Anda di halaman 1dari 29

SISTEM REPRODUKSI

PENCEGAHAN PRIMER, SEKUNDER, TERSIER PSIKOLOGIS POSTNATAL

KELOMPOK 5
DIANA DEYVA

1311311076

GESTI

131131

FINI MARTA VERTYSIA

1311311078

IRA ANDIKA PUTRI

1311311012

MUTIA MAHYUDIN

1311311094

RAHMI KUMALA

1311311034

RENISYA SYAHLI

1311311028

SINDY RAHMAWATI

1311311004

STEVANI ERNI

131131

TRIA WULANDARI

1311312006

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2015/2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang membahas tentang
Penegahan primer, sekunder, tersier pada psikologi postnatal.
Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis telah berusaha untuk mencapai hasil
yang maksimal, tetapi dengan keterbatasan wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan
kemampuan yang dimiliki, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
perbaikan dan sempurnanya makalah ini sehingga dapat bermanfaat bagi penulis dan para
pembaca.

Padang, 28 April 2016

Kelompok 5

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masa setelah persalinan disebut juga periode pascasalin yaitu waktu antara
persalinan sampai kembalinya keadaan organ seperti sebelum hamil yang
berlangsung dalam enam minggu. Periode pascasalin merupakan masa transisi di

mana terjadi perubahan secara fisik dan psikologis yang merupakan tantangan
untuk ibu dan keluarga. Perubahan tersebut memerlukan proses adaptasi atau
penyesuaian sehingga sering menimbulkan berbagai gangguan emosional dan
psikologis pada periode setelah melahirkan, terutama hirkan. Penyesuaian periode
pascasalin pada beberapa minggu atau pada bulan pertama bukan merupakan hal yang mudah
untuk ibu primipara atau multipara.

Pencegahan primer terjadi sebelum sistem bereaksi terhadap stressor, meliputi


: promosi kesehatan dan mempertahankan kesehatan. Pencegahan primer
mengutamakan pada penguatan flexible lines of defense dengan cara mencegah
stress dan mengurangi faktor-faktor resiko. Intervensi dilakukan jika resiko atau
masalah sudah diidentifikasi tapi sebelum reaksi terjadi. Strateginya mencakup :
immunisasi, pendidikan kesehatan, olah raga dan perubahan gaya hidup.
Pencegahan sekunder meliputi berbagai tindakan yang dimulai setelah ada
gejala dari stressor. Pencegahan sekunder mengutamakan pada penguatan internal
lines of resistance, mengurangi reaksi dan meningkatkan faktor-faktor resisten
sehingga melindungi struktur dasar melalui tindakan-tindakan yang tepat sesuai
gejala. Tujuannya adalah untuk memperoleh kestabilan sistem secara optimal dan
memelihara energi. Jika pencegahan sekunder tidak berhasil dan rekonstitusi tidak
terjadi maka struktur dasar tidak dapat mendukung sistem dan intervensiintervensinya sehingga bisa menyebabkan kematian.
Pencegahan Tersier dilakukan setelah sistem ditangani dengan strategistrategi pencegahan sekunder. Pencegahan tersier difokuskan pada perbaikan
kembali ke arah stabilitas sistem klien secara optimal. Tujuan utamanya adalah
untuk memperkuat resistansi terhadap stressor untuk mencegah reaksi timbul

kembali atau regresi, sehingga dapat mempertahankan energi. Pencegahan tersier


cenderung untuk kembali pada pencegahan primer.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Pencegahan?
2. Bagaimana pencegahan primer, sekunder dan tersier?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pencegahan (Prevention)
Yang dimaksudkan dengan pencegahan dalam lingkup gangguan kejiwaan,
menyangkut dua hal, yaitu:
a. Mencari dan sekaligus menghilangkan penyebab-penyebab gangguan mental; dan
b. Membangun kondisi-kondisi yang dapat mendorong lahirnya kesehatan mental.

Terdapat tiga jenis pencegahan dalam masalah kejiwaan, ialah pencegahan


primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.

B. Adaptasi Psikologis Postpartum


Adaptasi adalah suatu proses yang konstan dan berkelanjutan yang
membutuhkan perubahan dalam hal struktur, fungsi dan prilaku sehingga
seseorang bisa lebih sesuai dengan lingkungan tertentu. Proses ini melibatkan
interaksi individu dan lingkungan. Hasil akhirnya tergantung pada tingkat
kesesuaian antara kesesuaian dan kapasitas seseorang dan sumber dukungan
sosialnya di satu sisi dan jenis tantangan atau stresor yang dihadapi di sisi
yang lain. Maka adaptasi adalah suatu proses individual dimana masingmasing individu mempunyai kemampuan untuk mengatasi masalah atau
berespon dengan tingkat yang berbeda-beda (Smeltzer S.C., 2001)
Fase Perubahan Adaptasi Psikologi
Menurut Reva Rubin (1963) seorang ibu yang baru melahirkan
mengalami adaptasi psikologis pada fase nifas dengan melalui tiga fase
penyesuaian ibu(Perilaku ibu) terhadap perannya sebagai ibu.Dalam
menjalani adaptasi psikologis setelah melahirkan, Reva Rubin (1963)
mengatakan bahwa ibu akan melalui fase-fase sebagai berikut:
a) Fase Taking In (Perilaku Dependen)
Fase ini merupakan periode

ketergantungan

dimana

ibu

mengharapkan segala kebutuhannya terpenuhi oleh orang lain.


Berlangsung selama 1-2 hari setelah melahirkan, dimana fokus
perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri.

Beberapa

keterlibatannya dalam tanggung jawabnya.


FaseTaking In (fase menerima) selama 1-2 hari pertama ini, karena

hari

setelah

melahirkan

akan

menangguhkan

selama waktu ini, ibu yang baru melahirkan memerlukan

perlindungan dan perawatan.


Sedangkan dikatakan sebagai fase dependen selama 1-2 hari
pertama ini karena pada waktu ini, ibu menunjukkan kebahagiaan/

kegembiraan untuk menceritakan pengalamannya melahirkan.


Pada fase ini, ibu lebih mudah tersinggung dan cenderung pasif
terhadap lingkungannya disebabkan karena faktor kelelahan. Oleh
karena itu, ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang
tidur. Disamping itu,kondisi tersebut perlu dipahami dengan

menjaga komunikasi yang baik.


b) Fase Taking Hold (Perilaku Dependen-Independen)
Pada fase Taking Hold atau dependen mandiri ini, secara
bergantian timbul kebutuhan ibu untuk mendapatkan perawatan
dan penerimaan dari orang laindan keinginan untuk bisa

melakukan segala sesuatu secara mandiri.


Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan.
Pada fase ini, ibu sudah mulai menunjukkan kepuasan (terfokus

pada bayinya)
Ibu mulai tertarik melakukan perawatan pada bayinya.
Pada fase ini, ibu biasanya agak sensitif dan merasa tidak mahir
dalam melakukan perawatanterhadap bayinya.f.Ibu mulai terbuka
untuk menerima pendidikan kesehatan bagi dirinya sendiri dan

juga pada bayinya.


Ibu mulai berinisisatif untuk melakukan tindakan (mobilisasi),
melakukan aktifitas perawatan diri dan sering mengungkapkan
perhatian tentang fungsi tubuh. Meskipun demikian ibu masih

sering merasa kelelahan karena pengaruh perubahan hormonal,


proses penyembuhan dari uterus dan perinium.
c) Fase Letting Go (perilaku Interdependen)
Menerima tanggung jawab peran barunya yang berlangsung setelah

10 Hari pasca melahirkan.


Ibu sudah mulai menyesuaikan diridengan ketergantungan bayinya.
Keinginan ibu untuk merawat diri dan bayinya sangat meningkat

pada fase ini.


Terjadi penyesuaian

dalam

hubungan

keluarga

Untuk

mengobservasi bayi.
C. Pencegahan primer
Pencegahan primer meliputi segala bentuk kegiatan yang dapat menghentikan
kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi. Pencegahan primer
juga diartikan sebagai bentuk pencegahan terhadap terjadinya suatu penyakit pada
seseorang dengan faktor risiko.
Usaha-usaha pencegahan primer meliputi seluruh cara yang dirancang
untuk mendorong perkembangan kesehatan dan perilaku penangan yang efektif,
baik pada taraf biologis, psikososial, dan sosiokultural.
a. Usaha-usaha bagi kesehatan fisik
Usaha di bidang fisik dimulai dari perencanaan keluarga, pemeliharaan
prenatal dan pascanatal, dan tentu saja pemeliharaan kesehatan dan kebugaran
badan di masa dewasa dan tua. Berhubungan dengan usaha-usaha itu, juga
masalah pemeliharaan lingkunhan hidup dan makanan serta pakaian, merupakan
usaha yang penting.
b. Usaha-usaha kesehatan psikososial
Dalam hal ini usaha yang dilakukan pada dasarnya diarahkan pada
terbentuknya kehidupan jiwa yang sehat atau normal. Secara umum jiwa yang

normal itu adalah jiwa yang optimal dalam perkembangan dan pemfungsinya,
serta secara aktif dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan aktualnya.
Terdapat dua pengertian dasar dalam kesehatan psikologis ini, ialah kesehatan
mental dan hygiene mental. Mental sehat adalah kemampuan untuk secara optimal
mengembangkan diri dan menyesuaikan diri secara efektif dengan lingkungannya.
Higiene mental adalah kondisi mental yang secara struktural adalah baik, sehingga
pada dasarnya dapat berfungsi optimal. Secara rinci, cirri jiwa normal adalah
adanya sisi intelektual yang siap digunakan, emosionalitas yang matang,
sosiabilitas yang tinggi, persepsi yang reaslitas, dan kehidupan spiritual yang
mantap. Orang yang sehat mental bukanlah orang yang bebas dari stress, konflik,
frustasi dan lain-lain, namun memiliki kesiapan untuk menanggulangi masalah.
c. Usaha-usaha sosiokultural
Usaha-usaha ini menyangkut pendidikan masyarakat, keamanan social, dan
perencanaan social ekonomis masyarakat. Masyarakat yang sehat antara lain juga
memberi kesempatan optimal kepada anggota masyarakatnya untuk dapat
mengaktualisasikan potensialitasnya secara optimal. Termasuk dalam hal ini
adalah perkembangan nilai (values) dan norma (norms), yang diharapkan tidak
melahirkan goncangan-goncangan fatal. Masalah gaya hidup, makin terasa
pentingnya dalam pencegahan gangguan kejiwaan ini.
Tahap pencegahan primer diterapkan dalam fase pre pathogenesis yaitu pada
keadaan dimana proses penyakit belum terjadi atau belum mulai.

Keluarga dan pasien harus mengetahui Kondisi fisik sang ibu , seperti

kesehatan organ reproduksi ibu selama kehamilan dan postnatal


Keluarga dan sang ibu harus memperhatikan masalah Gizi dan lingkungan
nifas yang bersih dan baik

Pemberian dukungan dari suami atau kelurga besarnya supaya ibu tidak

stress menghadapi bayinya


Memberikan Perhatian yang penuh dan kasih saying sehingga sang ibu

tidak merasa sendiri menghadapi postnatal


Menghibur ibu saat sedih jika ibu memikirkan hal-hal yang ditakutinya
Menemani saat ibu merasa kesepian.
Pendidikan kesehatan jiwa untuk orang tua, dengan harapan dapat
mengatasi hal-hal yang berhubungan dengan peningkatan cara-cara
pemeliharaan anak ke arah yang lebih memuaskan.

B. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan pencegahan yang mana sasaran
utamanya adalah

pada mereka yang baru terkena penyakit atau yang

terancam akan menderita penyakit tertentu. Adapun tujuan pada pencegahan


sekunder yaitu diagnosis dini dan pengobatan yang tepat. Adapun beberapa
pengobatan terhadap penyakit masalah sistem reproduksi dapat melalui obat
dan operasi. Pencegahan sekunder merupakan pencegahan yang dilakaukan
pada fase awal patogenik yang bertujuan untuk :
1. Mendeteksi dan melakukan intervensi segera guna menghentikan
penyakit pada tahap ini
2. Mencegah penyebaran penyakit menurunkan intensitas penyakit bila
penyakit ini merupakan penyakit menular
3. Untuk mengobati dan menghentikan proses penyakit, menyembuhkan
orang sakit serta untuk mencegah penyakit menjadi berkelanjutan
hingga mengakibatkan terjadinya cacat yang lebih buruk lagi. Karena
rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan

penyakit, maka sering sulit mendeteksi penyakit-penyakit yang terjadi di


masyarakat. Bahkan kadang-kadang masyarakat sulit atau tidak mau
diperiksa dan diobati penyakitnya. Hal ini dapat menyebabkan masyarakat
tidak memperoleh pelayanan kesehatan yang layak.

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi faktor risiko, yaitu :


Pemberian dukungan dari pasangan, keluarga, lingkungan, maupun
profesional selama kehamilan, persalinan dan pasca persalinan dapat
mencegah depresi dan mempercepat proses penyembuhan
Mencari tahu tentang gangguan psikologis yang mungkin terjadi pada ibu
hamil dan ibu yang baru saja melahirkan sehingga jika terjadi gejala dapat
dikenali dan ditangani segera
Mencegah pengambilan keputusan yang berat selama kehamilan
Mempersiapkan diri secara mental dengan membaca buku atau artikel
tentang kehamilan dan persalinan, serta mendengarkan pengalaman wanita
lain yang pernah melahirkan dapat membantu mengurangi ketakutan.
Menyiapkan seseorang untuk membantu keperluan sehari-hari (memasak,
membersihkan rumah, belanja, dll)
Jika berisiko tinggi mengalami gangguan psikologis, jalani pengobatan
profilaksis dan terapi psikologis selama kehamilan untuk mencegah atau
menghilangkan depresi
Misalnya pada ganguan baby blues Cara untuk pencegahannya :
a. Persiapan diri yang baik ,artinya persiapan diri yang baik pada saat
kehamilan sangat di perlukan sehingga saat kelahiran memiliki kepercayaan diri
yang baik dan mengurangi resiko terjadinya depresi post partum .kegiatan yang
dapat ibu lakukan adalah banyak membaca artikel atau buku yang ada kairannya
dengan kelahiran ,mengikuti kelas prenatal, bergabung dengan kelompok senam
hamil . ibu dapat memperoleh banyak informasi yang diperlukan sehingga pada

saat kelahiran ibu sudah si. ap dan hal traumatis yang mungkin mengejutkan dapat
di hindari.
a.Olahraga dan nutrisi yang cukup , dengan olah raga dapat menjaga kondisi
dan stamina sehingga dapat membuat keadaan emosi juga lebih baik. Nutrisi yang
baik asupan makanan maupun minum sangat penting pada periode post partum
b. Support mental dan lingkungan sekitar dukungan ini tidak hanya dari
suami tapi dari keluarga ,teman,dan lingkungan sekitar .
c. Ungkapkan apa yang dirasakan ,ibu post partum jangan memendam
perasaan sendiri .jika mempunyai masalah harus segera dibicarakan baik dengan
suami maupun orang terdekat .
d. Mencari informasi tentang depresi post partum ,informasi tentang depresi
post partum yang kita berikan akan sangat bermanfaat sehingga ibu mengetahui
factor faktor pemicu sehingga dapat mengantisifikasi atau mencari bantuan jika
mengahdapi kondisi tersebut
Misalnya pada gangguan Depresi Post Partum cara pencegahannya :
a) Pemberian dukungan dari pasangan, keluarga, lingkungan,maupun
profesional selama kehamilan, persalinan dan pasca persalinan dapat
mencegah depresi
b) Mencari tahu tentang ganguan psikologis yang mungkin terjadi pada ibu
hamil yang bru saja melahirkan sehingga jika terjadi gejala dapat di
c)

kenali dan di tangani segera.


Konsumsi makanan sehat,istirahat cukup dan olaraga minimal 15 menit

perhari dapat menjaga suasana hati tetap baik.


d) Mencegah pengambilan keputusan yang berat selama kehamilan,
e) Mempersiapkan diri secara mental dengan membaca buku atau artikel
tentang kehamilan dan persalinan serta mendengarkan pengalaman
wanita lain yang pernah melahirkan dapat mermbantu menguranggi
ketakutan.
C. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier melibatkan dukungan dan penanganan pasien dalam yang


intensif untuk gangguan semacam itu. Pencegahan tersier berfokus pada proses
adaptasi kembali. Tujuan utama dari pencegahan tersier adalah mencegah cacat,
kematian, serta usaha rehabilitasi. Menurut Kodim dkk (2004), tujuan dari
pencegahan tersier adalah untuk mencegah komplikasi penyakit dan pengobatan,
sesudah gejala klinis berkembang dan diagnosis sudah ditegakkan. Pencegahan
tersier terhadap penyakit masalah sistem reproduksi dapat dengan melakukan
perawatan

pasien

hingga

sembuh

serta

melakukan

terapi-terapi

untuk

meminimalisir kecacatan akibat masalah tersebut.


Penanganan (Intervention)
Istilah intervensi merupakan istilah yang saat ini sangat umum digunakan
orang untuk menunjuk pada berbagai macam tindakan yang dimaksudkan untuk
memberikan kesembuhan atas gangguan kejiwaan atau pelurusan atas
penyesuaian diri yang salah. Intervensi juga digunakan dalam berbagai istilah lain
yang digunakan untuk membantu orang yang terganggu secara kejiwaan
(psychological disorders) atau memiliki masalah kejiwaan (psychological
problems) dalam kehidupan sehari-harinya.
Disamping psikoterapi dan psikoanalisis, juga dikenal nama lain, yaitu
melatih (coaching), bimbingan (guidance), konseling, pemberian nasihat
(advising),

perlakuan

(treatment),

dan

pengubahan

perilaku

(behavior

modification).
Yang dimaksud dengan melatih adalah memberi petunjuk yang berulangulang mengenai apa yang harus dilakukan individual ketika menghadapi masalahmasalah yang tidak mampu ia tanggulangi. Bimbingan adalah memberi tahu dan
petunjuk serta mendampingi klien dalam memecahkan masalahnya.

Konseling adalah usaha bantuan yang titik beratnya adalah menemani


klien untuk menyelesaikan masalah dengan cara mereflesikan masalah klien
sampai timbulnya pemahaman emosional (emotional insight) dalam diri individu
atas permasalahannya dan kemampuannya untuk memecahkan masalahnya
sendiri.
Pemberian nasihat adalah memberitahukan mengenai keadaan atau cara
yang dapat ditempuh mengenai masalah yang dialami klien. Perlakuan adalah
setiap tindakan yang diberikan seorang ahli kepada individual dengan maksud
untuk menolong individu agar terlepas dari keadaan terganggu atau terlilit
masalah. Pengubahan perilaku adalah setiap tindakan yang diarahkan pada
perilaku yang salah pada seseorang sehingga ia dapat berfungsi optimal.
Dalam membahas berbagai perlakuan (treatment) untuk perilaku
abnormal, Susan Nolen Hoeksema, mengemukakan tiga pendekatan perlakuan
yang biasa diberikan terhadap mereka yang mengalami gangguan kejiwaan atau
abnormalitas yaitu perlakuan biologis (biological treatments), terapi-terapi
psikologi (psychological therapies), dan pendekatan-pendekatan social (social
approaches).
Perlakuan Biologis
Perlakuan biologis hampir seluruhnya melibatkan resep-resep obat untuk
gangguan mental, yang pada umumnya dimaksudkan untuk meredakan simtomsimtom

psikologis

dengan

cara

memperbaiki

ketidakseimbangan

neurotransmitter. Bisa juga obat-obat itu dimaksudkan mengkompensasikan


deficit struktural didalam otak atau akibat dari abnormalitas genetik. Pada
dasarnya, obat-obat yang digunakan untuk psikopatologi didasari oleh biologi
dalam bentuk usaha menentang proses terjadinya psikopatologi.
Obat-obat Antipsikotis

Medikasi antipsikotis menolong meredusir pengalaman-pengalaman perseptual


yang tidak realistis, keyakinan-keyakinan yang tidak sebenarnya, dan simtomsimtom psikosis lainnya. Permulaan penanganan dengan obat modern biasanya
dipikirkan berhubungan dengan ditemukannya kholrpromazin, yang saat ini biasa
digunakan untuk menangani simtom-simtom psikosis (Valenstein, 1998 dalam
Hoeksema, 2004). Gejala psikosis sendiri meliputi kehilangan sentuhan realitas,
halusinasi (pengalaman perseptual yang tidak nyata), dan delusi (fantastic,
keyakinan tidak nyata). Juga diketahui bahwa khlorpromazin juga dapat
menurunkan agitas, eksitasi, konfusi, dan paranoia pada pasien psikotik. Turunan
khlopromazin ini merupakan suatu neuroleptic, yang menunjukkan bahwa obat ini
menekan aktivitas system syaraf. Di Amerika Serikat, kelompok obat ini dikenal
dengan nama Thorazin. Juga yang berhasil dalam pemasaran, khlorpromazin yang
ditemukan Paul Janssen, butyrophenone.
Obat-obat antipsikotik merupakan penemuan yang dapat mengubah pandangan
psikosis sebagai penyakit yang penderitanya selama-lamanya harus tinggal di
rumah sakit jiwa dan tidak dapat dikendalikan.
Obat-obat Antidepresan
Seperti kita ketahui, bahwa obat-obat

antidepresan

membantu

mengurangi simtom-simtom depresi, seperti kesedihan, rendahnya motivasi, dan


gangguan tidur dan makan. Obat-obat ini ditemukan secara kebetulan seperti juga
obat-obat antipsikotik (Valenstein, 1998 dalam Hoeksema, 2004). Jean Dealy
menemukan bahwa isoniazid dan iproniazid dapat berfungsi sebagai antidepresan
ialah obat-obat yan g dapat menangani simtom-simtomdepresi.
Sebelumnya telah dikemukakan pula monoamine oxidase inhibitors
(MAOls) yang dikenal dengan merek dagang Nardil dan Parnate. Obat-obat ini
telah memperlihat keefektifannya dengan cara menghambat enzim monoamine

oxisade, sehungga mampu meningkatkan taraf sejumlah neurotransmitter, seperti


neropinefrin.
Obat penenang lainnya antara lain Lithium, yaitu suatu unsur metalik
yang ada di laut, dalam natural springs, dan pada jaringan binatang atau
tumbuhan. Lithium merupakan zat antikonsulvan dan penghambat saluran
kalsium (calcium channel blockers) yang membantu mengurangi mania.
Obat Antikecemasan
Barbiturat dan benzodiazepine membantu mengurangi rasa cemas dan
insomania serta mampu menekan system syaraf pusat dan mengurangi aktivitas
berbagai tipe neuron. Obat-obat ini efektif untuk melahirkan relaksasi dan tidur,
juga benar-benar adiktif, namun akan menyebabkan simtom-simtom ancaman
kehidupan, seperti meningkatnya denyut nadi, delirium, dan konvulsi.
Terapi Elektrokonvulsif
ETC adalah sati seri penanganan di mana serangan otak diinduksikan dengan
cara pengaliran listrik melalui otak pasien. Sebelum dilakukan, pasien diberi
anestesi dan ototnya direlaskan aga tidak cidera.
Psikosurgeri (Psychosureary)
Pada masa prehistori, para ahli masa itu melakukan apa yang disebut
therahining untuk menangani penderita gangguan mental. Therapining ini adalah
semacam bedah otak. Pada masyarakat modern, usaha ini akhirnya dikembangkan
oleh neurolog Portugis, Asntonio de Egas Moniz pada tahun 1935. Dalam hal ini
bagian depan otak, frontal lobus, menderita dari pusat bagian bawah otak pada
pendeita psikosis. Prosedur ini akhirnya berkembang menjadi prosedur yang
disebut prefrontal lobotomy.
Terapi-terapi Psikologis
Yang paling terkenal psikodinamika yang memusatkan perhatian pada
usaha membuka dan menyelesaikan konflik-konflik yang tidak disadari. Teori
psikodinamik menolong klien mendapatkan pemahaman kedalam motif dan

konflik-konflik tak sadar, melalui analisis asosiasi bebas, resistensi-resistensi,


impian-impian dan transferensi.
Terapi humanistik menolong klien mengeksplorasi nilai-nilai dan
potensial-potensial pribadinya sendiri dan memuaskan potensialnya lebih lengkap
dengan mempersiapkan relasi yang lebih hangat dan suportif.
Terapi-terapi perilaku berusaha untuk membentuk kembali perilaku
maladaptif orang. Terapi ini menolong klien menghilangkan perilaku-perilaku
yang tidak dikehendaki atau mengajari klien perilaku yang baru dan lebih
dikehendaki

dengan

teknik-teknik

seperti

desensitisasi

sistematis

atau

pembentukan respons.
Terapi kognitif berusaha untuk mengubah cara berpikir maladaptif
seseorang dengan menantang pemikiran-pemikiran irasional dan belajar
keterampilan baru.
Terapi-terapi Psikodinamis
Terapi ini memusatkan diri pada usaha membuka dan menyelesaikan konflikkonflik tak sadar yang melahirkan simtom-simtom psikologis. Tujuannya adalah
menolong klien menemukan cara-cara maladaptif yang telah mereka coba untuk
meneyelsaikan sumber-sumber konflik tak sadar mereka. Pemahaman ini
membebaskan klien dari cengkraman masa lalu dan memberi mereka pemahaman
agensi dalam membuat perubahan di masa kini (Vakoch & Strupp, 2000). Tujuan
ini adalah membantu klien mengintegrasikan aspek-aspek kepribadian mereka
yang telah retak atau menolak ke dalam pemahaman diri yang utuh.
Transferensi klien terhadap terapis adalah juga kunci terhadap konflik
dan kebutuhan tak sadar. Transferensi terjadi jika berkaitan dengan seseorang
yang penting dalam perkembangan awal klien, seperti ayah dan bundanya.
Misalnya, klien menemukan dirinya bereaksi terhadap kemarahan atau
ketakutakan yang sangat mendalam jika seorang terapis hanya beberapa menit

setelah perjanjian, dan hali ini dapat menjadi dasar secara emosional ditinggalkan
orang tua saat kecil. Terapis dapat menunjuk cara-cara klien berperilaku yang
menampilkan trasferensi dan kemungkinan klien mengeksplorasi akar perilakunya
dalam relasinya dengan orang penting lain.
Teknik Mempelajari Perilaku yang Dikehendaki
Dapat dipahami kalau dalam berbagai macam terapi,sepertipun dalam terapi
perilaku ini, yang paling banyak dilakukan adalah menghilangkan perilaku
tertentu, karena hal demikianlah yang menyebabkan ia disebut terganggu. Namun
dalam pengertian yang lebih luas, apa yang disebut dengan terganggu itu termasuk
juga kurang dimilikinya pola perilaku atau keterampilan dan keberanian untuk
bertingkah laku tertentu.
Terapi-terapi Kognitif
Terapi-terapi ini memfokuskan diri pada menantang tafsiran maladaptif orang
mengenai kejadian-kejadian dan cara berpikir, dan menempatkan mereka dengan
berpikir yang lebih adaptif. Banyak strategi keperilakuan berkombinasi dengan
strategi-strategi kognitif. Terapis kognitif juga menolong klien belajar teknik
memecahkan masalah secara lebih efektif untuk menghadapi masalah-masalah
konkrit dalam kehidupannya.
Bentuk yang paling terkenal adalah dari Aaron Beck, 1976. Teknik terapi ini pada
dasarnya mempunyai tiga tujuan, yaitu:
1. Membantu klien mengidentifikasi pikiran-pikiran maladaptif irasionalnya. Orang
sering tidak mengenal pikiran-pikiran negatif yang berputar-putar dalam jiwanya
dan mempengaruhi emosi dan perilakunya.
2. Mengajarkan kepada klien menghadapi pikiran-pikiran irasional atau pikiran
3.

maladaptif dan mempertimbangkan alternatif cara berpikir.


Pertanyaan seperti : Apa yang terburuk dapat terhjadi karena situasi atau
keadaan itu Apa yang dapat anda lakukan kalu kejadian terburuk terjadi?

Dengan pertanyaan demikian, diharapkan agar klien dapat mengarahkan upayanya


dan yakin bahwa kejadian terburuk pun akhirnya dapat ia tanggulangi.
Tugas Keperilakuan
Salah satu hal yang penting untuk dilakukan dalam rangka terapi kognitif, adalah
Tugas

Keperilakuan

(Behavioral

Assignments)

untuk

membantu

klien

mengumpulkan bukti yang menyangkut keyakinan-keyakinnya. Tugas-tugas ini


ditampilkan kepadaklien sebagai cara untuk menguji hipotesis dan mengumpulkan
informasi yang mungkin berguna untuk terapi.
Melakukan Kendali
Terapis kognitif berusaha untuk mengajar klien keterampilan-keterampilan
sehingga klien dan menjadi terapis sendiri. Terapis berusaha agar klien
bertanggung jawab dan mengendalikan pikiran dan tingkah lakunya atau sekedar
bereaksi terhadap kekuatan-kekuatan eksternal.
Pendekatan Sosial
Terapi interpersonal

merupakan

suatu

versi

short-term

terapi

psikodinamik yang lebih memfokuskan diri pada hubungan yang sedang berjalan.
Terapis sistem keluarga berusaha untuk mengubah sistem perilaku yang
maladaptif dalam keluarga. Program-program prevensi berusaha menghentikan
atau menghambat perkembangan gangguan atau menolong orang untuk dapat
mengurangi gangguan atas kehidupan sehari-harinya. Terapi-terapi spesifik
kultural menggunakan keyakinan dan ritual budaya dalam menangani klien kultur
tersebut.
Terdapat beberapa jenis terapi dalam kelompok ini, antara lain: terapi
antarpribadi, terapi sistem terapi, terapi kelompok, perlakuan komunitas, dan
perlakuan lintas budaya.
Terapi antarpribadi

merupakan

terapi

jangka

pendek

yang

memfokuskan diri pada relasi dan keterlibatan mutakhir klien dan mengeksplorasi
akar masalah mereka dalam relasi di masa lalu.

Tertapis sistem keluarga memfokuskan

diri pada pengubahan pola

perilaku maladaptif dalam sistem keluarga untuk mengurangi patologi di dalam


anggotanya secara individual.
Dalam terapi kelompok, orang yang menyumbangkan masalah dating
bersama untuk menunjang, saling belajar dengan rekan-rekannya, dan berlatih
keterampilan baru. Kelompok yang menolong diri sendiri merupakan bentuk
terapi kelompok yang tidak melibatkan professional di bidang kesehatan mental.
Gerakan
kesehatan
mental
komunitas
bermaksud
untuk
mengdeinstitusionalisasi orang-orang dengan gangguan mental dan menangani
mereka melalui pusat-pusat kesehatan mental komunitas, rumah singgah, dan
pusast-pusat penanganan jalan. Sumber daya untuk pusat kesehatan komunitas itu
tidak pernah adekuat dan tidak banyak orang tidak memiliki akses keperawatan
kesehatan mental.
Program

prevensi

primer

bernaksud

untuk

menghentikan

perkembangan gangguan sebelum terjadi. Sedangkan program-program prevensi


sekunder menyediakan penanganan untuk taraf-taraf pertama gangguannya
dengan harapan meredakan perkembangan gangguan.
Nilai-nilai yang terdapat di dalam kebanyakan psikoterapi yang dapat
bertentangan dengan nilai pada budaya tertentu termasuk focus pada individual,
ekspresi emosi, ketertutupan pribadi, dan harapan yang dimiliki klien.
Orang dari kelompok monoritas dapt lebih menyerupai tetap dalam
penanganan jika sesuai dengan terapis dari kelompok budayanya, tetapi terdapat
perbedaan individual yang luas dalam preferensi ini. Terdapat sejumlah terapi
spesifik kulutral untuk menangani psikopatologi dalam tradisi kultur-kultur itu.
D. JURNAL TERKAIT
Efektivitas psikoedukasi terhadap pencegahan depresi pascasalin
(penelitian di pelayanan kesehatan Kabupaten Nias, Sumatera Utara)

A. Tujuan
Tujuan: untuk menilai efektivitas intervensi psikoedukasi yang diberikan
kepada ibu-ibu postpartum (pascasalin) dalam pencegahan terjadinya
depresi pascasalin dikaitkan dengan pengaruh faktor usia, paritas,
pekerjaan, pendidikan dan dukungan keluarga.
B. isi dari Jurnal
Penyesuaian periode pascasalin pada beberapa minggu atau pada
bulan pertama bukan merupakan hal yang mudah untuk ibu primipara atau
multipara.

Studi

yang

dilakukan

oleh

Anguilera

(1998)1

menyatakanbahwa setelah kelahiran anak merupakan situasi krisis bagi


keluarga atau potensial menjadi krisis untuk beberapa pasangan karena
terjadi perubahan peran, hubungan dan pola hidup yang merupakan
kebutuhan menjadi orang tua. Ditambah lagi beberapa ibu baru hanya
mempunyai sedikit atau bahkan belum memiliki pengalaman dalam
merawat bayi baru lahir dan melakukan perawatan mandiri setelah
melahirkan
Adaptasi pascasalin harus melewati penyesuaian maternal yang
meliputi fase menerima (taking in), fase dependen mandiri (taking hold),
dan fase interdependen (letting go). Pada fase taking hold, beberapa ibu
menghadapi kesulitan penyesuaian selama adaptasi maternal terutama
untuk menguasai tugas-tugas sebagai orangtua, isolasi yang dialami karena
ia harus merawat bayi dan tidak suka terhadap tanggung jawab di rumah
dan merawat bayi. Ini sering dialami oleh perempuan primipara yang
belum berpengalaman mengasuh anak, perempuan karier, perempuan yang
tidak punya cukup waktu berteman atau keluarga untuk berbagi rasa, ibu
yang berusia remaja, atau perempuan yang tidak bersuami.

Pada fase taking hold ini sering terjadi depresi. Perasaan mudah
tersinggung bisa timbul akibat berbagai faktor, termasuk faktor psikologis
akibat kejenuhan dengan banyaknya tanggung jawab sebagai orangtua,
kehilangan dukungan yang pernah diterimanya dari anggota keluarga dan
teman-teman ketika hamil, perasaan kecewa ketika persalinan dan
kelahiran telah selesai, juga faktor keletihan setelah melahirkan yang
diperburuk oleh tuntutan bayi yang banyak sehingga dengan mudah timbul
perasaan depresi
Apabila situasi krisis ini tidak dapat diadaptasikan dengan baik,
maka akan menimbulkan gangguan psikologis seperti postpartum blues,
depresi pascasalin dan depresi psikosis.
1. Pascasalin Blues
Pascasalin blues adalah gangguan suasana hati seorang ibu yang
baru melahirkan yang bersifat sementara, berlangsung satu sampai
sepuluh hari atau berlangsung selama dua minggu atau kurang dan
apabila menetap dapat berlanjut menjadi depresi pascasalin.
Fenomena blues, dipengaruhi oleh perubahan hormonal, penurunan
estrogen dan progesteron setelah plasenta terlepas. Beberapa
perempuan merasa tidak berdaya dan rendah diri akibat kelelahan,
ketidaknyamanan fisik, dan tidak percaya diri dalam menghadapi peran
baru.9 Faktor lain adalah tidak adanya dukungan dari suami atau
pasangan.
2. Depresi Pascapartum
Depresi pascasalin tanpa manifestasi psikosis meliputi bingung,
letih, agitasi, perasaan tidak berdaya, malu, perubahan suasana hati,
kehilangan libido dan ketergantungan. Pada tingkat berat dapat

menjadi depresi psikosis yang meliputi adanya waham, halusinasi


pendengaran, dan hiperaktif.
Depresi yang dialami berhubungan dengan tidak dapat menahan
perasaan, sering marah, kerusakan hubungan dengan pasangan/suami,
keluarga,

teman

dan

juga

tenaga

profesional.

Faktor

yang

mempengaruhi :
a. faktor hormonal berupa perubahan kadar estrogen, progesteron,
prolaktin dan estriol yang terlalu rendah.
b. faktor demografik yaitu usia dan paritas

Psikosis Purpureal
Pospartum Blues
Frekuensi

Depresi Pascabersalin

50-80%
Sedih, mudah

10-15%
1 dari 500
Letargi, sangat sedih, lebih Kasar bicara, waham,

tersinggung, mood labil,

sensitif, putus asa, hilang

bingung, agitasi, takut,

kadang-kadang sakit

harapan, cemas, khawatir

insomnia, depresi berat,

kepala.

yang berlebihan, rasa takut ingin bunuh diri/ bayi.

Simptom
tanpan sebab, gangguan

Onset

Beberapa hari setelah

pola tidur
Dapat berlangsung pada

Umumnya terjadi pada

melahirkan, antara 3-10

bulan pertama atau dua

minggu ke 4 pertama setelah

hari.
Beberapa
Durasi
Aksi

hari

bulan setelah melahirkan.


atau Dapat lebih atau kutang 3

melahirkan.
Bervariasi

kurang

bulan. Bila dilakukan

Kondisi transisi, tidak

tindakan dapat 3 bulan.


Jika ada dugaan, perlu

Hubungi GP untuk

ada tindakan

konsultasi atau

kunjungan rumah segera.

yang sangat diperlukan,

pemeriksaan EPDS, rujuk

Jelaskan pada keluarga agar

tergantung kebutuhan

ke GP, anjurkan ke tenaga

klien tidak dibiarkan sendiri.

ahli.
c. pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan
d. latar belakang psikososial perempuan yang bersangkutan, seperti
tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak
diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial
ekonomi serta keadekuatan dukungan lingkungan sosialnya (suami,
keluarga dan teman).
Hal lain yang dapat memicu terjadinya depresi pascasalin adalah
nyeri setelah persalinan, termasuk kelelahan, kurang tidur, asupan
nutrisi yang menurun, kecemasan dan rasa takut12 konflik marital,
tindakan yang salah terhadap anak, gangguan hubungan ibuanak
termasuk gangguan peran sebagai orang tua (ibu) dan masalah perilaku
bayi15; dukungan keluarga terutama suami, dan anggota keluarga
dekat lainnya, komplikasi kehamilan dan persalinan, keadaan
lingkungan, gangguan jiwa sebelum hamil, dan latar belakang budaya
Efektivitas intervensi psikoedukasi
Intervensi psikoedukasi memiliki pengaruh terhadap kejadian
depresi pascasalin. Dapat disimpulkan bahwa responden yang tidak
mendapat

intervensi

psikoedukasi

berpeluang

mengalami

depresi

pascasalin sebanyak 5,924 kali pada derajat keyakinan 95% dibandingkan


dengan responden yang sudah mendapat intervensi psikoedukasi.
Peneliti berasumsi bahwa efektifnya psikoedukasi pada ibu-ibu
pascasalin karena mereka memiliki kemampuan yang baik dalam

membangun koping yang konstruktif, dan menggunakannya secara efektif


dalam menghadapi berbagai gangguan emosional dan psikologis. Setiap
individu sejak lahir hingga menjelang ajal tidak terlepas dari suatu
persoalan yang selalu melekat pada setiap tahap perkembangan manusia.
Kualitas persoalan pada setiap individu mempunyai intensitas yang
berbeda, tergantung dari usia, tingkat pendidikan dan pengalaman yang
berlangsung terus-menerus dalam kehidupan. Situasi yang menekan atau
stressor merupakan pemicu munculnya cara dari diri individu untuk
mengendalikannya. Cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan
masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, respons terhadap situasi
yang mengancam, itulah yang disebut koping. Upaya individu dapat
berupa perubahan cara berpikir (cognitive), perubahan perilaku dan
perubahan lingkungan yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapi
Kemampuan individu membangun koping yang efektif juga
dipengaruhi oleh proses intervensi yang diberikan, interaksi perawat
dengan ibu-ibu postpartum, tingkat keyakinan klien dalam menerapkan
anjuran yang diberikan, serta struktur materi psikoedukasi yang dikemas
secara sederhana sehingga mudah dipahami oleh responden.
Penjelasan tentang efek buruk dari depresi pascasalin, mengundang
perhatian pasangan untuk berusaha mencegah risiko tersebut. Efek buruk
depresi terhadap ibu, bayi, suami dan anggota keluarga lainnya dianggap
sebagai ancaman kesehatan, sehingga mendorong motivasi responden dan
pasangannya untuk berusaha mencegah terjadinya depresi pascasalin

Faktor dominan yang berpengaruh pada efektivitas intervensi


psikoedukasi
Variable confounding yang paling berpengaruh pada efektivitas
intervensi psikoedukasi adalah variable dukungan keluarga (p=0,001).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa intervensi psikoedukasi
efektif secara signifikan mencegah depresi pascasalin setelah dikontrol
oleh variabel dukungan keluarga.
C. Kesimpulan
Faktor pendidikan dan dukungan keluarga berhubungan dengan
kejadian depresi pascasalin. Intervensi psikoedukasi efektif mencegah
terjadinya depresi pascasalin setelah dikontrol oleh faktor dukungan
keluarga.

BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Gangguan psikologis masa nifas yaitu dimana ibu nifas usdah mampu
menyesuiakan diri dengan perubah-perubahan yang terjadi setelah melahirkan.
Gangguan psikologis pada masa nifas terbagi menjadi : post partum blues, depresi
postpartum, dan psikosis post partum. Maka dari pencegahan primer, sekunder,
tersier perlu dilakukan yang sesuai dengan adaptasi psikologis postpartum. Oleh
karena itu, kolaborasi keluarga, pasien dan tenaga medis lainnya memerlukan
penanganan serta intervensi yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Widyastuti Y, dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitramaya


Padila. 2014. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Nuha Medika.
Machmudah, 2010. Pengaruh persalinan dengan komplikasi terhadap
kemungkinan terjadinya postpartum blues di kota semarang. Tesis.
http://digital_20284389-T Machmudah.pdf diakses pada 27 April 2016
pukul 20:01
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351480-PR-Merry%20Juliana.pdf diakses pada 27

April 2016 pukul 16:08


http://etheses.uin-malang.ac.id/613/6/09410060%20Bab%202.pdf diakses pada 27

April 2016 pukul 18:56

Anda mungkin juga menyukai