Anda di halaman 1dari 23

Pengujian Sifat Mekanik

10

BAB 2
PENGUJIAN SIFAT MEKANIK
2.1 PENGUJIAN TARIK
Pengujian tarik bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dan
perubahan-perubahan dari suatu bahan uji terhadap pembebanan
tarik. Pada pengujian ini spesimen ditarik sampai putus dengan waktu
yang relatif pendek dan dengan kecepatan yang tetap.
Standar pengujian menurut ASTM E 8-69, sedangkan bentuk dan
ukuran spesimen dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.1. Mesin uji tarik

Gambar 2.2. Bentuk dan ukuran spesimen uji tarik.


(a) spesimen bulat dan , (b) spesimen plat

Material Teknik

Pengujian Sifat Mekanik

11

Bila sepotong specimen misalnya logam dikenai beban tarik uniaksial,


maka akan terjadi deformasi. Bila logam tersebut kembali ke bentuk
semula setelah gaya yang bekerja dilepaskan disebut deformasi
elastis. Tetapi bila beban dilepaskan dan panjang logam tidak
Material Teknik

Pengujian Sifat Mekanik

12

kembali ke bentuk awal maka peristiwa ini disebut deformasi


plastis.
Tegangan Teknik (Engineering Stress) dan Regangan Teknik (Engineering
Strain).
Engineering stress
Suatu batang silinder dikenai daya uniaksial F, seperti gambar 2.3

Gambar 2.3. Skema pembebanan uniaksial


maka tegangan teknik didefinisikan sebagai :

F(average uniaxial tensile force)


A 0 (original cross sec tion area )

Engineering Strain
Lihat gambar 2.3, regangan teknik didefinisikan sebagai :

(l l 0 ) / l 0 = l (perubahan panjang sampel)


A0 (panjang awal sampel)

Material Teknik

Poission`s Ration

Pengujian Sifat Mekanik

13

Lihat gambar 20. b, tegangan tarik z menghasilkan regangan aksial


+z

Gambar 2.4. Skema pembebanan pada kubus


dan kontraksi lateral dari x dan z. Asumsi isotropic material, x
dan z sama nilainya. Persamaannya :

(lateral )

x y
(longitudinal )
z
z

Hasil uji tarik digambarkan dalam diagram yang disebut diagram


tegangan regangan. (gambar 2.5)

Material Teknik

Pengujian Sifat Mekanik

Gambar 2.5. Diagram tegangan-regangan

Material Teknik

14

Pengujian Sifat Mekanik

15

Dari hasil uji tarik dapat dihasilkan data-data sbb :


a. modulus elastisitas (Modulus of elasticity)
b. kekuatan luluh (yield strength) pada kondisi 0,2 % offset
c. kekuatan tarik maksimum (ultimate tensile strength)
d. persentase perpanjangan sampai putus.
Modulus elastisitas E (Modulus of elasticity)
Dibagian awal uji tarik logam akan mengalami deformasi elastis,
sehingga jika beban dilepaskan maka spesimen kembali ke bentuk
semula. Untuk logam deformasi elastis biasanya kurang dari 5 %.

Hukum Hooke`s menyebutkan bahwa logam dan paduannya


menunjukkan hubungan yang linier antara tegangan dan regangan di
daerah elastis,
(stress) E (strain )

atau
E

( kons tan)

Dimana E adalah modulus elastisitas atau modulus Young.

Gambar 2.6. Diagram tegangan-regangan untuk deformasi elastis linear


(a) ,untuk deformasi elastis non linear (b)
Kekuatan luluh y (yield strength)
Material Teknik

Pengujian Sifat Mekanik

16

Kekuatan luluh sangat penting nilainya untuk desain struktur suatu


bangunan karena ini adalah batas dimana material akan menunjukkan
deformasi palstis. Karena tidak ada titik yang jelas mulai terjadinya
deformasi plastis maka deformasi plastis ditentukan mulai dari 0,2
% (khusus untuk USA) terjadinya deformasi elastis seperti pada
gambar 2.7. 0,2 % kekuatan luluh disebut juga sebagai 0,2 % offset
yield strength yang ditentukan dari diagram tegangan-tegangan
teknik. Mula-mula tarik garis yang sejajar dengan garis elastis di
titik 0,002 in/in kemudian perpotongan garis tersebut dengan
diagram uji tarik akan menghasilkan kekuatan luluhnya. Sedangkan di
Inggris digunakan 0,1 % offset.

Gambar 2.7. Kekuatan luluh pada 0.2% regangan (a) ,fenomena kekuatan
luluh pada beberapa material
Kekuatan tarik maksimum (ultimate tensile strength)
Kekuatan tarik maksimum adalah kekuatan maksimum yang dicapai
pada kurva engineering stress-strain (titik M pada gambar 2.8). Bila
ragangan terus bertambah maka akan terjadi pengecilan penampang
sesaat yang disebut sebagai necking. Dengan terus bertambahnya
regangan maka tegangan teknik akan turun sampai spesimen putus.
Material Teknik

Pengujian Sifat Mekanik

17

Untuk paduan yang liat (ductile) kekuatan tarik maksimum tidak


dipakai pada disain teknik karena terlalu banyak deformasi plastis
yang terjadi sebalum putus. Jika di dalam logam banyak terdapat
porositas atau inklusi maka kekuatan tarik maksimumunya akan lebih
kecil dibandingkan keadaan yang normal.

Gambar 2.8. Titik kekuatan tarik maksimum M untuk kurva teganganregangan teknik dan tegangan-regangan sebebarnya M.

Gambar 2.9. Kurva tegangan dan regangan teknik


dari logam dan paduan logam.

Material Teknik

Pengujian Sifat Mekanik

Material Teknik

18

Pengujian Sifat Mekanik

19

Ketangguhan Material
Ketangguhan material pada uji tarik merupakan besarnya energi yang
diserap sampai material mengalami patah. Pada diagram tegangan
regangan ketangguhan ditunjukkan oleh luas daerah di bawah kurva
tegangan-regangan.

Gambar 2.10. Luas daerah di bawah kurva dari diagram teganganregangan teknik menyatakan ketangguhan.

2.2 KEKERASAN DAN UJI KERAS


Kekerasan adalah kemampuan material menahan deformasi plastis.
Kekerasan material menentukan:
o ketahanan aus.
o ketahanan gores.
Macam-macam pengujian kekerasan :
1.
Dengan cara goresan - MOHS. dengan
cara
goresan
menggunakan batu (ada 10 jenis batu, mulai dari gips sampai
intan).
2. Dengan cara penekanan
a. ROCKWELL, ASTM E 18-67dengan cara penekanan
menggunakan
baja berbentuk bola atau intan
berbentuk kerucut.
b. VICKERS, ASTM E 92-72, ASTM E 384-73, dengan cara
penekanan menggunakan intan berbentuk piramida
Material Teknik

Pengujian Sifat Mekanik

20

c.

3.

BRINELL, ASTM E1072, dengan


cara
penekanan
menggunakan baja atau karbida berbentuk bola.
d. MEYER, prinsip seperti BRINELL tetapi perhitungan
kekerasan dengan menghitung luas bekas penekanan.
Dengan cara pantulan - SHORE SCHLEROSCOPE,ASTM
E448, dengan cara menembakkan bola baja ke permukaan
material yang diuji dan diukur pantulannya (pantulan
makin tinggi material terse but makin keras).

Prosedur pengujian biasanya dimulai dari memberikan beban yang


telah diketahui besarnya secara perlahan-lahan dalam arah tegak
lurus permukaaan logam yang akan diuji. Setelah dilakukan
penekanan maka akan menimbulkan bekas penekanan pada logam uji.
Untuk mesin yang masih manual bekas penekanan tersebut yang akan
diukur, sedangkan untuk saat ini nilai kekerasan dapat langsung
dibaca pada mesin uji keras.

Material Teknik

Pengujian Sifat Mekanik

21

Tabel 1. Perbandingan antara Brinell Hardness Number (BHN)


dengan Tensile Strength.
Materials

BHN

TS(Mpa)

1. 1040 carbon steel

235

750

2. 8630 low-alloy steel

220

800

3. 410 stainless steel

250

800

4. Ferrous superalloy (410)

250

800

5. ductile iron, 60-40-18

167

461

6. 3003-H14 aluminum

40

150

7. a. AZ31B magnesium

73

290

53

150

8. Ti-5A1-2.5Sn

335

862

9. Aluminum bronze, 9% (copper alloy)

165

652

110-150

579

91

328

14.5

42

80-90

310-380

b. AM100A casting magnesium

10. Monel 400 (nickel alloy)


11. AC41A zinc
12. 50:50 solder (lead alloy)
13. Dental gold alloy (precius metal)

PENGUJIAN KEKERASAN BRINELL


Tujuan pengujian :
1 . Menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan
material terhadap tekanan bola baja yang ditekankan pada
permukaan material uji tersebut.
2. Pengujian ini diperuntukkan untuk material yang memiliki
kekerasan Brinnnel sampai dengan 400 (400 HB). Lebih dari itu
digunakan pengujian Rockwell dan Vikers.
ANGKA KEKERASAN BRINELL (HB):
HB

P
(kg / mm 2 )
A

A Dh

dimana

(D 2 d 2 )
2

1
h (D (D 2 d 2 ) )
2

sehingga : A

Material Teknik

D
(D (D 2 d 2 ) )
2

Pengujian Sifat Mekanik

HB

2 P(kg)
2

D(D (D d ) )

atau

HB

22

0.204 P( N)
D(D

(D 2 d 2 ) )

Notasi angka kekerasan Brinell : HBD/P/t


Dimana : D = diameter bola indentor
P = gaya yang digunakan
T = waktu yang digunakan
Proses pengujian :
1. Indentor berupa bola baja diameter 10 mm atau juga bola
karbida.
2. Indentor disentuhkan pada spesimen uji, beban tegak lurus
permukaan specimen ditekankan secara perlahan (agar tidak
ada
hentakan),
waktu
penekanan
selama
15
detik untuk material uji baja atau selama 20 detik untuk
material uji metal non besi.
3. Jarak pengujian satu dengan yang lain minimal 3d, dan jarak
pengujian dari tepi material uji sekurang-kurangnya berjarak
2d.
4. Permukaan harus bersih (dari kerak, karat, dll).
5. Bidang specimen material yang diuji tidak boleh miring.
6. Tebal specimen uji harus cukup hal ini untuk menghindari
terjadinya deformasi dibagian bawah dari material yang diuji,
jika terlalu tipis gunakan pengujian vickers (tebal minimal 17
kali dalamnya bekas penekanan).
Keuntungan : sederhana, hasil cukup mewakili (cocok untuk material
heterogen, contohnya besi cor atau cast iron), dan lebih
murah dari pengujian tarik
Kekurangan : material uji rusak (bekas cukup besar), dan material uji
harus mempunyai nilai kekerasan < 400 HB.
PENGUJIAN KEKERASAN VICKERS
Tujuan :
Material Teknik

Pengujian Sifat Mekanik

23

Untuk menentukan kekerasan material dalam bentuk daya tahan material


terhadap diamond / intan berbentuk piramida yang ditekankan pada
permukaan material uji tersebut.
ANGKA KEKERASAN VICKERS (HV)
Angka kekerasan Vickers (HV) adalah hasil bagi dari beban uji P (Kg)
(atau jika P dalam Newton maka harus dikalikan faktor 0.102) dengan
luas permukaan bekas penekanan indentor A (mm2).

HV

1.8544 P
d2

Proses pengujian :
1. Piramida intan bersudut 136 disinggungkan tegak lurus
dengan permukaan material uji. Pembebanan diberikan secara
perlahan-lahan sebesar F yang dikehendaki. Menurut standar
diberikan lama waktu penahanan pembebanan.
2. Ada beberapa pilihan beban F yang dapat dipakai dalam
pengujian, pemilihan besar beban uji biasanya berdasarkan bekas
penekanan yang menghasilkan diagonal d nsekurang-kurangnya
0.4 mm.
3. Pada umumnya pusat tempat pengujian berjarak sekurangkurangnya 2.5 d dari tepi material uji atau dari pusat tempat
pengujian yang lain.
4. Metode pengujian mikro vickers menggunakan gaya sebesar
200 gr atau 100 gr, pengujian ini digunakan untuk material yang
sangat tipis.
5. Pengujian vickers tidak dapat digunakan untuk material
dengan struktur yang kurang homogen karena hasil pengujiannya
tidak akan menghasilkan harga kekerasan yang sebenarnya.

PENGUJIAN KEKERASAN ROCKWELL


ANGKA KEKERASAN ROCKWELL
Material Teknik

Pengujian Sifat Mekanik

24

Pengujian untuk material uji dari baja dipakai indentor kerucut


intan (diamond), pengujian ini dikenal dengan nama Rockwell-C
(C = Cone = Tirus).
Sedangkan pengujian untuk menguji material dari jenis lain
kecuali baja dipakai indentor berupa bola baja dan disebut dengan
pengujian Rockwell-B (B = Ball = Bola). Angka kekerasan Rockwell
(HRC atau HRB) adalah selisih antara sebuah konstanta dan
dalamnya bekas penekanan permanen (e dalam mm) yang dibagi
dengan 0,002 mm.
HRB 130

e( mm)
0.002mm

HRC 100

e( mm)
0.002mm

Proses pengujian :
1. Indentor disinggungkan secara tegak lurus dengan
permukaan material uji, kemudian ditekan dengan beban
awal (F0) secara perlahan-lahan.
2. Dalamnya bekas penekanan diukur dengan dial indicator
yang mempunyai ketelitian 0,002 mm. Sesudah beban awal
dicapai, jarum penunjuk dari dial indicator disetting pada
posisi nol. Pembebanan dilanjutkan dengan beban uji utama
F1 yang dicapai dalam kurun waktu tertentu. Beban uji total
F = F0 + F1 ditahan sampai jarum penunjuk tidak bergerak
lagi.
3. Beban uji utama F1 dihilangkan sehingga material hanya
menahan beban uji awal F0.
4. Pertambahan dalamnya bekas penekanan permanen e dapat
dibaca dari dial indicator. Biasanya skala dial indicator
langsung dibuat dengan satuan angka kekerasan Rockwell.

TABEL 1. KARAKTERISTIK PENGUJIAN KEKERASAN

Material Teknik

Pengujian Sifat Mekanik

CARA
PENGUJIAN

ROCKWELL
(HRA, HRC, DLL)

ROCKWELL SUPERFICIAL
(HR30T, HR30N, DLL)

Penekan

Kerucut intan 120,


bola baja 1/16 "s.d
1/2"
Beban mula 10 kg beban
total 60,100, atau 15O kg

Kerucut intan 120,


bola baja 1/16 "s.d
1/2"
Beban mula 3 kg
beban total 15,30, atau
45 kg
Dalamnya penekanan

Beban
Kekerasan

Dalamnya penekanan

25

Pengujian Rockwell superficial mempergunakan beban yang ringan


untuk memperbaiki ketelitian dengan cara kerja yang sama dengan
pengujian Rockwell biasa. Pengujian ini juga dapat digunakan
untuk menguji material dengan permukaan yang telah dikeraskan.
TABEL 2. S KALA KEKERASAN ROCKWELL
WARNA DIAL

SKALA

INDENTOR

BEBAN UTAMA

Intan

60

Hitam

Bola baja 1/16

100

Merah

Intan

150

Hitam

Intan

100

Hitam

Bolabajal/8"

100

Merah

Bob baja 1/16"

60

Merah

Bote baja 1/16"

150

Merah

Bob baja 1/8"

60

Merah

Bob baja 1/8"

150

Merah

Bob baja 1/4"

60

Merah

Bobbajal/4"

100

Merah

Bobbajal/4"

150

Merah

Bob baja 1/2"

60

Merah

Bob baja 1/2"

100

Merah

Bob baja 1/2"

150

Merah

Skala kekerasan A, B dan C digunakan untuk menguji material logam.


Skala A dapat digunakan untuk menguji material yang sangat keras
seperti tungsten karbida. Sedang skala D dan skala lainnya
digunakan untuk menguji batu gerinda sampai plastic.

Material Teknik

Pengujian Sifat Mekanik

26

KEUNTUNGAN
o
Universal, dapat untuk benda apapun (material keras atau
lunak).
o
Waktu yang digunakan lebih singkat, dll.
KERUGIAN
o
Tidak bisa menguji material yang tipis, dll.

2.3. PENGUJIAN PUNTIR


Pada uji puntir sebuah batang / poros yang solid atan berongga
(pipa) dipuntir dengan cara memberikan momen puntir pada salah
satu ujung batang tersebut sedangkan ujung batang yang lain
ditahan. Deformasi yang terukur adalah sudut puntirnya, sedangkan
gaya yang terukur adalah momen puntirnya.

TEGANGAN GESER
1. Material uji solid :

16 M
D3

2. Material uji berongga (pipa) :

16 M

(D 4 d 4 )

Hubungan tegangan geser dan tegangan tegangan tarik:


y 0.5 y

Material Teknik

Pengujian Sifat Mekanik

27

REGANGAN GESER
tan

Dimana :

r
L

= tegangan geser
M= momen punter
D = diameter luar poros
d = diameter dalam
= regangan geser
= sudut punter
r = jari-jari punter
L = panjang benda uji

CATATAN :
Material ulet (ductile) yang mengalami patah karena tegangan geser
akan mengalami patahan yang tegak hirus sumbunya, sedang untuk
material rapuh (brittle) mengami kepatahan dengan sudut 45
(contoh kapur tulis yang patah karena cfipuntir).
2.4. PENGUJIAN KEJUT (IMPACT)
Ketangguhan (toughness) diukur dari banyaknya energi yang diserap
suatu material sebelum putus. Cara sederhana mengukur
ketangguhan suatu material adalah dengan menggunakan pengujian
impak. Ada dua metode impak, yaitu metode Charpy dan metode
Izod.
Ketangguhan material juga dipengaruhi oleh temperatur. Gambar
2.12 menunujukkan pengaruh temperatur terhadap energi yang
diserap oleh material pada pengujian impak.
Harga Impact HI didefinisikan sebagai energi yang diserap untuk
mematahkan material dibagi dengan luas penampang di bawah kurva.

Material Teknik

Pengujian Sifat Mekanik

E
A
E m g ( h1 h 2 )
HI

dimana : E = energi impact yang diserap


m = massa bandul/hammer
g = gravitasi
h1= tinggi awal bandul
h2= tinggi bandul setelah menabrak benda uji
A = luas penampang di bawah takikan

Gambar 2.11. Spesimen uji impact (a), alat uji impact (b)
Secara umum fracture suatu logam dapat diklasifikasikan sebagai :
Material liat (ductile)
Material getas (brittle)
Material Teknik

28

Pengujian Sifat Mekanik

29

Kedua bentuk di atas dapat diamati dari bentuk petahannya. Pada


material liat akan terjadi deformasi plastis sebelum putus dan
membentuk sudut 45 di bekas patahannya,s edangkan pada material
getas tidak tampak adanya deformasi plastis.

Gambar 2.12. Pengaruh temperatur pada


harga impak

2.5. PENGUJIAN LELAH


Didalam pemakaiannya kebanyakan logam mengalami beban bolakbalik/berulang sehingga terjadi kelelahan ( fatique). Akibatnya
sering terjadi kegagalan pada suatu konstruksi meskipun beban yang
bekerja lebih rendak dibandingkan dengan kekuataan luluhnya ( yield
strength). Tegangan yang menyebabkan terjadinya kegagalan ini
disebut fatique failure. Peristiwa ini sering terjadi pada bendabenda yang bergerak seperti roda gigi, poros dan connecting rods.
Kegagalan fatique dimulai dari pengintian dimana terjadi konsentrasi
tegangan seperti pada radius yang kecil/sempit, ujung yang tajam,
ataupun adanya takikan (notch) kemudian terjadi perambatan retak
dan akhirnya akan putus/gagal. Selama proses perambatan ini akan
Material Teknik

Pengujian Sifat Mekanik

30

ditandai dengan adanya beach mark pada permukaan patah dari


material yang bersangkutan.
Untuk mengetahui umur fatique material perlu dilakukan pengujian.
Salah satu metode pengujian yang banyak digunakan untuk
mengetahui umur fatique adalah seperti pada gambar 2.13.

Gambar 2.13. Skema mesin uji fatique R.R. Moore reversedbending.


Data dari pengujian fatique dicetak kedalam kurva yang disebut SN
Curve yang terdiri dari tegangan (S) dan siklus (N). untuk
alumunium dan paduannya tegangan yang mengakibatkan putus
menurun dengan naiknya jumlah siklus. Sedangkan untuk baja karbon
pertama-tama terjadi penurunan tegangan fatique dengan kenaikan
siklus, tetapi kemudian tidak terjadi penurunan kekuatan fatique
meskipun siklus meningkat. Peristiwa ini disebut endurance limit
dan terletak diantara jumlah siklus 106 dan 1010.
Kebanyakan paduan ferro memiliki harga endurance limit sebesar
setengah dari tegangan tariknya. Sedangkan non ferro dan
paduannya tidak memiliki endurance limit, dan biasanya kekuatan
fatique-nya di bawah 1/3 kekuatan tarik (tensile strength).
Gambar 2.14 menunjukkan kurva SN pada beberapa jenis logam.

Material Teknik

Pengujian Sifat Mekanik

31

Gambar 2.14. Tegangan vs jumlah siklus (SN curve) pada


pengujian lelah
2.6. PENGUJIAN MULUR (CREEP)
Pengujian tarik pada temperatur kamar tidak mampu memprediksi
sifat mekanik suatu logam apabila dikenai beban pada temperatur
tinggi. Yang dimaksud dengan temperatur tinggi ( elevated
temperature) adalah apabila temperatur yang bekerja 1/3 s/d kali
temperatur cair absolut material yang bersangkutan.
Perbedaan dengan pengujian tarik yaitu bahwa pada pengujian mulur
beban yang diberikan tetap/konstan.
Dengan demikian creep dapat didefinisikan sebagai deformasi plastis
yang terjadi pada temperatur tinggi akibat adanya beban selang
waktu tertentu. Gambar 2.15 menunjukkan cara pengujian creep dan
kurva yang dihasilkan dari pengujian tersebut. Kurva creep dapat
dibagi kedalam tiga bagian.
Yaitu : primary stage yang ditandai dengan adanya penurunan laju
regangan, secondary stage berupa garis lurus dan laju regangan
yang tetap, dan yang terakhir tertiary stage adanya peningkatan
laju regangan sampai akhirnya putus.

Material Teknik

Pengujian Sifat Mekanik

32

Gambar 2.15. Sketsa pengujian creep dan kurva yang dihasilkan.

Material Teknik

Anda mungkin juga menyukai