html
GAGAL JANTUNG KONGESTIF
Gagal jantung kongestif dimaksud adalah suatu sindroma klinik yang disebabkan oleh
berkurangnya volume pemompaan jantung untuk keperluan relatif tubuh, disertai
hilangnya curah jantung dalam mempertahankan aliran balik vena.
ETIOLOGI
1.Kelainan otot jantung
2.Ateriosklerosis koroner
3.Hipertensi sistemik atau pulmonal
4.Peradangan atau degeneratif
5.Faktor sistemik : tirotoksikosis, hipokisa, anemia, asidosis dan ketidakseimbangan
elektrolit.
PATOFISIOLOGI
1.Bila curah jantung berkurang sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi
jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila gagal maka volume sekuncup akan
beradaptasi untuk mempertahankan curah jantung.
2.Pada gagal jantung terjadi kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung sehingga curah
jantung normal tidak dapat dipertahankan.
KLASIFIKASI
1.GAGAL JANTUNG KIRI
2.GAGAL JANTUNG KANAN
GAGAL JANTUNG KIRI
1.Gagal jantung kiri disebabkan oleh penyakit jantung
koroner, penyakit katup aorta dan mitral serta hipertensi
2.Gagal jantung kiri berdampak pada :
- Paru
- Ginjal
- Otak
GAGAL JANTUNG KANAN
1.Penyebab gagal jantung kanan harus juga termasuk semua yang dapat menyebabkan
gagal jantung kiri, seharusnya stenosis mitral yang menyebabkan peningkatan tekanan
dalam sirkulasi paru.
2.Gagal jantung kanan dapat berdampak pada :
- Hati
- Ginjal
- Jaringan subkutis
- Otak
- Sistem Aliran aorta
MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang muncul sesuai dengan gejala jantung kiri diikuti gagal jantung kanan dapat
terjadinya di dada karana peningkatan kebutuhan oksigen. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan tanda tanda gejala gagal jantung kongestif biasanya terdapat bunyi derap dan
bising akibat regurgitasi mitral
Gagal Jantung Kiri
a. Dispneu
b. Orthopneu
c. Paroksimal Nokturnal Dyspneu
d. Batuk
e. Mudah lelah
f. Gelisah dan cemas
Gagal Jantung Kanan
a. Pitting edema
b. Hepatomegali
c. Anoreksia
d. Nokturia
e. Kelemahan
PEMERIKSAAN DIANOSTIK
1Pada EKG ditemukan hipertropi ventrikel kiri, kelainan gelombang ST dan T
2.Dari foto torax terdapat pembesaran jantung dan bendungan paru.
3.Pada ekhokardiografi terlihat pembesaran dan disfungsi ventrikel kiri, kelainan
bergerak katup mitral saat diastolik.
4.Pengukuran tekanan vena sentral (CVP)
PENATALAKSANAAN
Tidak ada pengobatan spesifik. Bila diketahui etiologinya diberikan terapi sesuai
penyebab. Namun jika idiopatik, dilakukan terapi sesuai gagal jantung kongestif. Yang
terbaik adalah transplantasi jantung,
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas
kehidupan sehari hari.
2.Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernafas.
3.Resiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan.
4.Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan dispnea nokturnal dan ketidak
mampuan posisi tidur yang biasanya.
5.Perubahan nutrisi.
6.Resiko tinggi interaktif penata laksanaan regiment teurapeutik yang berhubungan
dengan kurang.
INTERVENSI
1.Pantau tanda dan gejala hipoksia.
2.Pantau gejala dan edema paru akut.
3.Waspadai pemberian cairan intravena ( IV ). Pastikan untuk pemberian cairan tambahan
misal antibiotik
4.Bantu klien dengan tindakan untuk menyimpan kekuatan seperti istirahat sebelum dan
sesudah aktivitas
5.Jelaskan kebutuhan untuk memenuhi diet rendah natrium dan pembatasan cairan sesuai
program, konsul dengan ahli nutrisi sesuai dengan kebutuhan
6.Ajarkan klien dan keluarga tentang kondisi dan penyebabnya
7.Jelaskan kerja obat yang diprogramkan secara khas mencakup preparat, digitalis,
vasodilator dan diuretik.
8.Ajarkan klien menghitung frekuensi nadinya.
9.Jelaskan kebutuhan untuk meningkatkan aktivitas secara bertahap dan istirahat bila
terjadi dispnea dan kelemahan.
http://sehatbugar.multiply.com/journal/item/40/HEART_FAILURE
Jantung manusia terdiri dari 4 ruang. Secara fungsional kita membagi jantung menjadi dua
bagian: kanan dan kiri, yang dipisahkan oleh sebuah sekat pembatas dikenal dengan nama
septum. Darah dari seluruh tubuh yang mengandung banyak karbondioksida masuk ke serambi
kanan lalu ke bilik kanan untuk dipompa menuju paru-paru. Setelah karbon dioksida digantikan
oksigen melalui proses pernapasan di paru-paru, darah kembali ke jantung melalui serambi kiri
dan dipompa ke seluruh tubuh oleh bilik kiri yang lebih tebal ototnya dibanding bagian jantung
lainnya.
Untuk melakukan tugas ini jantung berdetak secara otonom, yakni secara sendiri diluar perintah
sadar kita karena jantung memiliki pemacu sendiri yang disebut pace maker yang mengeluarkan
impuls listrik sebagai perintah agar jantung berkontraksi. Namun demikian, saraf otonom (saraf
yang bekerja diluar kehendak) dapat mempercepat atau memperlambat detak jantung. Misalnya
saat berolahraga atau saat ketakutan, jantung kita berdetak lebih kencang dan cepat, sedangkan
saat santai jantung kita pun bekerja lebih lambat. Normalnya jantung berdetak 60 sampai 100 kali
permenit. Rata-rata 72 kali permenit.
Semua penyakit jantung apabila tidak ditangani dengan baik akan berujung pada kegagalan
jantung atau dengan istilah medis Docompatio Cordis. Gagal jantung berarti terjadi kegagalan
fungsi jantung untuk bekerja memompa darah ke seluruh tubuh. Cara jantung untuk
menyesuaikan diri dengan keadaan ini adalah dengan diatasi dan hypertrophy jantung sehingga
akan didapati jantung yang membesar (cardiomegali).
Gagal jantung dapat dibagi dua menurut letaknya, yaitu gagal jantung kiri dan gagal jantung
kanan. Keduanya memberikan gejala klinis yang berlainan.
Gejala utama gagal jantung kiri adalah sesak nafas akibat dari bendungan di paru-paru
(oedema paru) dan dapat juga disertai dengan gejala sianosis. Pada stadium awal sesak nafas
baru dirasa pada aktifitas fisik yang berat . Namun pada stadium lanjut, bahkan saat istirahat pun
sesak nafas dapat menghebat.
Gagalnya fungsi jantung kiri untuk memompa darah ke seluruh tubuh menyebabkan darah
berkumpul banyak di paru-paru sehingga paru-paru dibanjiri oleh darah. Keadaan inilah yang
disebut oedema paru. Sesak nafas yang ditimbulkan dikenal dengan istilah medis asma kardialis.
Keadaan ini tidak sama dengan sesak nafas akibat penyakit asma bronkialis. Pada asma
bronkialis, atau dikenal awam sebagai bengek, sesak nafas timbul akibat menyempitnya bronkus
(saluran yang menghubungkan paru dengan hidung) karena alergi. Jika asma kardialis disangka
sebagai asma bronkialis, sehingga diobati sebagai asma bronkialis maka bisa fatal akibatnya.
Kegagalan jantung kiri umumnya disebabkan oleh:
Penyakit jantung koroner
Hipertensi
Kelainan katup-katup jantung , misalnya akibat penyakit jantung rhematik dan syphilis.
Gagal jantung kanan umumnya memberi gejala bendungan pada alat tubuh lain, misalnya
bawah kulit, hati, limpa ataupun tungkai. Umumnya kegagalan jantung kanan disebabkan oleh
cor pulmonalis, yaitu karena suatu trauma, maka kantung pembungkus jantung terisi banyak
darah sehingga jantung menjadi tertekan. Jarang sekali gagal jantung kanan diakibatkan oleh
MCI atau pun radang otot jantung (myocarditis).
Walaupun berbagai teknologi telah dikembangkan sehingga penyakit jantung dapat dikendalikan,
namun tetap ditekankan pencegahan merupakan hal yang terbaik.
Untuk penyakit jantung tertentu, diagnosis dini sangat diperlukan untuk mencegah komplikasikomplikasi yang tidak diinginkan. Pasalnya jika penyakit jantung sudah menyerang, apalagi jika
sudah terjadi gagal jantung, maka tidak hanya jantung kita yang membengkak, biaya pengobatan
pun akan membengkak.
Nah, daripada kita sampai harus merogoh kocek sangat besar unuk sesuatu yang sebenarnya
bisa kita cegah, maka kita semua pastilah mengangguk setuju bahwa merawat jantung sejak dini
merupakan sebuah keharusan.
http://netsains.com/2009/08/misteri-gagal-jantung/
Pendahuluan
Prevalensi gagal jantung di negara berkembang cukup tinggi dan makin meningkat. Oleh
karena itu gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang utama. Setengah dari pasien
yang terdiagnosis gagal jantung masih punya harapan hidup 5 tahun(4). Penelitian
Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42% wanita
Berdasar perkiraan tahun 1989, di Amerika terdapat 3 juta penderita gagal jantung dan
setiap tahunnya bertambah 400.000 orang. Walaupun angka-angka yang pasti belum ada
untuk seluruh Indonesia, dapat diperkirakan jumlah penderita gagal jantung akan
bertambah setiap tahunnya
Definisi
Gagal jantung atau payah jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala)
ditandai oleh sesak napas (dispneu) dan mudah lelah (fatigue), baik pada saat istirahat
atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung, yang
mengganggu kemampuan ventrikel (bilik jantung) untuk mengisi dan mengeluarkan
darah ke sirkulasi.
Gagal jantung kongestif merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan adanya
abnormalitas fungsi ventrikel kiri dan kelainan regulasi neurohormonal, disertai dengan
intoleransi kemampuan kerja fisis retensi cairan, dan memendeknya umur hidup.
Etiologi (Penyebab)
Penyebab reversible dari gagal jantung antara lain: aritmia (misalnya: atrial fibrillation),
emboli paru-paru (pulmonary embolism), hipertensi maligna atau accelerated, penyakit
tiroid (hipotiroidisme atau hipertiroidisme), valvular heart disease, unstable angina, high
output failure, gagal ginjal, permasalahan yang ditimbulkan oleh pengobatan
(medication-induced problems), intake (asupan) garam yang tinggi, dan anemia berat.
Menurut Cowie MR, Dar O (2008), penyebab gagal jantung dapat diklasifikasikan dalam
enam kategori utama:
1. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat disebabkan oleh
hilangnya miosit (infark miokard), kontraksi yang tidak terkoordinasi (left bundle branch
block), berkurangnya kontraktilitas (kardiomiopati).
2. Kegagalan yang berhubungan dengan overload (hipertensi).
4. hepatomegali
5. efusi pleura
6. takikardi
7. penurunan kapasitas vital sepertiga dari normal
Kriteria mayor atau minor
Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari setelah terapi
Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 1 kriteria minor
harus ada pada saat yang bersamaan.
Penyakit jantung koroner merupakan etiologi gagal jantung akut pada 60-70% pasien,
terutama pada usia lanjut. Contoh klasik gagal jantung akut adalah robekan daun katup
secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma atau infark miocard luas. Curah jantung yang
menurun tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah disertai edema perifer.
Penatalaksanaan
Pada tahap simptomatik dimana sindrom gagal jantung sudah terlihat jelas seperti cepat
capek, sesak napas, kardiomegali, peningkatan JVP, ascites, hepatomegali dan edema
sudah jelas, maka diagnosis gagal jantung mudah dibuat. Tetapi bila sindrom tersebut
belum terlihat jelas seperti pada tahap disfungsi ventrikel kiri, maka keluhan fatig dan
keluhan diatas yang hilang timbul tidak khas, sehingga harus ditopang oleh pemeriksaan
foto rongen, ekokardiografi dan pemeriksaan Brain Natriuretic Peptide.
Diuretik oral maupun parenteral tetap merupakan ujung tombak gagal jantung sampai
edema atau acites hilang. ACE inhibitor atau Angiotensin Reseptor Blocker (ARB) dosis
kecil dapat dimulai setelah euvolemik sampai dosis optimal.
Penyekat beta dosis kecil sampai optimal dapat dimulai setelah diuretik dan ACE
inhibitor tersebut diberikan.
Digitalis diberikan bila ada aritmia supraventrikular (fibrilasi atrium atau SVT lainnya)
atau ketiga obat diatas belum memberikan hasil yang memuaskan. intoksikasi digitalis
sangat mudah terjadi bila fungsi ginjal menurun (ureum/kreatinin meningkat) atau kadar
kalium rendah (<3,5 meq/L).
Aldosteron antagonis dipakai untuk memperkuat efek diuretik atau pada pasien dengan
hipokalemia, dan ada beberapa studi yang menunjukkan penurunan mortalitas dengan
pemberian jenis obat ini.
Pemakaian alat bantu Cardiac Resychronization Theraphy (CRP) maupun pembedahan,
pemasangan ICD (Intra Cardiac Defibrillator) sebagai alat mencegah mati mendadak
pada gagal jantung akibat iskemia maupun noniskemia dapat memperbaiki status
fungsional dan kualitas hidup, namun mahal.
Diagnosis Banding
Beberapa penyakit yang dapat didiagnosis banding dengan gagal jantung antara lain:
1. CAD (angina atau MI)
2. Hipertensi kronis
3. Idiopathic dilated cardiomyopathy
4. Valvular heart disease (misalnya, mitral regurgitation, aortic stenosis)
5. Cardiomyopathy lainnya (misalnya, sarcoidosis)
6. Arrhythmia (misalnya, atrial fibrillation)
7. Anemia
Penemuan (Findings)
Dua prinsip utama radiografi dada (chest radiograph) bermanfaat untuk evaluasi pasien
dengan CHF (congestive heart failure), yaitu:
(1) Ukuran dan bentuk dari cardiac silhouette.
(2) Edema di dasar paru-paru (lung bases).
Ukuran dan bentuk cardiac silhouette menyediakan informasi penting mengenai
ketepatan sifat alami/dasar dari penyebab yang mendasari penyakit jantung.
Baik CTR (cardiothoracic ratio) maupun volume jantung, seperti tampak pada plain film,
relatif spesifik namun merupakan indikator yang insensitive untuk peningkatan LV enddiastolic volume.
Ada korelasi kebalikan yang lemah (weak inverse) antara CTR dan LV ejection fraction
(LVEF) pada pasien dengan gagal jantung. Hubungannya tidak bermanfaat secara klinis
pada pasien individu.
Pada keadaan tekanan vena dan kapiler pulmoner normal, basal paru perfused lebih baik
daripada apeksnya saat pasien pada posisi erect, dan pembuluh darah mensuplai lobus
bawah lebih luas secara signifikan dibandingkan dengan suplai lobus atas. Dengan
peningkatan tekanan kapiler pulmoner dan atrium kiri, berkembanglah edema
perivaskuler dan interstitial; edema paling jelas di basal paru karena tekanan hidrostatik
lebih besar disana.
Saat tekanan pengisian paru-paru (pulmonary capillary pressure) sedikit meninggi (13-17
mm Hg), resultant compression dari pembuluh darah pulmoner di lobus bawah
menyebabkan persamaan (equalization) dalam ukuran pembuluh darah tersebut di apeks
dan basis (pada awal grade I PVH).
Saat peningkatan tekanan lebih besar (18-23 mm Hg), redistribusi vaskuler pulmoner
yang aktual menuju bagian nondependent pulmo memang terjadi (yakni, dengan the
patient in an upright patient, ada konstriksi lebih lanjut pembuluh darah yang menuju ke
lobus bawah, dan dilatasi pembuluh darah yang menuju ke lobus atas).
Saat tekanan pengisian paru-paru (pulmonary capillary pressure) melebihi 20-25 mm Hg,
terjadi interstitial pulmonary edema (grade II PVH). Dengan grade II PVH, ada bukti
interstitial edema, dengan ill-defined vessels dan peribronchial cuffing, juga penebalan
septum interlobular. Penebalan septum interlobular ini sering disebut sebagai Kerley B
lines. Penumpulan awal sudut costophrenic lateral dan posterior dapat terjadi.
Penumpulan tersebut mengindikasikan adanya cairan pleura (pleural fluid).
Saat tekanan pengisian paru-paru (pulmonary capillary pressure) melebihi 25 mm Hg,
images menunjukkan efusi pleura yang luas dan grade III PVH, dengan consolidative
alveolar edema di distribusi lobus bawah dan perihilar.
Dengan adanya peninggian tekanan vena sistemik, vena azygos, brachiocephalic veins,
dan superior vena cava dapat melebar.
Pada pasien dengan gagal ventrikel kiri kronis, tekanan kapiler pulmoner yang lebih
tinggi dapat diakomodasi dengan tanda-tanda klinis dan radiologis, karena enhanced
lymphatic drainage.
Penelitian pada 22 pasien dengan gagal jantung tingkat lanjut yang ditunjuk untuk
evaluasi cardiac transplant dan yang memiliki pengukuran pulmonary capillary wedge
pressure 25 mm Hg atau lebih, 68%-nya tidak memiliki kongesti pulmoner (atau jika ada,
minimal), seperti ditunjukkan pada radiografi dada.
Intinya, penemuan CHF yang khas pada plain radiograph adalah cardiomegaly; grade I,
II, atau III PVH; dan peningkatan central systemic venous volume, dengan pelebaran
(enlargement) vena mediastinum (termasuk azygous vein) dan efusi pleura.
Derajat Kepercayaan
Derajat kepercayaan (degree of confidence) plain radiograph rendah. Lemahnya korelasi
negative antara CTR dan fraksi ejeksi tidak menentukan keakuratan fungsi sistolik saat
tidak adanya bukti radiografis PVH atau efusi pleura pada pasien dengan gagal jantung.
Untuk alasan inilah, radiograf dada mungkin tidak bermanfaat untuk menentukan tipe
disfungsi ventrikel kiri. Selama fase pengobatan CHF, penemuan radiograf dada
seringkali bertolak belakang dengan perbaikan klinis.
False Positives/Negatives
Penemuan false-negative sering ditemukan.
Electrocardiography
Pada kasus-kasus cardiogenic, ECG dapat menunjukkan bukti adanya MI atau iskemia.
Pada kasus-kasus noncardiogenic, ECG biasanya normal.
Keterbatasan Teknik
Meskipun echocardiography sederhana dan noninvasive, ternyata tidak cukup pada 810% kasus. Sebagai tambahan, hasilnya sulit diinterpretasikan/ diterjemahkan pada
pasien dengan penyakit paru-paru (lung disease).
Referensi dan Bacaan Lebih lanjut
1. Arif Mansjoer dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, edisi 3, jilid I,
1999, hal : 434 437.
2. A. Guntur H., Bed Side Teaching IPD, Sebelas Maret University Press, 2006, hal : 97
98.
3. Bashore TM, Granger CB, Hranitzky P, Patel MR. Heart Disease. In: 2009 Current
Medical Diagnosis & Treatment. McGrawHill Lange. USA. 2009;10:351.
4. Cowie MR, Dar O. The Epidemiology and Diagnosis of Heart Failure. In: Fuster V,
Walsh RA, ORourke RA, Poole-Wilson P. Hursts The Heart. 12th Ed. Vol.1. 2008.
China: McGraw Hill. pp:713-723.
5. Fathoni, Mochammad. 2007. Heart Failure Pathophysiologi and Management. Dalam :
CatKul IPD Jantung. Surakarta : Forrinsik 04 FKUNS.
6. Laksono S. Patofisiologi Payah Jantung Kronik. Cermin Dunia Kedokteran (CDK)
169/Vol.36 No.3/Mei-Juni 2009. Hlm.172-175.
7. Mann DL. Pathophysiology of Heart Failure. In: Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes
DP. Braunwalds Heart Disease A Textbook of Cardiovascular Medicine. 8th ed. 2008.
Philadelphia: Saunders Elsevier. pp:541-560.
8. MM Panggabean, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi IV, jilid 3, Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI, 2006, hal : 1513 1514.
9. Sugeng dan Sitompul. 2003. Gagal Jantung. Dalam : Buku Ajar Kardiologi. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI.
10. Sutton: A Textbook of Radiology and Imaging.
11. http://emedicine.medscape.com/article/163062-print
12. http://radiology.casereports.net/index.php/rcr/article/viewFile/71/254/1470
13. http://en.wikipedia.org
http://bedah46.blogspot.com/2008/03/diagnostik-jantung.html
I.
- Prinsipnya :
a. Perekam EKG bersama dengan aktifitas (exercise EKG)
b. Merupakan pemeriksaan non invasive tetapi termasuk pemeriksaan pro
vocative.
c. Termasuk seleksi kedua untuk deteksi penderita coroner sesudah EKG
istirahat (resting EKG).
- Perekaman EKG sebelum, saat exercise dan sesudah recovery
- Ada dua peralatan :
Ergocycle
Treadmill
- Merupakan pemeriksaan yang luas dipakai untuk deteksi dan sekaligus
estimasi prognose PJK.
- Protokol pelaksanaan biasanya pakai protokol Bruce yang sudah
dimodifikasi.- Selama Treadmill, EKG, tekanan darah dan keluhan pasien harus dimonitor.
- Dilakukan sampai simptom- limited.
- Test dihentikan apabila :
- timbul nyeri dada berat
- sesak nafas berat
- dizziness
- rasa capek yang berat
- ST depresi 2 mm
- Tekanan sistol turun lebih dari 10 mHg
- Timbul aritmia ventrikuler
- Treadmill test dianggap positif PJK apabila ST depresi sama atau lebih dari
1mm- Disamping mendeteksi PJK, TMT juga dapat :
- Mengetahui status fungsional dari si terperiksa yang implikasinya, untuk
dapat merekomendasi dari aktvitas / kerja sehari-hari, apa saja yang dapat
dilakukan.
- Deteksi aritmia :hilang saat TMT
- kausa extra cardial.
- bertambah berat saat TMT, biasanya karena ada kelainan organik
- Seyogianya individu yang bekerja berhubungan dengan keselamatan orang
banyak (supir bus, pilot) perlu pemeriksaan TMT secara berkala
- Echocardiografi (Trans Thoracal Echocardiografi = TTE)Prinsip
pemeriksaan dengan Ultrasound (USG)
- Echocardiografi (2D; two dimensional) Dapat mem-visualisasikan
pergerakan jantung secara akurat sesuai dengan real time, meliputi :
- myocardium
- rongga jantung
- katup-katup jantung
- pericardium
- pembuluh darah besar
Echo Doppler/ Color Doppler
http://www.smallcrab.com/jantung/58-penyakit-jantung/540-sekilas-mengenal-gagaljantung
Penyakit jantung pada lansia mempunyai penyebab yang multifaktorial yang saling
tumpang tindih. Untuk itu kita harus terlebih dahulu memahami mengenai konsep Faktor
Resiko dan Penyakit Degeneratif. Faktor resiko adalah suatu kebiasaan, kelainan dan
faktor lain yang bila ditemukan/dimiliki seseorang akan menyebabkan orang tersebut
secara bermakna lebih berpeluang menderita penyakit degeneratif tertentu.
Penyakit degeneratif adalah suatu penyakit yang mempunyai penyebab dan selalu
berhubungan dengan satu faktor resiko atau lebih, dimana faktor-faktor resiko tersebut
bekerja sama menimbulkan penyakit degeneratif itu. Penyakit degeneratif itu sendiri
dapat menjadi faktor resiko untuk penyakit degeneratif lain. Misalnya: penyakit jantung
dan hipertensi merupakan faktor resiko stroke.
Epidemiologi
Gagal jantung adalah merupakan suatu sindrom, bukan diagnosa penyakit. Sindrom
gagal jantung kongestif (Chronic Heart Failure/ CHF) juga mempunyai prevalensi yang
cukup tinggi pada lansia dengan prognosis yang buruk. Prevalensi CHF adalah
tergantung umur/age-dependent. Menurut penelitian, gagal jantung jarang pada usia di
bawah 45 tahun, tapi menanjak tajam pada usia 75 84 tahun.
Dengan semakin meningkatnya angka harapan hidup, akan didapati prevalensi dari CHF
yang meningkat juga. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya lansia yang mempunyai
hipertensi akan mungkin akan berakhir dengan CHF. Selain itu semakin membaiknya
angka keselamatan (survival) post-infark pada usia pertengahan, menyebabkan
meningkatnya jumlah lansia dengan resiko mengalami CHF.
Etiologi dan Patofisiologi
CHF terjadi ketika jantung tidak lagi kuat untuk memompa darah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan jaringan. Fungsi sitolik jantung ditentukan oleh empat determinan
utama, yaitu: kontraktilitas miokardium, preload ventrikel (volume akhir diastolik dan
resultan panjang serabut ventrikel sebelum berkontraksi), afterload kearah ventrikel, dan
frekuensi denyut jantung.
Terdapat 4 perubahan yang berpengaruh langsung pada kapasitas curah jantung dalam
menghadapi beban :
Keempat faktor ini pada usia lanjut akan mengubah struktur, fungsi, fisiologi bersamasama menurunkan cadangan kardiovaskular dan meningkatkan terjadinya gagal jantung
pada usia lanjut.
Penyebab yang sering adalah menurunnya kontraktilitas miokard akibat Penyakit Jantung
Koroner, Kardiomiopati, beban kerja jantung yang meningkat seperti pada penyakit
stenosis aorta atau hipertensi, kelainan katup seperti regurfitasi mitral.
Penyebab
Kardiomiopati dilated / tidak
diketahui
Penyakit Jantung Iskemik
Kelainan katup
Hipertensi
Frekuensi relatif
45%
40%
9%
6%
Diagnosis
Untuk menentukan diagnosa dari CHF pada lansia cukup sulit. Gejala yang ada tidaklah
khas. Gejala-gejala seperti sesak nafas saat beraktivitas atau cepat lelah seringkali
dianggap sebagai salah satu akibat proses menua atau dianggap sebagai akibat dari
penyakit penyerta lainnya seperti penyakit paru, kelainan fungsi tiroid, anemia, depresi,
dll.
Pada usia lanjut, seringkali disfungsi diastolik diperberat oleh PJK. Iskemia miokard
dapat menyebabkan kenaikan tekanan pengisian ke dalam ventrikel kiri dan juga tekanan
vena pulmonalis yang meningkat, sehingga mudah terjadi udem paru dan keluhan sesak
nafas.
Gejala yang sering ditemukan adalah sesak nafas, orthopnea, paroksismal nokturnal
dispnea, edema perifer, fatique, penurunan kemampuan beraktivitas serta batuk dengan
sputum jernih. Sering juga didapatkan kelemahan fisik, anorexia, jatuh dan konfusi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nilai JVP (Jugularis Venous Pressure) meninggi.
Sering juga terdapat bunyi jantung III, pitting udem, fibrilasi atrial, bising sistolik akibat
regurgitasi mitral serta ronkhi paru.
CHF menurut New York Heart Assosiation dibagi menjadi :
Grade 1 :
Grade 2 :
Grade 3 :
Grade 4 :
Nilai besar jantung, ada/tidaknya edema paru dan efusi pleura. Tapi banyak juga pasien
CHF tanpa disertai kardiomegali.
Pemeriksaan EKG
Nilai ritmenya, apakah ada tanda dari strain ventrikel kiri, bekas infark miokard dan
bundle branch block (Disfungsi ventrikel kiri jarang ditemukan bila pada EKG sadapan a12 normal).
Echocardiography
Prognosis
Prognosis CHF tergantung dari derajat disfungsi miokardium. Menurut New York Heart
Assosiation, CHF kelas I-III didapatkan mortalitas 1 dan 5 tahun masing-masing 25%
dab 52%. Sedangkan kelas IV mortalitas 1 tahun adalah sekitar 40%-50%.
http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=633
Mitral Stenosis (MS) adalah sumbatan katup mitral yang menyebabkan penyempitan
aliran darah ke ventrikel. Pasien dengan MS secara khas memiliki daun katup mitral yang
menebal, kommisura yang menyatu, dan korda tendineae yang menebal dan memendek.
Diameter transversal jantung biasanya dalam batas normal, tetapi kalsifikasi dari katup
mitral
dan
pembesaran
atrium
kiri
dapat
terlihat.
Kondisi ini membuat tekanan vena pulmonal meningkat sehingga menyebabkan diversi
darah, pada foto toraks terlihat pelebaran relatif pembuluh darah bagian atas paru
dibanding pembuluh darah bawah paru. Penyempitan katup mitral menyebabkan katup
tidak terbuka dengan tepat dan menghambat aliran darah antara ruang-ruang jantung kiri.
Ketika katup mitral menyempit (stenosis), darah tidak dapat dengan efisien melewati
jantung. Kondisi ini menyebabkan seseorang menjadi lemah dan nafas menjadi pendek
serta
gejala
lainnya.
Di negara-negara maju, insidens MS telah menurun karena berkurangnya kasus demam
rematik, herannya justru di negara berkembang, seperti Indonesia, angkanya cenderung
meningkat. Katup mitral adalah katup jantung yang paling banyak terkena pada pasien
dengan penyakit jantung rematik. Perbandingan wanita dengan pria yang terkena ialah
2:1 dengan gejala biasanya timbul antara umur 20 sampai 50 tahun. Gejala dapat pula
nampak sejak lahir, tetapi jarang sebagai defek tunggal. MS kongenital lebih sering
sebagai bagian dari deformitas jantung kompleks pada bayi.
Edema paru
MS murni terdapat pada kurang lebih 40% dari semua penderita penyakit jantung
reumatik. Terdapat periode laten antara 10-20 tahun, atau lebih, setelah suatu episode
penyakit jantung rematik; dengan demikian tidak akan terjadi onset dari gejala MS
sebelumnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa MS memiliki perjalanan kronik
progresif
yang
tidak
mudah
terdeteksi.
MS merupakan obstruksi inflow ventrikel kiri setinggi katup mitral akibat abnormalitas
struktrural pada komponen mitral. Proses patologis MS akibat demam rheuma
menyebabkan penebalan dan kalsifikasi katup, komisura menempel, korda menyatu, serta
kombinasi dari proses-proses tersebut. Penyempitan katup mitral menyebabkan
perubahan peredaran darah, terutama di atas katup. Ventrikel kiri yang berada di bawah
katup tidak banyak mengalami perubahan kecuali pada MS yang berat, ventrikel kiri dan
aorta
dapat
menjadi
kecil.
Luas normal orifisium katup mitral adalah 4-6 cm2. Ketika daerah orifisium ini
berkurang hingga 2 cm2 maka akan terjadi peningkatan tekanan atrium kiri yang
dibutuhkan agar aliran transmitral tetap normal. MS yang parah terjadi ketika pembukaan
berkurang hingga 1 cm2. Pada tahap ini dibutuhkan tekanan atrium kiri sebesar 25 mmHg
untuk
mempertahankan
cardiac
output
yang
normal.
MS menghalangi aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri selama fase diastolik
ventrikel. Untuk mengisi ventrikel dengan adekuat dan mempertahankan curah jantung,
atrium kiri harus menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk mendorong darah
melampaui katup yang menyempit. Karena itu, selisih tekanan atau gradien tekanan
antara kedua ruang tersebut meningkat. Dalam keadaan normal selisih tekanan tersebut
minimal.
Otot atrium kiri mengalami hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan memompa darah.
Makin lama peranan kontraksi atrium makin penting sebagai faktor pembantu pengisian
ventrikel. Dilatasi atrium kiri terjadi karena volume atrium kiri meningkat akibat
ketidakmampuan atrium untuk mengosongkan diri secara normal. Peningkatan tekanan
dan volume atrium kiri dipantulkan ke belakang ke dalam pembuluh paru-paru. Tekanan
vena pulmonal dan kapiler meningkat, akibatnya terjadi kongesti paru-paru, mulai dari
kongesti vena yang ringan sampai edema interstitial yang kadang-kadang disertai
transudasi
dalam
alveoli.
Pada akhirnya, tekanan arteri pulmonal harus meningkat sebagai akibat dari resistensi
vena pulmonal yang meninggi. Respon ini memastikan gradien tekanan yang memadai
untuk mendorong darah melalui pembuluh paru-paru. Akan tetapi, hipertensi pulmonal
meningkatkan resistensi ejeksi ventrikel kanan menuju arteri pulmonal. Ventrikel kanan
memberi respons terhadap peningkatan beban tekanan ini dengan cara hipertrofi.
Lama kelamaan hipertrofi ini akan dikuti oleh dilatasi ventrikel kanan. Dilatasi ventrikel
kanan ini nampak pada foto jantung pada posisi lateral dan posisi PA. Pembesaran
ventrikel kanan ini lama kelamaan mempengaruhi fungsi katup trikuspid. Katup ini akan
mengalami insufisiensi. Kalau ventrikel kanan mengalami kegagalan, maka darah yang
arteri dan vena (terutama arteri) dengan ujung pembuluh yang berdekatan dengan hilus
menjadi lebih terlihat dan pembuluh distal memanjang keluar ke perifer paru. Pada MS
edema paru dapat terjadi pada jaringan interstitial dan dalam ruangan
alveolar. Edema interstitial menyebabkan paru berbercak-bercak tipis,
halus, sehingga gambaran radiolusen paru berubah menjadi suram. Akan
terlihat "garis Kerley" (garis septa) yang muncul di lapangan paru bagian
tepi-tepi dan kebanyakan di lapangan bawah. Garis ini sering terdapat
pada sinus kostofrenikus dan mewakili adanya cairan dalam jaringan
interlobaris. Garis ini disebut juga "Kerley B lines", agak spesifik untuk
stenosis mitral dengan edema paru. Sedangkan MS yang disertai dengan
hipertensi pulmonal yang kronis akan menyebabkan dilatasi kapiler dan
perdarahan. Akibatnya besi bebas (Fe) akan terkumpul pada daerah
interstitial jaringan sebagai hemosiderosis, tampak seperti nodul pada
radiografi.
jantung pertama (S1), namun tidak terdapat opening snap pada auskultasi. Bunyi murmur
pada MS dan AR hampir sama, murmur diastolik dengan derajat yang bervariasi.
Penggantian katup
Tidak ada pengobatan yang dibutuhkan jika gejala-gejala tidak ditemukan atau hanya
ringan saja. Rujukan ke rumah sakit hanya dibutuhkan untuk diagnosis atau penanganan
gejala yang berat. Tak ada obat yang dapat mengoreksi suatu defek katup mitral. Hanya
saja obat-obatan tertentu dapat digunakan untuk mengurangi gejala dengan
mempermudah kerja pemompaan jantung dan mengatur irama jantung, misalnya diuretik
untuk mengurangi akumulasi cairan di paru. Antikoagulan dapat membantu mencegah
terbentuknya bekuan darah pada jantung dengan kerusakan katup. Antibiotik diberikan
bila pasien akan menjalani tindakan bedah, tindakan dentologi, atau tindakan medis
tertentu
lainnya.
Tindakan bedah dapat dilakukan untuk mengoreksi kelainan ini. Kadang-kadang katup
dapat dibuka teregang dengan prosedur yang disebut dengan Percutaneous Balloon Mitral
Valvuloplasty (PBMV). Sebuah balon berujung kateter disusupkan dari arteri femoralis
melewati vena dan akhirnya sampai ke jantung. Ketika berada di dalam katup balon
dikembangkan lalu memisahkan daun katup. (baca artikel tentang PBMV) Pilihan lainnya
adalah bedah jantung untuk memisahkan fusi kommisura. Jika katup rusak berat dapat
dilakukan
mitral
valve
repair
atau
mitral
valve
replacement.
Sebenarnya prognosis penyakit ini bervariasi. Gangguan dapat saja ringan, tanpa gejala,
atau menjadi berat. Riwayat yang banyak terjadi pada MS adalah timbulnya murmur 10
tahun setelah masa demam rematik, 10 tahun berikutnya gejala berkembang, serta 10
tahun berikutnya sebelum penderita mengalami sakit serius. Tentu tidak semua pasien
mengalami perjalanan seperti ini. MS biasanya dapat dikontrol dengan pengobatan dan
membaik dengan valvuloplasty atau pembedahan. Tingkat mortalitas post operatif pada
mitral commisurotomy adalah 1-2% dan pada mitral valve replacement adalah 2-5%.
Komplikasi utama dari MS ialah edema paru dan gagal jantung, yang membahayakan
jiwa jika tidak diterapi dengan benar. (Farid)