Anda di halaman 1dari 21

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Dasar Dasar Hidrogeologi


Hidrogeologi ialah ilmu yang mempelajari keterdapatan, penyebaran dan aliran air
tanah termasuk kualitas airnya, dengan pendekatan dan penekanan lebih ke ilmu
geologi.
Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah
permukaan tanah (UU no.7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air).
Air tanah adalah semua air yang terdapat dalam lapisan pengandung air di bawah
permukaan tanah, termasuk mata air yang muncul secara alamiah di atas permukaan
tanah. Lapisan pengandung air merupakan lapisan batuan jenuh air di bawah
permukaan tanah yang dapat menyimpan dan meneruskan air dalam jumlah cukup dan
ekonomis (Kepmen ESDM no.1451K/10/MEM/2000 tentang pedoman teknis
penyelenggaraan tugas pemerintahan di bidang pengelolaan air bawah tanah).
3.1.1 Daur Hidrologi
Air tanah terjadi karena adanya siklus atau daur hidrologi (Gambar 3.1). Daur
hidrologi merupakan bagan alir asal-usul air tanah, yang dimulai dari air hujan yang
jatuh ke tanah, kemudian air tersebut selanjutnya sebagian akan mengalir di atas
permukaan tanah, dan sebagian lagi meresap kedalam tanah sebagai air tanah, ada
pula yang menguap kembali ke udara. Baik air permukaan maupun air tanah
semuanya akan mengalir menuju ke laut, yang selanjutnya sebagian akan menguap
kembali ke udara menjadi awan.

20

Gambar 3.1 Daur Hidrologi (Lablink, 2006).

3.1.2 Sifat Batuan Terhadap Air


Sikap batuan terhadap air tanah dapat diklasifikasikan menjadi empat golongan,
yaitu akuifer, akuifug, akuiklud, dan akuitard.
a. Akuifer, yaitu lapisan jenuh air yang mampu menyimpan dan meluluskan air
dalam jumlah yang cukup dan ekonomis. Contoh batuan yang termasuk
akuifer adalah pasir lepas dan kerikil.
b. Akuifug, yaitu batuan yang tidak dapat meluluskan air dan tidak dapat
menyimpan air. Contoh batuan yang termasuk akuifug adalah granit, andesit,
basalt, sekis, dan gneis.
c. Akuiklud, yaitu batuan yang tidak dapat meluluskan air, tetapi batuan tersebut
dapat menyimpan air. Contoh batuan yang termasuk akuiklud adalah batu
lempung.
d. Akuitard, yaitu batuan yang dapat menyimpan air, tetapi batuan tersebut tidak
dapat mengalirkan air tanah dalam jumlah yang memadai. Contoh batuan yang
termasuk akuitard adalah lempung pasiran (lanau), pasir lempungan, napal,
dan pasir halus.

21

Dalam kaitannya dengan air tanah, berbagai jenis batuan berdasarkan sifat fisiknya
dapat dikelompokkan menjadi dua, sebagai berikut :
1. Batuan lepas atau tak termampatkan (unconsolidated rocks) dan setengah padu
(semi-consolidated rocks)
Pada batuan yang bersifat lepas atau setengah padu, air tanah mengisi dan
mengalir melalui ruang antarbutir (inter-granular) (Gambar 3.2).
2. Batuan padu atau termampatkan (consolidated rocks)
Pada batuan yang bersifat padu, air tanah mengisi dan mengalir melalui
rekahan (fracture), celahan (fissure), atau kekar (joint) (Gambar 3.2).

Gambar 3.2 Keterdapatan Air Tanah Pada Batuan (Lablink, 2006).


3.1.3 Karakteristik Batuan
3.1.3.1 Porositas
Perbandingan antara volume ruang antarbutir atau rekahan baik yang saling
berhubungan atau tidak dengan total volume batuan yang diperhitungkan, disebut
kesarangan (porosity). Kesarangan ini berhubungan erat dengan tekstur bahan yang
meliputi ukuran (grain size), kebundaran (roundness), dan pemilahan butiran
(sortation).

22

Tabel 3.1 Angka Kesarangan Batuan (Todd, 1980).


Batuan

Kesarangan

Batuan

Kesarangan

Kerikil kasar

[%]
28

Lanau

[%]
46

Kerikil sedang

32

Lempung

42

Kerikil halus

34

Batu pasir halus

33

Pasir kasar

39

Batu pasir sedang

37

Pasir sedang

39

Pasir pematang

45

Pasir halus

43

3.1.3.2 Kelulusan
Batuan lepas dan setengah padu seperti pasir, kerikil, dan batu pasir mempunyai
arti penting bagi pambentukan air tanah karena dapat meluluskan air dalam jumlah
cukup. Kemampuan batuan untuk meluluskan (meneruskan) air di dalam ronggarongga batuan tanpa mengubah

sifat-sifat airnya,

disebut kelulusan atau

permeabilitas..
Koefisien kelulusan (coefficient of permeability) atau disebut besaran
keterhantaran hidrolika (hydraulic conductivity) merupakan angka yang menunjukkan
kemampuan batuan untuk meluluskan (meneruskan) air di dalam rongga-rongga
batuan tanpa mengubah sifat airnya. Harga kelulusan batuan sangat dipengaruhi oleh
volume dan sifat cairan yang melaluinya. Harga koefisien kelulusan (k) dapat dihitung
dari persamaan : k =

T
D

dimana :
k

: Koefisien kelulusan [m/hari]

: Keterusan (transmissivity) [m2/hari]

: Tebal lapisan akuifer atau batuan yang disadap airnya [meter]

Dalam batuan sedimen klastik, nilai koefisien kelulusan bergantung pada beberapa
faktor, yaitu :

Ukuran butir batuan.

Pemilahan butir yang menunjukkan keseragaman pembagian besar butiran.

Kesarangan (porositas) batuan.

23

Tabel 3.2 Harga Koefisien Kelulusan Batuan menurut Morris dan Johnson (dalam
Todd,1980).
Batuan

Koefisien Kelulusan

Kerikil kasar

[meter/hari]
150
1,5 x 102

Kerikil sedang

270

2,7 x 102

Kerikil halus

450

4,5 x 102

Pasir kasar

45

4,5 x 101

Pasir sedang

12

1,2 x 101

Pasir halus

2,5

2,5 x 100

Lanau

0,08

8 x 10-2

0,0002

2 x 10-4

Batu pasir halus

0,2

2 x 10-1

Batu pasir sedang kasar

3,1

3,1 x 100

Batu gamping

0,94

9,4 x 10-1

Dolomite

0,001

1 x 10-3

20

2 x 101

0,008

8 x 10-3

Gambut

5,7

5,7 x 100

Sekis

0,2

2 x 10-1

Sabak

0,00008

8 x 10-5

0,2

2 x 10-1

Basalt

0,001

1 x 10-3

Gabro, lapuk

0,02

2 x 10-2

Granit, lapuk

1,4

1,4 x 100

Lempung

Pasir pematang
Loess

Tuf

3.1.3.3 Keterusan
Keterusan (transmissivity) adalah banyaknya air yang dapat mengalir akibat
adanya gradien hidrolika setebal dari keseluruhan akuifer, jadi besarnya koefisien
keterusan sama dengan perkalian besarnya kelulusan koefisien kelulusan dengan
ketebalan akuifer.

24

3.1.3.4 Simpanan
Simpanan (storage) adalah banyaknya air atau volume air yang dapat dilepas atau
diterima oleh akuifer pada satu satuan luasan yang menyebabkan terjadinya
penurunan atau kenaikan permukaan air satu satuan panjang. Parameter ini dapat
mengetahui jenis akuifer dan potensi kandungan air tanah pada suatu daerah.
Koefisien simpanan (storage coefficient) tidak mempunyai satuan dan peristilahan
koefisien simpanan lebih banyak digunakan pada akuifer tertekan, sedangkan untuk
akuifer tak tertekan lebih banyak menggunakan istilah debit spesifik. Besarnya
koefisien simpanan pada akuifer tertekan umumnya berkisar antara 5 x 10-5 sampai
dengan 5 x 10-3.
3.1.3.5 Serahan Jenis
Serahan jenis (specific yield) adalah koefisien simpanan pada akuifer tidak
tertekan, yaitu banyaknya air atau volume air yang dapat dilepas atau diterima oleh
akuifer pada satu satuan luasan yang menyebabkan terjadinya penurunan atau
kenaikan permukaan air satu satuan panjang. Serahan jenis sering juga disebut
porositas efektif atau aliran air pada lubang pori (drainable pore spaces).
Besarnya serahan jenis pada beberapa jenis batuan dapat dilihat pada tabel 3.3.
Tabel 3.3 Nilai Serahan Jenis dari Beberapa Batuan (Todd, 1980)
Material
Kerikil kasar

Sy
23

Material
Batu gamping

Sy
14

Kerikil sedang

24

Pasir pematang

28

Kerikil halus

25

Peat

44

Pasir kasar

27

Schist

26

Pasir sedang

28

Siltstone

12

Pasir halus

23

Silty till

Lanau

Sandy till

16

Lempung

Gravely till

16

Batu pasir berbutir halus

21

Tuf

21

Batu pasir berbutir sedang

27

3.1.3.6 Kapasitas Jenis

25

Kapasitas jenis (specific capacity) adalah banyaknya volume air yang dikeluarkan
dari sumur yang menyebabkan surutnya muka air tanah sepanjang satu satuan
panjang. Jika volume air yang dikeluarkan dalam m 3/detik dan surutnya muka air
tanah sepanjang satu meter, maka satuan dari debit jenis adalah m3/detik/meter.
Besarnya kapasitas jenis merupakan perkiraan rata-rata karena dalam perhitungannya
tidak memperhatikan faktor kehilangan tekanan akibat konstruksi sumur (well loss).
Kapasitas jenis, dirumuskan dengan : Qs =

Q
, dan s = TKA TPA
s

dimana :
Q

: Debit pemompaan [liter/detik]

: Surutan muka air tanah [meter]

Qs

: Kapasitas jenis [liter/detik/meter]

TKA : Tinggi kenaikan air sebelum dipompa [meter]


TPA

: Tinggi penurunan air setelah dipompa [meter]

3.1.4 Macam Akuifer


Air tanah yang mengalir melalui akuifer sangat erat hubungannya dengan lapisan
penyekat yang membatasi akuifer tersebut di bagian atas dan bawahnya. Akuifer
terbagi menjadi empat kondisi, yaitu akuifer tertekan, akuifer tak tertekan, akuifer
semi tertekan, dan akuifer semi tidak tertekan.
3.1.4.1 Akuifer Tertekan
Akuifer tertekan (confined aquifer) adalah akuifer yang dibatasi penyekat kedap air
di bagian atas dan bawahnya. Air tanah pada akuifer ini bertekanan lebih dari satu
atmosfer, sehingga apabila ada lubang bor menembus akuifer ini, air tanah di akuifer
tersebut akan naik dari kedudukan semula. Apabila kenaikan air tersebut dapat
melampaui muka tanah setempat maka sumur tersebut disebut sumur artesis positif.
Apabila kenaikan air tanah tersebut masih berada di bawah muka tanah setempat
disebut sumur artesis negatif (Gambar 3.3).

3.1.4.2 Akuifer Tak Tertekan

26

Akuifer tak tertekan (unconfined aquifer) sering disebut akuifer air tanah bebas
(free groundwater akuifer) atau akuifer paras air (water table aquifer) atau akuifer
preatik (phreatic aquifer). Akuifer ini dilandasi lapisan kedap air, dan sedangkan di
bagian atasnya tidak dibatasi oleh lapisan kedap air, dimana bagian atas daripada air
tersebut berhubungan langsung dengan udara setempat, sehingga tidak ada tekanan
lain yang menekan air tanah tersebut kecuali beratnya sendiri.
Lubang bor yang menembus akuifer ini akan mendapatkan air tanah dengan
kedudukan muka air tanah tetap setinggi air tanah yang dijumpai, dan bertekanan satu
atmosfer.
Akuifer tenggek atau gantung (perched aquifer) pada umumnya termasuk akuifer
tak tertekan. Akuifer tenggek ini berada pada jalur tak jenuh air, merupakan akuifer
tak tertekan lokal (pada umumnya luasnya relatif terbatas). Karena sifatnya yang lokal
ini maka keberadaan air tanah di akuifer tersebut sifatnya sementara (mudah habis)
(Gambar 3.3).
3.1.4.3 Akuifer Semi Tertekan
Akuifer semi tertekan (semi confined aquifer) atau disebut juga akuifer bocor
(leaky aquifer) apabila lapisan penyekat pembatas akuifer tertekan bersifat tidak
mutlak kedap air. Konduktivitas hidrolika lapisan penyekat ini sangat kecil, apabila
dibandingkan dengan konduktivitas hidrolika akuifer yang disekat. Walaupun
demikian, adanya pemompaan yang besar terhadap akuifer ini akan menyebabkan
turunnya air dari lapisan penyekat tersebut secara vertikal sehingga mengisi akuifer di
bawahnya.
3.1.4.4 Akuifer Semi Tak Tertekan
Akuifer semi tak tertekan (semi unconfined aquifer) merupakan akuifer yang
konduktivitas hidrolika lapisan berbutir halus pada akuifer ini cukup besar, sehingga
komponen aliran horizontal pada lapisan penutup tersebut tidak dapat diabaikan.
Kondisi akuifer seperti ini berada antara akuifer semi tertekan dan akuifer tak
tertekan.

27

Gambar 3.3 Jenis Akuifer Air Tanah (Dimodifikasi dari Todd, 1980, dalam Djaendi,
2006).
3.2 Pengeboran Air Tanah
Pengeboran air tanah merupakan rangkaian kegiatan membuat lubang sumur, guna
penyelidikan atau penelitian dan memproduksikan air tanah dari akuifer.
Pengeboran air tanah terbagi menjadi dua, yaitu pengeboran eksplorasi dan
eksploitasi.

Pengeboran

eksplorasi

merupakan

kegiatan

pengeboran

untuk

memperoleh data serta informasi bawah permukaan untuk membuktikan keberadaan


air tanah berdasarkan hasil pengintian batuan (corring) dan rempah pengeboran
(cutting). Sedangkan pengeboran eksploitasi merupakan kegiatan pengeboran untuk
memproduksikan atau mengeluarkan air tanah guna dimanfaatkan yang telah
mendapatkan informasi susunan batuan bawah permukaan dari pengeboran eksplorasi.
3.2.1 Metoda Bor Putar
Prinsip kerja metoda bor putar (rotary drilling method) adalah memutar rangkaian
bor sehingga mata bor yang terletak diujung rangkaian bor akan turut berputar untuk
menembus batuan.
Instalasi bor air tanah ini digerakkan oleh sebuah sistem penggerak yang
digerakkan dengan mesin, bekerja berdasarkan perputaran dan tekanan rangkaian bor
(drill string) untuk menghasilkan sebuah lubang bor dengan diameter tertentu.
3.2.2 Hydraulic rotary top Head

28

Hydraulic rotary top head merupakan jenis alat pemutar pada instalasi bor. Alat
pemutar ini digerakkan oleh motor hidrolik yang menggerakkan top head untuk
memutar, menekan atau menurunkan, dan menaikkan rangkaian bor.
3.2.3 Truck mounted
Truck mounted merupakan jenis alat angkut instalasi bor, dimana instalasi
pengeboran menyatu dengan truk, sehingga dapat diarahkan ke lokasi pengeboran
dengan cepat, terutama bermanfaat untuk lokasi pengeboran yang memiliki sarana
jalan yang baik.
3.2.4 Mata Bor
Peralatan yang sangat menentukan dalam pengeboran adalah mata bor (bit),
mengingat alat ini terletak di bagian ujung rangkaian bor dan menyentuh langsung
batuan untuk menembus atau melubanginya.
Menilik batuan yang ditembus mata bor memiliki karakteristik berbeda-beda,
dikenali adanya berbagai jenis mata bor.
3.2.4.1 Drag Bit
Merupakan mata bor yang ujungnya dilapisi dengan baja keras atau tungsten
carbide steel, dapat digunakan untuk pengeboran pada batuan lunak sampai agak
keras.
Mata bor jenis ini lebih dikenal dengan nama mata bor sayap (wing bit)
(Gambar 3.4), umumnya berbentuk 3 sayap, namun dapat juga 2 atau 4 sayap. Sayap
tersebut digunakan untuk memotong batuan.

29

Gambar 3.4 Mata Bor Tipe Drag Bit.


3.2.4.2 Rock Roller Bit
Mata bor ini agak berbeda dengan jenis drag bit, terutama bentuknya yang
dijumpai adanya poros-poros pada bit yang dapat berputar. Mata bor ini bermanfaat
untuk batuan padu dan relatif keras.
Dijumpai beberapa jenis mata bor ini, antara lain :

Cone Bit
Mata bor ini umumnya mempunyai tiga kerucut (cone) roda gigi yang bentuk
dan ukurannya bermacam-macam, serta berputar terhadap poros melalui roller
bearing. Bentuk dan jumlah gigi yang terdapat pada kerucut dapat berbedabeda, semakin keras batuan akan semakin pendek dengan jumlah yang relatif
banyak. Mata bor ini

umumnya

dikenal

dengan nama tri cone bit

(Gambar 3.5).

Carbide Button Bit


Mata bor ini khusus untuk menembus batuan yang keras dan bersifat asah
(abrassive), misalnya andesit, batu gamping, breksi, dan lain-lain, yang tentu
saja akan kesulitan jika menggunakan mata bor roda gigi biasa (Gambar 3.5).

30

Gambar 3.5 Mata Bor Tri Cone Bit dan Carbide Button Bit.
3.2.5 Rempah Pengeboran
Rempah pengeboran (cutting) merupakan contoh batuan yang berasal dari formasi
yang ditembus mata bor dan dibawa oleh pembilas pengeboran ke permukaan.
Deskripsi rempah pengeboran dilakukan dibawah kaca pembesar (loupe) dan
mikroskop binokuler, didasarkan pada karakteristik batuan yang meliputi besar butir,
bentuk butir, kekerasan, pemilahan, kemas, permeabilitas, mineral penyusun, semen,
dan warna.
Dalam pengeboran air tanah deskripsi rempah pengeboran dilakukan untuk
penentuan jenis slot saringan (screens) yang ditentukan melalui analisis besar butir
(grain size analysis).
3.2.6 Pembilas Pengeboran
Pembilas dapat berupa air, udara, dan air ditambah bahan pembuat lumpur yang
berfungsi untuk menahan dinding lubang bor, mendinginkan mata bor, menahan
sebagian berat rangkaian bor, dan untuk mengangkat rempah pengeboran dari dalam
lubang bor ke permukaan.

3.2.6.1 Jenis Pembilas

31

Air pembilas (water flush) dan lumpur pembilas (mud flush) merupakan pembilas
yang banyak digunakan dalam pengeboran air tanah.

Air pembilas
Sebagai pengangkat rempah pengeboran ke permukaan, air tanah dapat
digunakan langsung tanpa campuran, terutama untuk batuan padu dan tidak
mudah runtuh. Meskipun demikian terdapat kelemahan yang cukup berarti,
seperti memerlukan waktu cukup lama (pecahan batuan yang relatif besar
tidak terangkat), tidak sesuai bila batuan mudah runtuh dan menembus
lempung yang mudah mengembang.
Apabila menembus lempung, kekentalan air akan bertambah, sirkulasi air
dapat dicairkan dengan menambah air atau membersihkan bak pengendap, bak
lumpur, berikut salurannya.

Lumpur pembilas
Lumpur pembilas merupakan campuran air dan bahan-bahan pembuat
lumpur, sehingga diperoleh cairan yang cukup kental untuk mengangkat
rempah pengeboran dari dalam lubang bor .

3.2.6.2 Sistem Sirkulasi Pembilas Lamgsung


Pada sistem sirkulasi pembilas langsung (direct circulation), pembilas pengeboran
dihisap langsung dengan pompa dari bak pembilas melalui selang hisap dan
dipompakan melalui selang tekan ke kili-kili air (water swivel), lalu masuk ke
rangkaian bor (drill string) dan kemudian keluar melalui mata bor untuk membawa
rempah pengeboran ke permukaan melalui ruang antara lubang bor dengan pipa bor
(anulus) (Gambar 3.6).
Selanjutnya rempah pengeboran diendapkan di bak pengendapan (settling pit),
cairan lainnya ditampung di bak pembilas sambil mengendapkan sisa rempah
pengeboran.

32

Gambar 3.6 Sistem Sirkulasi Pembilas Secara Langsung.

3.3 Metoda Penampangan Geofisika Sumur Bor


Penampangan geofisika sumur bor (geophysical well logging) dilakukan segera
setelah pembuatan lubang bor dan uji kelurusan lubang bor telah diselesaikan.
Pelaksanaan penampangan ini dilakukan secara mekanis dengan pencatatan secara
otomatis atau manual, dan hasilnya dikompilasikan dengan pengamatan rempah
pengeboran untuk interpretasi kedudukan dan tebal akuifer serta penentuan letak
saringan. Hasil interpretasi itu dibutuhkan untuk penentuan perencanaan konstruksi
sumur (well design), karena dengan cara ini dapat diketahui batas dari tiap lapisan
batuan.
Penampangan geofisika sumur bor dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara
lain penampangan tahanan jenis (resistivity logging) dan penampangan potensial diri
(self potential logging).
3.3.1 Metoda Penampangan Tahanan Jenis

33

Penampangan tahanan jenis ini dilakukan dengan metoda listrik, yaitu mempelajari
sifat-sifat kelistrikan dari batuan yang ada pada formasi. Sifat-sifat kelistrikan yang
diteliti adalah tahanan jenis batuan (resistivity).
Resistivitas atau ketahanan suatu materi adalah kemampuan materi itu sendiri
untuk melewatkan arus listrik yang mengalir padanya. Bila materi tersebut mudah
menyalurkan arus listrik, maka angka resistivitasnya rendah. Jika suatu materi
resistivitasnya tinggi, maka arus listrik sukar mengalir pada materi tersebut.
Resistivitas merupakan kebalikan konduktivitas, dimana satuan nilainya dinyatakan
dalam ohm-meter (m) atau milliohm-meter (unit satuan listrik yang mengalir pada
batuan). Dalam pengukuran penampangan tahanan jenis ini tergantung pada jenis
batuan dan cairannya.
Dasar pengukuran tahanan jenis adalah pencatatan tahanan listrik dari formasi atau
batuan dalam lubang sumur dengan menggunakan empat buah elektroda yang
menyusun suatu sistem, yaitu dua elektroda arus (simbol A dan B) dan dua elektroda
pengukur (simbol M dan N). Aliran listrik mengalir melalui elektroda arus melewati
lumpur bor yang bersifat konduktif, dan ditangkap lagi oleh elektroda pengukur pada
alat logging tersebut. Dalam hal ini yang diukur adalah nilai tahanan jenis atau
hambatan yang ditimbulkan oleh batuan yang ada pada formasi di dalam sumur.
Tahanan jenis yang terukur adalah fungsi dari cairan atau fluida yang berada pada
batuan tersebut.
Secara umum, peralatan yang digunakan mempunyai standar susunan antar
elektroda, yaitu short normal (AM=16) dan long normal (AM=64) (Gambar 3.7).
Kurva short normal dan long normal digunakan untuk mengidentifikasi batas lapisan
dan ketebalan suatu stratigrafi. Kegunaan lainnya adalah untuk menginterpretasikan
kurva normal untuk kualitas air dalam batuan klastika.
Resistivitas elektrik dari suatu batuan merupakan suatu fungsi dari porositas
batuan, yang terdiri dari penyebaran dan interkoneksi antar pori, fluida dari dalam
pori, salinitas dan temperatur dari batuan dan fluida. Rasio antar batuan tahanan jenis
batuan yang jenuh air 100% (o) dan tahanan jenis air dalam pori (w), merupakan
o

suatu faktor formasi (Ft), yang dirumuskan sebagai : Ft = w

34

Gambar 3.7 Susunan Elektroda untuk Short Normal dan Long Normal pada
Penampangan Tahanan Jenis (Keys dan MacCarry, 1971).
3.3.2 Metoda Penampangan Potensial Diri
Dasar penampangan potensial diri adalah pencatatan perbedaan potensial antara
elektroda di permukaan tanah dengan elektroda diturunkan ke dalam sumur bor.
Setiap perubahan potensial yang terjadi antara elektroda M dan N, akan tergambarkan
pada grafik. Perubahan potensial ini terjadi karena adanya perbedaan komponen
elektrokimia atau adanya perbedaan salinity antara filtrat lumpur pengeboran dengan
air yang ada pada formasi batuan yang lulus air (permeable). Perbedaan salinitas
antara air lumpur dan kandungan dalam formasi mengakibatkan kurva potensial diri
(SP) mengalami defleksi, baik defleksi positif atau negatif (Gambar 3.8).
Pengukuran potensial diri ini dapat dilaksanakan apabila elektrodanya berada
dalam lingkungan lumpur pengeboran yang bersifat konduktif, sehingga pelaksanaan
pengukuran ini dilakukan sebelum dipasangi pipa pelindung (casing). Cara
pengambilan nilai potensial diri yang paling baik adalah dimulai dari dasar lubang bor
dan pada saat penarikan kabel dilakukan pengukuran nilai potensial dirinya. Satuan
yang digunakan pada pengukuran potensial diri adalah volt atau millivolt.
Dinding lubang bor yang dapat memberikan nilai potensial adalah :
35

a. Daerah pada lubang bor yang dapat diisi lumpur.


b. Daerah lapisan yang non-permeable.
c. Daerah reservoir yang kena pengaruh lumpur.
d. Daerah reservoir yang tidak kena pengaruh lumpur.
Gambaran grafik yang akan dihasilkan dari beberapa jenis batuan serta kandungan
salinitas airnya akan memberikan gambaran sebagai berikut :
a. Pada lapisan serpih (shale), kurva SP berbentuk garis lurus, yang biasa disebut
shale base line.
b. Pada lapisan yang sangat kompak (tight zone), kurva SP berbentuk garis lurus
pada shale base line.
c. Pada lapisan yang mengandung air asin, defleksi kurva akan berkembang
negatif.
d. Pada lapisan yang mengandung air tawar, defleksi kurva akan berkembang
positif.
e. Pada lapisan permeable yang mengandung hidrokarbon, defleksi kurva akan
berkembang negatif.

Gambar 3.8 Arus Potensial Diri dan Kurva Potensial Diri Pada Sekuen Sand dan
Shale (Keys dan MacCarry, 1971).

Contoh susunan peralatan yang menggambarkan sistem pengukuran potensial diri


dengan elektroda tunggal disajikan pada Gambar 3.9.
36

Gambar 3.9 Sistem Pengukuran Potensial Diri Dengan Elektroda Tunggal (Keys dan
MacCarry, 1971).
Pelaksanaan penggunaan penampangan potensial diri pada lubang bor adalah
untuk :
a. Menentukan tebal dan batas lapisan yang sarang (porous material).
b. Menentukan resistivitas dari air yang ada pada formasi.
c. Menentukan secara kualitatif lapisan serpih.
3.4 Metoda Uji Pemompaan
Uji pemompaan (pumping test), secara umum dilakukan untuk dua tujuan.
Pertama, untuk mendapat informasi karakteristik hidrolika akuifer, pengujian
semacam itu dikenal dengan uji akuifer (aquifer test). Kedua, untuk mendapatkan
informasi tentang kapasitas atau kemampuan dari sumur yang diuji bisa mengeluarkan
air tanah. Pengujian semacam itu dikenal dengan uji sumur (well test), akan tetapi
pada tugas akhir ini tidak dibahas karena tidak dilakukan.
Pada sumur yang dibangun dilakukan metoda uji akuifer, yaitu metoda uji surutan
(drawdown test) dan metoda uji pulihan (recovery test) untuk pengujian akuifer.

3.4.1 Metoda Uji Surutan


37

Uji surutan dalam pelaksanaannya dilakukan dengan pemompaan debit air yang
tetap, lalu setelah air tanah dipompa maka akan terjadi penurunan muka air tanah.
Penurunan muka air tanah tersebut diukur setiap selang waktu yang telah ditentukan
(Tabel 3.4).
Tabel 3.4 Interval Waktu Pengukuran Muka Air Tanah pada Uji Pemompaan.
Waktu Sejak Pengujian Dimulai
0 10 menit

Interval Waktu
1 menit

10 20 menit

2 menit

20 60 menit

5 menit

1 2 jam

10 menit

2 3 jam

15 menit

3 4 jam

20 menit

4 5 jam

30 menit

5 24 jam

1 jam

Pengujian dilakukan sampai kondisi tunak, hal ini ditunjukkan oleh kedudukan
muka air tanah yang relatif tidak berubah oleh suatu pemompaan berdebit tetap.
Hasil dari pencatatan penurunan muka air tanah terhadap waktu pemompaan ini
dianalisa untuk mendapatkan parameter akuifer. Tujuannya untuk mengetahui
parameter akuifer yang meliputi koefisien keterusan, koefisien kelulusan, dan
kapasitas jenis.
Uji surutan ini dianalisis menggunakan metoda Jacob, analisis dilakukan secara
grafis dengan menerapkan persamaan Jacob (Gambar 3.10), yang menggunakan
rumus sebagai berikut : T =

2,3 Q
4 s

dimana :
T

: Keterusan (transmissivity) [m2/hari]

: Debit pemompaan [liter/detik]

: Perbedaan surutan muka air tanah per log cycle waktu [meter]

: Surutan muka air tanah [meter]

38

Gambar 3.10 Grafik Analisis Uji Surutan dengan Metoda Jacob.


3.4.2 Metoda Uji Pulihan
Uji pulihan merupakan kebalikan dari uji surutan, hal ini dilakukan langsung
setelah selesai uji surutan, yakni dengan mengukur pulihnya kedudukan muka air
tanah pada setiap interval waktu tertentu sejak pompa dimatikan pada uji surutan
tersebut. Jika pemompaan diberhentikan, maka surutan muka air tanah semakin kecil
dan akan kembali pada kondisi sebelum dilakukan pemompaan.
Tujuan pengujian ini untuk mengetahui parameter akuifer sebagai pembanding atas
hasil uji surutan, meliputi koefisien keterusan dan koefisien kelulusan.
Pengukuran muka air tanah selama pulih adalah pengukuran surutan sisa. Uji
pulihan ini dianalisis menggunakan analisis grafik metoda Pulih Theis (Theiss
Recovery) (Gambar 3.11), yang menggunakan rumus : T =

2,3 Q
4 s '

dimana :
T

: Keterusan (transmissivity) [m2/hari]

: Debit pemompaan pada uji surutan [liter/detik]

: Perbedaan muka air tanah per log cycle waktu [meter]

s'

: Surutan muka air tanah sisa [meter]

39

Gambar 3.11 Grafik Analisis Uji Pulihan dengan Metoda Pulih Theis.

40

Anda mungkin juga menyukai