Anda di halaman 1dari 54

1.

1 Latar Belakang

Perawatan ortodonti merupakan salah satu bidang kedokteran gigi yang


berperan penting dalam memperbaiki estetik wajah, fungsi serta stabilitas hasil
perawatan yang baik. Untuk mendapatkan hasil perawatan ortodonti yang
memuaskan, diperlukan oral hygiene yang baik. Pemeliharaan oral hygiene
bertujuan untuk menyingkirkan dan mencegah timbulnya plak serta sisa-sisa
makanan yang melekat pada gigi. Dokter gigi dan pasien memiliki peranan dalam
pemeliharaan oral hygiene selama perawatan ortodonti dilakukan. Dokter gigi
memberitahukan bagaimana cara penyikatan gigi, dental floss, penggunaan pasta
gigi yang mengandung fluoride, dan penggunaan obat kumur yang dipakai untuk
memelihara oral hygiene.
Untuk ilmu ortodontik secara garis besar data ataupu informasi bisa didapatkan
secara langsung dari : (1) melakukan Tanya jawab dengan pasien atau orang tua
pasien, data yang diperoleh dengan cara ini disebut anamnesis, (2) pemeriksaan
klinis pada pasien dan secara tidak langsung dari evaluasi rekam diagnostic misaln
model study dan foto rontgen (pambudi, 2013)
Menurut Houston dkk. (1992) tujuan pemeriksaan pasien adalah untuk merekam
informasi yang berkaitan dengan keadaan maloklusi sebagai dasar untuk
menentukan penyebabnya. Berdasarkan data seorang dokter gigi umum dapat
menentukan apakah pasien tersebut memerlukan perawatan ortodontik, apakah
dirawat sendiri atau perlu di rujuk pada seorang spesialis ortodontik.
Moyers (1988) menyatakan bahwa diagnosis ortodontik adalah perkiraan yang
sistemik, bersifat sementara, akurat dan ditunjukkan pada 2 hal: klasifikasi
(penentuan problema klinis) dan perancanaan tindakan berikutnya (perawatan).
Diagnosis didahului oleh pemeriksaan awal ( pada saat pasien datang untuk
pertama kali ) pemeriksaan awal ini perlu untuk menentukan diagnosis sementara
yaitu ada tidaknya maloklusi. Bila pasien mempunyai maloklusi maka perlu
dilakukan pengumpulan data yang lebih banyak . data dapat berupa riwayat
kesehatan pasien , pemeriksaan langsung intraoral , model cetakan geligi atas dan
bawah (model study), foto rontgent local maupun panoramic dan sefalometri , serta
foto wajah. Pada saat ini berkembang pemikiran untuk menggunakan sesuatu yang
dihasilkan secara digital, misalnya foto sefalometrik dan panoramic digital
(Pambudi, 2013).

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Maloklusi

Etiologi maloklusi merupakan ilmu yang mempelajari tentang faktor-faktor


penyebab terjadinya kelainan oklusi. Pengetahuan mengenai etiologi perlu diketahui
oleh dokter gigi yang akan melakukan tindakan preventif, interseptif, dan kuratif.
Penguasaan ilmu tentang faktor etiologi maloklusi memungkinkan dokter gigi
melakukan tindakan perawatan secara tepat dan efektif (Bishara, 2001).
Pengelompokan faktor-faktor etiologi maloklusi dimaksudkan untuk mem-permudah
identifikasi kelainan oklusi yang ada (Moyers, 1969). Graber,membagi faktor etiologi
maloklusi menjadi 2, yaitu ekstrinsik dan intrinsik. Faktor ekstrinsik meliputi
herediter, kelainan bawaan, malnutrisi, kebiasaan buruk, dan malfungsi, postur
tubuh, dan trauma, sedangkan kelainan jumlah, bentuk dan ukuran gigi, premature
loss, prolonged retention dan karies gigi desidui, termasuk faktor intrinsik etiologi
maloklusi. Lesmana (2003) menyatakan bahwa faktor-faktor tersebut dapat
menimbulkan maloklusi bahkan menyebabkan kelainan ben- tuk wajah, jika
memapar tulang-tulang wajah, gigi-geligi, sistem neuromuskular, ataupun jaringan
lunak mulut, dalam jangka waktu lama.
Keseimbangan bentuk wajah dan perkembangan oklusi normal dipengaruhi oleh 3
faktor yaitu fungsi normal rongga mulut, postur kepala dan morfologi kraniofasial
(Subtelny, 1970; Solow, 1984; Yamaguchi, 2003). Fungsi normal mulut berperan
dalam mempertahankan postur kepala, dan berkaitan erat dengan perkembangan
oklusi.
2.1.1 Klasifikiasi maloklusi
Angle membagi maloklusi itu atas 3 kelas, yakni :
Maloklusi kelas 1
Maloklusi kelas 2 divisi I
Maloklusi kelas 2 divisi II
Maloklusi kelas 3
Gambar 2.1 : A. Maloklusi kelas I angle B. Maloklusi kelas II angle devisi I C. Kelas II
angle devisi II D. maloklusi kelas III angle

Maloklusi kelas I Angle (Neutroclusion) adalah kondisi tonjol mesiobukal molar


pertama permanen rahang atas, terletak pada lekukan bukal dari molar pertama
permanen rahang bawah.

Maloklusi kelas II Angle (Distoclusion) adalah kondisi tonjol mesiobukal molar


pertama permanen rahang atas, yang terletak diantara tonjol mesiobukal molar
pertama permanen rahang bawah dan premolar kedua, atau tonjol distobukal molar
pertama permanen rahang atas, yang terletak pada lekukan bukal molar pertama
permanen rahang bawah.

Divisi I

Divisi II

:Bilateral distal (insisiv atas prostrusi)


:Bilateral distal (insisiv atau retrusi / steep bite)

Maloklusi kelas III Angle (Mesioclusion) dengan tonjol mesiobukal molar


pertama permanen rahang atas, yang terletak pada tonjol distal molar pertama
permanen rahang bawah. (Cangialosi and Riolo, 2006)
2.1.2 Dampak dari maloklusi
Maloklusi, khususnya kelainan dentofasial, merupakan salah satu penyakit yang
perlu ditanggulangi dengan kesungguhan. Selain itu, luasnya pengaruh maloklusi
terhadap kesehatan juga akan menimbulkan gangguan terhadap keserasian dan
estetika muka. Maloklusi tidak dapat diberantas, jadi akan senantiasa ada, karena
penyebab kelainan tersebut tidak hanya karena faktor lingkungan, tetapi juga faktor
keturunan yang tidak dapat dihindari. Namun demikian maloklusi dapat dicegah
agar tidak bertambah parah. Dampak dari maloklusi itu sendiri diantaranya adalah
dari segi fungsional gigi sulit dibersihkan ketika menyikat gigi, dari segi segi rasa
sakit maloklusi yang parah dapat menimbulkan kesulitan menggerakkan rahang
(gangguan TMJ dan nyeri), dan dari segi fonetik salah satunya adalah distooklusi
dapat mempengaruhi kejelasan pengucapan huruf p, b, m sedangkan mesio-oklusi
s, z, t dan n.
Untuk perawatannya sendiri maloklusi dapat dilakukan perawatan secara preventif,
interseptif, dan kuratif. Untuk preventif yaitu segala tindakan menghilangkan segala
pengaruh yang dapat merubah jalannya perkembangan normal agar tidak terjadi
malposisi gigi dan hubungan rahang yang abnormal. Sedangkan untuk interseptif
adalah perawatan ortodontik pada maloklusi yang telah mulai tampak, untuk
mencegah agar maloklusi yang ada tidak berkembang menjadi parah. Dan yang
terakhir kuratif adalah untuk mengoreksi maloklusi atau malposisi yang ada dan
mengembalikan kepada posisi, oklusi dan lengkung ideal.
2.1.3 Factor penyebab maloklusi
Menurut Moyers yang dikutip oleh Suminy, maloklusi dapat disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya :
1.
Faktor keturunan, seperti sistem neuromuskuler, tulang, gigi dan bagian lain
di luar otot dan saraf.
2.

Gangguan pertumbuhan.

3.
Trauma, yaitu trauma sebelum lahir dan trauma saat dilahirkan serta trauma
setelah dilahirkan.
4.

Keadaan fisik, seperti prematur ekstraksi.

5.
Kebiasaan buruk seperti menghisap jari yang dapat menyebabkan insisivus
rahang atas lebih ke labial sedangkan insisivus rahang bawah ke lingual,
menjulurkan lidah, menggigit kuku, menghisap dan menggigit bibir.
6.
Penyakit yang terdiri dari penyakit sistemik, kelainan endokrin, penyakit lokal
(gangguan saluran pernapasan, penyakit gusi, jaringan penyangga gigi, tumor, dan
gigi berlubang).
7.

Malnutrisi.

2.2 Ortodonti
Pengertian orthodonti yang lebih luas menurut American Board of Orthodontics
(ABO) adalah cabang spesifik dalam profesi kedokteran gigi yang bertanggungjawab
pada studi dan supervisi, pertumbuhkembangan geligi dan struktur anatomi yang
berkaitan, sejak lahir sampai dewasa meliputi tindakan preventif dan korektif pada
ketidakteraturan letak gigi yang membutuhkan reposisi gigi dengan piranti
fungsional dan mekanik untuk mencapai oklusi normal dan muka yang
menyenangkan (Pambudi, 2012).
2.2.1 Tujuan Perawatan Ortodonti
Tujuan dari perawatan ortodonti adalah :
a.

Menjaga kesehatan gigi dan mulut

Estetik muka dan geligi


Fungsi kunyah dan bicara yang baik
Stabilitas hasil perawatan
2.2.2 Indikasi dan Kontraindikasi Ortodonti
Indikasinya sendiri untuk perawatan ortodonti adalah
Jika dirasakan perlu bagi pasien untuk mendapat posisi postural adaptasi mandibula
Ada gerak menutup translokasi mandibula dari posisi istirahat atau dari postural
adaptasi ke posisi interkuspal
Posisi gigi sedemikian rupa sehingga terbentuk mekanisme refleks yang merugikan
selama fungsi oklusal dari mandibula
Gigi-gigi menyebabkan kerusakan jaringan lunak

Gigi berjejal dan tidak teratur menyebabkan faktor predisposisi dari penyakit
periodontal/penyakit gigi
Penampilan pribadi kurang baik akibat posisi gigi
Posisi gigi menghalangi proses bicara yang normal (Sridhar, 2008)
Untuk kontraindikasi dari otodonsi adalah :
Prognosa dari hasil perawatan tersebut jelek sebab pasien kurang/tidak kooperatif
Perawatan akan mengakibatkan perubahan bentuk gigi
Perawatan akan mengganggu proses erupsi gigi permanen

2.3 Diagnosa Perawatan Orthodontik


A. Kriteria Diagnostik Esensial (Essential Diagnostic Criteria)
a. Anamnesis dan Riwayat kasus (case history)
b. Pemeriksaan / Analisis klinis :
- Umum / general : Jasmani, Mental
- Khusus / lokal : Intra oral, Extra oral
c. Analisis model studi : Pemeriksaan dan pengukuran pada model studi:
- Lebar mesiodistal gigi-gigi
- Lebar lengkung gigi
- Panjang / Tinggi lengkung gigi
- Panjang perimeter lengkung gigi
d. Analisis Fotometri (Photometric Analysis): Pemeriksaan dan pengukuran pada foto
profil dan foto fasial pasien, meliputi :
- Tipe profil
- Bentuk muka
- Bentuk kepala
e. Analisis Foto Rontgen (Radiographic Analysis):
- Foto periapikal

- Panoramik
- Bite wing

B. Kriteria Diagnostik Tambahan (Supplement Diagnostic Criteria)


a. Analisis Sefalometrik (Cephalometric Analysis):
- Foto lateral (Lateral projection) untuk anlisis profil
- Foto frontal (Antero-posierior projection) untuk anlisis fasial
- Dll
b. Analisis Elektromyografi (EMG) : Untuk mengetahaui abnormalitas tonus dan
aktivitas otot-otot muka dan mastikasi.
c. Radiografi pergelangan tangan (Hand-wrist Radiografi): Untuk menetapkan indeks
karpal yaitu untuk menentukan umur penulangan.
d. Pemeriksaan Laboratorium: Untuk menetapkan basal metabolic rate (BMR), Tes
indokrinologi, dll.
Rontgen Gigi
a.
Intra Oral, Teknik radiografi intra oral adalah pemeriksaan gigi dan jaringan
sekitar secara radiografi dan filmnya ditempatkan di dalam mulut pasien
Ekstra Oral, untuk melihat area yang luas pada rahang dan tengkorak, film yang
digunakan diletakkan di luar mulut.
Fungsi dari foto rongen adalah:
a.

Untuk membantu, menegakkan suatu diagnose penyakit

b.

Untuk melihat anggota bagian dalam

c.

Untuk memperkirakan waktu erupsi gigi

d.

Digunakan sebagai dokumentasi RM

e.

Untuk membantu mengetahui lokasi terjadinya kerusakan jaringan.

2.4 Analisa umum


Pemeriksaan Subjektif

Keluhan utama pasien biasanya tentang keadaan susunan giginya, yangdirasakan


kurang baik

dokter gigi mendengarkan apa yang menjadi keluhan seorang pasien dan tidak
mengambil kesimpulan secara sepihak tentang apa yang menjadikeluhan seorang
pasien

Pada tahap ini tujuan pertanyaan adalah untuk mengetahui apa yang
dipentingkan oleh pasien.
Riwayat kesehatan pasien dan keluarga
Maloklusi merupakan penyimpangan dari proses pertumbuhkembangan yang
normal. Meskipun demikian diperlukan pemeriksaan medis yang teliti untuk
mengetahui status kesehatan pasien secara umum.
Berat Badan dan Tinggi Badan
Berat Badan dan Tinggi Badan ini diharapakan dapat diketahui apakah
pertumbuhkembangan pasien normal sesuai dengan umur dan jenis
kelaminnya. Data ini diperoleh dengan pengukuran sendiri atau memintanya
kepada dokter yang merawt anak tersebut.
Ras
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui cirri ciri fisik pasien karena setiap
ras mempunyai cirri ciri fisik tertentu. Penetapan didasarkan pada anamnesis
meliputi ras ayah ibu pasien.

5. Bentuk Skelet
a.
Seseorang yang langsing dengan sedikit jaringan otot atau lemak
digolongkan sebagai ektomorfik.
b.
Pada individu ini yang dominan adalah kulit dan saraf yang berasal dari
ektoderm. Seseorang yang berotot digolongkan sebagai mesomorfik
c.
orang yang pendek dengan otot yang kurang berkembang akan tetapi
mempunyai lapisan lemak yang disebut endomprfik.
d.
Anak dengan bentuk skelet ektomorfik mencapai kematangan lebih lambat
daripada anak dengan tipe skelet endomorfik maupun mesomorfik.

6. Penyakit anak

-Penyakit sistemik lebih berpengaruh pada kualitas gigi daripada kuantitas


pertumbuhkembangan gigi.
-Suatu maloklusi dapat merupakan akibat sekunder kelainan otot dan beberapa
kelainan neuropati .

7. Alergi
Dari riwayat alergi yang didapat juga dapat diketahui bahwa pasien tidak
memiliki riwayat alergi yang akan mempengaruhi perwatan orthodontic yang
akan dilakukan.

Alergi terhdap bahan

Peranti ortodontik mengandung bahan-bahan yang mungkin menyebabkan


alergi.
8.

Kelainan endokrin
Kelainan endokrin yang terjadi pralahir dapat mewujudkan pada hipoplasia gigi.

Kelainan endokrin pascalahir dapat menyebabkan percepatan atau hambatan


pertumbuhan muka, memengaruhi derajat pematangan tulang, penutupan sutura,
resorpsi akar gigi sulung dan erupsi gigi permanen. Membran periodontal dan gusi
sangat sensitif terhadap beberapa disfungsi endokrin dan keadaan ini dapat
berakibat langsung pada gigi.
9.

Tonsil

Tonsil yang besar apalagi dalam keadaan bengkak dapat dapat mempengaruhi
posisi lidah. Kadang-kadang lidah terletak ke anterior sehingga mengganggu fungsi
menelan.
10.

Kelaianan saluran nafas

Seseorang yang bernafas melalui mulut dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan


kraniofasial dan letak gigi. Pasien yang bernafas pada mulut akan mengalami
kesukaran pada saat dilakukan pencetakan untuk membuat model studi maupun
model kerja. Selain itu pasien yang bernafas melalui mulut akan mempunyai
palatum yang dalam, maksila yang sempit sehingga kadang-kadang didapatkan
gigitan silang posterior.
Cara pemeriksaannya berupa :

a. Perhatikan pasien bernafas pada saat pasien istirahat tanpa diketahui oleh
pasien
b.

Mintalah pasien untuk bernapas yang dalam

c.
Tempatkan kaca mulut dibawah lubang hidung. Pada penapas mulut kaca
tersebut btidak buram karena tidak ada aliran udara dari lubang hidung.
Akibat kebiasaan bernafas dengan mulut:
a.

Menyebabkan open bite anterior

b.

Maloklusi klas II divisi 1

c.
Tidak adanya Self cleansing terutama pada regio anterior rahang atas
dan adanya gingivitis terutama pada regio anterior.
Gambaran Wajah Pada penapas Mulut
a.

Tinggi muka anterior besar,

b.

Bibir tidak kompeten

c.

Protrusi atas

d.

Sudut mandibula yang curam/besar

e.

Gigitan silang gigi posterior

2.5 Analisis Lokal


Analisis lokal terdiri atas analisis ekstraoral dan analisis intraoral, untuk mengetahui
lebih terperinci keadaan yang menunjang penentuan diagnosis.

A.

Analisis ekstraoral

Analisis ekstraoral meliputi bentuk kepala, simetri wajah, tipe wajah, tipe profil,
bibir, fungsi bicara, kebiasaan jelek sedangkan analisis intraoral meliputi lidah,
palatum, kebersihan mulut, karies dan gigi yang ada.
a.

Bentuk kepala

Bentuk kepala perlu dipelajari karena bentuk kepala ada hubungannya dengan
bentuk muka, palatum maupun bentuk lengkung gigi. Bentuk kepala ada 3 yaitu :
dolisefalik (panjang dan sempit), mesosefalik (bentuk rata-rata) dan brakisefalik
(lebar dan pendek). Indeks untuk kepala yang dolisefalik adalah 0,75 sedangkan
yang brakisefalik 0,80, mesosefalik merupakan tipe kepala dengan indeks sefalik
antara 0,76-0,79.

Indeks kranial merupakan istilah untuk pengukuran indeks tengkorak kering


sedangkan indeks sefalik digunakan untuk pengukuran pada kepala manusia yang
masih hidup.

b.

Simetri wajah

Wajah pasien dapat dilihat dari depan untuk memeriksa proporsi lebar mata, hidung
dan mulut, juga untuk melihat apakah wajah simetri atau simetri dan proporsi
ukuran vertikal. Menurut Houston dkk., (1992) dengan melihat muka pasien dari
depan bila terdapat asimetri dengan mudah akan dapat dikenali adanya asimetri
rahang terhadap muka secara keseluruhan.
Pemeriksaan wajah dari arah depan :
1)
Pasien dengan gigitan terbuka anterior disertai tinggi muka bagian bawah
yang besar kadang-kadang mempunyai muka bagian bawah yang panjang tetapi
kadang-kadang juga tidak, tergantung pada lebar wajah.
2)
Perlu juga memeriksa garis median wajah yang diproyeksikan pada model
studi. Hal ini perlu untuk menentukan pergeseran median lengkung geligi terhadap
wajah.
c.

Tipe wajah

Kompleks muka berhubungan dengan basis kranium,


pertumbuhan basisi kranium pada tahap awal menentukan pola dimensi, sudut dan
topografi muka. Kepala yang dolikosefalik memebentuk muka yang sempit,
panjang dan protusif yang disebut muka sempit/leptoprosop.
d.

Tipe Profil

Pemeriksaan profil dapat membedakan secara klinis pasien dengan keadaan yang
parah dari mereka yang mempunyai muka baik atau cukup baik. Kecembungan atau
kecekungan muka menunjukkan disproporsi rahang.

Tujuan pemeriksaan profil, yaitu :


a. Menentukan posisi rahang dalam jurusan sagital
b. Evaluasi bibir dan letak insisiv
c. Evaluasi proporsi wajah dalam arah vertikal dan sudut mandibula
e.

Bibir

Bila bibir cukup panjang untuk dapat mencapai kontak bibir atas tanpa
kontraksi otot pada saat mandibula dalam keadaan istirahat disebut bibir yang
kompeten. Bila diperlukan kontrkasi otot untuk mencapai kontak bibir atas dan
bawah pada saat mandibula dalam keadaan istirahat dinamakan bibir
inkompeten.Pasien dengan bibir yang potensial untuk dapat berkontak dengan
mudah akan tetapi bibirnya membuka (tidak berkontak) dinamakan biir yang
potensial kompeten.
Gigi dapat menjadi protusif bila terdapat dua keadaan di bawah ini
a. Bibir yang ke anterior
b. Bibir tidak berkontak antara 3-4 mm pada saat istirahat yang biasa
dinamai bibir tidak kompeten

f.

Fungsi bicara

Awalnya suara yang dihasilkan adalah suara bilabial, misalnya p,b. Kemudian
konsonan ujung lidah seperti t,d menyusul suara sibilan (s,z) yang mengharuskan
penempatan lidah dekat tetapi tidak menyentk palatum dan yang terakhir adalah
suara r yang membutuhkan penempatan bagian posterior lidah yang tepat yang
kadang-kadang tidak tercapai pada usia 4-5 tahun.
g.

Kebiasaan buruk

Kebiasaan jelek perlu diperiksa karena kebiasaan jelek dapat dapat menjadi
penyebab suatu maloklusi. Tidak semua kebiasaan jelek dapat menyebabkan
maloklusi. Ada tiga syarat yang harus ada pada suatu kebiasaan berlangsung,
frekuensi yang cukup serta intensitas melakukan kebiasaan tersebut.
Maloklusi yang terjadi tergantung pada kebiasaan jelek tersebut,
a.
kebiasaan jelek menghisap ibu jari akan menghasilkan maloklusi yang
berbeda dengan kebiasaan menghisap bibir bwah. Beberapa macam kebiasaan
jelek, misalnya : menghisap jari atau ibu jari, menghisap bibir atau menggigit bibir,
menggigit kuku.
B.

Pemeriksaan Intraoral

Pemeriksaan Intraoral ini meliputi bebrapa bagian dari dalam rongga mulut yaitu
adalah sebagai berikut :
a.

Lidah

Pemeriksaan lidah meliputi ukuran, bentuk dan fungsi. Ukuran dan bentuk diperiksa
secara subjektif. Tanda klinis untuk lidah yang terlalu besar (makroglosi) terhadap

lengkung geligi adalah adanya scalloping (yang merupakan cetakan sisi lingual gigi
pada lidah) pada tepi luar lidah.

b.

Palatum

Palatum merupakan proyeksi konfigurasi fosa kranial anterior, sedangkan


konfigurasi basis apikal gigi rahang atas ditentukan oleh perimeter palatum. Bentuk
palatum ini dapat mempengaruhi retensi peranti lepasan. Pada palatum yang relatif
tinggi akan memberikan retensi dan penjangkaran yang lebih baik. Perlu
diperhatikan kadang-kadang terdapat torus palatinus yang dapat mengurangi
kenyamanan pasien bila pasien memakai peranti lepasan.
c.

Kebersihan mulut

Kebersihan mulut yang terjaga baik merupakan indikator perhatian pasien terhadap
giginya serta dapat diharapkan adanya kerja sama yang baik dengan pasien.
d.

Karies

Pemeriksaan gigi dengan karies perlu dilakukan karena gigi yang karies merupakan
penyebab utama maloklusi lokal. Karies merupakan penyebab terjadinya tanggal
prematur gigi sulung sehingga terjadi pergeseran gigi permanen erupsi gigi
permanen yang lambat.
e.

Fase geligi

Pasien yang datang untuk perawatan orthodontik biasanya dalam fase geligi
pergantian atau permanen dan jarang pada fase geligi sulung. Fase geligi
pergantian ditandai dengan adanya gigi sulung dan gigi permanen dalam rongga
mulut.
f.

Gigi yang ada

2.6 Analisis Fungsional


A. Path of closure
Path of closure adalah arah gerakan mandibula dari posisi istirahat ke oklusi sentrik.
Idealnya path of closure dari posisi istirahat ke oklusi maksimum berupa gerakan
engsel sederhana melewati freeway space yang besarnya 2-3 mm, arahnya ke atas
dan ke depan.

B.

Deviasi Mandibula

Keadaan ini berhubungan dengan posisi kebiasan mandibular. Bila mandibular


dalam posisi kebiasaan, maka jarak antaroklusal akan bertambah sedangkan kondili
letaknya lebih maju didalam fosa glenoidales. Arah path of closure adalah keatas
dan kebelakang akan tetapi bila gigi telah mencapai oklusi mandibular terletak pada
relasi sentrik (kondili dalam keadaan posisi normal fosa glenoidalis).
C.

Sendi temporo mandibular

Sebagai panduan umum bila pergerakan mandibular normal berarti fungsinya tidak
terganggu , sebaliknya jika gerakan mandibular terbatas biasanya menunjukkan
adanya masalah fungsi. Oleh karena itu satu indicator penting tentang fungsi
temporo mandibular joint adalah lebar pembukaan maksimalyang pada keadaan
normal berkisar 35-40mm, 7mm gerakan ke lateral dan 6 mm kedepan.

2.7 Analisa model


Model studi adalah rekam ortodontik yang paling sering digunakan untuk
menganalisis suatu kasus dan memberikan banyak informasi, pembuatannya relatif
mudah dan murah.
Keadaan yang dapat dilihat pada model adalah bentuk lengkung geligi,
diskrepansi pada model, analisa ukuran gigi, kurva spee, Diastema, simetri gigigigi, gigi yang terletak salah, pergeseran garis median, relasi gigi posterior, relasi
gigi anterior
1.

Bentuk lengkung geligi

Model dilihat dari oklusal kemudian diamati bentuk lengkung geligi. Bentuk
lengkung geligi yang normal adalah berbentuk parabola; ada beberapa bentuk
lengkung geligi yang tidak normal misalnya lebar, menyempit di daerah anterior
dan lain-lain.
2.

Diskrepansi pada model

Diskrepansi pada model adalah perbedaan antara tempat yang tersedia (available
space) dengan tempat yang dibutuhkan (required space).Fungsinya sendiri untuk
menetukan macam perawatan pasien tersebut, apakah termasuk perawatan
pencabutan gigi permanen atau tanpa pencabutan gigi permanen.
Description: D:\makalah orto\materi\20141130_205830.jpgAda berbagai cara untuk
mengukur tempat yang tersedia. Salah satu cara untuk mengukur tempat yang
tersedia di rahang atas adalah dengan cara membuat lekungan dari kawat tembaga
(brass wire mulaidari mesial molar pertama permanen kiri melewati fisura gigi-gigi
di depannya terus melewati insisal insisivi yang letaknya benar terus melewati

fisura gigi-gigi posterior sampai mesial molar pertama permanen sisi kanan. Kawat
ini kemudian diluruskan dan diukur panjangnya. Panjang kawat ini merupakan
tempat yang tersedia . untuk rahang bawah lekung kawat tidak melewati fissure
gigi posterior tetapi lewat tonjol bukal gigi posterior rahang bawah.
Cara lain untuk mengukur tempat yang tersedia adalah dengan membagi lengkung
geligi dalam beberapa segmen , biasanya mesial molar pertama permanen kiri
sampai denga kaninus kiri, dari mesial kaninus kiri sampai mesial insisivi sentralkiri,
dari mesial insisivi sentral kanan sampai distal kaninus kanan, dari distal kaninus
kanan sampai mesial molar pertama permanen kanan, masing masing segmen
diukur dengan kapiler kemudian dijumlahkan

Pengukuran lebar mesiodital gigi juga dapat dipakai untuk penilaian apakah lebar
gigi normal atau terdapat mikrodontia atau makrodontia. Jumlah lebar keempat
insisivi atas permanan antara 28 mm sampai 36 mm dianggap normal.
3.

Analisa ukuran gigi

Tooth size analysis atau lebih sering disebut analisis bolton dilakukan dengan
mengukur lebar mesiodistal setiap gigi permanen. Ukuran ini kemudian
dibandingkan dengan tabel standart jumlah lebar gigi anterior atas maupun bawah
(dari kaninus ke kaninus) dan juga jumlah lebar mesiodistal semua gigi atas dan
bawah (molar pertama ke molar pertama) tidak termasuk moalr kedua dan ketiga.
Description: D:\makalah orto\materi\20141130_210004.jpgBila perbedaan ukuran
gigi ini kurang dari 1,5mm jarang berpengaruh secara signifikan, tetapi kalau
melebihi 1,5 mm akan menimbulkan maslah dalam perawatan ortodonti dan
sebaiknya hal ini dimasukkan dalam pertimbangan perawatan ortodontik.
4.

Kurva spee

Lengkung yang menghubungkan insisal insisiv dengan bidang oklusal molar terakhir
pada rahang bawah. Pada keadaan normal kedalamannya tidak melebihi 1,5 mm.
Kurva spee adalah kurva dengan pusat pada suatu titik di tulang lakrimal denga
radius pada orang dewasa 65-70 mm. kurva ini berkontak di empat lokasi yaitu
permukaan anterior kondili, daerah kontak distooklusi molar ketiga , daerah kontak
mesiooklusal molar pertama dan tepi insisal. Mungkin karena sample yang
disampaikan berbeda beberapa peneliti (Hitchock dale) mencoba mengukur sesuai
dengan yang dilakukan oleh spee tetapi tidak memperoleh hasil yang sama denga
spee.
5.

Diastema

Ruang antara dua gigi yang berdekatan, gingiva diantara gigi-gigi kelihatan.
Adanya diastema pada fase gigi geligi pergantian masih merupakan keadaan
normal, tetapi adanya diastema pada fase geligi permanen perlu diperiksa lebih
lanjut untuk mengetahui apakah keadaan tersebut suatu keadaan yang tidak
normal.
Description: D:\makalah orto\materi\20141130_210055.jpg
6.

Simetri gigi-gigi

Pemeriksaan ini untuk mengetahui simetri gigi senama dalam jurusan sagital
maupun transversal dengan cara membandingkan letak gigi permanen senama kiri
dan kanan.
7.

Gigi yang terletak salah

Penyebutan letak gigi yang digunakan diantaranya sebagai berikut:


a.

Versi: mahkota gigi miring kearah tertentu tetapi akar gigi tidak.

b.
Infraoklusi
: gigi yang tidak mencapai garis oklusi dibandingkan
dengan gigi lain dalam lengkung geligi.
c.
Supraoklusi
: gigi yang melebihi garis oklusal dibandingkan dengan gigi
lain dalam lengkung geligi.
d.

Rotasi: gigi berputar pada sumbu panjang gigi, bisa sentris atau eksentris.

e.

Transposisi

: dua gigi yang bertukar tempat

f.

Ektostema : gigi yang terletak diluar lengkung geligi

8.

Pergeseran garis median

Description: D:\makalah orto\materi\20141130_210116.jpgUntuk menilai apakah


ada pergeseran garis median lengkung geligi terhadap median muka dilihat letak
gigi insisiv sentral kiri dan kanan. Bila titik kontak insisiv sentral terletak disebelah
kiri garis median muka maka keadaan ini disebut terjadi pergeseran ke kiri,
demikian pula sebaliknya. Penentuan garis median muka sebaiknya dilakukan
langsung pada pasien.

9.

Relasi gigi posterior

Yang dimaksud dengan relasi gigi adalah hubungan gigi atas dan bawah dalam
keadaan oklusi.
Relasi jurusan sagital
Kemungkinan relasi molar yang dapat terjadi adalah netroklusi, distoklusi,
mesioklusi, gigitan tonjol dan tidak ada relasi
a.
Netroklusi: tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas terletak pada
lekukan bukal molar pertama permanen bawah.
b.
Distoklusi: tonjol mesiobukal molar pertama permanen rahang atas terletak di
antara tonjol mesiobukal molar pertama permanen bawah dan premolar kedua atau
tonjol distobukal molar pertama permanen atas terletak pada lekukan bukal molar
pertama permanen bawah.
c.
Mesioklusi: tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas terletak pada
tonjol distal molar pertama permanen bawah.
d.
Gigitan tonjol: tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas beroklusi
dengan
tonjol mesiobukal molar pertama permanen bawah.
e.
Tidak ada relasi: bila salah satu molar pertama tidak ada misalnya olh karena
dicabut atau oleh karena kaninus permanen belum erupsi.

Description: D:\makalah orto\materi\20141130_210215.jpg


10. Relasi gigi anterior
Relasi gigi anterior diperiksa dalam jurusan sagital dan vertikal. Relasi yang normal
dalam jurusan sagital adalah adanya jarak gigit/overjet. jarak gigit adalah horizontal
overlap of the incisors 2-3 mm dianggap normal. Jarak gigit pada gigitan silang
anterior diberi tanda negatif, misalnya -3 mm. Pada relasi gigitan edge to edge jarak
gigitnya 0 mm.
Description: Description: D:\file data\DENTISTRY\semester 6\blok 14 kgk 2\isu 2
penegakan diagnosis ortodonti\images.jpg
Description: Description: D:\file data\DENTISTRY\semester 6\blok 14 kgk 2\isu 2
penegakan diagnosis ortodonti\ofi3.jpgPada jurusan vertikal dikenal adanya
tumpang gigit/overbite yang merupakan vertical overlap of the incicors. yang
normal 2 mm. Tumpang gigit yang dalam menunjukkan adanya gigitan dalam. Pada
gigitan terbuka tidak ada overlap dalam jurusan vertikal, tumpang gigit ditulis

dengan tanda negatif, misal -5 mm. Pada relasi edge to edge tumpang gigitnya 0
mm.

Pada kasus gigitan silang anterior perlu diperhatikan besarnya freeway space dan
tumpang gigit. Bila freeway space lebih kecil daripada tumpang gigit dan bila pasien
dirawat dengan menggunakan piranti lepasan, pada peranti ortodontik lepasan
perlu ditambahn dengan peninggian gigit posterior untuk membebaskan gigi
anterior atas terhadap halangan gigi anterior bawah.
2.9 Analisis Sefalometri
Foto sefalometri (sefalogram) merupakan rekam ortodonti yang sangat
berguna untuk menentukan kelainan skeletal, letak gigi, profil dan lain-lain.
Meskipun demikian penentuan diagnosis maloklusi tidak dapat didasarkan hanya
didasarkan pada analisis sefalometri saja. Kombinasi semua analisis akan
memberikan gambaraan menyeluruh tentang keadaan pasien.
Untuk mengidentifikasi titik-titik pada sefalogram sebaiknya dikenali lebih
dahulu titik-titik pada tengkorak kering. Hal ini sangat membantu mengidentifikasi
titiktitik pada sefalogram dengan benar. Untuk memudahkan penapakan hendaknya
dilakukan pada ruangan dengan penerangan yang tidak terlalu terang , sefalogram
diletakkan pada tracing box dengan iluminasi yang baik, kertas penapakan asetat
yang bagus yang terfiksasi dengan pita adesif transparent serta menggunakan
pensil yang keras (H4 atau H6). Pertama kali perlu diketahui terlebih dahulutitik titik
yang penting , kemudian dua titik dihubungkan menjadi garis, dua garis yang
berpotongan menjadi sudut. Pembacaan biasanya pada besar sudut untuk
menentukan apakah suatu struktur anatomi normal atau menyimpang dari normal.
Titik-titik yang perlu diketahui adalah sebagai berikut :
a.
S (Sella) : terletak ditengah sela tursika, ditentukan secara visual
(diperkirakan).
b.
N (Nasion) : Terletak pada perpotongan bidang sagittal dengan sutura
frontonasalis.
c.

SNA (Spina Natalis Anterior) : ujung spina nasalis anterior.

d.

SNP (spina nasalis posterior) : ujung spina nasalis posterior.

e.
A (subspinale) : titik paling dalam pada kurvatura alveolaris rahang atas,
secara teoritis merupakan batas tulang basal maksila dan tulang alveolaris.
f.
B (Supramentale) : titik paling dalam pada kurvatura alveolaris rahang
bawah , secara teori merupakan batas tulang basal mandibular dan tulang
alveolaris.
g.
Go (Gonion) : titik tengah pada lekungan sudut mandibular diantara ramus
dan korpus.
h.

Me (menton) : titik terendah pada dagu.

Beberapa garis yang digunakan pada sefalometri yang menghubungkan dua titik
tertentu : S-N, N-A, N-B, SNA-SNP (Garis palatal, ada yang menyebut garis maksila),
dan Me-garis singgung tepi bawah mandibular (garis mandibular).

DAFTAR PUSTAKA

Basavaraj S.P. 2011. Orthodontic principles and practice. Jaypee Brother Medical
Publishers Ltd: 4, 79, 98, 114, 125, 182.
Cao L, Zhang K, Bai D, Jing Y, Tian Y, Guo Y. 2011. Effect of maxillary labiolingual
and anteroposterior position on smiling pofile esthetics. Angle Orthodontist; 81(1):
121-8.
Hong Q, Koirala R, Jun T, Li-na Y, Takagi S, Kawahara K, Kishimoto E, Shimizu T,
Takamata T, Nakano K, Okafuji N. 2008. A study about tooth size and arch width
measurement. J Hard Tissue Biology;17(3):91-8.
Magalhaes IB, Pereira LJ, Marques LS, Gameiro GH. 2010. The influence of
maloccusion on masticatory performance. Angle Orthodontist;82(3):495-9.
Mitchell L. 2007. An introduction to orthodontics. 3rd edition. Oxford University
Press: 2-10.
Miyake H, Ryu T, Himuro T. 2008. Effect on the dental arch form using a preadjusted
appliance with premolar extraction in class I crowding. Angle
Orthodontist;78(6):1043-8.
Nanda R. 2010. Current therapy in orthodontics. 1st. Mosby Elsevier: 27-9.
Othman S, Harradine N. 2007. Tooth size discrepancies in an orthodontic population.
Angle Orthodontist;77(4):668-74.

Proffit W.R. 2007. Contemporary orthodontics. 4th. Mosby Elsevier : 167-9.


Staley R.N. 2011. Essentials of orthodontics. Blackwell Publishing Ltd: 6-10.
Tome W, Yashiro K, Takada K. 2009. Orthdontic treatment of malocclusion improves
impaired skillfulness of masticatory jaw movements. . Angle
Orthodontist;79(6):1078-83.

PEMBAHASAN

A. Maloklusi
1. Definisi
Maloklusi adalah oklusi abnormal yang ditanda dengan tidak benarnya hubungan
antar lengkung di setiap bidang spatial atau anomaly abnormal dalam posisi gigi.
Maloklusi adalah kondisi oklusi intercuspal dalam pertumbuhan gigi diasumsikan
sebagai kondisi yang tidak reguler. Keadaan ini dikenal dengan istilah maloklusi
tetapi batas antara oklusi normal dengan tidak normal sebenarnya cukup tipis.
Maloklusi sering pula tidak mengganggu fungsi gigi secara signifikan dan
termodifikasi pemakaian gigi.1

Maloklusi terjadi pada kondisi-kondisi berikut ini :

Ketika ada kebutuhan bagi subjek untuk melakukan posisi postural adaptif dari
mandibula.
Jika ada gerak menutup translokasi dari mandibula, dari posisi istirahat atau dari
posisi postural adaptif ke posisi interkuspal.
Jika posisi gigi adalah sedemikian rupa sehingga terbentuk mekanisme refleks yang
merugikan selama fungsi pengunyahan dari mandibula.
Jika gigi-gigi menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak mulut.
Jika ada gigi berjejal atau tidak teratur, yang bias merupakan pemicu bagi
terjadinya penyakit periodontal dan gigi.
Jika ada penampilan pribadi yang kurang baik akibat posisi gigi.
Jika ada posisi gigi yang menghalangi bicara yang normal.3
2. Etiologi
Etiologi darimaloklusi dapat terbagi 2, yaitu :

Primary etiologi site

Etiologi pendukung
Primary etiologi site terbagi menjadi :

System Neuromuskular
Beberapa pola kontraksi neuromuscular beradaptsi terhadap ketidakseimbangan
skeletal / malposisi gigi. Pola- pola kontraksi yang tidak seimbang adalah bagian
penting dari hamper semua maloklusi.

Tulang
Karena tulang muka, terutama maxilla dan mandibula berfungsi sebagai dasar
untuk dental arch, kesalahan dalam marfologi / pertumbuhannya dapat merubah
hubungan dan fungsi oklusi. Sebagian besar dari maloklusi ynag sangat serius
adalah membantu dalam identifikasi dishamorni osseus.

Gigi
Gigi adalah tempat utama dalam etiologi dari kesalahan bentuk dentofacial dalam
berbagai macam cara. Variasi dalam ukuran, bentuk, jumlah dan posisis gigi semua
dapat menyebabkan maloklusi. Hal yang sering dilupakan adalah kemungkinan
bahwa malposisisi dapat menyebabkan malfungsi, secara tidak langsung malfungsi
merubah pertumbuhan tulang. Yang sering bermasalah adalah gigi yang terlalu
besar.

Jaringan Lunak (tidak termasuk otot)


Peran dari jaringan lunak, selain neuromuskulat dalam etiologi maloklusi, dapat
dilihat dengan jelas seperti tempat- tempat yang didiskusi sebelumnya. Tetapi,
maloklusi dapat disebabkan oleh penyakit periodontal / kehilangan perlekatan dan
berbagai macam lesi jaringan lunak termasuk struktur TMJ.

Etiologi Pendukung antara lain :

Herediter

Herediter telah lama dikenal sebagai penyebab maloklusi. Kesalahan asal genetic
dapat menyebabkan penampilan gigi sebelum lahir / mereka tidak dapat dilihat
sampai 6 tahun setelah kelahiran (contoh : pola erupsi gigi). Peran herediter dalam
pertumbuhan craniofacial dan etiologi kesalahan bentuk dentalfacial telah menjadii
banyak subjek penelitian. Genetic gigi adalah kesamaan dalam bentuk keluaraga
sangat sering terjadi tetapi jenis transmisi / tempat aksi genetiknya tidak diketahui
kecuali pada beberapa kasus ( contoh : absennya gigi / penampilan beberapa
syndrome craniofacial).

Perkembangan abnormal yang tidak diketahui penyebabnya


Misalnya : deferensiasi yang penting pada perkembangan embrio. Contoh : facial
cleft.

Trauma
Baik trauma prenatal atau setelah kelahiran dapat menyebabkan kerusakan atau
kesalahan bentuk dentofacial.

Prenatal trauma / injuri semasa kelahiran


Hipoplasia dari mandibula
Disebabkan karena tekanan intrauterine (kandungan) atau trauma selama proses
kelahiran.

Asymetri
Disebabkan karena lutut atau kaki menekan muka sehingga menyebabkan
ketidaksimetrian pertumbuhan muka.

Prostnatal trauma
Retak tulang rahang dan gigi
Kebiasaan dapat menyebabkan mikrotrauma dalam masa yang lama.
Agen Fisik
Ekstraksi yang terlalu awal dari gigi sulung.

Makanan
Makanan yang dapat menyebabkan stimulasi otot yang bekerja lebih dan
peningkatan fungsi gigi. Jenis makanan seperti ini menimbulkan karies yang lebih
sedikit.

Habits
Mengisap jempol / jari
Biasanya pada usia 3 tahun 4 tahun anak-anak mulai mengisap jempol jika M1 nya
susah saat erupsi. Arah aplikasi tekanan terhadap gigi selama mengisap jempol
dapat menyebabkan Insisivus maksila terdorong ke labial, sementara otot bukal
mendesak tekanan lingual terhadap gigi pada segmen leteral dari lengkung dental.

Desakan lidah
Ada 2 tipe, yaitu :

Simple tounge, desakan lidah yang berhubungan dengan gigi, sekalian menelan.
Kompleks tounge, normalnya anak-anak menelan dengan gigi dalam oklusi bibir
sedikit tertutup dan lidah berada pada palatal di belakang gigi anterior. Simple
tounge dihubungkan dengan digital sucking walaupun kebiasaannya tidak lagi
dilakukan karena perlunya lidah untuk mendesak ke depan kea rah open bite untuk
menjaga anterior seal dengan bibir selama penelanan. Kompleks tounge
dihubungkan dengan stress nasorespiratoty, bernapas dengan mulut.
Lip sucking and lip biting
Menyebabkan open bite, labioversion maksila / mandibula ( terkadang).

Menggigit kuku
Dan lain- lain
Penyakit
Penyakit sistemik
Mengakibatkan pengaruh pada kualitas gigi daripada kuantitas pertumbuhan gigi.

Gangguan endokrin
Disfungsi endokrin saat prenatal bias berwujud dalam hipoplasia, gangguan
endokrin saat postnatal bias mengganggu tapi biasanya tidak merusak / merubah
bentuk arah pertumbuhan muka. Ini dapat mempengaruhi erupsi gigi dan resorpsi
gigi sulung.

Penyakit local
Penyakit gingival periodontal dapat menyebabkan efek langsusng seperti hilangnya
gigi, perubahan pola penutupan mandibula untuk mencegah trauma, ancylosis gigi.
Trauma
Karies
Malnutrisi
Berefek pada kualitas jaringan dan kecepatan dari kalsifikasi.2

3. Klasifikasi

Klasifikasi angel

Class I
Lengkung mandibula normalnya mesiodistal berhubungan terhadap lengkung
maksila, dengan mesiobukal cusp dari M1 permanen maksila menutupi grove bukal
dari M1 permanen mendibula dan mesio lingual cusp M1 maksila menutupi fossa
oclusal dari M1 permanen mandibula ketika rahang diistirahatkan dan gigi dalam
keadaan tekanan.

Class II
Cusp mesiobukal m1 permanen maksila menutupiu antara cusp mesio bukal M1
mandibula permanen dan aspek distal dari P1 mandibula. Juga mesiolingual cusp
M1 permanen maksila menutupi mesiolingual cusp dari M1 permanen mandibula.

Angle membagi class II maloklusi dalam 2 divisi dan 1 subdivisi berdasarkan


angulasi labiolingual dari maksila, yaitu ;

Class II divisi I
Dengan relasi Molar terlihat seoerti tipe kelas II, gigi insisivus maksila labio version.

Class II divisi II
Dengan relasi molar terlihat seperti tipe kelas II, Insisivus maksila mendekati normal
secara anteroposterior atau secara ringan dalam linguoversion sedangakan I2
maksila tipped secara labial atau mesial.

Class II sbdivisi
Saat relasi kelas II molar, terjadi oada satu sisi pada lengkung dental.

Class III
Lengkung dan badan mandibula berada pada mesial lengkuna maksila dengan cusp
mesiobukal M1 permanen maksila beroklusi pada ruang interdental di antara ruang
distal dari cusp distal pada M1 permanen mandibula dan aspek mesial dari cusp
mesial m2 mandibula.

Class III terbagi 2, yaitu :

Psedo class III maloklusi


Ini bukan maloklusi kelas 3 yang sebenarnya, tapi tampak serupa, disini mandibula
bergesar ke anterior dengan fossa gleroid dengan kontak premature gigi atau
beberapa alas an lainnya ketika rahang berada pada oklusi sentrik.

Kelas III subdivisi


Maloklusi sesuai denagn unilaterally.

Pada kondisi normal, relasi antar molar pertama normal begitu juga gigi-gigi yang
ada di anteriornya (depan-red).

Pada maloklusi kelas 1, relasi antar molar pertama normal, tetapi garis oklusi gigigigi di daerah depan dari molar pertama tersebut tidak tepat.

Pada maloklusi kelas 2, tampak molar pertama bawah tampak lebih belakang dari
pada molar atasnya sehingga relasi tidak lagi normal. Kondisi ini merupakan
overbite / gigitan berlebih.

Pada maloklusi kelas 3 ini merupakan kebalikan dari Kelas 2, yaitu molar pertama
atas yang tampak lebih belakang daripada molar pertama bawah. Kondisi ini
merupakan underbite atau terkadang disebut gigitan terbalik.

Klasifikasi dewey, yaitu modifikasi dari angle kelas I dan kelas III

Modifikasi angles kelas I


Tipe 1
Anle Class I dengan gigi anterior maksila crowding.

Tipe 2
Angle Class I dengan gigi I maksila labio version

Tipe 3
Angle Class I dengan gigi I maksila lingual version terhadap I mandibula. ( anterior
cross bite ).

Tipe 4
M dan atau P pada bucco atau linguo version, tapi I dan C dalam jajaran normal
cross bite posterior ).

Tipe 5
M kea rah mesio version ketika hilangnya gigi pada bagian mesial gigi tersebut,
contoh hilangnya M susu lebih awal dan P2 ).

Modifikasi angles kelas III


Tipe 1
Suatu lengkungan saat dilihat secara individu bidang pada jajaran yang normal,
tetapi oklusi di anterior terjadi edge to edge.

Tipe 2
I mandibula crowding dengan I maksila ( akibat I maksila yang terletak kea rah
lingual ).

Tipe 3
Lengkung maksila belum berkembang sehingga terjadi cross bite pada I maksila
yang crowding dan lengkung mandibula perkembangannya baik dan lurus.

klasifikasi Lischers modifikasi dengan Klasifikasi angel

Neutroklusi
Sama halnya dengan klasifikasi Angel kelas 1

Distoklusi

Sama halnya dengan klasifikasi Angel kelas 2

Mesioklusi
Sama halnya dengan klasifikasi Angel kelas 3

Nomenklatur Lischer untuk malposisi perindividual gigi geligi menyangkut


penambahan versi pada sebuah kata untuk mengindikasikan penyimpangan dari
posisi normal.

Mesioversi
Lebih ke mesial dari posisi normal

Distoversi
Lebih ke distal dari posisi normal

Lingouversi
Lebih ke lingual dari posisi normal

labioversi
Lebih ke labial dari posisi normal

Infraversi
Lebih rendah atau jauh dari garis oklusi

Supraversi
Lebih tinggi atau panjang melewati garis oklusi

Axiversi
Inklinasi aksial yang salah, tipped.

Torsiversi
Rotasi pada sumbunya yang panjang

Transversi
Perubahan pada urutan posisi.

Klasifikasi Bennette

Klasifikasi ini berdasarkan etiologinya:

Kelas 1
Abnormal lokasi dari satu atau lebih gigi sesuai faktor lokal.

Kelas II
Abnormal bentuk atau formasi dari sebagian atau keseluruhan dari salah satu
lengkung sesuai kerusakan perkembangan tulang.

Kelas III
Abnormal hubungan diantara lengkung atas dan bawah dan diantara salah satu
lengkung dan kontur fasial sesuai dengan kerusakan perkembangan tulang.

Klasifikasi Simons

Simons (1930) yang pertama kali menghubungkan lengkung gigi terhadap wajah
dan kranial dalam tiga bidang ruang:

Frankfort Horizontal Plane (vertikal)


Frankfort Horizontal Plane atau bidang mata- telinga ditentukan dengan
menggambarkan garis lurus hingga margin tulang secara langsung di bawah pupil
mata hingga ke margin atas meatus eksternal auditory (derajat di ats tragus
telinga). Digunakan untuk mengklasifikasi maloklusi dalam bidang vertikal.

Attraksi

Saat lengkung gigi atau atau bagian dari penutup bidang frankfort horizontal
menunjukkan suatu attraksi (mendekati).

Abstraksi

Saat lengkung gigi atau atau bagian dari penutup bidang frankfort horizontal
menunjukkan suatu abstraksi (menjauhi).

Bidang Orbital (antero-posterior)


Maloklusi menggambarkan penyimpangan antero-posterior berdasarkan jaraknya,
adalah:

Protraksi

Gigi, satu atau dua, lengkung dental, dan/atau rahang terlalu jauh ke depan.

Retraksi

Satu gigi atau lebih lengkung gigi dan/atau rahang terlalu jauh ke depan.

Bidang Mid-Sagital (transversal)


Maloklusi mengklasifikasikan berdasarkan penyimpangan garis melintang dari
bidang midsagital.

Kontraksi

Sebagian atau seluruh lengkung dental digerakkan menuju bidang midsagital

Distraksi (menjauhi)

Sebagian atau seluruh lengkung gigi berada pada jarak yang lebih dari normal.

Klasifikasi Skeletal

Salzmann (1950) yang pertama kali mengklasifikasikan struktur lapisan skeletal.

Kelas 1 Skeletal
Maloklusi ini dimana semata-mata dental dengan tulang wajah dan rahang harmoni
dengan satu yang lain dan dengan posisi istirahat kepala. Profilnya orthognatic.
Kelas 1 dental ditentukan berdasarkan maloklusi dental :

divisi I

Malrelasi lokal insisor, caninus , dan premolar.

divisi II

Protrusi insisor maksila

divisi III

Lingouversi insisor maksila

divisi IV

protrusi bimaksilari

kelas II Skeletal
ini menyangkut maloklusi dengan perkembangan distal mandibular subnormal
dalam hubungannya terhadap maksila.

Dibagi menjadi dua divisi:

divisi I

lengkung dental maksila dalam batas sempit dengan crowding pada regio caninus,
crossbite bisa saja ada ketinggian wajah vertikal menurun. Gigi anterior maksila
protrusif dan profilnya retrognatic.

divisi II

merupakan pertumbuhan berlebih mandibula dengan sudut mandibula yang


tumpul. Profilnya prognatic pada mandibula.3
C. Profil Wajah

Profil diperkirakan dengan menghubungkan 2 garis berikut :

Menghubungkan garis dahi dan titik A di jaringan lunak. ( titik terdalam di bibir
atas).
Menghubungkan titik A dan pogonion jaringan lunak (titik paling anterior dari dagu).
Berdasarkan pada hubungan antara 2 garis ini, maka terdapat 3 profil wajah :

Straight profile (lurus)


Yaitu 2 garis membentuk suatu garis lurus.

Convex profile (cembung)


Yaitu 2 garis membentuk suatu sudut dengan kecekungan jaringan lunak. Jenis profil
ini terjadi sebagai akibat dari suatu maksila yang prognatik atau mandibula
retrognatik seperti terlihat pada maloklusi kelas II divisi I.

Concave profile (cekung)


Yaitu 2 garis referensi membentuk suatu sudut dengan kecembungan terhadap
jaringan. Tipe profil ini dihubungkan dengan mandibula prognatik atau maksila
retrognatik seperti maloklusi kelas III.3

D. Orthodontic Diagnosis
1. Prosedur diagnosis
Essential Diagnostic aids :

Case history
Clinical Examination
Study models
Certain Radiograf

Periapikal

Bite Wing

Panoramic

Facial Photographs
Case History ( Riwayat Pasien )

Mendapatkan dan mencatat informasi relevan dari pasien dan orang tua pasien
untuk membantu menegakkan diagnosis.

Personal detail
Nama
Untuk tujuan komunikasi dan identifikasi

Umur
Pertimbangan-pertimbangan umur untuk membantu diagnosis dan juga
menetapkan rencana prawatan.

Jenis kelamin
Penting untuk melakukan rencana perawatan, seperti saat dimana terjadi proses
pertumbuhan yang berbeda antara perempuan dan laki-laki.

Alamat dan Pekerjaan


Membantu dalam mengevaluasi status ekonomi dalam memilih appliance yang
tepat, alamat juga membantu dalam korespondensi untuk membuat janji.

Keluhan Utama
Keluhan utama pasien harus dicatat sesuai dengan ucapan yang dikemukan oleh
pasien. Hal ini membantu klinisi dalam mengidentifikasi / mengenal prioritas dan
keinginan pasien.

Medical History
Sebelum melakukan perawatan ortho, riwayat media pasien harus dicatat.
Untungnya sangat sedikit kondisi medis yang kontraindikasi terhadap penggunaan
orthodontic appliances. Sebaiknya, perawatan orthodontic ditunda pada pasien
yang menderita epilepsy dyscrasias, bias membutuhkan managemen yang special
jika direncanakan untuk dilakukan ekstraksi. Pasien DM dapat dilakukan terapi
orthodontic jika kadar gulanya dibawah control, dan lain-lain.

Dental History
Harus meliputi informasi pada umur erupsi gigi sulung dan permanen, riwayat
pencabutan, karies, restorasi dan trauma pada gigi geliginya. Riwayat dental pasien
terdahulu dapat membantu dalam mengevaluasi sikap pasien dan orang tuanya
terhadap perawatan.

Prenatal History
Harus mencakup informasi kondisi ibu selama mengandung dan tipe proses
melahirkan, tipe proses melahirkan, penggunaan obat-obatan seperti thalidomide,
dan infeksi selama mengandung seperti campak.

Postnatal History
Meliputi informasi type cara makan ( feeding ), adanya kebiasaan dan
perkembangan normal.

Family History
Beberapa maloklusi seperti maloklusi skeletal kelas II, kelas III dan kondisi
congenital seperti cheft lp dan cheft palate adalah merupakan kondisi yang
diturunkan / diwariskan.

Pemeriksaan Umum

Berat badan dan tinggi badan


Sebagai suatu kunci petumbuhan fisik dn kematangan pasien yang bias memiliki
korelasi dento-facial.

Gaya Berjalan ( Galt)


Abnormalitas pada gaya berjalan pasien biasanya dihubungkan dengan
neuromuscular yang bias memiliki korelasi dental.

Posture
Menunjukkan pada cara pasien berdiri. Posture abnormal dapat mempengaruhi
maloklusi yang diakibatkan pada perubahan dalam hubungan maksila mandibula.

Fisik
3 tipe bentuk badan :

Aesthetic
Orang yang kurus dan biasanya memiliki lengkung dental yang sempit.

Pletonic
Orang yang kelebihan berat badan, umumnya memiliki lengkung dental yang lebar
dan petak.

atthetic
normal, tidak kurus dan tidak gemuk. Lngkung dental dengan ukuran normal.

Seldom, klasifikasi :

Ectomorphic

: secara fisik tinggi dan kurus

Mesomorphic

: ukuran fisik rata-rata

Endomorphic

: secara fisik pendek dan obesitas

Pemeriksaan Extra Oral

Bentuk Kepala
Mesocephalic

: bentuk kepala rata-rata normal dental arch.

Dalicocephalic
sempit.

: bentuk kepala panjang dan sempit, memiliki lengkung gigi yang

Brachycephalic : bentuk kepala lebar dan pendek, lengkung dental lebar.


Bentuk Wajah
Mesoprosopic

: bentuk wajah normal atau rata-rata.

Euttryprosopic : tipe wajah lebar dan pendek.


Leptoprosopic : bentuk wajah panjang dan sempit.
Assessment of Facial Symmetry
Pemeriksaan kesemetrisan wajah pasien adalah untuk menentukan disproporsi
wajah pada plane vertical dan transversal. Ketidaksemetrisan wajah dapat terjadi
karena :

Defek kongenital.

Atropi / hipertropi hemifacial.

Ankilosis kondilar unilateral atau hyperplasia.

Profil wajah
Pemeriksaan dengan cara melihat wajah pasien dari samping. Profil wajah dapat
membantu dalam mendiagnosis penyimpangan hubungan maksila mandibula.

Facial Divergence
Didefinisikan sebagai suatu inklinasi anterior atau posterior dan wajah bagian
bawah terhadap dahi. Divergensi facial dapat dibagi ke dalam 3 tipe :

Anterior divergence
Suatu garis ditarik di antara dahi dan dagu, inklinasi kea rah anterior terhadap
dagu.

Posterior divergence
Suatu garis ditarik antara dahi dan dagu, miring kea rah posterior terhadap dagu.

Straight atau orthognathic


Garis antara dahi dan dagu adalah lurus atau tegak lurus terhadap lantai.

Divergensi facial umumnya dipengaruhi oleh etnik pasien dan latar belakang ras.

Assessment Hubungan Rahang Anterior dan Posterior


Idealnya dasar skeletal maksila adala 2 3 mm maju ke depan dari skeletal
mandibula ketika gigi dalam keadaan oklusi. Perhitungan dilakukan dengan
meletakkan jari telunjuk dan jari tengah masing- masing pada titik A dan B jaringan
lunak.

Pada pasien skeletal kelas II, jari telunjuk adalah pada posisi anterior terhadap jari
tengah. Pada pasien skeletal kelas III, jari tengah di depan telunjk. Pada pasien
dengan skeletal kelas I pada level yang lurus dan rata.

Assessment Hubungan Rahang Vertikal


Hubungan vertical skeletal dapat juga diperkirakan dengan mempelajari sudut yang
terbentuk antara bonder bawah mandibula dan bidang frankort horizontal ( FHP).

Evaluasi Proporsi Wajah


Dapat dibagi ke dalam 3, 1/3 vertikal yang sama 4 bidang horizontal pada level
garis rambut, ridge supra orbital, dasar hidung dan border inferior dagu. Wajah
bagian bawah, bibir atas menempati 1/3 jarak sementara dagu menempati rest of
the space.

Pemeriksaan Bibir
Secara normal bibir atas menutupi seluruh labial anterior atas kecuali insisal 2-3
mm. bibir baawah menutupi seluruh permukaan labial anterior bawah dan 2-3
mmedge insisal anterior atas. Bibir dapat diklasifikasikan ke dalam 4 tipe berikut :

Competent lips
Bibir pada kontak ringan sementara otot-otot dalam keadaan istirahat

Incompetens lips
Secara marfologi bibir pendek, tidak dapat membentuk suatu pola penutupan bibir
dalam keadaan istirahat. Penutupan bibir hanya dilakukan dengan kontraksi aktif
dari otot-otot perioral dan mentalis.

Potentially incompetens lips


Bibir normal yang gagal untuk membentuk suatu pola penutupan akibat proklinasi
pada insisiv-insisiv atas.

Everted lips
Bibir hipertropi dengan lemahnya tonusitasotot-otot.

Pemeriksaan hidung
Ukuran hidung
Secara normal, hidung pada bagian 1/3 tinggi total wajah.

Kontur hidung
Bentuk hidung bias lurus, cembung atau cekung sebagai suatu akibat dari nasal
injuries.

Nostrils ( lubang hidung )


Berbentuk oval, harus simetris secara bilateral, stenosis nostril bias menindikasikan
terhalangnya pernapasan hidung.

Pemeriksaan Dagu
Mentolabial sulcus
Sulkus mentolabial adalah suatu cekungan yang terlihat di bawah bibir bawah.
Sulus mentolabial yang dalam dapat dilihat pada maloklusi kelas II divisi I
sedangkan sulkus dangkal pada bimaksillary protrusion.

Mentalis activity
Secara normal, otot-otot mentalis tidak dapat ditunjukkan kontraksi apapun saat
posisi normal. Aktivitas hiperaktif mentalis terlihat pada beberapa keadaan
maloklusi seperti kasus kelas II divisi I. Hal ini menyebabkan pengerutan atau
lipatan dagu.

Chin position and prominence


Meonjolnya dagu biasanya diasosiasikan dengan maloklusi kelas III smentara
recessive chin biasanya maloklusi kelas II.

Nasolabial Angle
Susut ini terlihat antara border bawah hidung dan suatu garis yang menghubungkan
interseksi ( penyilangan) hidung dan bibir atas dengan ujung bibir ( labrale
superior ). Sudut ini normalnya 110o. Sudut ini berkurang jika pasien memiliki gigigeligi anterior yang proklinasi atau prognatis maksilla. Sudut ini juga bisa
meningkat / bertambah pada pasien dengan retrognatik maksilla atau retroclined
maxillary anterior.

Pemeriksaan Intraoral

Pemeriksaan Lidah
Berlebihnya ukuran lidah diindikasikan karena adanya gigi pada margin lateral.
Memberikan gambaran scallop pada lidah.

Pemeriksaan Palatum
Palatum harus diperiksaan untuk menemukan hal-hal berikut :

Variasi kedalaman paltum terjadi pada hubungan dengan variasi bentuk facial.
Kebanyakan pasien dolicofacial memiliki palatum yang dalam.
Adanya swelling ( lekukan ) pada palatum dapat mengindikasi suatu keadaan gigi
impaksi, adanya kista atau patologis tulang lainnya.
Ulcerasi mukosa dan indentation adalah suatu gambaran dari deep bite traumatic.
Adanya celah palatum diasosiasikan dengan diskontinuitas palatum.
the third rugae biasanya pada garis dengan caninus. Hal ini berguna dalam
perkiraan proklinasi anterior maksilla.
Pemeriksaan Gingiva
Gingival diperiksa untuk inflamasi, resesi dan lesi mucogingival lainnya. Biasanya
temuan gingivitis marginal pada region anterior disebabkan oleh postur open lip.
Adanya oklusi traumatic diindikasikan dengan resesi gingival terlokalisir.

Pemeriksaan Perlekatan Frenum


Perlekatan frenul abnormal didiagnosis dengan suatu tes pemutihan dimana bibir
atas upward dan outward beberapa lama. Adanya pemutihan pada region papilla
unter- dental mendiagnosis suatu frenum abnormal.

Pemeriksaan Tonsil atau Adenoid


Tonsil secara abnormal terinflamasi karena perubahan postur lidah dan rahang,
dengan demikian keseimbangan oro-facial menunjukkan maloklusi.

Taksiran Pertumbuhan Gigi


Harus dicatat ekstr

a. Gigi geligi yang terdapat / yang ada di dalam rongga mulut.

Gigi-gigi yang belum erupsi.


c. Gigi-gigi hilang.

Status gigi ( gigi yang erupsi dan tidak erupsi).


e. Adanya karies, restorasi, malformasi, hipoplasia, atrisi dan diskolorasi.

f. Menentukan relasi molar

g. Overjet dan overbite, variasi seperti peningkatan overjet, deep bite, open bite
dan cross bite

h. Malrelasi transfersal seperti crossbite dan pergeseran pada midline atas dan
bawah.

Ketidakteraturan gigi individual seperti rotasi, displacement, intruksi dan ekstruksi


j. Lengkung atas dan bawah harus diperiksa secara individual untuk mempelajari
bentuk lengkungnya dan kesemetrisannya. Bentuk lengkung bisa normal, sempit ( V
shaped ) atau square.

2. Studi Model, Analisis Ruang dan Sefalometri


Study Model
Tahap tahap pembuatan studi model orthodontic adalah sebagai berikut :

Cetakan dan gigitan malam


Model dicetak dengan tepat. Cetakan harus diperluas ke batas sulkus bukal dan
sulkus lingual.pada daerah molar rahang bawah. Cetakan atas harus menutupi
palatum keras tetapi tidak meluas ke palatum lunak. Gigitan malam harus selalu
dibuat. Malam jangan sampai menempel pada gigi insisivus karena reproduksi
plaster dari gigi ini mudah patah bila model ditekan ke gigitan malam.

Casting model
Model dapat dibuat dengan plaster gigi biasa, stone plaster, dalam campuran stoneplaster, atau gigi-gigi dibuat dengan plaster biasa. Gigi yang dibuat dengan stone
plaster akan lebih kuat daripada gigi dengan plaster putih. Model harus dibuat
dengan plaster yang cukup tebal dibagian dasar, sehingga dapat diasah ke bentuk
yang diinginkan.

Pengasahan bagian dasar


Model atas dipasang pada rubber T di glass plate dan dengan gauge permukaan,
dibuat garis horizontal tegak lurus, di sekitar dasar model.

Dasar model diasah sampai garis tersebut.

Model dioklusi dengan gigitan malam pada posisinya dan diletakkan pada glass
plate, model bawah diletakkan di atas.

Permukaan dasar model akan diasah dan dibuat tegak lurus terhadap median
palatina raphe.

Bagian depan model diasah sedemikian sehingga terletak segaris dengan


median palatina

Raphe.

Sisi model diasah dengan jarak sama dari garis tengah, sehingga model memiliki
lebar yang baik.

Model dioklusi dengan gigitan malam pada posisinya dan dengan menggunakan
model atas sebagai pedoman, permukaan belakang dan sisi-sisi model bawah
diasah agar sama dengan atas.

Sudut distal model kemudian diasah dengan menggunakan seri segi empat
ketiga dan kesemetrian akhir model atas diperiksa.

Bagian depan model bawah diasah membentuk lengkungan sesuai dengan


lengkung segmen labial bawah.

Tepi-tepi plaster yang halus diasah sampai didapat lengkungan yang halus
dengan cheisel yang tajam.

Untuk pembuatan foto, permukaan yang diasah harus dipoles dengan wheel
korborundum no 120.5

Analisis Model
Analisis kesling merupakan pedoman pada gigi permanen untuk menentukan
lengkung gigi asli dengan membelah giginya kemudian disusun kembali sesuai
posisi aksisnya.

Tujuan analisis gigi geligi campuran adalah untuk mengevaluasi jumlah ruang yang
tersedia dalam lengkung rahang untuk gigi permanen pengganti dan penyesuaian
oklusal yang diperlukan. Untuk melengkapi analisis mixed dentition dan tiga faktor
yang harus diperhatikan :

ukuran seluruh gigi permanen anterior terhadap molar pertama

perimeter (garis keliling) lengkung rahang

perkiraan perubhan yang diharapkan dalam garis lengkung yang dapat terjadi
dengan pertumbuhan dan perkembangan.

Analisis mixed dentition membantu seseorang memperkirakan jumlah ruang atau


crowding yang akan ada pada pasien jika semua gigi primer diganti oleh
penggantinya. Analisis ini tidak mempresiksikan jumlah peningkatan alami pada
perimeter yang bisa terjadi selama periode transisi tanpa hilangnya gigi.

Prosedurnya:

Siapkan model studi

Fiksasi pada okludator yang sesuai

Potong gigi pada model pada kontak aproksimal dengan gergaji

caranya:

Buat lubang dengan gergaji lebih kurang 3 mm diatas gingival margin antara
11 dan 12

Buat irisan arah horizontal kiri dan kanan sampai M1

Buat irisan vertikal pada aproksimal M2-M1, lalu beri tanda masing-masing

Buat irisan arah vertikal pada setiap aproksimal

Pisahkan masing-masing gigi

Susun kembali lengkung gigi pada tempat yang dikehendaki dengan perantaraan
wax.

Kegunaannya analisis kesling adalah :

Berguna untuk mengamati dan mencoba pengaruh gerakan gigi yang komplek dan
ekstraksi terhadap oklusi.
Pasien dapat dimotivasi melalui simulasi prosedur perbaikannya yang bervariasi
pada model.
Ketidaksesuaian ukuran gigi / panjang lengkung bias dilihat dengan mengartikan
sebuah set up.
Sefalomwtri
Sefalomwtri adalah metode standardisasi, hasil dari radiograf pada skull, yang
mana sangat berguna dalam pengukuran cranium dan komplex orofacial.

Penggunaan sefalometri untuk :

Study pembelajaran perkembangan craniofacial


Diagnosis deformitas craniofacial
Perencanaan perawatan
Evaluasi kasus yang sudah dirawat
Studi relapse (kambuh lagi) dalam ortho6

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Definisi Diagnosa Ortodontik


Menurut Rakosi dkk (1993), diagnosa didefinisikan sebagai sebuah alur sistematis dalam menentukan kelainan;
menemukan kelainan, perencanaan terapi dan penjabaran indikasi, yang mengarahkan dokter untuk dapat melakukan
tindakan. Pengertian diagnosa adalah mempelajari dan menyimpulkan data mengenai problem klinis dengan tujuan
menentukan ada atau tidaknya keadaan abnormal. (Eka, 2012)
Menurut Salzmann (1950), diagnosa dibedakan atas Diagnosa Medis (Medical diagnosa) yaitu suatu diagnosa
yang menetapkan penyimpangan dari keadaan normal yang disebabkan oleh suatu penyakit yang membutuhkan tindakan
medis atau pengobatan, dan Diagnosa Ortodontik yaitu diagnosa yang menetapkan suatu kelainan atau anomali oklusi
gigi-gigi (bukan penyakit) yang membutuhkan tindakan rehabilitasi.
Diagnosa ortodonti berbeda dengan diagnosa medis lainnya. Diagnosa medis berhubungan dengan hal-hal yang
bersifat patologis/penyakit, sedangkan diagnosa ortodontik berhubungan dengan kelainan yang berhubungan dengan halhal menyangkut gigi, rahang dan wajah (dentofasial), terutama kelainan dalam hubungan gigi-geligi rahang atas dan
rahang bawah (maloklusi). (Eka, 2012)
Dalam diagnosa ortodontik, biasanya digunakan analisa individual untuk mendapatkan diagnosa yang
benar.Informasi yang didapatkan
harus
objektif,
relevan, dan
akurat. Kriteria diagnostik ortodontik,
harus
mencakup keseluruhan sistem orofasial, dan juga harus selektif. Analisa individual akan menunjukkan perkembangan
sistem mastikasi tiap individu, yang oleh Andersen (1931) disebut individual optimum. Analisa data individual secara
sistematis dapat menentukan tipe dalam kelompok kasus pada diagnosa. Pengelompokan kasus-kasus yang sama ke dalam
kelompok yang lebih besar, selanjutnya akan dibagi ke dalam klasifikasi berdasarkan tipe-tipe kelainan yang
ditemukan. (Rakosi dkk, 1993) Menurut Schwarz (Iman, 2008), diagnosa ortodontik dapat dibagi menjadi:
1. Diagnosa Biogenetik (Biogenetic diagnosa)
2. Diagnosa Sefalometrik (Cephalometric diagnosa)
3. Diagnosa Gigi geligi (Dental diagnosa)
Diagnosa ortodontik terdiri atas daftar semua aspek menyimpang yang berhubungan dengan oklusi. Hal ini mendahului
rencana perawatan yang dilakukan karena hubungannya dengan berbagai macam faktor dan dampak pada perawatan dari
diagnosa yang perlu dipertimbangkan. (Heasman, 2003)
Dalam menangani setiap kasus ortodonti, para praktisi harus menyusun rencana perawatan yang didasarkan pada
diagnosa. Menurut Eka (2012), keberhasilan perawatan ortodonti sangat ditentukan oleh diagnosa, rencana perawatan, dan
mekanoterapi yang tepat. Untuk menetapkan diagnosa, ada prosedur standar yang mutlak untuk dilakukan. Prosedur
standar tersebut menurut Rakosi dkk (1993) meliputi anamnesis, pemeriksaan klinis intra dan ekstra oral, analisa
fungsional, analisa ronsenologis, analisa fotografi, pemeriksaan radiologis, dan analisa model studi, yang
dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung pada pasien. Setiap komponen data tersebut memiliki peran
yang sama pentingnya dalam menentukan diagnosa ortodontik (Eka, 2012). Diagnosa dilakukan berdasarkan pengumpulan
informasi secara akurat tentang pasien dari pemeriksaan kasus secara logis. (Heasman, 2003)
1. Anamnesis

A. Waktu
Pada saat usia 7 sampai 8 tahun, pemeriksaan terhadap perkembangan oklusi sangat perlu untuk dicatat, seperti bentuk,
posisi dan adanya incisivus permanen dan untuk merencanakan intervensi yang sesuai terhadap abnormalitas yang
ditemukan yang akan mempengaruhi urutan erupsi normal. Prognosis dari gigi molar pertama permanen harus
diperiksakan secara rutin sejak umur 8 tahun, dan palpasi dari kaninus maksila yang akan erupsi ke lengkung gigi sekitar
umur 10 tahun. Deteksi awal dari diskrepansi skeletal juga akan menunjukan waktu yang optimal untuk perawatan agar

dapat memaksimalkan potensi pertumbuhan, tapi pada kebanyakan anak-anak pemeriksaannya tertunda sampai gigi
permanen telah erupsi.
Semua dokter gigi harus dapat melakukan pemeriksaan ortodontik dasar untuk pasienya dan merujuk ke spesialis apabila
diperlukan. Ketika pertumbuhan gigi dan/atau oklusal menyimpang dari normal, atau ketika diskrepansi secara signifikan
pada pembentukan dentofasial atau hubungan oklusal pada pasien yang menyangkut pasien dan berpengaruh terhadap
kesehatan gigi dalam jangka waktu yang lama, hal tersebut diindikasikan untuk dirujuk.Selain dari data personal, surat

rujukan harus mengandung referensi secara spesifik terhadap:


Persepsi pasien terhadap masalah

Catatan kehadiran mereka


Tingkat kepekaan mereka terhadap kesehatan gigi termasuk orang tuanya (jika perlu)

Status kebersihan oral


Perkiraan prognosis dari gigi terestorasi maupun trauma
Gambaran radiografi terbaru serta cetakan model rahang pasien juga penting disertakan saat memberikan rujukan.
Pemeriksaan ortodontik meliputi 3 tahap yaitu :

a. Riwayat yang lengkap


b. Pemeriksaan klinis yang sistematik dan mendalam
c. Pengumpulan informasi yang relevan dari evaluasi khusus yang diperlukan
B. Kepentingan perawatan

Kebutuhan perawatan ortodontik pada dasarnya dipengaruhi oleh dua faktor utama:
Faktor pasien/orang tua, dimana termasuk jenis kelamin, umur, tingkat kepercayaan diri, persepsi diri dan lingkungan

terhadap masalah oklusi dan gangguan perkembangan rahang, kelas sosial, dan keinginan orang tua
Kesadaran dari dokter gigi

2. Riwayat
Pada dasarnya dokter gigi harus dapat mengidentifikasi:
Alasan pasien datang ke dokter gigi
Siapa yang mengajukan tentang perawatan

Perilaku perawatan

A. Riwayat Kesehatan
Kuesioner tentang kesehatan harus dilengkapi oleh setiap pasien atau orang tuanya, dan hasil temuannyadikonfirmasi lebih
lanjut
lewat wawancara
di
memberikanpengaruh terhadap perawatan ortodontik.

klinik. Beberapa kondisi

kesehatan kemungkinan dapat

B. Riwayat Kesehatan Gigi


Kebiasaan, perluasan, dan frekuensi dari perawatan gigi sebelumnya dengan tingkat kerjasama pasien harus dicatat,
bersamaan dengan perilaku kesehatan gigi pasien sehari-hari. Riwayat kehilangan gigi awal pada gigi susu serta trauma
incisor juga perlu dicatat. Jika sebelumnya sudah pernah dilakukan perawatan ortodontik, detail yang berhubungan dengan
pencabutan gigi dan tipe alatnya harus diperhatikan. Apabila perawatannya ditinggalkan, pasien harus ditanya secara hatihati untuk alasannya. Untuk pasien anak, pertanyaan tentang perawatan ortodonsia pada saudara mereka dan
kerjasamanya, mugkin dapat membantu menilai tingkat kesadaran keluarga tentang kesehatan gigi dan akan sangat
mendukung apabila ditawarkan dilakukan perawatan. Disarankan juga untuk menanyakan riwayat tentang sendi TMJ
termasuk nyeri, kelemahan otot maupun kesulitan membuka mulut dan riwayat apabila pasien menyadari memiliki
kebiasaan bruxism.
C. Riwayat Sosial

Jarak dari tempat keluarga tinggal dan estimasi waktu perjalanan pada saat melakukan perjanjian harus diperhatikan.
Akses terhadap transportasi, akan mempermudah kesadaran orang dewasa untuk menemani pasien anak, bersamaan
dengan informasi yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan yang mungkin dapat memengaruhi kehadiran juga penting.
3. Pemeriksaan Klinis
Sebelum pasien anak duduk dikursi gigi sangat penting untuk menentukan umur pasien dilihat dari tingginya dan tingkat
kedewasaannya secara umum. Hal ini juga dapat memberikan indikasi terhadap potensi tumbuh dimasa mendatang.
Apabila pasien ditemani oleh orang tua, genetik oklusi keluarga juga penting untuk diperhatikan (misalnya diastema
medial). Tujuan pemeriksaan tersebut adalah untuk mencatat dan mengengevaluasi aspek facial, oklusal dan fungsional
dari pasien untuk melengkapi diagnosa. Pemeriksaan ekstraoral yang diikuti pemeriksaan intraoral harus dilakukan.
A. PEMERIKSAAN DALAM MULUT (INTRA ORAL)
Pemeriksaan dalam rongga mulut meliputi aspek-aspek yang sangat penting dan mempengaruhi hasil perawatan. Aspek-aspek
tersebut adalah:
Keadaan gigi-geligi
Kelainan posisi gigi
Kebersihan mulut;
Gusi
Frenulum labial
Lidah;
Jaringan Lunak langit-langit (mukosa palatal)
Tonsil (amandel)
Garis tengah (median)
Jarak gigit vertikal
Jarak gigit horisontal
Gigitan silang
Celah antar gigi (diastema)
Kurva Spee
B. PEMERIKSAAN RADIOGRAFI (FOTO RONSEN)
Pemeriksaan foto ronsen yang paling sering dilakukan adalah pemeriksaan menggunakan foto ronsen panoramik.
Kegunaan pemeriksaan foto ronsen panoramik adalah:
1. Melihat hubungan antara gigi-gigi pada satu rahang dan hubungan gigi-gigi rahang atas dengan rahang bawah.
2. Melihat tahap perkembangan gigi tetap dan resorbsi akar gigi sulung. Informasi perkembangan gigi diperlukan untuk memberikan
informasi mengenai perkembangan oklusi gigi dan waktu yang tepat untuk perawatan.
3.

Melihat

ada tidaknya

kelainan

patologis.

Pemeriksaan panoramik sangat membantu untuk menilai apakah suatu prosedur dental diperlukan sebagai langkah awal
sebelum melakukan perawatan ortodontik. Berbagai struktur abnormal dapat ditemukan dalam pemeriksaan ini.
C. ANALISA SEFALOMETRI
Analisa sefalometri terbagi dalam pemeriksaan sefalometri lateral dan frontal. Adapun kegunaan pemeriksaan sefalometri
-

adalah untuk:
Mempelajari pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial

Mendiagnosa kelainan kraniofasial;


Mempelajari profil wajah;

Merencanakan perawatan ortodonti;


Evaluasi hasil perawatan ortodonti;

Merencanakan dan mengevaluasi hasil perawatan bedah ortognati;

Analisa fungsi sendi rahang; dan


Untuk tujuan penelitian.

D. ANALISA FOTOGRAFI
Fotografi profil (pandangan samping) dan frontal (pandangan depan) dilakukan untuk menganalisa hubungan antara jaringan keras di sekitar
wajah dengan kontur jaringan lunak. Analisa profil dapat menjadi bahanpertimbangan apakah pasien akan dilakukan prosedur
pencabutan gigi atau tidak. Analisa frontal memberikan informasi wajah yang simetris atau tidak. Pada keadaan wajah yang tidak simetris,
E.

akan menjadi bahan pertimbangan apakah akan dikoreksi hanya secara ortodonti, atau perlu kombinasi dengan pembedahan. (Eka, 2012).
ANALISA MODEL STUDI
Analisa model studi adalah penilaian tiga dimensi terhadap gigi geligi pada rahang atas maupun rahang bawah, serta
penilaian terhadap hubungan oklusalnya. Kedudukan gigi pada rahang maupun hubungannya dengan geligi pada rahang
lawan dinilai dalam arah sagital, transversal, dan vertikal (Rakosi dkk, 1993).
Menurut White (1996) model studi sebagai salah satu komponen penting dalam perawatan ortodonti dibuat dengan
beberapa tujuan dan kegunaan, yaitu sebagai titik awal dimulainya perawatan, untuk kepentingan presentasi, dan sebagai
data tambahan untuk mendukung hasil pemeriksaan klinis. Para praktisi menggunakan model studi bukan hanya untuk
merekam keadaan geligi dan mulut pasien sebelum perawatan tetapi juga untuk menentukan adanya perbedaan ukuran,
bentuk, dan kedudukan gigi geligi pada masing-masing rahang serta hubungan antar gigi geligi rahang atas dengan rahang

F.

bawah. Data yang lengkap mengenai keadaan tersebut lebih memungkinkan jika dilakukan analisa pada model studi.
PERSIAPAN ANALISA MODEL STUDI
Untuk keperluan diagnosa ortodonti, model studi harus dipersiapkan dengan baik dan hasil cetakan harus akurat. Hasil
cetakan tidak hanya meliputi seluruh gigi dan jaringan lunak sekitarnya, daerah di vestibulum pun harus tercetak sedalam
mungkin yang dapat diperoleh dengan cara menambah ketinggian tepi sendok cetak hingga dapat mendorong jaringan
lunak di daerah tersebut semaksimal mungkin, sehingga inklinasi mahkota dan akar terlihat. Jika hasil cetakan tidak cukup
tinggi, maka hasil analisa tidak akurat. Model studi dengan basis 4 segi tujuh, yang dibuat dengan bantuan gigitan lilin
dalam keadaan oklusi sentrik serta diproses hingga mengkilat, akan memudahkan pada saat analisa dan menyenangkan
untuk dilihat pada saat menjelaskan kasus kepada pasien.(Proffit, 2000)
- Macam-macam Analisa Model Studi
Analisa model studi secara umum dilakukan dalam tiga dimensi yaitu dalam arah sagital, transversal, dan vertikal.
Penilaian dalam arah sagital antara lain meliputi: hubungan molar pertama, kaninus, dan insisif tetap, yaitu maloklusi
kelas I, kelas II, atau kelas III Angle; ukuran overjet, prognati atau retrognati maksila maupun mandibula,
dan crossbite anterior. Penilaian dalam arah transversal antara lain meliputi: pergeseran garis median, 5 asimetri wajah,
asimetri lengkung gigi, dan crossbite posterior. Penilaian dalam arah vertikal antaralain meliputi: ukuran overbite,
deepbite, openbite anterior maupun posterior, dan ketinggian palatum. (Rakosi dkk, 1993)

2.2

Pelaksanaan Diagnosa Ortodontik


Dalam diagnosa dan rencana perawatan, ortodontis harus:
1. Mengenali berbagai karakteristik maloklusi dan deformitas dentofasial
2. Mendefinisikan sumber masalah, termasuk etiologinya jika memungkinkan
3. Merancang strategi perawatan berdasarkan kebutuhan yang spesifik dan keinginan dari individu
Pada pelaksanaan diagnosa, tidak hanya berpusat pada area tertentu saja. Pendekatan problem-oriented untuk
diagnosa dan rencana perawatan telah secara luas dianjurkan pada bidang kedokteran maupun kedokteran gigi dalam hal
menilai kondisi pasien. Esensi dari pendekatan problem-oriented adalah perkembangan data yang komprehensif mengenai
informasi yang didapat dari pasien. Untuk tujuan perawatan ortodontik, data tersebut dapat diperoleh dari tiga sumber
utama:
1. Menanyakan pasien (anamnesis)
2. Pemeriksaan klinis terhadap pasien

3. Evaluasi dari rekam medis, termasuk gigi, radiograf, gambaran fasial dan intraoral
Data ortodontik
a. Data interview
a. Chief complaint / Keluhan Utama
Setelah pasien membuat kunjungan pertama, kemudian keluhan utama muncul, baik dengan tujuan pasien mengenai
mencari solusi masalah fungsional maupun estetika. Proses ini biasanya terdiri dari oral interview, walaupun kuisioner
mungkin digunakan untuk memeriksa apa yang pasien rasakan tetapi pasien tidak dapat mengungkapkan dengan baik.
Kuisioner ini dapat membantu pasien untuk mengevaluasi dengan teliti mengenai pilihan estetika dan dapat menunjukkan
dengan spesifik pada bagian yang dirasakan nyeri atau tidak nyaman.
b. Medical history (termasuk dental history)
Untuk mendapat riwayat medis, ortodontis atau asisten harus selalu menanyakan beberapa pertanyaan penting, karena
kebanyakan pasien tidak menyadari hubungan antara kesehatan secara umum dengan perkembangan terhadap dental. Hal
penting yang harus diketahui meliputi saat terakhir berobat, pernah dirawat inap di rumah sakit atau tidak, dan obat-obatan
apa saja yang pernah digunakan. Hal-hal lain yang lebih luas meliputi riwayat alergi, riwayat transfuse darah, dan masalah
terhadap jantung atau demam reumatik.
Kesehatan dan kondisi dental pasien merupakan indikator yang baik dari kecurigaan terhadap penyakit periodontal
maupun karies. Pertanyaan penting lain untuk ditanyakan adalah apakah pasien pernah memiliki trauma terhadap gigi.
Perawatan ortodontik dapat memperburuk gejala periapikal yang telah ada (walaupun pada bagian tepi/marginal) yang
dikarenakan trauma. Biasanya pergerakan gigi dikeluhkan jika masalah semakin buruk.
c. Family history
Riwayat keluarga dapat dimulai dengan menanyakan apakah saudara pasien mengalami perawatan ortodontik dan diskusi
mengenai sumber masalah mereka. Pertanyaan yang juga ditanyakan apakah orang tua pasien juga pernah mengalami
perawatan ortodontik. Jika jawabannya ya, ortodontis perlu tahu alasan perawatan dari orang tua pasien tersebut.
d. Social and behavioral history
Informasi mengenai riwayat ini lebih sulit untuk dicapai karena pasien sering enggan untuk bicara mengenai masalah
emosional anak. Pertanyaan mengenai perkembangan semasa sekolah dapat membantu. Jika ortodontis mencurigai adanya
masalah emosional karena menemukan perilaku seperti kebiasaan menghisap jempol yang lama, perkembangan yang
buruk saat sekolah, berjalan saat tidur pada anak, ortodondontis harus menanyakan apakah keluarganya menerima
konseling. Jika terdapat masalah utama, orang tua pasien kemudian biasanya akan bercerita mengenai perceraian,
pasangannya yang sakit atau meninggal, atau masalah serius lainnya dalam rumah.
Pertanyaan mengenai perkembangan pada masa sekolah dapat mengungkapkan anak memiliki ketidakmampuan dalam
belajar. Pada kasus seperti ini, ortodontis harus memodifikasi pendekatan terhadap anak karena pasien seperti ini mungkin
memiliki pengurangan jangka waktu pemusatan perhatian dan oleh karena itu tidak seharusnya menerima informasi yang
terlalu detil pada saat konsultasi.
e. Status pertumbuhan fisik
Selama evaluasi pasien, ortodontis harus memperhatikan perkembangan fisik secara umum dalam hubungannya terhadap
pertumbuhan yang terjadi dan potensi pertumbuhan yang tersisa. Ortodontis yang berpengalaman tahu bahwa hasil klinis
terbaik tercapai pada orang yang pertumbuhannya baik dan hasil yang terburuk tercapai pada orang yang pertumbuhannya
buruk. Pertumbuhan dinilai dari jumlah, kecepatan, arah, dan pola pertumbuhan yang memfasilitasi perawatan.
b. Pemeriksaan klinis dan rekaman diagnostic
Pemeriksaan klinis memiliki dua tujuan:
1. Untuk mengevaluasi estetika, patologi jaringan keras dan lunak, fungsi rahang
2. Menentukan apakah rekaman diagnostik diperlukan
Tujuan rekaman diagnostik adalah mendokumentasikan kondisi awal pasien dan untuk menambah informasi diagnostik
yang didapat dari interview dan pemeriksaan klinis. Rekaman dapat dibagi menjadi:

i.

Dental cast dan occlusal record


Dental cast untuk tujuan ortodontik dibedakan dari cara diambil untuk tujuan dental yang lain, dengan 2 cara:
- Cetakan dilebihkan untuk membiarkan sebanyak mungkin prosesus alveolar dan gigi yang terlihat
- Dental cast ditrim dengan dasar yang simetris untuk visualisasi yang lebih baik dari asimetri pada bentuk arkus atau posisi
gigi
Facial photograph

ii.

a. Frontal
Pasien berada pada posisi kepala natural dan terlihat menghadap lurus terhadap kamera.
-

Tipe posisi yang dapat diambil:


Posisi istirahat

Gigi pada interkuspal maksimal, dengan bibir tertutup

b. Frontal dinamis (tersenyum)


c. Close up dengan pose tersenyum
d. Three quarter view (450)
e. Profil
f. An optional submental view
iii.
iv.

Fotografi Intraoral: kanan dan kiri lateral, anterior, upper occlusal, lower occlusal.
Radiografi
- Radiografi intraoral
- Radiografi panoramik
- Radiografi sefalometri
(Graber et al, 2000)
Pada saat identifikasi dan prioritas masalah ortodonti pasien, dapat ditentukan 4 hal yang harus dihadapi dalam
menentukan rencana perawatan yang optimal, yaitu :
1)
2)
4)

Waktu perawatan
Tingkat kerumitan perawatan

3) Perkiraankeberhasilan perawatan yang diperoleh, dan


Memperhatikan tujuan dan keinginan pasien (orang tua pasien) yang dirawat ortodonti.
(Eka, 2012)
Brook dan Shaw (1989) memperkenalkan garis besar dari indeks prioritas perawatan ortodonti yang terdiri dari
dua bagian, bagian pertama menilai dan memberikan skor bagi faktor2 oklusi dang gangguan kesehatan rongga mulut,
bagian kedua memberikan skor untuk derajat gangguan estetik yang disebabkan karena malposisi gigi2 anterior

Tahap penilaian dan perencanaan perawatan ortodonti:


a) Informasi latar belakang
b) Penilaian variasi oklusal
c) Penilaian faktor2 etiologi dan keterbatasan dari perawatan korektif
d) Garis besar tujuan perawatan
e) Rencana perawatan yang terprinci
1.

Kriteria yang merupakan dasar realistik untuk menilai perlunya perawatan ortodonsi:
Jika dirasakan perlu bagi subjek untuk mendapatkan posisi postural adaptasi dari mandibula

2.

Jika ada gerak menutup translokasi dari mandibula dari posisi istirahat atau dari posisi postural adaptasi ke posisi
interkuspal

3.

Jika posisi gigi sedemikian rupa sehingga terbentuk mekanisme refleksyang merugikan selama fungsi oklusal dari
mandibula

4.

Jika gigi-gigi menyebabkan terjadinya kerusakan pada jaringan lunak

5.

Jika gigi susunannya berjejal atau tidak teratur, yang bisa merupakan faktor predisposisi dari penyaki periodontal atau
penyakit gigi

6.

Jika penampilan pribadi kurang baik akibat posisi gigi jika posisi gigi menghalangi posisi bicara normal
(Foster, 1997)
Untuk menetapkan diagnosa diperlukan pengumpulan data yang cermat mengenai pasien tersebut serta dilakukan
seleksi kasus secara menyeluruh sehingga diperoleh daftar masalah ortodonti.
Dalam penetapan diagnosa dan rencana perawatan akan melalui proses yang sama, namun prosedur dan tujuannya
berbeda. Pengumpulan data dan penyusunan daftar masalah untuk mendapatkan kebenaran yang bersifat ilmiah. Pada tahap ini
hendaknya tidak boleh memasukan pendapat atau keputusan pribadi, sebaliknya pada situasi tersebut diperlukan penilaian
berdasarkan fakta. Di lain pihak rencana perawatan tujuannya tidak memiliki kebenaran secara ilmiah, tetapi merupakan
kebijakan ortodontis. Rencana perawatan yang bijak yang dilakukan oleh ortodontis akan sangat menguntungkan pasien. Pemilihan
perawatan yang tepat, tentu dapat terjadi jika diagnosanya tepat dan jika disadari bahwa rencana perawatan merupakan suatu
proses interaktif dimana pasien dilibatkan dalam proses membuat keputusan.
Perawatan yang terbaik bagi pasien tidak lagi berdasarkan keputusan ortodontis sendiri, tetapi melibatkan pasien
dan orang tuanya. Secara etika pasien berhak untuk mengontrol apa yang terjadi pada perawatan mereka. Keberhasilan dan
kemungkinan kegagalan perawatan juga perlu dibicarakan dengan pasien, oleh karena itu perlu penandatanganan informed
consent atau persetujuan perawatan. (Eka, 2012)

BAB III
KESIMPULAN
Dari apa yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa:
1. Diagnosa dibutuhkan sebagai dasar bagi dokter untuk melakukan tindakan. Dalam ortodonsia, diagnosa dibutuhkan untuk
menentukan perawatan yang akan dilakukan terhadap pasien.
2. Pemilihan perawatan yang tepat, tentu dapat terjadi jika diagnosanya tepat dan jika disadari bahwa rencana
perawatan merupakan suatu proses interaktif dimana pasien dilibatkan dalam proses membuat keputusan

DAFTAR PUSTAKA
Eka, E. 2012. Sekilas Ilmu Ortodonti (Keahlian merapikan gigi dan menserasikan bentuk wajah ). Spesialis Ortodonti Bagian
Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanudin. http://www.orthodontic-eka.com/2012/02/sekilas-ilmuortodonti-keahlian.html diakses pada 7 Oktober 2012 pukul 20:00
Foster, T.D. 1997. Buku Ajar Ortodonsia. Jakarta: EGC.
Graber, Thomas M. and Robert L. Vanarsdall. 2000. Orthodontics: Current Principles and Technique, 3rd edition. St. Louis:
Mosby Inc.
Heasman, P. 2003. Master in Dentinstry volume 2 : Restorative Dentistry, Paediatric Dentistry and Orthodontics. London :
Churcill Livingstone.
Iman, Pinandi. 2008. Buku Ajar Ortodonsia II. Yogyakarta: Bagian Ortodonsia Fak. Kedokteran Gigi UGM.
Proffit, W.R., dkk. 2000. Contemporary Orthodontic, Edisi III. St. Louis: Mosby Inc.
Rakosi, Thomas et al.1993. Orthodontic Diagnosa. New York : George Theme Verlag. Page : 3-5
White, L.W. 1996. Modern Orthodontic Treatment Planning and Therapy, Edisi I. California: Ormco Corporation

Anda mungkin juga menyukai