Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS

Disusun Oleh :
Richa Hakbar Rafsanjani, S. Ked
112012144
Dr. Pembimbing :
dr. Hendrik Kunta Adjie, Sp.KK

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA


KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
PERIODE 10 NOVEMBER 2014 13 DESEMBER 2014

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT HUSADA
Nama

: RH. Rafsanjani

NIM

: 102012144

Tanda Tangan

.
Dr. Pembimbing :
dr. Hendrik Kunta Adjie, Sp.KK

A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. H
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 23 tahun
Alamat
: Jl. Alpukat 3 No.3-5, Jakarta Barat
Pekerjaan
: Karyawan
Status Perkawinan
: Belum menikah
B. ANAMNESIS
Autoanamnesa dari pasien tanggal 19 November 2014, jam 10.30 WIB
Keluhan Utama

: Gatal pada punggung kaki

Keluhan Tambahan

: Timbul sisik-sisik kasal pada daerah yang gatal

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Rumah sakit dengan keluhan gatal-gatal pada punggung kaki sejak 6
bulan yang lalu, awalnya keluhan ini hanya gatal-gatal biasa tetapi lama kelamaan kulit di daerah

yang gatal menjadi bersisik. Karena keluhan gatal tersebut pasien sering menggaruk tanpa
disadari sehingga timbul penebalan pada kulit.
Keluhan ini dirasakan hilang timbul, terutama saat sedang tidak melakukan aktivitas dan pada
saat malam hari. Pasien mengaku saat keadaan lembab seperti memakai kaos kaki, keluhan gatal
timbul kembali.
Sebelumnya pasien pernah pergi ke klinik terdekat dan diberikan obat krim jamur tapi tidak tahu
nama obatnya. Tidak ada perubahan pada penyakitnya, sehingga pasien datang ke Rumah sakit
Husada.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami penyakit seperti ini. Riwayat alergi, obat dan asma disangkal.
C. STATUS GENERALIS
Keadaan umum
:
Baik
Kesadaran
:
Compos mentis
Tensi
:
120/80 mmHg
Suhu
:
Afebris
Berat badan
:
70 kg
Tinggi badan
:
170 cm

D.
STATUS DERMATOLOGI
Distribusi
: Unilateral
Lokasi
: Regio dorsum pedis sinistra
Efloresensi
: skuama, likenifikasi, ekskoriasi, hiperpigmentasi

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan
F. RESUME
Seorang laki-laki berumur 23 tahun datang dengan keluhan gatal-gatal di punggung kaki sejak 6
bulan yang lalu, awalnya keluhan ini hanya gatal-gatal biasa tetapi lama kelamaan kulit di daerah

yang gatal menjadi bersisik. Karena keluhan gatal tersebut pasien sering menggaruk tanpa
disadari sehingga timbul penebalan pada kulit.
Keluhan ini dirasakan hilang timbul, terutama saat sedang tidak melakukan aktivitas dan pada
saat malam hari. Pasien mengaku saat keadaan lembab seperti memakai kaos kaki, keluhan gatal
timbul kembali.
Sebelumnya pasien pernah pergi ke klinik terdekat dan diberikan obat krim jamur tapi tidak tahu
nama obatnya. Tidak ada perubahan pada penyakitnya, sehingga pasien datang ke Rumah sakit
Husada.
Status Dermatologis :
Distribusi
Lokasi
Efloresensi

: Unilateral
: Regio dorsum pedis sinistra
: skuama, likenifikasi, ekskoriasi, hiperpigmentasi

G. DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja
Diagnosis Banding

:
:

Neurodermatitis sirkumskripta
Psoriasis, Dermatitis Kontak Iritan

H. PENATALAKSANAAN
Non-medikamentosa
Menjelaskan kepada pasien untuk tidak menggaruk pada bagian lesinya, dikarenakan dapat
menyebabkan infeksi serta akan memperburuk keadaan penyakitnya. Apabila terasa gatal, cukup
diusap secara lembut dengan menggunakan kain.
Medikamentosa
a. Loratadine 10 mg 1 x 1
b. Bethametasone cream 0,05 %
I. PROGNOSIS
a. Ad vitam
b. Ad Functionam
c. Ad sanationam

: bonam
: bonam
: bonam

TINJAUAN PUSTAKA
Neurodermatitis Sirkumskripta
A. Pendahuluan
Neurodermatitis adalah peradangan kulit kronis, gatal, sirkumstrip, ditandai dengan
kulit tebal dan garis kulit tampak lebih menonjol (likenifikasi) menyerupai kulit batang kayu
akibat garuka atau gosokan yang berulang-ulang karena berbagai rangsangan pruritogenik.
Pruritus memainkan peran sentral dalam timbulnya pola reaksi kulit berupa likenifikasi dan
prurigo nodularis. Hipotesis mengenai pruritus dapat karena adanya penyakit yang mendasari,
misalnya gagal ginjal kronis, obstruksi saluran empedu, diabetes mellitus, penyakit kulit yang
mendasari seperti dermatitis atopik, dermatitis kontak alergi, gigitan serangga dan aspek
psikologi dengan tekanan esmosi. Etiologi dari neurodermatitis belum diketahui, diduga karena
ada hubungannya dengan ketegangan jiwa. Neurodermatitis jarang terjadi pada anak, tetapi lebih
sering terjadi pada dewasa terutama pada usia 30-50 tahun. Dan lebih sering terjadi pada wanita
daripada laki-laki.
B. Definisi
Neurodermatitis sirkumskripta adalah penyakit peradangan kronis pada kulit, gatal,
sirkumskripta, dan khas ditandai dengan likenifikasi. Likenifikasi timbul sebagai respon dari
kulit akibat gosokan dan garukan yang berulang-ulang dalam waktu yang cukup lama, atau
kebiasaan menggaruk pada satu area tertentu pada kulit sehingga garis kulit tampak lebih
menonjol menyerupai kulit batang kayu. Secara histologis, karakteristik likenifikasinya adalah

akantosis dan hyperkeratosis dan secara klinis muncul penebalan dari kulit, utamanya pada
permukaan kulit.1
C. Epidemiologi
Neurodermatitis sirkumskripta jarang ditemukan pada anak-anak. Biasanya terjadi pada orang
dewasa. Puncaknya ditemukan antara umur 30 sampai 50 tahun. Lebih banyak ditemukan pada
wanita dibandingkan dengan pria. Insidens tertinggi didapatkan pada bangsa ras Asia.
D. Etiologi
1. Faktor Eksterna
- Lingkungan
Faktor lingkungan seperti panas dan udara yang kering dapat berimplikasi dala
menyebabkan iritasi yang dapat menginduksi gatal. Suhu yang tinggi memudahkan
seseorang berkeringat sehingga dapat mencetuskan gatal, hal ini biasanya
menyebabkan neurodermatits sirkumskripta pada daerah anogenital.
-

Serangga
Gigitan seranga

dapat

meyebabkan

reaksi

radang

dalam

tubuh

yang

mengakibatkan rasa gatal.


2. Faktor Interna
- Dermatitis Atopik
Asosiasi antara neurodermatitis sirkumskripta dan gangguan atopik telah banyak
dilaporkan, sekitar 26% sampai 75% pasien dengan dermatitis atopic terkena
neurodermatits sirkumskripta.
-

Psikologis
Anxietas telah dilaporkan memiliki prevalensi tertinggi yang mengakibatkan
neurodermatitis sirkumsripta.

E. Patogenesis

Stimulus untuk perkembangan neurodermatitis sirkumskripta adalah pruritus. Pruritus


sebagai dasar dari gangguan kesehatan dapat berhubungan dengan gangguan kulit, proliferasi
dari nervus, dan tekanan emosional. Pruritus yang memegang peranan penting dapat dibagi
dalam dua kategori besar, yaitu pruritus tanpa lesi dan pruritus dengan lesi. Pruritus tanpa
kelainan kulit dapat ditemukan pada penyakit sistemik, misalnya gagal ginjal kronik, obstruksi
kelenjar biliaris, Hodgkins lymphoma, polisitemia rubra vera, hipertiroidisme, gluten-sensitive
enteropathy, dan infeksi imunodefisiensi. Pruritus yang disebabkan oleh kelainan kulit yang
terpenting adalah dermatitis atopik, dermatitis kontak alergi, dan gigitan serangga.
Pada pasien yang memiliki faktor predisposisi, garukan kronik dapat menimbulkan penebalan
dan likenifikasi. Jika tidak diketahui penyebab yang nyata dari garukan, maka disebut
neurodermatitis sirkumskripta.Adanya garukan yang terus-menerus diduga karena adanya
pelepasan mediator dan aktivitas enzim proteolitik. Walaupun sejumlah peneliti melaporkan
bahwa garukan dan gosokan timbul karena respon dari adanya stress. Adanya sejumlah saraf
mengandung immunoreaktif

CGRP (Calsitonin Gene-Related Peptida) dan SP (Substance

Peptida) meningkat pada dermis. Hal ini ditemukan pada prurigo nodularis, tetapi tidak pada
neurodermatitis sirkumskripta. SP dan CGRP melepaskan histamin dari sel mast, yang
selanjutnya akan memicu pruritus.2
F. Gejala Klinis
Penderita mengeluh gatal sekali, bila timbul malam hari dapat mengganggu tidur. Rasa
gatal memang tidak terus menerus, biasanya pada waktu tidak sibuk, bila muncul gatal sulit
ditahan untuk tidak digaruk. Penderita merasa enak bila digaruk, setelah luka, baru hilang rasa
gatalnya untuk sementara (karena diganti dengan rasa nyeri).
Lesi biasanya tunggal, pada awalnya berupa plak eritematosa, sedikit edematosa, lambat laun
edema dan eriteme menghilang, bagian tengah berskuama dan menebal, likenifikasi dan
ekskoriasi, sekitarnya hiperpigmentasi, batas dengan kulit normal tampak jelas.
Letak lesi dapat timbul dimana saja, tetapi yang biasa ditemukan ialah di skalp, tengkuk,
samping leher, lengan ekstensor, pubis, vulva, skrotum, perianal, paha medial, lutut, tungkai
bawah lateral, pergelangan kaki bagian depan, dan punggung kaki. Neurodermatitis pada
tengkuk biasa hanya pada wanita, berupa plak kecil di tengah tengkuk atau dapat meluas hingga
ke skalp. Biasanya skuamanya menyerupai psoriasis.
G. Pemeriksaan Penunjang Histopatologi

Gambaran

histopatologik

neurodermatitis

sirkumskripta

berupa

ortokeratosis,

hipergranulosis, akantosis, dengan rate ridges memanjang teratur. Bersebukan sel radang limfosit
dan histiosit di sekitar pembuluh darah dermis bagian atas, fibroblas bertambah, dan kolagen
menebal. Pada prurigo nodularis akantosis pada bagian tengah lebih tebal, menonjol lebih tinggi
dari permukaan, sel Schwan berproliferasi, dan terlihat hiperplasi neural. Kadang terlihat krusta
yang menutup sebagian epidermis.
H. Diagnosis
Diagnosis untuk liken simpleks kronis dapat ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Pasien dengan neurodermatitis sirkumskripta
mengeluh merasa gatal pada satu daerah atau lebih. Sehingga timbul plak yang tebal karena
mengalami proses likenifikasi. Biasanya rasa gatal tersebut muncul pada tengkuk, leher,
ekstensor kaki, siku, lutut, pergelangan kaki. Eritema biasanya muncul pada awal lesi. Rasa gatal
muncul pada saat pasien sedang beristirahat dan hilang saat melakukan aktivitas dan biasanya
gatal timbul intermiten.3
Pemeriksaan fisis menunjukkan plak yang eritematous, berbatas tegas, dan terjadi
likenifikasi. Terjadi perubahan pigmentasi, yaitu hiperpigmentasi. Pada pemeriksaan penunjang
histopatologi didapatkan adanya hiperkeratosis dengan area yang parakeratosis, akantosis dengan
pemanjangan rete ridges, hipergranulosis dan perluasan dari papil dermis.
I. Diagnosis Banding
- Psoriasis
Psoriasis merupakan gangguan peradangan kulit yang kronik, dengan karakteristik
plak eritematous, berbatas tegas, berwarna putih keperakan, skuama yang kasar,
berlapis-lapis, transparan, disertai fenomena tetesan lilin, auspitz dan kobner.
Llokasi terbanyak ditemukan didaerah ekstensor. Penyebabnya belum diketahui
secara pasti, tetapi beberapa hipotesa telah mendapatkan bahwa penyakit ini
bersifat autoimun, dan residif.
-

Dermatitis Kontak Iritan (DKI)


DKI Kumulatif merupakan jenis DKI yang sering terjadi, nama lain adalah DKI
kronis. Penyebabnya ialah kontak berulang-ulang dengan iritan lemah (faktor fisis,
misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas, atau dingin. Juga
bahan misalnya deterjen, sabun, pelarut, tanah, air).

Kelainan baru nyata setelah kontak berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa
bertahun-tahun kemudian, sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor
penting.
Gejala klasik berupa kulit kering, eriteme, skuama, lambat laun kulit tebal
(hiperkeratosis) dan likenifikasi.
J. Komplikasi
Penggarukan yang terjadi berulang-ulang dapat menimbulkan suatu infeksi atau
peradangan kulit. Dapat pula meninggalkan jaringan parut dan perubahan warna kulit yang
bertambah gelap (hiperpigmentasi).
K. Terapi
Secara umum perlu dijelaskan kepasa pasien bahwa garukan akan memperburuk
keadaan penyakitnya, oleh karena itu harus dihindari. Untuk mengurangi rasa gatal dapat
diberikan antipruritus, kortikosteroid topikal atau intralesi,.
Antipruritus dapat berupa antihistamin yang mempunyai efek sedatif (contoh : ctm).
Kortikosteroid yang dipakai biasanya berpotensi kuat, bila perlu ditutup dengan penutup
impermeable, kalau masih tidak berhasil dapat diberikan secara suntikan intralesi. Salep
kortikosteroid dapat pula dikombinasi dengan ter yang mempunyai efek anti inflamasi.
Pengobatan utama dari neurodermatitis adalah untuk mengurangi pruritus dan memperkecil luka
akibat garukan atau gosokan.
Pemberian kortikosteroid dan antihistamin oral bertujuan untuk mengurangi reaksi inflamasi
yang menimbulkan rasa gatal. Pemberian steroid topical juga membantu mengurangi
hyperkeratosis. Pemberian steroid mid-potent diberikan pada reaksi radang yang akut, tidak
direkomendasikan untuk daerah kulit yang tipis (vulva, scrotum, axilla dan wajah). Pada
pengobatan jangka panjang digunakan steroid yang low-poten, pemakaian high-potent steroid
hanya dipakai kurang dari 3 minggu pada kulit yang tebal.
Klasifikasi Kortikosteroid Topikal
Kortikosteroid topikal diklasifikasikan dalam 7 golongan berdasarkan potensi klinisnya, yaitu :
1. Golongan I : Super Potent
Clobetasol proprionate ointment dan cream 0,5%

Betamethasone diproprionate gel dan ointment 0,05%


Diflorasone diacetate ointment 0,5%
Halobetasol proprionate ointment 0,05%
2. Golongan II : Potent
Amcinonide ointment 0,1%
Betamethasone diproprionate AF cream 0,05%
Mometasone fuorate ointment 0,1%
Diflorasone diacetate ointment 0,05%
Halcinonide cream 0,1%
Flucinonide gel, ointment, dan cream 0,05%
Desoximetasone gel, ointment, dan cream 0,25%
3. Golongan III : Potent, upper mid-strength
Triamcinolone acetonide ointment 0,1%
Fluticasone proprionate ointment 0,05%
Amcinonide cream 0,1%
Betamethasone diproprionate cream 0,05%
Betamethasone valerate ointment 0,1%
Diflorasone diacetate cream 0,05%
Triamcinolone acetonide cream 0,5%
4. Golongan IV : Mid-strength
Fluocinolone acetonide ointment 0,025%
Flurandrenolide ointment 0,05%
Fluticasone proprionate cream 0,05%
Hydrocortisone valerate cream 0,2%
Mometasone fuorate cream 0,1%
Triamcinolone acetonide cream 0,1%
5. Golongan V : Lower mid-strength
Alclometasone diproprionate ointment 0,05%
Betamethasone diproprionate lotion 0,05%

Betamethasone valerate cream 0,1%


Fluocinolone acetonide cream 0,025%
Flurandrenolide cream 0,05%
Hydrocortisone butyrate cream 0,1%
Hydrocortisone valerate cream 0,2%
Triamcinolone acetonide lotion 0,1%
6. Golongan VI : Mild strength
Alclometasone diproprionate cream 0,05%
Betamethasone diproprionate lotion 0,05%
Desonide cream 0,05%
Fluocinolone acetonide cream 0,01%
Fluocinolone acetonide solution 0,05%
Triamcinolone acetonide cream 0,1%
7. Golongan VII : Least potent
Obat topikal dengan hydrocortisone, dexamethasone, dan prednisole.4
Mekanisme Kerja Kortikosteroid Topikal

Efek anti-inflamasi
Mekanisme sebenarnya dari efek anti-inflamasi sangat kompleks dan kurang
dimengerti.

Dipercayai

bahwa

kortikosteroid

menggunakan

efek

anti-

inflamasinya dengan menghibisi pelepasan phospholipase A2, suatu enzim yang


bertanggung jawab dalam pembentukan prostaglandin, leukotrin, dan derivat
asaam arachidonat yang lain. Kortikosteroid juga menginhibisi faktor-faktor
transkripsi yang terlibat dalam aktivasi gen pro-inflamasi. Gen-gen ini diregulasi
oleh kortikosteroid dan memiliki peran dalam resolusi inflamasi. Kortikosteroid
juga mengurangi pelepasan interleukin 1 (IL-1), sitokin proinflamasi penting,
dari keratinosit. Mekanisme lain yang turut memberikan efek anti-inflamasi
kortikosteroid adalah menghibisi proses fagositosis dan menstabilisasi membran

lisosom dalam memfagositosis sel.


Efek imunosupresif

Efektivitas kortisteroid bisa akibat dari sifat immunosupresifnya. Kortikosteroid


menekan produksi dan efek faktor-faktor humoral yang terlibat dalam proses
inflamasi, menginhibisi migrasi leukosit ke tempat inflamasi, dan mengganggu
fungsi sel endotel, granulosit, sel mast dan fibroblas. Beberapa studi menunjukkan

bahwa kortikosteroid bisa menyebabkan pengurangan sel mast pada kulit.


Efek antiproliferasi
Efek antiprolifrasi kortikosteroid topikal dimediasi oleh inhibisi sintesis dan
mitosis DNA, yang sebagian menjelaskan terapi obat-obat ini pada dermatosis
dengan scale. Aktivitas fibroblas dan pembentukan kolagen juga diinhibisi oleh

kortikosteroid topikal.4
Vasokonstriksi
Mekanisme kortikosteroid menyebabkan vasokonstriksi masih belum jelas,
namun dianggap berhubungan dengan inhibisi vasodilator alami seperti histamin,
bradikinin, dan prostaglandin. Steroid topikal menyebabkan kapiler-kapiler di
lapisan superfisial dermis berkonstraksi, sehingga mengurangi edema.

Efek samping
Efek samping dapat terjadi apabila :
1.
Penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan.
2.
Penggunaan kortikosteroid topikal dengan potensi kuat atau sangat kuat atau
penggunaan sangat oklusif.
Secara umum efek samping dari kortikosteroid topikal termasuk atrofi, striae atrofise,
telangiektasis, purpura, dermatosis akneformis, hipertrikosis setempat, hipopigmentasi,
dermatitis peroral.
Beberapa penulis membagi efek samping kortikosteroid menjadi beberapa tigkat, yaitu:
Efek Epidermal
Efek ini antara lain:
1.
Penipisan epidermal yang disertai dengan peningkatan aktivitas kinetik dermal,
suatu penurunan ketebalan rata-rata lapisan keratosit, dengan pendataran dari
konvulsi dermo-epidermal. Efek ini bisa dicegah dengan penggunaan tretinoin
2.

topikal secara konkomitan.


Inhibisi dari melanosit, suatu keadaan seperti vitiligo, telah ditemukan.
Komplikasi ini muncul pada keadaan oklusi steroid atau injeksi steroid
interakutan.

Efek Dermal
Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi dasar. Ini menyebabkan
terbentuknya striae dan keadaan vaskulator dermal yang lemah akan menyebabkan mudah ruptur
jika terjadi trauma atau terpotong. Pendarahan intradermal yang terjadi akan menyebar dengan
cepat untuk menghasilkan suatu blot hemorrhage. Ini nantinya akan terserap dan membentuk
jaringan parut stelata, yang terlihat seperti usia kulit prematur.

Efek Vaskular
Efek ini termasuk:
1.
Vasodilatasi yang terfiksasi. Kortikosteroid pada awalnya menyebabkan
2.

vasokontriksi pada pembuluh darah yang kecil di superfisial.


Fenomena rebound. Vasokontriksi yang lama akan menyebabkan pembuluh darah
yang kecil mengalami dilatasi berlebihan, yang bisa mengakibatkan edema,
inflamasi lanjut, dan kadang-kadang pustulasi.5

Edukasi Pasien

Anjurkan agar pasien tidak menggaruk lagi, karena penyakit ini akan bertambah berat

jika terus digaruk oleh pasien.


Mendiskusikan tentang bagaimana merubah kebiasaan menggaruk.
Memilih sabun yang lembut.
Menggunakan pakaian yang berbahan cotton sehingga mengurangi iritasi.
Dapat ditutup dengan kasa basah, untuk mencegah penggarukan.
Manajemen stress yang baik.

L. Prognosis
Prognosis untuk penyakit liken simpleks kronis adalah :
Rasa gatal dapat diatasi, likenifikasi yang ringan dan perubahan pigmentasi dapat

diatasi setelah dilakukan pengobatan.


Relaps dapat terjadi, apabila dalam masa stress atau tekanan emosional yang

meningkat.
Pengobatan untuk pencegahan pada stadium-stadium awal dapat membantu untuk
mengurangi proses likenifikasi.

Biasanya prognosis berbeda-beda, tergantung dari kondisi pasien, apabila ada gangguan
psikologis dan apabila ada penyakit lain yang menyertai. Pengobatan yang teratur dapat
meringankan kondisi pasien. Penyebab utama dari gatal dapat hilang, atau dapat muncul
kembali. Pencegahan pada tahap awal dapat menghambat proses penyakit ini.
Daftar Pustaka
1. Djuanda A. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. edisi kelima cetakan
kedua, FKUI. Jakarta. 2007. Hal 147-150.
2. Holden AC,Berth-jones J. in : Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, Editors.Rooks
textbook of dermatology ; Eczema, prurigo, lichenification, and erithroderma.7th.Italy :
Blackwell scienc:2004.P. 1741-1743
3. Soter NA. Numular Eczema and Lichen Simpleks Chronicus/Prurigo Nodularis in :
Freedberg IM, Eizen AZ, Wollf K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, eds. Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York : Mc. Graw Hill ; 2003. p. 160-162.
4. Valencia I.C, Kerdel F.A. Topical Corticosteroids. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick's dermatology in general
medicine. 7th ed. United States of America: The McGraw-Hill Companies Inc; 2008. p.
2102-6.
5. Nesbitt Jr.L.T. Glucocorticosteroids. In: Bolognia J.L, editor. Dermatology, 2nd ed.
London : Mosby ; 2008. p. 1979 83.

Anda mungkin juga menyukai