaO.AlO+3CaSO(s)+32 HO(l)
3CaO.AlO.3CaSO.32
-

HO(s)
Penambahan gypsum pada semen dimaksudkan untuk menunda
pengikatan, hal ini disebabkan karena terbentuknya lapisan

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

49
Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016
di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,

ettringite pada permukaan-permukaan kristal CA sehingga dapat


menunda hidrasi CA.

Hidrasi C4AF
Reaksi:
4CaO.Al2O3.Fe2O3(s)+2Ca(OH)2(s)+4H2O(l)3CaO.Al2O3.3H2O(s)+
3CaO.Fe2O3.3H2O(s)
Faktor-faktor yang mempengaruhi panas hidrasi antara lain :
- Kehalusan dari semen
- Jumlah air yang digunakan
- Temperatur
- Additive
Dalam hal ini perlu diketahui kecepatan hidrasi akan menentukan

waktu pengikatan awal dan pengerasan semen. Kecepatan awal harus


cukup lambat agar adonan semen dapat dituang, atau sebaliknya sesuai
kebutuhan. Hidrasi semen juga dapat mengakibatkan semen tersebut
kurang baik mutunya, yaitu adanya senyawa kalsium bebas yang tidak
terjadi proses kalsinasi sehingga dapat mengeroposkan semen yang sudah
jadi.
3.5.2

Setting dan Hardening


Semen bila dicampur dengan air akan menghasilkan pasta yang
plastis dan dapat dibentuk (Workable), sampai beberapa waktu.
Selanjutnya pasta akan menjadi kaku meskipun masih agak lemah,
namun sudah tidak dapat dibentuk. Tahap selanjutnya pasta melanjutkan
kekuatannya sehingga di dapat padatan utuh dan disebut Hardener
Cement paste. Proses pengerasan berjalan terus dan akan diperoleh
kekuatan proses yang disebut hardening.

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

50
Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016
di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,

Waktu pengikatan awal dan akhir semen sangat penting, sebab


waktu pengikatan awal akan menentukan panjangnya waktu dimana
campuran semen masih bersifat plastis dan dapat dikerjakan. Menurut
SNI, pengikatan awal minimum 45 menit, sedangkan waktu pengikatan
akhir sekitar 8 jam.
3.5.3 Panas Hidrasi
Panas hidrasi merupakan panas yang terjadi selama proses hidrasi.
Syarat ini untuk mengontrol agar panas yang dilepas atau ditimbulkan
pada reaksi hidrasi semen tidak terlalu besar,sebab bila terlalu besar akan
dapat menimbulkan keretakan pada beton. Jumlah panas hidrasi
tergantung pada :
Tipe semen
Komposisi kimia semen
Kehalusan semen
Rasio air semen
Bila semen dengan kekuatan awal tinggi dan panas hidrasi besar,
kemungkinan terjadi retak-retak pada beton. Hal ini disebabkan panas
yang timbul sulit dilepaskan dan terjadi pemuaian, kemudian pada proses
pendinginan akan mengalami keretakan yang diakibatkan oleh adanya
penyusutan. Pada komposisi kimia semen yang menghasilkan panas
hidrasi terbesar adalah C3A dan terkecil adalah C3S.
3.5.4

Penyusutan
Penyusutan akan naik pada saat naiknya C3A, akan tetapi masih
dipengaruhi oleh adanya gypsum. Untuk kandungan C3A yang sama
maka penyusutan akan berbeda karena kadar gypsum berbeda. Optimum
gypsum pada semen tercapai pada saat didapat kekuatan tekan tinggi dan
penyusutan terkecil. Penyusutan akan naik sebanding dengan naiknya
kehalusan semen.

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

51
Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016
di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,

3.5.5 Fineness
Fineness disebut juga kehalusan semen yang dinyatakan dalam
cm2/gr atau m2/kg dan tergantung pada derajat grinding. Laju hidrasi
semen tergantung pada kehalusan, makin halus semen makin cepat
pengembangan kekuatan. Makin halus semen akan mengakibatkan :
Biaya penggilingan semakin mahal
Pada daerah terbuka akan cepat mengalami kerusakan
Makin mudah bereaksi dengan agregrat yang reaktif alkali
Reaksi hidrasi semakin cepat sehingga perlu adanya penambahan
gypsum untuk mengurangi laju C3A.
3.5.6

Kelembaban Semen
Kelembaban terjadi semen jika semen disimpan pada temperatur

terbuka atau ruang lembab. Semen mudah menyerap air dan CO 2


sehingga akan berakibat :
Menurunkan specific gravity
Terjadi false set
Terbentuknya gumpalan-gumpalan
Menurunnya kualitas semen
Bertambahnya Loss On Ignition (LOI)
Bertambahnya setting time dan hardening
Penurunan tekanan
Oleh sebab itu, semen disimpan di tempat tidak tembus oleh air.
Jarak penyimpanan dari atas tanah kurang lebih 30 cm dan lama
penyimpanan tidak lebih dari 1 bulan. Jadi strategi penyimpanan semen
harus diperhatikan agar awet dan mutu dari semen tetap terjaga.
3.5.7

False Set

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

52
Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016
di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,

False Set adalah kekakuan yang cepat (Abnormal Premature Setting)


terjadi beberapa menit setelah penambahan air. Kekakuan tersebut dapat
hilang dengan pengadukan tanpa penambahan air.
Penyebab terjadinya false set :
Dehidrasi gypsum, terjadi apabila gypsum ditambahkan ke dalam
klinker yang terlalu panas. Karena gypsum berubah menjadi gypsum
semi hidrat atau anhidrat yang bila dicampur dan diaduk
dengan air akan terbentuk gypsum kembali dan adukan menjadi
kaku.
Reaksi alkali selama penyimpanan dengan karbonat.
Alkali karbonat bereaksi dengan Ca(OH)2 kemudian mengendap dan
menimbulkan kekakuan pada pasta.
C3S bereaksi dengan udara (Airation) pada kelembaban yang tinggi
dan pada waktu penambahan air terjadi reaksi yang sangat cepat
sehingga menimbulkan false set.
3.6 Modulus Semen
Menurut Diktat Teknologi Semen PT. Semen Indonesia (Persero),
1995 : Modulus cement adalah bilangan yang menunjukkan ratio
kuantitatif dari senyawa-senyawa antara lain :
1.

Hidraulic Modulus ( HM )
Yaitu perbandingan dari persentase CaO dengan total factor
hydraulic yang terdiri dari jumlah oksida silica, alumina dan besi.
Harga

hidraulic modulus semen berkisar antara 1,7 2,3.

HM

CaO
SiO 2 Al 2 O3 Fe2 O3
......................................................( 1 )

Jika HM < 1,7 menyebabkan :

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

53
Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016
di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,

Kuat tekan awal semen rendah


Kuat tekan semen mempengaruhi mutu dari semen. Jika
kekuatan awal semen rendah maka kualitas semen kurang baik. Hal
ini disebabkan komposisi senyawa utama dalam bahan baku tidak
sebanding yaitu prosentase CaO lebih kecil dibandingkan senyawa
lain (SiO2, Al2O3 dan Fe2O3) sehingga semen mudah retak.

Kuat tekan awal semakin tinggi


Semen yang mempunyai kuat tekan awal tinggi berarti semen
tersebut mempunyai kekuatan penyokong dalam waktu lama.

Membutuhkan banyak panas dalam pembakaran di kiln


Harga hydraulic modulus yang besar disebabkan karena
prosentase CaO besar. Kelebihan CaO ini menyebabkan pembakaran
umpan kiln membutuhkan waktu yang lama sehingga dibutuhkan
panas yang banyak.

2. Lime Saturation Faktor ( LSF )


Menurut Walter H. Duda (1983), LSF yaitu perbandingan persen
CaO yang ada dalam raw mill dengan CaO yang dibutuhkan untuk
mengikat oksida-oksida lain.
Apabila AR > 0,64
LSF

100 CaO
2,8 SiO 2 1,18 Al 2 O3 0,65 Fe 2 O3
....................................( 2 )

Harga LSF biasanya 89 98


Jika LSF < 89 menyebabkan :

Terak mudah dibakar

Kadar free lime rendah

Liquid fase berlebihan sehingga cenderung membentuk ring


dan coating ashing

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

54
Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016
di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,

`Potensial C3S rendah, C2S tinggi

Panas hidrasi semen rendah

Jika LSF > 98 menyebabkan :

3.

Terak sulit dibakar

Kadar free lime tinggi

Temperature burning zone tinggi

Potensial kadar C3S tinggi

Panas hidrasi tinggi

Dipakai apabila menggunakan batubara dengan kadar tinggi

Silika Ratio ( SR )
Menurut Walter H. Duda (1983), SR yaitu bilangan yang
menyatakan perbandingan antara oksida silika dengan alumina dari
besi.

SR

SiO 2
Al 2 O3 Fe2 O3
..................................................................( 3 )

Harga SR biasanya : 1,9 3,2


Silika ratio ini merupakan indicator tingkat kesulitan
pembakaran raw material. Semakin tinggi nilai SR menunjukkan
semakin sulit material untuk dibakar.

SR yang tinggi akan

menurunkan liquid fase serta meningkatkan burnability dan


temperature pembakaran.
Jika SR > 3,2 menyebabkan :

Material makin sulit dibakar

C2S banyak terbentuk dan sedikit C3S

Cenderung menghasilkan semen yang mempunyai ekspansi


tinggi karena kadar free lime tinggi

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

55
Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016
di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,

Lebih sulit membentuk coating sehingga panas hidrasi kalor


tinggi yang menyebabkan umur bricks menjadi lebih pendek

Jika SR < 1,9 menyebabkan :

4.

Material mudah dibakar karena panas yang dibutuhkan kecil

Temperature klinkerisasi rendah

Cenderung membentuk ring coating dalam kiln

Alumina Ratio ( AR )
Menurut Walter H. Duda (1983), AR yaitu bilangan yang
menyatakan perbandingan antara oksida alumina dengan oksida besi.

AR

Al2 O3
Fe2 O3
....................................................................................( 4 )

Harga Alumina Ratio berkisar antara 1,5 2,5


Jika AR > 2,5 menyebabkan :

Material sukar dibakar

Menghasilkan semen dengan setting time yang pendek dan


kekuatan tekan awal tinggi

Kadar C3A tinggi dan menurunkan kadar C4AF dalam semen

Jika AR < 1,5 menyebabkan:

Liquid fase berdensintas tinggi dengan viscous rendah

Temperature klinkerisasi rendah

Material sukar dibakar

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

56
Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016
di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,

Tabel 5. Batasan Senyawa yang Terkandung dalam


Produk Semen Portland Pozzolan yang Sesuai dengan Standart
Mutu

Sifat

Kimia

Fisika

Komposisi

Standart Mutu Produksi

SNI

MgO

< 2 persen

< 6 persen

SO3

1,4 2,5 persen

< 3 persen

LOI

< 5 persen

< 5 persen

Free Lime

< 2 persen

< 2 persen

Blaine

> 320 m2/kg

> 280 m2/kg

Vicat Awal

100 menit

> 45 menit

Vicat Akhir

< 360 menit

< 375 menit

Kuat Tekan

3 hari 140 kg/cm2

3 hari 85 kg/cm2

7 hari 210 kg/cm2

7 hari 160 kg/cm2

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

57
Laporan Praktek Kerja Industri tanggal 1 s/d 31 Maret 2016
di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk,

28 hari 300 kg/cm2

28 hari 210 kg/cm2

Autoclave

< 0,2 persen

< 0,8 persen

False Set

> 50 persen

> 50 persen

(Laboratorium Pengendalian Proses PT. Semen Indonesia,2014)

Program Studi Diploma III Teknik Kimia


Program Diploma Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro
Semarang

Anda mungkin juga menyukai