LANDASAN TEORI
20
21
Dalam kaitannya dengan air tanah, berbagai jenis batuan berdasarkan sifat fisiknya
dapat dikelompokkan menjadi dua, sebagai berikut :
1. Batuan lepas atau tak termampatkan (unconsolidated rocks) dan setengah padu
(semi-consolidated rocks)
Pada batuan yang bersifat lepas atau setengah padu, air tanah mengisi dan
mengalir melalui ruang antarbutir (inter-granular) (Gambar 3.2).
2. Batuan padu atau termampatkan (consolidated rocks)
Pada batuan yang bersifat padu, air tanah mengisi dan mengalir melalui
rekahan (fracture), celahan (fissure), atau kekar (joint) (Gambar 3.2).
22
Kesarangan
Batuan
Kesarangan
Kerikil kasar
[%]
28
Lanau
[%]
46
Kerikil sedang
32
Lempung
42
Kerikil halus
34
33
Pasir kasar
39
37
Pasir sedang
39
Pasir pematang
45
Pasir halus
43
3.1.3.2 Kelulusan
Batuan lepas dan setengah padu seperti pasir, kerikil, dan batu pasir mempunyai
arti penting bagi pambentukan air tanah karena dapat meluluskan air dalam jumlah
cukup. Kemampuan batuan untuk meluluskan (meneruskan) air di dalam ronggarongga batuan tanpa mengubah
sifat-sifat airnya,
permeabilitas..
Koefisien kelulusan (coefficient of permeability) atau disebut besaran
keterhantaran hidrolika (hydraulic conductivity) merupakan angka yang menunjukkan
kemampuan batuan untuk meluluskan (meneruskan) air di dalam rongga-rongga
batuan tanpa mengubah sifat airnya. Harga kelulusan batuan sangat dipengaruhi oleh
volume dan sifat cairan yang melaluinya. Harga koefisien kelulusan (k) dapat dihitung
dari persamaan : k =
T
D
dimana :
k
Dalam batuan sedimen klastik, nilai koefisien kelulusan bergantung pada beberapa
faktor, yaitu :
23
Tabel 3.2 Harga Koefisien Kelulusan Batuan menurut Morris dan Johnson (dalam
Todd,1980).
Batuan
Koefisien Kelulusan
Kerikil kasar
[meter/hari]
150
1,5 x 102
Kerikil sedang
270
2,7 x 102
Kerikil halus
450
4,5 x 102
Pasir kasar
45
4,5 x 101
Pasir sedang
12
1,2 x 101
Pasir halus
2,5
2,5 x 100
Lanau
0,08
8 x 10-2
0,0002
2 x 10-4
0,2
2 x 10-1
3,1
3,1 x 100
Batu gamping
0,94
9,4 x 10-1
Dolomite
0,001
1 x 10-3
20
2 x 101
0,008
8 x 10-3
Gambut
5,7
5,7 x 100
Sekis
0,2
2 x 10-1
Sabak
0,00008
8 x 10-5
0,2
2 x 10-1
Basalt
0,001
1 x 10-3
Gabro, lapuk
0,02
2 x 10-2
Granit, lapuk
1,4
1,4 x 100
Lempung
Pasir pematang
Loess
Tuf
3.1.3.3 Keterusan
Keterusan (transmissivity) adalah banyaknya air yang dapat mengalir akibat
adanya gradien hidrolika setebal dari keseluruhan akuifer, jadi besarnya koefisien
keterusan sama dengan perkalian besarnya kelulusan koefisien kelulusan dengan
ketebalan akuifer.
24
3.1.3.4 Simpanan
Simpanan (storage) adalah banyaknya air atau volume air yang dapat dilepas atau
diterima oleh akuifer pada satu satuan luasan yang menyebabkan terjadinya
penurunan atau kenaikan permukaan air satu satuan panjang. Parameter ini dapat
mengetahui jenis akuifer dan potensi kandungan air tanah pada suatu daerah.
Koefisien simpanan (storage coefficient) tidak mempunyai satuan dan peristilahan
koefisien simpanan lebih banyak digunakan pada akuifer tertekan, sedangkan untuk
akuifer tak tertekan lebih banyak menggunakan istilah debit spesifik. Besarnya
koefisien simpanan pada akuifer tertekan umumnya berkisar antara 5 x 10-5 sampai
dengan 5 x 10-3.
3.1.3.5 Serahan Jenis
Serahan jenis (specific yield) adalah koefisien simpanan pada akuifer tidak
tertekan, yaitu banyaknya air atau volume air yang dapat dilepas atau diterima oleh
akuifer pada satu satuan luasan yang menyebabkan terjadinya penurunan atau
kenaikan permukaan air satu satuan panjang. Serahan jenis sering juga disebut
porositas efektif atau aliran air pada lubang pori (drainable pore spaces).
Besarnya serahan jenis pada beberapa jenis batuan dapat dilihat pada tabel 3.3.
Tabel 3.3 Nilai Serahan Jenis dari Beberapa Batuan (Todd, 1980)
Material
Kerikil kasar
Sy
23
Material
Batu gamping
Sy
14
Kerikil sedang
24
Pasir pematang
28
Kerikil halus
25
Peat
44
Pasir kasar
27
Schist
26
Pasir sedang
28
Siltstone
12
Pasir halus
23
Silty till
Lanau
Sandy till
16
Lempung
Gravely till
16
21
Tuf
21
27
25
Kapasitas jenis (specific capacity) adalah banyaknya volume air yang dikeluarkan
dari sumur yang menyebabkan surutnya muka air tanah sepanjang satu satuan
panjang. Jika volume air yang dikeluarkan dalam m 3/detik dan surutnya muka air
tanah sepanjang satu meter, maka satuan dari debit jenis adalah m3/detik/meter.
Besarnya kapasitas jenis merupakan perkiraan rata-rata karena dalam perhitungannya
tidak memperhatikan faktor kehilangan tekanan akibat konstruksi sumur (well loss).
Kapasitas jenis, dirumuskan dengan : Qs =
Q
, dan s = TKA TPA
s
dimana :
Q
Qs
26
Akuifer tak tertekan (unconfined aquifer) sering disebut akuifer air tanah bebas
(free groundwater akuifer) atau akuifer paras air (water table aquifer) atau akuifer
preatik (phreatic aquifer). Akuifer ini dilandasi lapisan kedap air, dan sedangkan di
bagian atasnya tidak dibatasi oleh lapisan kedap air, dimana bagian atas daripada air
tersebut berhubungan langsung dengan udara setempat, sehingga tidak ada tekanan
lain yang menekan air tanah tersebut kecuali beratnya sendiri.
Lubang bor yang menembus akuifer ini akan mendapatkan air tanah dengan
kedudukan muka air tanah tetap setinggi air tanah yang dijumpai, dan bertekanan satu
atmosfer.
Akuifer tenggek atau gantung (perched aquifer) pada umumnya termasuk akuifer
tak tertekan. Akuifer tenggek ini berada pada jalur tak jenuh air, merupakan akuifer
tak tertekan lokal (pada umumnya luasnya relatif terbatas). Karena sifatnya yang lokal
ini maka keberadaan air tanah di akuifer tersebut sifatnya sementara (mudah habis)
(Gambar 3.3).
3.1.4.3 Akuifer Semi Tertekan
Akuifer semi tertekan (semi confined aquifer) atau disebut juga akuifer bocor
(leaky aquifer) apabila lapisan penyekat pembatas akuifer tertekan bersifat tidak
mutlak kedap air. Konduktivitas hidrolika lapisan penyekat ini sangat kecil, apabila
dibandingkan dengan konduktivitas hidrolika akuifer yang disekat. Walaupun
demikian, adanya pemompaan yang besar terhadap akuifer ini akan menyebabkan
turunnya air dari lapisan penyekat tersebut secara vertikal sehingga mengisi akuifer di
bawahnya.
3.1.4.4 Akuifer Semi Tak Tertekan
Akuifer semi tak tertekan (semi unconfined aquifer) merupakan akuifer yang
konduktivitas hidrolika lapisan berbutir halus pada akuifer ini cukup besar, sehingga
komponen aliran horizontal pada lapisan penutup tersebut tidak dapat diabaikan.
Kondisi akuifer seperti ini berada antara akuifer semi tertekan dan akuifer tak
tertekan.
27
Gambar 3.3 Jenis Akuifer Air Tanah (Dimodifikasi dari Todd, 1980, dalam Djaendi,
2006).
3.2 Pengeboran Air Tanah
Pengeboran air tanah merupakan rangkaian kegiatan membuat lubang sumur, guna
penyelidikan atau penelitian dan memproduksikan air tanah dari akuifer.
Pengeboran air tanah terbagi menjadi dua, yaitu pengeboran eksplorasi dan
eksploitasi.
Pengeboran
eksplorasi
merupakan
kegiatan
pengeboran
untuk
28
Hydraulic rotary top head merupakan jenis alat pemutar pada instalasi bor. Alat
pemutar ini digerakkan oleh motor hidrolik yang menggerakkan top head untuk
memutar, menekan atau menurunkan, dan menaikkan rangkaian bor.
3.2.3 Truck mounted
Truck mounted merupakan jenis alat angkut instalasi bor, dimana instalasi
pengeboran menyatu dengan truk, sehingga dapat diarahkan ke lokasi pengeboran
dengan cepat, terutama bermanfaat untuk lokasi pengeboran yang memiliki sarana
jalan yang baik.
3.2.4 Mata Bor
Peralatan yang sangat menentukan dalam pengeboran adalah mata bor (bit),
mengingat alat ini terletak di bagian ujung rangkaian bor dan menyentuh langsung
batuan untuk menembus atau melubanginya.
Menilik batuan yang ditembus mata bor memiliki karakteristik berbeda-beda,
dikenali adanya berbagai jenis mata bor.
3.2.4.1 Drag Bit
Merupakan mata bor yang ujungnya dilapisi dengan baja keras atau tungsten
carbide steel, dapat digunakan untuk pengeboran pada batuan lunak sampai agak
keras.
Mata bor jenis ini lebih dikenal dengan nama mata bor sayap (wing bit)
(Gambar 3.4), umumnya berbentuk 3 sayap, namun dapat juga 2 atau 4 sayap. Sayap
tersebut digunakan untuk memotong batuan.
29
Cone Bit
Mata bor ini umumnya mempunyai tiga kerucut (cone) roda gigi yang bentuk
dan ukurannya bermacam-macam, serta berputar terhadap poros melalui roller
bearing. Bentuk dan jumlah gigi yang terdapat pada kerucut dapat berbedabeda, semakin keras batuan akan semakin pendek dengan jumlah yang relatif
banyak. Mata bor ini
umumnya
dikenal
(Gambar 3.5).
30
Gambar 3.5 Mata Bor Tri Cone Bit dan Carbide Button Bit.
3.2.5 Rempah Pengeboran
Rempah pengeboran (cutting) merupakan contoh batuan yang berasal dari formasi
yang ditembus mata bor dan dibawa oleh pembilas pengeboran ke permukaan.
Deskripsi rempah pengeboran dilakukan dibawah kaca pembesar (loupe) dan
mikroskop binokuler, didasarkan pada karakteristik batuan yang meliputi besar butir,
bentuk butir, kekerasan, pemilahan, kemas, permeabilitas, mineral penyusun, semen,
dan warna.
Dalam pengeboran air tanah deskripsi rempah pengeboran dilakukan untuk
penentuan jenis slot saringan (screens) yang ditentukan melalui analisis besar butir
(grain size analysis).
3.2.6 Pembilas Pengeboran
Pembilas dapat berupa air, udara, dan air ditambah bahan pembuat lumpur yang
berfungsi untuk menahan dinding lubang bor, mendinginkan mata bor, menahan
sebagian berat rangkaian bor, dan untuk mengangkat rempah pengeboran dari dalam
lubang bor ke permukaan.
31
Air pembilas (water flush) dan lumpur pembilas (mud flush) merupakan pembilas
yang banyak digunakan dalam pengeboran air tanah.
Air pembilas
Sebagai pengangkat rempah pengeboran ke permukaan, air tanah dapat
digunakan langsung tanpa campuran, terutama untuk batuan padu dan tidak
mudah runtuh. Meskipun demikian terdapat kelemahan yang cukup berarti,
seperti memerlukan waktu cukup lama (pecahan batuan yang relatif besar
tidak terangkat), tidak sesuai bila batuan mudah runtuh dan menembus
lempung yang mudah mengembang.
Apabila menembus lempung, kekentalan air akan bertambah, sirkulasi air
dapat dicairkan dengan menambah air atau membersihkan bak pengendap, bak
lumpur, berikut salurannya.
Lumpur pembilas
Lumpur pembilas merupakan campuran air dan bahan-bahan pembuat
lumpur, sehingga diperoleh cairan yang cukup kental untuk mengangkat
rempah pengeboran dari dalam lubang bor .
32
33
Penampangan tahanan jenis ini dilakukan dengan metoda listrik, yaitu mempelajari
sifat-sifat kelistrikan dari batuan yang ada pada formasi. Sifat-sifat kelistrikan yang
diteliti adalah tahanan jenis batuan (resistivity).
Resistivitas atau ketahanan suatu materi adalah kemampuan materi itu sendiri
untuk melewatkan arus listrik yang mengalir padanya. Bila materi tersebut mudah
menyalurkan arus listrik, maka angka resistivitasnya rendah. Jika suatu materi
resistivitasnya tinggi, maka arus listrik sukar mengalir pada materi tersebut.
Resistivitas merupakan kebalikan konduktivitas, dimana satuan nilainya dinyatakan
dalam ohm-meter (m) atau milliohm-meter (unit satuan listrik yang mengalir pada
batuan). Dalam pengukuran penampangan tahanan jenis ini tergantung pada jenis
batuan dan cairannya.
Dasar pengukuran tahanan jenis adalah pencatatan tahanan listrik dari formasi atau
batuan dalam lubang sumur dengan menggunakan empat buah elektroda yang
menyusun suatu sistem, yaitu dua elektroda arus (simbol A dan B) dan dua elektroda
pengukur (simbol M dan N). Aliran listrik mengalir melalui elektroda arus melewati
lumpur bor yang bersifat konduktif, dan ditangkap lagi oleh elektroda pengukur pada
alat logging tersebut. Dalam hal ini yang diukur adalah nilai tahanan jenis atau
hambatan yang ditimbulkan oleh batuan yang ada pada formasi di dalam sumur.
Tahanan jenis yang terukur adalah fungsi dari cairan atau fluida yang berada pada
batuan tersebut.
Secara umum, peralatan yang digunakan mempunyai standar susunan antar
elektroda, yaitu short normal (AM=16) dan long normal (AM=64) (Gambar 3.7).
Kurva short normal dan long normal digunakan untuk mengidentifikasi batas lapisan
dan ketebalan suatu stratigrafi. Kegunaan lainnya adalah untuk menginterpretasikan
kurva normal untuk kualitas air dalam batuan klastika.
Resistivitas elektrik dari suatu batuan merupakan suatu fungsi dari porositas
batuan, yang terdiri dari penyebaran dan interkoneksi antar pori, fluida dari dalam
pori, salinitas dan temperatur dari batuan dan fluida. Rasio antar batuan tahanan jenis
batuan yang jenuh air 100% (o) dan tahanan jenis air dalam pori (w), merupakan
o
34
Gambar 3.7 Susunan Elektroda untuk Short Normal dan Long Normal pada
Penampangan Tahanan Jenis (Keys dan MacCarry, 1971).
3.3.2 Metoda Penampangan Potensial Diri
Dasar penampangan potensial diri adalah pencatatan perbedaan potensial antara
elektroda di permukaan tanah dengan elektroda diturunkan ke dalam sumur bor.
Setiap perubahan potensial yang terjadi antara elektroda M dan N, akan tergambarkan
pada grafik. Perubahan potensial ini terjadi karena adanya perbedaan komponen
elektrokimia atau adanya perbedaan salinity antara filtrat lumpur pengeboran dengan
air yang ada pada formasi batuan yang lulus air (permeable). Perbedaan salinitas
antara air lumpur dan kandungan dalam formasi mengakibatkan kurva potensial diri
(SP) mengalami defleksi, baik defleksi positif atau negatif (Gambar 3.8).
Pengukuran potensial diri ini dapat dilaksanakan apabila elektrodanya berada
dalam lingkungan lumpur pengeboran yang bersifat konduktif, sehingga pelaksanaan
pengukuran ini dilakukan sebelum dipasangi pipa pelindung (casing). Cara
pengambilan nilai potensial diri yang paling baik adalah dimulai dari dasar lubang bor
dan pada saat penarikan kabel dilakukan pengukuran nilai potensial dirinya. Satuan
yang digunakan pada pengukuran potensial diri adalah volt atau millivolt.
Dinding lubang bor yang dapat memberikan nilai potensial adalah :
35
Gambar 3.8 Arus Potensial Diri dan Kurva Potensial Diri Pada Sekuen Sand dan
Shale (Keys dan MacCarry, 1971).
Gambar 3.9 Sistem Pengukuran Potensial Diri Dengan Elektroda Tunggal (Keys dan
MacCarry, 1971).
Pelaksanaan penggunaan penampangan potensial diri pada lubang bor adalah
untuk :
a. Menentukan tebal dan batas lapisan yang sarang (porous material).
b. Menentukan resistivitas dari air yang ada pada formasi.
c. Menentukan secara kualitatif lapisan serpih.
3.4 Metoda Uji Pemompaan
Uji pemompaan (pumping test), secara umum dilakukan untuk dua tujuan.
Pertama, untuk mendapat informasi karakteristik hidrolika akuifer, pengujian
semacam itu dikenal dengan uji akuifer (aquifer test). Kedua, untuk mendapatkan
informasi tentang kapasitas atau kemampuan dari sumur yang diuji bisa mengeluarkan
air tanah. Pengujian semacam itu dikenal dengan uji sumur (well test), akan tetapi
pada tugas akhir ini tidak dibahas karena tidak dilakukan.
Pada sumur yang dibangun dilakukan metoda uji akuifer, yaitu metoda uji surutan
(drawdown test) dan metoda uji pulihan (recovery test) untuk pengujian akuifer.
Uji surutan dalam pelaksanaannya dilakukan dengan pemompaan debit air yang
tetap, lalu setelah air tanah dipompa maka akan terjadi penurunan muka air tanah.
Penurunan muka air tanah tersebut diukur setiap selang waktu yang telah ditentukan
(Tabel 3.4).
Tabel 3.4 Interval Waktu Pengukuran Muka Air Tanah pada Uji Pemompaan.
Waktu Sejak Pengujian Dimulai
0 10 menit
Interval Waktu
1 menit
10 20 menit
2 menit
20 60 menit
5 menit
1 2 jam
10 menit
2 3 jam
15 menit
3 4 jam
20 menit
4 5 jam
30 menit
5 24 jam
1 jam
Pengujian dilakukan sampai kondisi tunak, hal ini ditunjukkan oleh kedudukan
muka air tanah yang relatif tidak berubah oleh suatu pemompaan berdebit tetap.
Hasil dari pencatatan penurunan muka air tanah terhadap waktu pemompaan ini
dianalisa untuk mendapatkan parameter akuifer. Tujuannya untuk mengetahui
parameter akuifer yang meliputi koefisien keterusan, koefisien kelulusan, dan
kapasitas jenis.
Uji surutan ini dianalisis menggunakan metoda Jacob, analisis dilakukan secara
grafis dengan menerapkan persamaan Jacob (Gambar 3.10), yang menggunakan
rumus sebagai berikut : T =
2,3 Q
4 s
dimana :
T
: Perbedaan surutan muka air tanah per log cycle waktu [meter]
38
2,3 Q
4 s '
dimana :
T
s'
39
Gambar 3.11 Grafik Analisis Uji Pulihan dengan Metoda Pulih Theis.
40