Anda di halaman 1dari 25

http://drlizakedokteran.blogspot.com/2008/01/gagal-jantungmudah-lelah-baru-ajajalan.

html
GAGAL JANTUNG KONGESTIF
Gagal jantung kongestif dimaksud adalah suatu sindroma klinik yang disebabkan oleh
berkurangnya volume pemompaan jantung untuk keperluan relatif tubuh, disertai
hilangnya curah jantung dalam mempertahankan aliran balik vena.
ETIOLOGI
1.Kelainan otot jantung
2.Ateriosklerosis koroner
3.Hipertensi sistemik atau pulmonal
4.Peradangan atau degeneratif
5.Faktor sistemik : tirotoksikosis, hipokisa, anemia, asidosis dan ketidakseimbangan
elektrolit.
PATOFISIOLOGI
1.Bila curah jantung berkurang sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi
jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila gagal maka volume sekuncup akan
beradaptasi untuk mempertahankan curah jantung.
2.Pada gagal jantung terjadi kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung sehingga curah
jantung normal tidak dapat dipertahankan.
KLASIFIKASI
1.GAGAL JANTUNG KIRI
2.GAGAL JANTUNG KANAN
GAGAL JANTUNG KIRI
1.Gagal jantung kiri disebabkan oleh penyakit jantung
koroner, penyakit katup aorta dan mitral serta hipertensi
2.Gagal jantung kiri berdampak pada :
- Paru
- Ginjal
- Otak
GAGAL JANTUNG KANAN
1.Penyebab gagal jantung kanan harus juga termasuk semua yang dapat menyebabkan
gagal jantung kiri, seharusnya stenosis mitral yang menyebabkan peningkatan tekanan
dalam sirkulasi paru.
2.Gagal jantung kanan dapat berdampak pada :
- Hati
- Ginjal
- Jaringan subkutis

- Otak
- Sistem Aliran aorta
MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang muncul sesuai dengan gejala jantung kiri diikuti gagal jantung kanan dapat
terjadinya di dada karana peningkatan kebutuhan oksigen. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan tanda tanda gejala gagal jantung kongestif biasanya terdapat bunyi derap dan
bising akibat regurgitasi mitral
Gagal Jantung Kiri
a. Dispneu
b. Orthopneu
c. Paroksimal Nokturnal Dyspneu
d. Batuk
e. Mudah lelah
f. Gelisah dan cemas
Gagal Jantung Kanan
a. Pitting edema
b. Hepatomegali
c. Anoreksia
d. Nokturia
e. Kelemahan
PEMERIKSAAN DIANOSTIK
1Pada EKG ditemukan hipertropi ventrikel kiri, kelainan gelombang ST dan T
2.Dari foto torax terdapat pembesaran jantung dan bendungan paru.
3.Pada ekhokardiografi terlihat pembesaran dan disfungsi ventrikel kiri, kelainan
bergerak katup mitral saat diastolik.
4.Pengukuran tekanan vena sentral (CVP)
PENATALAKSANAAN
Tidak ada pengobatan spesifik. Bila diketahui etiologinya diberikan terapi sesuai
penyebab. Namun jika idiopatik, dilakukan terapi sesuai gagal jantung kongestif. Yang
terbaik adalah transplantasi jantung,
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas
kehidupan sehari hari.
2.Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernafas.
3.Resiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan.
4.Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan dispnea nokturnal dan ketidak
mampuan posisi tidur yang biasanya.
5.Perubahan nutrisi.
6.Resiko tinggi interaktif penata laksanaan regiment teurapeutik yang berhubungan

dengan kurang.
INTERVENSI
1.Pantau tanda dan gejala hipoksia.
2.Pantau gejala dan edema paru akut.
3.Waspadai pemberian cairan intravena ( IV ). Pastikan untuk pemberian cairan tambahan
misal antibiotik
4.Bantu klien dengan tindakan untuk menyimpan kekuatan seperti istirahat sebelum dan
sesudah aktivitas
5.Jelaskan kebutuhan untuk memenuhi diet rendah natrium dan pembatasan cairan sesuai
program, konsul dengan ahli nutrisi sesuai dengan kebutuhan
6.Ajarkan klien dan keluarga tentang kondisi dan penyebabnya
7.Jelaskan kerja obat yang diprogramkan secara khas mencakup preparat, digitalis,
vasodilator dan diuretik.
8.Ajarkan klien menghitung frekuensi nadinya.
9.Jelaskan kebutuhan untuk meningkatkan aktivitas secara bertahap dan istirahat bila
terjadi dispnea dan kelemahan.

http://sehatbugar.multiply.com/journal/item/40/HEART_FAILURE
Jantung manusia terdiri dari 4 ruang. Secara fungsional kita membagi jantung menjadi dua
bagian: kanan dan kiri, yang dipisahkan oleh sebuah sekat pembatas dikenal dengan nama
septum. Darah dari seluruh tubuh yang mengandung banyak karbondioksida masuk ke serambi
kanan lalu ke bilik kanan untuk dipompa menuju paru-paru. Setelah karbon dioksida digantikan
oksigen melalui proses pernapasan di paru-paru, darah kembali ke jantung melalui serambi kiri
dan dipompa ke seluruh tubuh oleh bilik kiri yang lebih tebal ototnya dibanding bagian jantung
lainnya.
Untuk melakukan tugas ini jantung berdetak secara otonom, yakni secara sendiri diluar perintah
sadar kita karena jantung memiliki pemacu sendiri yang disebut pace maker yang mengeluarkan
impuls listrik sebagai perintah agar jantung berkontraksi. Namun demikian, saraf otonom (saraf
yang bekerja diluar kehendak) dapat mempercepat atau memperlambat detak jantung. Misalnya
saat berolahraga atau saat ketakutan, jantung kita berdetak lebih kencang dan cepat, sedangkan
saat santai jantung kita pun bekerja lebih lambat. Normalnya jantung berdetak 60 sampai 100 kali
permenit. Rata-rata 72 kali permenit.
Semua penyakit jantung apabila tidak ditangani dengan baik akan berujung pada kegagalan
jantung atau dengan istilah medis Docompatio Cordis. Gagal jantung berarti terjadi kegagalan
fungsi jantung untuk bekerja memompa darah ke seluruh tubuh. Cara jantung untuk
menyesuaikan diri dengan keadaan ini adalah dengan diatasi dan hypertrophy jantung sehingga
akan didapati jantung yang membesar (cardiomegali).
Gagal jantung dapat dibagi dua menurut letaknya, yaitu gagal jantung kiri dan gagal jantung
kanan. Keduanya memberikan gejala klinis yang berlainan.

Gejala utama gagal jantung kiri adalah sesak nafas akibat dari bendungan di paru-paru
(oedema paru) dan dapat juga disertai dengan gejala sianosis. Pada stadium awal sesak nafas
baru dirasa pada aktifitas fisik yang berat . Namun pada stadium lanjut, bahkan saat istirahat pun
sesak nafas dapat menghebat.
Gagalnya fungsi jantung kiri untuk memompa darah ke seluruh tubuh menyebabkan darah
berkumpul banyak di paru-paru sehingga paru-paru dibanjiri oleh darah. Keadaan inilah yang
disebut oedema paru. Sesak nafas yang ditimbulkan dikenal dengan istilah medis asma kardialis.
Keadaan ini tidak sama dengan sesak nafas akibat penyakit asma bronkialis. Pada asma
bronkialis, atau dikenal awam sebagai bengek, sesak nafas timbul akibat menyempitnya bronkus
(saluran yang menghubungkan paru dengan hidung) karena alergi. Jika asma kardialis disangka
sebagai asma bronkialis, sehingga diobati sebagai asma bronkialis maka bisa fatal akibatnya.
Kegagalan jantung kiri umumnya disebabkan oleh:
Penyakit jantung koroner
Hipertensi
Kelainan katup-katup jantung , misalnya akibat penyakit jantung rhematik dan syphilis.
Gagal jantung kanan umumnya memberi gejala bendungan pada alat tubuh lain, misalnya
bawah kulit, hati, limpa ataupun tungkai. Umumnya kegagalan jantung kanan disebabkan oleh
cor pulmonalis, yaitu karena suatu trauma, maka kantung pembungkus jantung terisi banyak
darah sehingga jantung menjadi tertekan. Jarang sekali gagal jantung kanan diakibatkan oleh
MCI atau pun radang otot jantung (myocarditis).
Walaupun berbagai teknologi telah dikembangkan sehingga penyakit jantung dapat dikendalikan,
namun tetap ditekankan pencegahan merupakan hal yang terbaik.
Untuk penyakit jantung tertentu, diagnosis dini sangat diperlukan untuk mencegah komplikasikomplikasi yang tidak diinginkan. Pasalnya jika penyakit jantung sudah menyerang, apalagi jika
sudah terjadi gagal jantung, maka tidak hanya jantung kita yang membengkak, biaya pengobatan
pun akan membengkak.
Nah, daripada kita sampai harus merogoh kocek sangat besar unuk sesuatu yang sebenarnya
bisa kita cegah, maka kita semua pastilah mengangguk setuju bahwa merawat jantung sejak dini
merupakan sebuah keharusan.

http://netsains.com/2009/08/misteri-gagal-jantung/

Pendahuluan
Prevalensi gagal jantung di negara berkembang cukup tinggi dan makin meningkat. Oleh
karena itu gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang utama. Setengah dari pasien
yang terdiagnosis gagal jantung masih punya harapan hidup 5 tahun(4). Penelitian
Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42% wanita
Berdasar perkiraan tahun 1989, di Amerika terdapat 3 juta penderita gagal jantung dan
setiap tahunnya bertambah 400.000 orang. Walaupun angka-angka yang pasti belum ada
untuk seluruh Indonesia, dapat diperkirakan jumlah penderita gagal jantung akan
bertambah setiap tahunnya
Definisi
Gagal jantung atau payah jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala)
ditandai oleh sesak napas (dispneu) dan mudah lelah (fatigue), baik pada saat istirahat
atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung, yang
mengganggu kemampuan ventrikel (bilik jantung) untuk mengisi dan mengeluarkan
darah ke sirkulasi.
Gagal jantung kongestif merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan adanya
abnormalitas fungsi ventrikel kiri dan kelainan regulasi neurohormonal, disertai dengan
intoleransi kemampuan kerja fisis retensi cairan, dan memendeknya umur hidup.
Etiologi (Penyebab)
Penyebab reversible dari gagal jantung antara lain: aritmia (misalnya: atrial fibrillation),
emboli paru-paru (pulmonary embolism), hipertensi maligna atau accelerated, penyakit
tiroid (hipotiroidisme atau hipertiroidisme), valvular heart disease, unstable angina, high
output failure, gagal ginjal, permasalahan yang ditimbulkan oleh pengobatan
(medication-induced problems), intake (asupan) garam yang tinggi, dan anemia berat.
Menurut Cowie MR, Dar O (2008), penyebab gagal jantung dapat diklasifikasikan dalam
enam kategori utama:
1. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat disebabkan oleh
hilangnya miosit (infark miokard), kontraksi yang tidak terkoordinasi (left bundle branch
block), berkurangnya kontraktilitas (kardiomiopati).
2. Kegagalan yang berhubungan dengan overload (hipertensi).

3. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas katup.


4. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas ritme jantung (takikardi).
5. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas perikard atau efusi perikard (tamponade).
6. Kelainan kongenital jantung.
Faktor Predisposisi dan Faktor Pencetus
Faktor Predisposisi
Yang merupakan faktor predisposisi gagal jantung antara lain: hipertensi, penyakit arteri
koroner, kardiomiopati, enyakit pembuluh darah, penyakit jantung kongenital, stenosis
mitral, dan penyakit perikardial.
Faktor Pencetus
Yang merupakan faktor pencetus gagal jantung antara lain: meningkatnya asupan (intake)
garam, ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung, infak miokard akut,
hipertensi, aritmia akut, infeksi, demam, emboli paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan,
dan endokarditis infektif.
Patofisiologi
Gangguan kontraktilitas miokardium ventrikel kiri yang menurun pada gagal jantung
akan mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel, sehingga volume residu ventrikel
menjadi meningkat akibat berkurangnya stroke volume yang diejeksikan oleh ventrikel
kiri tersebut. Dengan meningkatnya EDV (End Diastolic Volume), maka terjadi pula
peningkatan LVEDP (Left Ventricle End Diastolic Pressure), yang mana derajat
peningkatannya bergantung pada kelenturan ventrikel. Oleh karena selama diastol atrium
dan ventrikel berhubungan langsung, maka peningkatan LVEDP akan meningkatkan
LAP( Left Atrium Pressure ), sehingga tekanan kapiler dan vena paru-paru juga
akan meningkat. Jika tekanan hidrostatik di kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik
vaskular, maka akan terjadi transudasi cairan ke interstitial dan bila cairan tersebut
merembes ke dalam alveoli, terjadilah edema paru-paru.
Peningkatan tekanan vena paru yang kronis dapat meningkatkan tekanan arteri paru yang
disebut dengan hipertensi pulmonal, yang mana hipertensi pulmonal akan meningkatkan
tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Bila proses yang terjadi pada jantung kiri juga
terjadi pada jantung kanan, akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema.
Menurut Laksono S (2009), ada beberapa mekanisme patofisiologi gagal jantung:
1. Mekanisme neurohormonal
Pengaturan neurohormonal melibatkan sistem saraf adrenergik (aktivasi sistem saraf
simpatis akan meningkatkan kadar norepinefrin), sistem renin-angiotensin, stres oksidatif
(peningkatan kadar ROS/reactive oxygen species), arginin vasopressin (meningkat),
natriuretic peptides, endothelin, neuropeptide Y, urotensin II, nitric oxide, bradikinin,
adrenomedullin (meningkat), dan apelin (menurun).
2. Remodeling ventrikel kiri
Remodeling ventrikel kiri yang progresif berhubungan langsung dengan memburuknya
kemampuan ventrikel di kemudian hari.
3. Perubahan biologis pada miosit jantung
Terjadi hipertrofi miosit jantung, perubahan komplek kontraksi-eksitasi, perubahan
miokard, nekrosis, apoptosis, autofagi.
4. Perubahan struktur ventrikel kiri
Perubahan ini membuat jantung membesar, mengubah bentuk jantung menjadi lebih
sferis mengakibatkan ventrikel membutuhkan energi lebih banyak, sehingga terjadi

peningkatan dilatasi ventrikel kiri, penurunan cardiac output, dan peningkatan


hemodynamic overloading.
Patogenesis Gagal Jantung Kongestif
Gangguan katup jantung aliran darah jantung terganggu gangguan pengisisan darah
ventrikel gangguan kontraksi ventrikel gagal jantung.
Hipertensi penyempitan pembuluh darah jantung aliran darah ke jantung berkurang
hipoksia miokard ischemia miokard gangguan kontraksi ventrikel gagal jantung.
Kelemahan miokard kontraksi ventrikel melemah gagal jantung
Sindrom Koroner Akut( SKA) arteriosklerosis arteri koronaria hipoksia miokard
ischemia miokard gangguan kontraksi ventikel gagal jantung.
CPC hipertensi pulmonal aliran darah balik ke ventrikel kanan ventrikel kanan
bekerja lebih keras hipertrofi.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gagal jantung kanan (decompensatio dextra) antara lain: JVP
meningkat, batas jantung kanan melebar (terdapat RVH dan pulsasi epigastrium),
pembesaran hati (hepatomegali), pembesaran limpa (splenomegali), cairan di rongga
perut (ascites), bengkak (oedem) pada tungkai.
Sedangkan manifestasi klinis gagal jantung kiri (decompensatio sinistra) antara lain:
sesak nafas (dispneu, orthopneu, paroxismal nocturnal dispneu), batas jantung kiri
melebar (terdapat LVH), nafas cheyne stokes, kebiruan (cyanosis), Right Bundle Branch
(RBB), dan suara S3 (gallop).
Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis gagal jantung dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
EKG, foto thorax, ekokardigrafi-doppler dan kateterisasi.
Klasifikasi fungsional dari The New York Heart Association (NYHA), umum dipakai
untuk menyatakan hubungan antara awitan gejala dan derajat latihan fisik:
Klas I: tidak timbul gejala pada aktivitas sehari-hari, gejala akan timbul pada aktivitas
yang lebih berat dari aktivitas sehari-hari.
Klas II: gejala timbul pada aktivitas sehari-hari.
Klas III: gejala timbul pada aktivitas lebih ringan dari aktivitas sehari-hari.
Klas IV: gejala timbul pada saat istirahat.
Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk menegakkan diagnosis gagal jantung
kongestif.
Kriteria mayor:
1. Paroxismal Nocturnal Dispneu
2. distensi vena leher
3. ronkhi paru
4. kardiomegali
5. edema paru akut
6. gallop S3
7. peninggian tekanan vena jugularis
8. refluks hepatojugular
Kriteria minor:
1. edema ekstremitas
2. batuk malam hari
3. dispneu de effort

4. hepatomegali
5. efusi pleura
6. takikardi
7. penurunan kapasitas vital sepertiga dari normal
Kriteria mayor atau minor
Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari setelah terapi
Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 1 kriteria minor
harus ada pada saat yang bersamaan.
Penyakit jantung koroner merupakan etiologi gagal jantung akut pada 60-70% pasien,
terutama pada usia lanjut. Contoh klasik gagal jantung akut adalah robekan daun katup
secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma atau infark miocard luas. Curah jantung yang
menurun tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah disertai edema perifer.
Penatalaksanaan
Pada tahap simptomatik dimana sindrom gagal jantung sudah terlihat jelas seperti cepat
capek, sesak napas, kardiomegali, peningkatan JVP, ascites, hepatomegali dan edema
sudah jelas, maka diagnosis gagal jantung mudah dibuat. Tetapi bila sindrom tersebut
belum terlihat jelas seperti pada tahap disfungsi ventrikel kiri, maka keluhan fatig dan
keluhan diatas yang hilang timbul tidak khas, sehingga harus ditopang oleh pemeriksaan
foto rongen, ekokardiografi dan pemeriksaan Brain Natriuretic Peptide.
Diuretik oral maupun parenteral tetap merupakan ujung tombak gagal jantung sampai
edema atau acites hilang. ACE inhibitor atau Angiotensin Reseptor Blocker (ARB) dosis
kecil dapat dimulai setelah euvolemik sampai dosis optimal.
Penyekat beta dosis kecil sampai optimal dapat dimulai setelah diuretik dan ACE
inhibitor tersebut diberikan.
Digitalis diberikan bila ada aritmia supraventrikular (fibrilasi atrium atau SVT lainnya)
atau ketiga obat diatas belum memberikan hasil yang memuaskan. intoksikasi digitalis
sangat mudah terjadi bila fungsi ginjal menurun (ureum/kreatinin meningkat) atau kadar
kalium rendah (<3,5 meq/L).
Aldosteron antagonis dipakai untuk memperkuat efek diuretik atau pada pasien dengan
hipokalemia, dan ada beberapa studi yang menunjukkan penurunan mortalitas dengan
pemberian jenis obat ini.
Pemakaian alat bantu Cardiac Resychronization Theraphy (CRP) maupun pembedahan,
pemasangan ICD (Intra Cardiac Defibrillator) sebagai alat mencegah mati mendadak
pada gagal jantung akibat iskemia maupun noniskemia dapat memperbaiki status
fungsional dan kualitas hidup, namun mahal.
Diagnosis Banding
Beberapa penyakit yang dapat didiagnosis banding dengan gagal jantung antara lain:
1. CAD (angina atau MI)
2. Hipertensi kronis
3. Idiopathic dilated cardiomyopathy
4. Valvular heart disease (misalnya, mitral regurgitation, aortic stenosis)
5. Cardiomyopathy lainnya (misalnya, sarcoidosis)
6. Arrhythmia (misalnya, atrial fibrillation)
7. Anemia

8. Overload volume cairan yang disebabkan oleh kondisi noncardiac


9. Penyakit thyroid (hypothyroidism atau hyperthyroidism)
Tinjauan (Pencitraan) Radiologis
a. Echocardiography (ECG)
Echocardiography merupakan pemeriksaan yang lebih disukai (preferred examination).
Doppler echocardiography dua-dimensi dapat digunakan untuk menentukan penampilan
LV sistolik dan diastolik, cardiac output (ejection fraction), serta tekanan pengisian
ventrikel dan arteri pulmoner (pulmonary artery and ventricular filling pressures).
Echocardiography juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyakit valvular yang
penting secara klinis.
b. Radiography
Pada kasus-kasus kardiogenik, radiograph dapat menunjukkan cardiomegaly, pulmonary
venous hypertension, dan pleural effusions. Pulmonary venous hypertension (PVH) dapat
dibagi menjadi 3 tingkatan (grade).
Pada grade I PVH, pemeriksaan upright menunjukkan redistribusi aliran darah ke bagian
nondependent dari paru-paru dan lobus atas.
Pada grade II PVH, ada bukti interstitial edema dengan ill-defined vessels dan
peribronchial cuffing, juga penebalan septum interlobular.
Pada grade III PVH, terdapat pengisian airspace lobus-bawah dan perihilar, dengan ciri
utama (ke-khas-an) konsolidasi (misalnya, confluent opacities, air bronchogram dan
ketidakmampuan untuk melihat pembuluh darah pulmo di daerah yang tidak normal).
Edema airspace cenderung menuju ke (to spare) perifer di pulmo bagian atas dan tengah.
Pada kasus-kasus noncardiogenic, kardiomegali dan efusi pleura biasanya tidak ada.
Mungkin ada edema interstitial namun lebih sering consolidative. Tidak ada cephalization
aliran yang dicatat, meskipun kemungkinan ada perubahan (shift) aliran darah ke area
yang kurang/sedikit affected. Edema yang terjadi bersifat difus dan tidak menuju ke
perifer pulmo bagian atas atau tengah.
Pada kasus-kasus yang lebih luas, infark miokard akut, dan infark katub mitral membantu
apparatus memproduksi pola atipikal edem pulmoner yang menyerupai edema
noncardiogenic pada pasien yang pada kenyataannya memiliki edema cardiogenic.
Pada kasus-kasus yang secara klinis membingungkan atau menyulitkan, suatu
multidetector-row gated CT scanning dapat memberikan analisis yang baik sekali untuk
jantung dan menampakkan sifat dasar/alamiah dari edema pulmoner.
Menurut Bashore TM, Granger CB, Hranitzky P, Patel MR (2009), ECG dapat
mengindikasikan suatu aritmia sekunder yang mendasari, infark miokard, atau perubahan
nonspesifik yang sering termasuk voltage rendah, defek konduksi intraventrikuler, LVH,
dan perubahan repolarisasi nonspesifik. Radiograf dada menyediakan informasi tentang
ukuran dan bentuk dari cardiac silhouette. Cardiomegaly merupakan penemuan penting
dan sebagai tanda prognostik yang lemah (poor). Bukti hipertensi vena pulmoner
termasuk dilatasi relatif upper lobe veins, edema perivaskuler (haziness of vessel
outlines), edema interstitial, cairan alveolar. Pada gagal jantung akut, penemuan ini
berkorelasi cukup baik dengan tekanan vena pulmoner.
Bagaimanapun juga, pasien dengan gagal jantung kronis dapat menunjukkan
vaskularisasi pulmo yang normal (normal pulmonary vasculature) meskipun tekanan
meningkat dengan jelas. Efusi pleura umum terjadi dan cenderung bilateral atau
mengenai sisi kanan (right sided).

Penemuan (Findings)
Dua prinsip utama radiografi dada (chest radiograph) bermanfaat untuk evaluasi pasien
dengan CHF (congestive heart failure), yaitu:
(1) Ukuran dan bentuk dari cardiac silhouette.
(2) Edema di dasar paru-paru (lung bases).
Ukuran dan bentuk cardiac silhouette menyediakan informasi penting mengenai
ketepatan sifat alami/dasar dari penyebab yang mendasari penyakit jantung.
Baik CTR (cardiothoracic ratio) maupun volume jantung, seperti tampak pada plain film,
relatif spesifik namun merupakan indikator yang insensitive untuk peningkatan LV enddiastolic volume.
Ada korelasi kebalikan yang lemah (weak inverse) antara CTR dan LV ejection fraction
(LVEF) pada pasien dengan gagal jantung. Hubungannya tidak bermanfaat secara klinis
pada pasien individu.
Pada keadaan tekanan vena dan kapiler pulmoner normal, basal paru perfused lebih baik
daripada apeksnya saat pasien pada posisi erect, dan pembuluh darah mensuplai lobus
bawah lebih luas secara signifikan dibandingkan dengan suplai lobus atas. Dengan
peningkatan tekanan kapiler pulmoner dan atrium kiri, berkembanglah edema
perivaskuler dan interstitial; edema paling jelas di basal paru karena tekanan hidrostatik
lebih besar disana.
Saat tekanan pengisian paru-paru (pulmonary capillary pressure) sedikit meninggi (13-17
mm Hg), resultant compression dari pembuluh darah pulmoner di lobus bawah
menyebabkan persamaan (equalization) dalam ukuran pembuluh darah tersebut di apeks
dan basis (pada awal grade I PVH).
Saat peningkatan tekanan lebih besar (18-23 mm Hg), redistribusi vaskuler pulmoner
yang aktual menuju bagian nondependent pulmo memang terjadi (yakni, dengan the
patient in an upright patient, ada konstriksi lebih lanjut pembuluh darah yang menuju ke
lobus bawah, dan dilatasi pembuluh darah yang menuju ke lobus atas).
Saat tekanan pengisian paru-paru (pulmonary capillary pressure) melebihi 20-25 mm Hg,
terjadi interstitial pulmonary edema (grade II PVH). Dengan grade II PVH, ada bukti
interstitial edema, dengan ill-defined vessels dan peribronchial cuffing, juga penebalan
septum interlobular. Penebalan septum interlobular ini sering disebut sebagai Kerley B
lines. Penumpulan awal sudut costophrenic lateral dan posterior dapat terjadi.
Penumpulan tersebut mengindikasikan adanya cairan pleura (pleural fluid).
Saat tekanan pengisian paru-paru (pulmonary capillary pressure) melebihi 25 mm Hg,
images menunjukkan efusi pleura yang luas dan grade III PVH, dengan consolidative
alveolar edema di distribusi lobus bawah dan perihilar.
Dengan adanya peninggian tekanan vena sistemik, vena azygos, brachiocephalic veins,
dan superior vena cava dapat melebar.
Pada pasien dengan gagal ventrikel kiri kronis, tekanan kapiler pulmoner yang lebih
tinggi dapat diakomodasi dengan tanda-tanda klinis dan radiologis, karena enhanced
lymphatic drainage.
Penelitian pada 22 pasien dengan gagal jantung tingkat lanjut yang ditunjuk untuk
evaluasi cardiac transplant dan yang memiliki pengukuran pulmonary capillary wedge
pressure 25 mm Hg atau lebih, 68%-nya tidak memiliki kongesti pulmoner (atau jika ada,
minimal), seperti ditunjukkan pada radiografi dada.
Intinya, penemuan CHF yang khas pada plain radiograph adalah cardiomegaly; grade I,

II, atau III PVH; dan peningkatan central systemic venous volume, dengan pelebaran
(enlargement) vena mediastinum (termasuk azygous vein) dan efusi pleura.
Derajat Kepercayaan
Derajat kepercayaan (degree of confidence) plain radiograph rendah. Lemahnya korelasi
negative antara CTR dan fraksi ejeksi tidak menentukan keakuratan fungsi sistolik saat
tidak adanya bukti radiografis PVH atau efusi pleura pada pasien dengan gagal jantung.
Untuk alasan inilah, radiograf dada mungkin tidak bermanfaat untuk menentukan tipe
disfungsi ventrikel kiri. Selama fase pengobatan CHF, penemuan radiograf dada
seringkali bertolak belakang dengan perbaikan klinis.
False Positives/Negatives
Penemuan false-negative sering ditemukan.
Electrocardiography
Pada kasus-kasus cardiogenic, ECG dapat menunjukkan bukti adanya MI atau iskemia.
Pada kasus-kasus noncardiogenic, ECG biasanya normal.
Keterbatasan Teknik
Meskipun echocardiography sederhana dan noninvasive, ternyata tidak cukup pada 810% kasus. Sebagai tambahan, hasilnya sulit diinterpretasikan/ diterjemahkan pada
pasien dengan penyakit paru-paru (lung disease).
Referensi dan Bacaan Lebih lanjut
1. Arif Mansjoer dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, edisi 3, jilid I,
1999, hal : 434 437.
2. A. Guntur H., Bed Side Teaching IPD, Sebelas Maret University Press, 2006, hal : 97
98.
3. Bashore TM, Granger CB, Hranitzky P, Patel MR. Heart Disease. In: 2009 Current
Medical Diagnosis & Treatment. McGrawHill Lange. USA. 2009;10:351.
4. Cowie MR, Dar O. The Epidemiology and Diagnosis of Heart Failure. In: Fuster V,
Walsh RA, ORourke RA, Poole-Wilson P. Hursts The Heart. 12th Ed. Vol.1. 2008.
China: McGraw Hill. pp:713-723.
5. Fathoni, Mochammad. 2007. Heart Failure Pathophysiologi and Management. Dalam :
CatKul IPD Jantung. Surakarta : Forrinsik 04 FKUNS.
6. Laksono S. Patofisiologi Payah Jantung Kronik. Cermin Dunia Kedokteran (CDK)
169/Vol.36 No.3/Mei-Juni 2009. Hlm.172-175.
7. Mann DL. Pathophysiology of Heart Failure. In: Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes
DP. Braunwalds Heart Disease A Textbook of Cardiovascular Medicine. 8th ed. 2008.
Philadelphia: Saunders Elsevier. pp:541-560.
8. MM Panggabean, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi IV, jilid 3, Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI, 2006, hal : 1513 1514.

9. Sugeng dan Sitompul. 2003. Gagal Jantung. Dalam : Buku Ajar Kardiologi. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI.
10. Sutton: A Textbook of Radiology and Imaging.
11. http://emedicine.medscape.com/article/163062-print
12. http://radiology.casereports.net/index.php/rcr/article/viewFile/71/254/1470
13. http://en.wikipedia.org

http://bedah46.blogspot.com/2008/03/diagnostik-jantung.html
I.

Peralatan Pemeriksaan Non Invasive Jantung


II. Peralatan Pemeriksaan Invasive Jantung
I. Pemeriksaan Non Invasive
1. Foto Thorax
2. EKG
3. Treadmill exercise Chest test/ Treadmill test
4. Echocardiography
5. Nuclear cardiology
6. MRI / CT imaging
II. Pemeriksaan Invasive/ kateterisasi
1. Corangiography (untuk deteksi PJK)
2. Right / left heart study (untuk evaluasi kelainan valvuler/ congenital)
3. Elektrofisiologi, untuk evaluasi aritmia
4. Angioskopi untuk menilai karakteristik plak aterosklerosis
A. Peralatan Tindakan Interventrial
1. BMV : Balloon Mitralvalve Valvuloplasty
2. PTCA : Percutaneus Transluminary Coronary Angioplasty dengan
pemasangan stent /drugs eluting stent
3. Electrical ablatio therapy
4. Rotablator therapy
B. Tindakan Operative
1. CABG : Coronary Artery Bypass Graffing
2. Mitral / Aortic Valve Replacement atau MVR / AVR/ (Repair)
I. Pemeriksaan Non Invasive
1. Foto Thorax PA
- Jantung : Melihat bentuk dan pembesaran jantung
- Paru : Melihat tanda-tanda kongesti paru pada gagal jantung kongestif
2. EKG
3. Treadmill test (TMT)

- Prinsipnya :
a. Perekam EKG bersama dengan aktifitas (exercise EKG)
b. Merupakan pemeriksaan non invasive tetapi termasuk pemeriksaan pro
vocative.
c. Termasuk seleksi kedua untuk deteksi penderita coroner sesudah EKG
istirahat (resting EKG).
- Perekaman EKG sebelum, saat exercise dan sesudah recovery
- Ada dua peralatan :
Ergocycle
Treadmill
- Merupakan pemeriksaan yang luas dipakai untuk deteksi dan sekaligus
estimasi prognose PJK.
- Protokol pelaksanaan biasanya pakai protokol Bruce yang sudah
dimodifikasi.- Selama Treadmill, EKG, tekanan darah dan keluhan pasien harus dimonitor.
- Dilakukan sampai simptom- limited.
- Test dihentikan apabila :
- timbul nyeri dada berat
- sesak nafas berat
- dizziness
- rasa capek yang berat
- ST depresi 2 mm
- Tekanan sistol turun lebih dari 10 mHg
- Timbul aritmia ventrikuler
- Treadmill test dianggap positif PJK apabila ST depresi sama atau lebih dari
1mm- Disamping mendeteksi PJK, TMT juga dapat :
- Mengetahui status fungsional dari si terperiksa yang implikasinya, untuk
dapat merekomendasi dari aktvitas / kerja sehari-hari, apa saja yang dapat
dilakukan.
- Deteksi aritmia :hilang saat TMT
- kausa extra cardial.
- bertambah berat saat TMT, biasanya karena ada kelainan organik
- Seyogianya individu yang bekerja berhubungan dengan keselamatan orang
banyak (supir bus, pilot) perlu pemeriksaan TMT secara berkala
- Echocardiografi (Trans Thoracal Echocardiografi = TTE)Prinsip
pemeriksaan dengan Ultrasound (USG)
- Echocardiografi (2D; two dimensional) Dapat mem-visualisasikan
pergerakan jantung secara akurat sesuai dengan real time, meliputi :
- myocardium
- rongga jantung
- katup-katup jantung
- pericardium
- pembuluh darah besar
Echo Doppler/ Color Doppler

- dapat mengetahui hemodinamik secara non invasive, yang apabila dilakukan


oleh tenaga expert hampir sama hasilnya dengan pemeriksaan invasive
(kateterisasi).
- dapat mengevaluasi cardiac structure dan performance secara cepat, bahkan
dalam keadaan emergency sekalipun. (tidak perlu persiapan)
- Echo Doppler (Color doppler dapat mendeteksi secara cepat apakah valve
stenosis atau regurgitasi
-Bila dengan TTE kurang adekuat terutama untuk melihat bagian posterior
jantung, boleh dilakukan TEE (Trans Esophageal Echocardiografi).
- Jarak dari proximal esophagus sangat dekat dengan jantung, akan
memperlihatkan struktur bagian belakang jantung (aorta, atrium kiri dan
appendix) terlihat lebih jelas, terutama bila ada trombus atau massa di atrium
kiri
- Modifikasi lain dari Echo adalah stress echocardiografi.
PEMERIKSAAN INVASIVE
Kateterisasi :
- Kiri
- Kanan
Tehnik :Mendorong kateter melalui :
- Vena untuk evaluasi jantung kanan
- Arteri untuk evaluasi jantung kiri
Tujuan :
- Kateterisasi Jantung KananMengetahui saturasi O2 dan tekanan darah pada
semua bagian jantung kanan mulai dari Vena Cava sampai Arteri Pulmonari.
- Kateterisasi Jantung KiriMengetahui saturasi O2 dan tekanan darah dari
bagian Kiri Jantung, Aorta kecuali Arterium Kiri.
COROANGIOGRAFI
Tehnik pemeriksaan : sama dengan kateterisasi jantung
Ada dua jenis kateter :
- Untuk A Coronary Kanan
- Untuk A Coronary Kiri
Kateter untuk Artery Coronary KananKateter didorong sampai pangkal Aorta.
Kateter untuk A Coronary Kanan sudah dirancang sedemikian rupa, bila
didorong ke Pangkal Aorta maka ujung kateter, persis dimulut (ostium) Artery
Coronary Kanan. Bahan contras disemprotkan
masuk ke artery coronary kanan dan cabang-cabangnya.
Tujuan : Untuk melihat tingkat, derajat dan besarnya penyumbatan stenosis
coroner.
Kateter untuk Artery Coronary KiriKateter untuk arteri kiri didorong sampai
pangkal aorta hingga diprogram tepat di pangkal aorta kiri. Contras
disemprotkan masuk ke artery coronary kiri dan cabang-cabangnya.

http://www.smallcrab.com/jantung/58-penyakit-jantung/540-sekilas-mengenal-gagaljantung
Penyakit jantung pada lansia mempunyai penyebab yang multifaktorial yang saling
tumpang tindih. Untuk itu kita harus terlebih dahulu memahami mengenai konsep Faktor
Resiko dan Penyakit Degeneratif. Faktor resiko adalah suatu kebiasaan, kelainan dan
faktor lain yang bila ditemukan/dimiliki seseorang akan menyebabkan orang tersebut
secara bermakna lebih berpeluang menderita penyakit degeneratif tertentu.
Penyakit degeneratif adalah suatu penyakit yang mempunyai penyebab dan selalu
berhubungan dengan satu faktor resiko atau lebih, dimana faktor-faktor resiko tersebut
bekerja sama menimbulkan penyakit degeneratif itu. Penyakit degeneratif itu sendiri
dapat menjadi faktor resiko untuk penyakit degeneratif lain. Misalnya: penyakit jantung
dan hipertensi merupakan faktor resiko stroke.
Epidemiologi
Gagal jantung adalah merupakan suatu sindrom, bukan diagnosa penyakit. Sindrom
gagal jantung kongestif (Chronic Heart Failure/ CHF) juga mempunyai prevalensi yang
cukup tinggi pada lansia dengan prognosis yang buruk. Prevalensi CHF adalah
tergantung umur/age-dependent. Menurut penelitian, gagal jantung jarang pada usia di
bawah 45 tahun, tapi menanjak tajam pada usia 75 84 tahun.
Dengan semakin meningkatnya angka harapan hidup, akan didapati prevalensi dari CHF
yang meningkat juga. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya lansia yang mempunyai
hipertensi akan mungkin akan berakhir dengan CHF. Selain itu semakin membaiknya
angka keselamatan (survival) post-infark pada usia pertengahan, menyebabkan
meningkatnya jumlah lansia dengan resiko mengalami CHF.
Etiologi dan Patofisiologi
CHF terjadi ketika jantung tidak lagi kuat untuk memompa darah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan jaringan. Fungsi sitolik jantung ditentukan oleh empat determinan
utama, yaitu: kontraktilitas miokardium, preload ventrikel (volume akhir diastolik dan
resultan panjang serabut ventrikel sebelum berkontraksi), afterload kearah ventrikel, dan
frekuensi denyut jantung.

Terdapat 4 perubahan yang berpengaruh langsung pada kapasitas curah jantung dalam
menghadapi beban :

Menurunnya respons terhadap stimulasi beta adrenergik akibat bertambahnya


usia. Etiologi belum diketahui pasti. Akibatnya adalah denyut jantung menurun
dan kontraktilitas terbatas saat menghadapi beban.
Dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku pada usia lanjut karena
bertambahnya jaringan ikat kolagen pada tunika media dan adventisia arteri
sedang dan besar. Akibatnya tahanan pembuluh darah (impedance) meningkat,
yaitu afterload meningkat karena itu sering terjadi hipertensi sistolik terisolasi.
Selain itu terjadi kekakuan pada jantung sehingga compliance jantung berkurang.
Beberapa faktor penyebabnya: jaringan ikat interstitial meningkat, hipertrofi
miosit kompensatoris karena banyak sel yang apoptosis (mati) dan relaksasi
miosit terlambat karena gangguan pembebasan ion non-kalsium.
Metabolisme energi di mitokondria berubah pada usia lanjut.

Keempat faktor ini pada usia lanjut akan mengubah struktur, fungsi, fisiologi bersamasama menurunkan cadangan kardiovaskular dan meningkatkan terjadinya gagal jantung
pada usia lanjut.
Penyebab yang sering adalah menurunnya kontraktilitas miokard akibat Penyakit Jantung
Koroner, Kardiomiopati, beban kerja jantung yang meningkat seperti pada penyakit
stenosis aorta atau hipertensi, kelainan katup seperti regurfitasi mitral.

Penyebab
Kardiomiopati dilated / tidak
diketahui
Penyakit Jantung Iskemik
Kelainan katup
Hipertensi

Frekuensi relatif
45%
40%
9%
6%

Sumber : Cardiology and Respiratory Medicine 2001


Selain itu ada pula faktor presipitasi lain yang dapat memicu terjadinya gagal jantung,
yaitu :
Kelebihan Na dalam makanan
Kelebihan intake cairan
Tidak patuh minum obat
Iatrogenic volume overload
Aritmia : flutter, aritmia ventrikel
Obat-obatan: alkohol, antagonis kalsium, beta bloker
Sepsis, hiper/hipotiroid, anemia, gagal ginjal, defisiensi vitamin B, emboli paru.

Diagnosis
Untuk menentukan diagnosa dari CHF pada lansia cukup sulit. Gejala yang ada tidaklah
khas. Gejala-gejala seperti sesak nafas saat beraktivitas atau cepat lelah seringkali
dianggap sebagai salah satu akibat proses menua atau dianggap sebagai akibat dari
penyakit penyerta lainnya seperti penyakit paru, kelainan fungsi tiroid, anemia, depresi,
dll.
Pada usia lanjut, seringkali disfungsi diastolik diperberat oleh PJK. Iskemia miokard
dapat menyebabkan kenaikan tekanan pengisian ke dalam ventrikel kiri dan juga tekanan
vena pulmonalis yang meningkat, sehingga mudah terjadi udem paru dan keluhan sesak
nafas.
Gejala yang sering ditemukan adalah sesak nafas, orthopnea, paroksismal nokturnal
dispnea, edema perifer, fatique, penurunan kemampuan beraktivitas serta batuk dengan
sputum jernih. Sering juga didapatkan kelemahan fisik, anorexia, jatuh dan konfusi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nilai JVP (Jugularis Venous Pressure) meninggi.
Sering juga terdapat bunyi jantung III, pitting udem, fibrilasi atrial, bising sistolik akibat
regurgitasi mitral serta ronkhi paru.
CHF menurut New York Heart Assosiation dibagi menjadi :

Grade 1 :
Grade 2 :
Grade 3 :
Grade 4 :

Penurunan fungsi ventrikel kiri tanpa gejala.


Sesak nafas saat aktivitas berat
Sesak nafas saat aktivitas sehari-hari.
Sesak nafas saat sedang istirahat.

Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan :

Pemeriksaan Rontgen thorax

Nilai besar jantung, ada/tidaknya edema paru dan efusi pleura. Tapi banyak juga pasien
CHF tanpa disertai kardiomegali.

Pemeriksaan EKG

Nilai ritmenya, apakah ada tanda dari strain ventrikel kiri, bekas infark miokard dan
bundle branch block (Disfungsi ventrikel kiri jarang ditemukan bila pada EKG sadapan a12 normal).

Echocardiography

Mungkin menunjukkan adanya penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri, pembesaran


ventrikel dan abnormalitas katup mitral.
Penatalaksanaan
Gagal jantung dengan disfungsi sistolik
Pada umumnya obat-obatan yang efektif mengatasi gagal jantung menunjukkan manfaat
untuk mengatasi disfungsi sistolik. Gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri hampir selalu
disertai adanya aktivitas sistem neuro-endokrin, karena itu salah satu obat pilihan utama
adalah ACE Inhibitor.
ACE Inhibitor, disamping dapat mengatasi gangguan neurohumoral pada gagal jantung,
dapat juga memperbaiki toleransi kerja fisik yang tampak jelas sesudah 3-6 bulan
pengobatan. Dari golongan ACE-I, Kaptopril merupakan obat pilihan karena tidak
menyebabkan hipotensi berkepanjangan dan tidak terlalu banyak mengganggu faal ginjal
pada kasus gagal jantung. Kontraindikasinya adalah disfungsi ginjal berat dan bila ada
stenosis bilateral arteri renalis.
Diuretika, bertujuan mengatasi retensi cairan sehingga mengurangi beban volume
sirkulasi yang menghambat kerja jantung. Yang paling banyak dipakai untuk terapi gagal
jantung kongestif dari golongan ini adalah Furosemid. Pada usia lanjut seringkali sudah
ada penurunan faal ginjal dimana furosemid kurang efektif dan pada keadaan ini dapat
ditambahkan metolazone. Pada pemberian diuretika harus diawasi kadar kalium darah
karena diuresis akibat furosemid selalu disertai keluarnya kalium. Pada keadaan
hipokalsemia mudah terjadi gangguan irama jantung.
Obat-obatan inotropik, seperti digoksin diberikan pada kasus gagal jantung untuk
memperbaiki kontraksi ventrikel. Dosis digoksin juga harus disesuaikan dengn besarnya
clearance kreatinin pasien. Obat-obat inotropik positif lainnya adalah dopamine (5-10
Ugr/kg/min) yang dipakai bila tekanan darah kurang dari 90 mmHg. Bila tekanan darah
sudah diatas 90 mmHg dapat ditambahkan dobutamin (5-20 Ugr/kg/min). Bila tekanan
darah sudah diatas 110 mmHg, dosis dopamin dan dobutamin diturunkan bertahap
sampai dihentikan.
Spironolakton, dipakai sebagai terapi gagal jantung kongestif dengan fraksi ejeksi yang
rendah, bila walau sudah diterapi dengan diuretik, ACE-I dan digoksin tidak
menunjukkan perbaikan. Dosis 25 mg/hari dan ini terbukti menurunkan angka mortalitas
gagal jantung sebanyak 25%.
Gagal jantung dengan disfungsi diastolik
Pada usia lanjut lebih sering terdapat gagal jantung dengan disfungsi diastolik. Untuk
mengatasi gagal jantung diastolik dapat dengan cara:

Memperbaiki sirkulasi koroner dalam mengatasi iskemia miokard (pada kasus


PJK)
Pengendalian tekanan darah pada hipertensi untuk mencegah hipertrofi miokard
ventrikel kiri dalam jangka panjang.
Pengobatan agresif terhadap penyakit komorbid terutama yang memperberat
beban sirkulasi darah, seperti anemia, gangguan faal ginjal dan beberapa penyakit
metabolik seperti Diabetes Mellitus.
Upaya memperbaiki gangguan irama jantung agar terpelihara fungsi sistolik
atrium dalam rangka pengisian diastolik ventrikel.

Obat-obat yang digunakan antara lain:


1. Antagonis kalsium, untuk memperbaiki relaksasi miokard dan menimbulkan
vasodilatasi koroner.
2. Beta bloker, untuk mengatasi takikardia dan memperbaiki pengisian ventrikel.
3. Diuretika, untuk gagal jantung disertai udem paru akibat disfungsi diastolik. Bila
tanda udem paru sudah hilang, maka pemberian diuretika harus hati-hati agar
jangan sampai terjadi hipovolemia dimana pengisian ventrikel berkurang sehingga
curah jantung dan tekanan darah menurun.
Pemberian antagonis kalsium dan beta bloker harus diperhatikan karena keduanya dapat
menurunkan kontraktilitas miokard sehingga memperberat kegagalan jantung.
Cardiac Resynchronisation Therapy
Untuk CHF dengan kelainan konduksi (Left bundle branch block) dapat dilakukan
operasi implantasi alat biventricular-pacing untuk mengatasi dissinkronisasi
ventrikelnya. Tapi hal ini juga malah dapat menyebabkan arrhytmia-induced sudden
death. Oleh karena itu dipakai kombinasi dari alat biventricular-pacing dan cardioverter
defibrillation.
Transplantasi jantung
Transplantasi jantung dilakukan pada pasien CHF yang bila tanpa operasi akan
meninggal dalam waktu beberapa minggu. Umumnya dilakukan pada pasien lansia yang
kurang dari 65 tahun, yang tidak memiliki masalah kesehatan yang serius lainnya. Lebih
dari 75% pasien transplantasi jantung hidup lebih lama dari 2 tahun sesudah operasinya.
Sebagian bahkan dapat hidup sampai lebih dari 12 tahun.
Walaupun begitu, operasi transplantasi jantung merupakan suatu operasi besar yang
sangat sulit dan banyak persyaratannya, mengingat :

Perlunya organ donor yang sesuai.


Prosedur operasinya sendiri yang sangat rumit dan traumatik.

Perlu adanya pusat spesialis.


Perlunya obat-obatan imunosupressan setelah operasi untuk mengurangi risiko
penolakan organ oleh tubuh.
Beberapa kasus timbul antibodi yang menyerang bagian dalam dari arteri
koronaria dalam waktu kira-kira setahun setelah operasi. Masalah ini tidak ada
pengobatannya dan dapat berakhir dengan serangan jantung yang fatal.

Prognosis
Prognosis CHF tergantung dari derajat disfungsi miokardium. Menurut New York Heart
Assosiation, CHF kelas I-III didapatkan mortalitas 1 dan 5 tahun masing-masing 25%
dab 52%. Sedangkan kelas IV mortalitas 1 tahun adalah sekitar 40%-50%.

http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=633
Mitral Stenosis (MS) adalah sumbatan katup mitral yang menyebabkan penyempitan
aliran darah ke ventrikel. Pasien dengan MS secara khas memiliki daun katup mitral yang
menebal, kommisura yang menyatu, dan korda tendineae yang menebal dan memendek.
Diameter transversal jantung biasanya dalam batas normal, tetapi kalsifikasi dari katup
mitral
dan
pembesaran
atrium
kiri
dapat
terlihat.
Kondisi ini membuat tekanan vena pulmonal meningkat sehingga menyebabkan diversi
darah, pada foto toraks terlihat pelebaran relatif pembuluh darah bagian atas paru
dibanding pembuluh darah bawah paru. Penyempitan katup mitral menyebabkan katup
tidak terbuka dengan tepat dan menghambat aliran darah antara ruang-ruang jantung kiri.
Ketika katup mitral menyempit (stenosis), darah tidak dapat dengan efisien melewati
jantung. Kondisi ini menyebabkan seseorang menjadi lemah dan nafas menjadi pendek
serta
gejala
lainnya.
Di negara-negara maju, insidens MS telah menurun karena berkurangnya kasus demam
rematik, herannya justru di negara berkembang, seperti Indonesia, angkanya cenderung
meningkat. Katup mitral adalah katup jantung yang paling banyak terkena pada pasien
dengan penyakit jantung rematik. Perbandingan wanita dengan pria yang terkena ialah
2:1 dengan gejala biasanya timbul antara umur 20 sampai 50 tahun. Gejala dapat pula
nampak sejak lahir, tetapi jarang sebagai defek tunggal. MS kongenital lebih sering
sebagai bagian dari deformitas jantung kompleks pada bayi.

Infeksi dan autoimun

Penyebab tersering MS adalah demam reumatik. Berdasarkan guidelines American


College of Cardiology 1998 tentang manajemen penyakit jantung
katup, hanya 40% yang merupakan MS murni, sisanya MS akibat
penyakit jantung rheumatik. Penyebab yang agak jarang antara lain :
MS kongenital, lupus eritematosus sistemik (SLE), artritis
reumatoid (RA), atrial myxoma, dan endokarditis bacterial. Selain
itu, virus seperti coxsackie diduga memegang peranan pada
timbulnya penyakit katup jantung kronis. Gejala dapat dimulai
dengan suatu episode atrial fibrilasi atau dapat dicetuskan oleh
kehamilan dan stress lainnya terhadap tubuh misalnya infeksi (pada
jantung, paru-paru, dll.) atau gangguan jantung yang lain.
Sebenarnya anatomi jantung mengalami perputaran ke kiri dengan
apeks terangkat ke depan. Rotasi ini menempatkan bagian jantung
kanan ke anterior, di bawah sternum, dan bagian kiri jantung relatif
ke posterior. Jantung terletak dalam mediastinum di rongga dada, yaitu di antara kedua
paru-paru. Perikardium yang meliputi jantung terdiri dari dua lapisan; lapisan dalam
disebut perikardium viseralis dan lapisan luar disebut perikardium parietalis. Jantung
sendiri terdiri atas tiga lapisan; epikardium (epitel), miokardium (otot), dan endokardium
(endotel). Ruangan jantung bagian atas, atrium, secara anatomi terpisah dari ruangan
jantung sebelah bawah atau ventrikel, oleh suatu annulus fibrosus. Ke empat katup
jantung
terletak
dalam
cincin
ini.
Secara fungsional jantung dibagi menjadi alat pompa kanan dan alat pompa kiri, yang
memompa darah vena menuju sirkulasi paru-paru, dan darah bersih ke peredaran darah
sistemik. Pembagian fungsi ini mempermudah konseptualisasi dari urutan aliran darah
secara anatomi; vena kava, atrium kanan, ventrikal kanan, arteri pulmonal, paru-paru,
vena pulmonal, atrium kiri, ventrikel kiri, aorta, arteri, arteriola, kapiler, venula, vena,
vena
kava.
Batas kiri jantung terdiri atas tonjolan yang bulat lonjong atau setengah bulat, terdiri dari
tonjolan I paling atas adalah arkus aorta, merupakan setengah bulatan yang kira-kira
sebesar ibu jari, berhubungan langsung dengan aorta desenden. Tonjolan II: disebabkan
oleh arteri pulmonal, pada umumnya lebih kecil, kadang-kadang sukar terlihat. Pada
sistolik jantung, tonjolan ini akan lebih nyata. Tonjolan III: disebabkan oleh aurikel
atrium kiri, biasanya tidak tampak kecuali jika ada pembesaran atrium kiri. Tonjolan IV :
dibentuk
oleh
dinding
luar
ventrikel
kiri.
Pada batas kanan jantung juga terdapat 4 tonjolan, tonjolan I: disebabkan oleh vena kava
superior, merupakan pelebaran di sisi mediastinum. Tonjolan II: disebabkan oleh aorta
asenden, merupakan garis lurus mengarah ke atas menuju ke arkus aorta. Batas vena kava
dengan aorta asenden sukar ditetapkan tanpa aortogram. Tonjolan III : kadang-kadang
ada tonjolan kecil yang disebabkan oleh vena azygos. Tonjolan IV : tonjolan besar adalah
atrium kanan.

Edema paru

MS murni terdapat pada kurang lebih 40% dari semua penderita penyakit jantung
reumatik. Terdapat periode laten antara 10-20 tahun, atau lebih, setelah suatu episode
penyakit jantung rematik; dengan demikian tidak akan terjadi onset dari gejala MS
sebelumnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa MS memiliki perjalanan kronik
progresif
yang
tidak
mudah
terdeteksi.
MS merupakan obstruksi inflow ventrikel kiri setinggi katup mitral akibat abnormalitas
struktrural pada komponen mitral. Proses patologis MS akibat demam rheuma
menyebabkan penebalan dan kalsifikasi katup, komisura menempel, korda menyatu, serta
kombinasi dari proses-proses tersebut. Penyempitan katup mitral menyebabkan
perubahan peredaran darah, terutama di atas katup. Ventrikel kiri yang berada di bawah
katup tidak banyak mengalami perubahan kecuali pada MS yang berat, ventrikel kiri dan
aorta
dapat
menjadi
kecil.
Luas normal orifisium katup mitral adalah 4-6 cm2. Ketika daerah orifisium ini
berkurang hingga 2 cm2 maka akan terjadi peningkatan tekanan atrium kiri yang
dibutuhkan agar aliran transmitral tetap normal. MS yang parah terjadi ketika pembukaan
berkurang hingga 1 cm2. Pada tahap ini dibutuhkan tekanan atrium kiri sebesar 25 mmHg
untuk
mempertahankan
cardiac
output
yang
normal.
MS menghalangi aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri selama fase diastolik
ventrikel. Untuk mengisi ventrikel dengan adekuat dan mempertahankan curah jantung,
atrium kiri harus menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk mendorong darah
melampaui katup yang menyempit. Karena itu, selisih tekanan atau gradien tekanan
antara kedua ruang tersebut meningkat. Dalam keadaan normal selisih tekanan tersebut
minimal.
Otot atrium kiri mengalami hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan memompa darah.
Makin lama peranan kontraksi atrium makin penting sebagai faktor pembantu pengisian
ventrikel. Dilatasi atrium kiri terjadi karena volume atrium kiri meningkat akibat
ketidakmampuan atrium untuk mengosongkan diri secara normal. Peningkatan tekanan
dan volume atrium kiri dipantulkan ke belakang ke dalam pembuluh paru-paru. Tekanan
vena pulmonal dan kapiler meningkat, akibatnya terjadi kongesti paru-paru, mulai dari
kongesti vena yang ringan sampai edema interstitial yang kadang-kadang disertai
transudasi
dalam
alveoli.
Pada akhirnya, tekanan arteri pulmonal harus meningkat sebagai akibat dari resistensi
vena pulmonal yang meninggi. Respon ini memastikan gradien tekanan yang memadai
untuk mendorong darah melalui pembuluh paru-paru. Akan tetapi, hipertensi pulmonal
meningkatkan resistensi ejeksi ventrikel kanan menuju arteri pulmonal. Ventrikel kanan
memberi respons terhadap peningkatan beban tekanan ini dengan cara hipertrofi.
Lama kelamaan hipertrofi ini akan dikuti oleh dilatasi ventrikel kanan. Dilatasi ventrikel
kanan ini nampak pada foto jantung pada posisi lateral dan posisi PA. Pembesaran
ventrikel kanan ini lama kelamaan mempengaruhi fungsi katup trikuspid. Katup ini akan
mengalami insufisiensi. Kalau ventrikel kanan mengalami kegagalan, maka darah yang

mengalir ke paru berkurang. Dilatasi ventrikel kanan akan bertambah, sehingga


kemungkinan terjadinya insufisiensi katup trikuspid semakin besar pula.

Suara burung camar


Anamnesis MS meliputi riwayat demam reumatik akut (meskipun banyak pasien yang
lupa), riwayat murmur, effort-induced dyspnea, (paling banyak, sering dicetuskan oleh
latihan berat, demam, anemia, timbulnya atrial fibrilasi, atau kehamilan), lemah setelah
aktivitas,hemoptisis (ruptur vena bronkial yang tipis dan berdilatasi), nyeri dada karena
iskemia ventrikel kanan (menyerupai aterosklerosis koroner atau emboli koroner),
tromboemboli, palpitasi, serta batuk rekuren. Sedangkan gejala klinik yang ditemukan
tergantung perkembangan penyakit dan tingkat dekompensasi kordis yang menyertai.
Gejalanya dapat berupa sianosis perifer dan fasial, distensi vena jugular, respiratory
distress (tanda edema paru), diastolik thrill yang dapat diraba di atas apeks, bunyi S1
yang keras diikuti bunyi S2 dan opening snap (paling baik di linea sternalis kiri),
clubbing finger, embolisasi sistemik, tanda-tanda gagal jantung kanan pada MS berat
(ascites, hepatomegali, dan edema perifer), serta jika terjadi hipertensi pulmonal, dapat
ditemukan terangkatnya ventrikel kanan dan peninggian bunyi P2. Suara murmur yang
dihasilkan MS sangat khas pada fase diastolik yang menyerupai suara burung camar di
laut
sehingga
sering
disebut
seagull
murmur.
MS menyebabkan perubahan pada bentuk jantung dan perubahan-perubahan pada
pembuluh darah paru-paru sesuai beratnya MS dan kondisi jantung. Konveksitas batas
kiri jantung mengindikasikan bahwa stenosis menonjol. Pada kebanyakan kasus terdapat
dua kelainan yakni stenosis mitral dan insufisiensi mitral, umumnya salah satunya
menonjol. Ventrikel kiri juga sangat melebar ketika insufisiensi mitral terlibat sangat
signifikan. Tanda-tanda radiologis klasik dari pasien dengan MS yaitu adanya kontur
ganda (double contour) yang mengarah pada adanya pembesaran atrium kiri, serta adanya
garis-garis
septum
yang
terlokalisasi.
Pada keadaan yang sedang dan berat bukan hanya jantung yang berubah bentuk, namun
paru-paru dan pembuluh-pembuluh di sekitar jantung dan paru. Perubahan-perubahan ini
dapat dilihat dari berbagai proyeksi. Pada postero-anterior (PA) terlihat batas kanan
jantung menonjol dan batas kiri jantung mencembung karena pembesaran atrium kiri,
bronkus utama kiri terangkat. Pada proyeksi lateral dengan menggunakan kontras tampak
pembesaran atrium kiri yang mendorong esofagus 1/3 tengah ke belakang. Batas
ventrikel kiri di bagian bawah belakang, tidak melewati vena cava inferior.
Pada proyeksi oblik kanan depan (RAO) terdapat deviasi esophagus minimal akibat
pembesaran atrium kiri. Posisi ini tidak begitu membantu untuk diagnosis MS. Proyeksi
oblik kiri depan (LAO) memberi gambaran daerah terang yang normal antara antrium kiri
dengan bronkus utama kiri menghilang disertai dengan elevasi bronkus utama kiri.
Ventrikel kiri umumnya normal, terdapat sedikit penonjolan atrium kanan, namun secara
umum
jantung
kanan
dalam
keadaan
normal.
Perubahan yang terjadi pada paru dan pembuluh-pembuluh darah meliputi penonjolan

arteri dan vena (terutama arteri) dengan ujung pembuluh yang berdekatan dengan hilus
menjadi lebih terlihat dan pembuluh distal memanjang keluar ke perifer paru. Pada MS
edema paru dapat terjadi pada jaringan interstitial dan dalam ruangan
alveolar. Edema interstitial menyebabkan paru berbercak-bercak tipis,
halus, sehingga gambaran radiolusen paru berubah menjadi suram. Akan
terlihat "garis Kerley" (garis septa) yang muncul di lapangan paru bagian
tepi-tepi dan kebanyakan di lapangan bawah. Garis ini sering terdapat
pada sinus kostofrenikus dan mewakili adanya cairan dalam jaringan
interlobaris. Garis ini disebut juga "Kerley B lines", agak spesifik untuk
stenosis mitral dengan edema paru. Sedangkan MS yang disertai dengan
hipertensi pulmonal yang kronis akan menyebabkan dilatasi kapiler dan
perdarahan. Akibatnya besi bebas (Fe) akan terkumpul pada daerah
interstitial jaringan sebagai hemosiderosis, tampak seperti nodul pada
radiografi.

Melihat langsung anatomi


Ekokardiografi adalah metode noninvasif yang paling sensitif dan
spesifik untuk mendiagnosis MS, tetapi tidak dapat digunakan untuk
menentukan derajat keparahan dari stenosis mitral. Daun katup menebal
dan nampak paralel, dengan densitas echo agak nampak sebagai garis tipis yang bergerak
dengan cepat. Fusi komisura nampak sebagai gerakan anterior paralel dari daun katup
posterior. Terlihat Hockey stick appearance dari katup mitral anterior. Dengan
menggunakan teknik dua dimensi, seluruh bagian katup mitral dan orifisiumnya dapat
divisualisasikan. Teknik Doppler berwarna sangat membantu mengevaluasi gradien
transvalvuler, tekanan arteri pulmonal, dan ada tidaknya regurgitasi mitral yang
menyertai.
Ekokardiografi sangat bermanfaat dalam evaluasi stenosis katup mitral. Pertama, pada
pasien yang sakit berat, gambaran ekokardiografi gerakan mitral yang normal dapat
langsung menyingkirkan MS sebagai penyebab respiratory distress. Kedua, sewaktu
terdapat MS maka ekokardiogram dapat memperlihatkan pembesaran atrium kiri, gerakan
bersamaan daun mitral anterior dan posterior, pengurangan gerakan katup mitral yang
mengurangi lereng ejection fraction (EF) daun mitral anterior dan kalsifikasi katup;
perkiraan kasar keparahan obstruksi dapat dibuat dengan 2D Echo. Ketiga,
ekokardiografi Doppler dapat mendeteksi keparahan stenosis mitral dengan pengukuran
tekanan setengah hari, yakni waktu yang diperlukan agar tekanan diastolik seketika turun
mencapai setengah nilai puncaknya; lebih parah obstruksi, lebih memanjang tekanan
setengah
hari.
Terdapat dua diagnosis banding terdekat untuk MS, yakni mitral insufficiency (MI) serta
aorta regurgitation (AR). Bentuk jantung pada MI nyaris sama dengan MS. Bedanya,
pada MI ventrikel kiri nampak besar, sedangkan pada MS ventrikel kiri normal atau
mengecil. Pada AR terdapat hipertrofi ventrikel kiri yang jelas, pengurangan bunyi

jantung pertama (S1), namun tidak terdapat opening snap pada auskultasi. Bunyi murmur
pada MS dan AR hampir sama, murmur diastolik dengan derajat yang bervariasi.

Penggantian katup
Tidak ada pengobatan yang dibutuhkan jika gejala-gejala tidak ditemukan atau hanya
ringan saja. Rujukan ke rumah sakit hanya dibutuhkan untuk diagnosis atau penanganan
gejala yang berat. Tak ada obat yang dapat mengoreksi suatu defek katup mitral. Hanya
saja obat-obatan tertentu dapat digunakan untuk mengurangi gejala dengan
mempermudah kerja pemompaan jantung dan mengatur irama jantung, misalnya diuretik
untuk mengurangi akumulasi cairan di paru. Antikoagulan dapat membantu mencegah
terbentuknya bekuan darah pada jantung dengan kerusakan katup. Antibiotik diberikan
bila pasien akan menjalani tindakan bedah, tindakan dentologi, atau tindakan medis
tertentu
lainnya.
Tindakan bedah dapat dilakukan untuk mengoreksi kelainan ini. Kadang-kadang katup
dapat dibuka teregang dengan prosedur yang disebut dengan Percutaneous Balloon Mitral
Valvuloplasty (PBMV). Sebuah balon berujung kateter disusupkan dari arteri femoralis
melewati vena dan akhirnya sampai ke jantung. Ketika berada di dalam katup balon
dikembangkan lalu memisahkan daun katup. (baca artikel tentang PBMV) Pilihan lainnya
adalah bedah jantung untuk memisahkan fusi kommisura. Jika katup rusak berat dapat
dilakukan
mitral
valve
repair
atau
mitral
valve
replacement.
Sebenarnya prognosis penyakit ini bervariasi. Gangguan dapat saja ringan, tanpa gejala,
atau menjadi berat. Riwayat yang banyak terjadi pada MS adalah timbulnya murmur 10
tahun setelah masa demam rematik, 10 tahun berikutnya gejala berkembang, serta 10
tahun berikutnya sebelum penderita mengalami sakit serius. Tentu tidak semua pasien
mengalami perjalanan seperti ini. MS biasanya dapat dikontrol dengan pengobatan dan
membaik dengan valvuloplasty atau pembedahan. Tingkat mortalitas post operatif pada
mitral commisurotomy adalah 1-2% dan pada mitral valve replacement adalah 2-5%.
Komplikasi utama dari MS ialah edema paru dan gagal jantung, yang membahayakan
jiwa jika tidak diterapi dengan benar. (Farid)

Anda mungkin juga menyukai