Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan cepat dan tepat dalam memberikan pelayanan kesehatantentunya
juga tidak terlepas dari sebuah unit yang menangani kegawatdaruratan dan di
rumah sakit biasa kita kenal dengan nama dan istilah Unit Gawat
Darurat(UGD).
Dan pengertian UGD adalah salah satu bagian di rumah sakit yang
menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cedera, yang
dapat mengancam kelangsungan hidupnya. Di UGD dapat ditemukan dokter dari
berbagai spesialisasi bersama sejumlah perawat dan juga asisten dokter.
Pertolongan pertama merupakan pertolongan secara cepat dan bersifat
sementara waktu yang diberikan pada seorang yang menderita luka atau terserang
penyakit mendadak. Tujuan yang penting dari pertolongan pertama adalah
memberikan perawatan dan pelayanan kesehatan yang akan menguntungkan pada
orang-orang tersebut sebagai persiapan terhadap penanganan lebih lanjut lagi
nantinya bila memang diperlukan. Untuk itulah pentingnya mengenal kriteria
pasien gawat darurat, pasien gawat tidak darurat, pasien tidak gawat tidak darurat
untuk bisa menjalankan triage di UGD.
Bila dihubungkan dengan dunia keperawatan maka kita akan mengenal akan
pelayanan

keperawatan

gawat

darurat.

Yang

dimaksud

dengan

pengertian pelayanan keperawatan gawat darurat adalah adalah pelayanan


profesional yang didasarkan pada ilmu dan metodologi keperawatan gawat
darurat yang berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual yang komprehensif
ditujukan kepada klien / pasien yang mempunyai masalah aktual atau resiko yang
disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat dikendalikan. Rangkaian kegiatan
yang dilaksanakan dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu mencegah
kematian atau kecacatan yang mungkin terjadi
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa konsep trauma kepala ?
1

2. Apa konsep syok hipovolemik ?


3. Apa konsep trauma abdomen ?
4. Bagaimana penyelesaian kasus pada keperawatan kegawatdaruratan ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui konsep dari trauma kepala
2. Mengetahui konsep dari syok hipovolemik
3. Mengetahui konsep dari trauma abdomen
4. Mengetahui
bagaimana
penyelesaian
kasus
pada
keperawatan
kegawatdaruratan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Trauma Kepala
A. Pengertian
Trauma / cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit
kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara
langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)

B. Etiologi
Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan

mobil.
Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
Cedera akibat kekerasan.

C. Patofisiologi Cedera Kepala

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa
dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya
melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi
kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan
4

fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar


metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan
koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh,
sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala gejala
permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan
oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi
penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan
asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml /
menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output. Trauma
kepala

meyebabkan

perubahan

fungsi

jantung

sekuncup

aktivitas

atypicalmyocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan


otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan
disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia. Akibat adanya perdarahan
otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler
menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan
simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak
begitu besar.
D. Proses-proses fisiologi yang abnormal:
1) Kejang-kejang
2) Gangguan saluran nafas
3) Tekanan intrakranial meningkat yang dapat disebabkan oleh
karena:
edema fokal atau difusi
hematoma epidural
hematoma subdural
hematoma intraserebral
over hidrasi
Sepsis/septik syok
Anemia
5

Syok

E. Primary Survey
a) Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah
memeriksa responsivitas pasien dengan mengajak pasien
berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan
jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan
jelas maka jalan nafas pasien terbuka (Thygerson, 2011).
Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan
airway

dan

ventilasi.

Tulang

belakang

bantuan

leher

harus

dilindungi selama intubasi endotrakeal jika dicurigai terjadi


cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan nafas
paling sering disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi
pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada
pasien antara lain:
Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien

dapat berbicara atau bernafas dengan bebas?


Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada
pasien antara lain:
Adanya snoring atau gurgling
Stridor atau suara napas tidak normal
Agitasi (hipoksia)
Penggunaan
otot
bantu
pernafasan

paradoxical chest movements


Sianosis
Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran
napas bagian atas dan potensial penyebab obstruksi
:

Muntahan
Perdarahan
Gigi lepas atau hilang
Gigi palsu
Trauma wajah
6

Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan

nafas pasien terbuka.


Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak
perlu pada pasien yang berisiko untuk mengalami

cedera tulang belakang.


Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan
jalan

nafas pasien sesuai indikasi :


Chin lift/jaw thrust
Lakukan suction (jika tersedia)
Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway,

Laryngeal Mask Airway


Lakukan intubasi
b) Pengkajian Breathing (Pernafasan)
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai
kepatenan jalan nafas dan keadekuatan pernafasan
pada

pasien.

memadai,

Jika

maka

dipertimbangkan

pernafasan

pada

langkah-langkah
adalah:

dekompresi

pasien
yang
dan

tidak
harus

drainase

tension pneumothorax/haemothorax, closure of open


chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner,
2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing
pada pasien antara lain :
Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap
ventilasi dan oksigenasi pasien.
Inspeksi

dari

tingkat

pernapasan

sangat

penting. Apakah ada tanda-tanda sebagai


berikut : cyanosis, penetrating injury, flail
chest,

sucking

chest

wounds,

dan

penggunaan otot bantu pernafasan.


Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea,
fraktur ruling iga, subcutaneous emphysema,

perkusi

berguna

untuk

diagnosis

haemothorax dan pneumotoraks.


Auskultasi

untuk adanya : suara abnormal

pada dada.

Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding

dada pasien jika perlu.


Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien;
kaji lebih lanjut mengenai karakter dan kualitas

pernafasan pasien.
Penilaian kembali status mental pasien.
Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak
adekuat dan / atau oksigenasi:
Pemberian terapi oksigen
Bag-Valve Masker
Intubasi (endotrakeal atau

nasal

dengan

konfirmasi penempatan yang benar), jika


diindikasikan
Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk

advanced airway procedures


Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam
jiwa lainnya dan berikan terapi sesuai kebutuhan.

c) Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi
organ dan oksigenasi jaringan. Hipovolemia adalah
penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis
shock

didasarkan

pada

temuan

klinis:

hipotensi,

takikardia, takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas


dingin,

penurunan

capillary

refill,

dan

penurunan

produksi urin. (Wilkinson & Skinner, 2000).


Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status
sirkulasi pasien, antara lain :

Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.


CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap

untuk digunakan.
Kontrol perdarahan

yang

dapat

mengancam

kehidupan dengan pemberian penekanan secara

langsung.
Palpasi nadi radial jika diperlukan:
Menentukan ada atau tidaknya
Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
Regularity
Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda

hipoperfusi atau hipoksia (capillary refill).


Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
d) Pengkajian
Level
of
Consciousness
Disabilities
Pada primary

survey,

disability

dikaji

dan
dengan

menggunakan skala AVPU :


A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat,
misalnya mematuhi perintah yang diberikan
V - vocalises, mungkin tidak sesuai

atau

mengeluarkan suara yang tidak bias dimengerti


P - responds to pain only (harus dinilai semua
keempat

tungkai

jika

ekstremitas

awal

yang

digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)


U - unresponsive to pain, jika pasien tidak
merespon baik stimulus nyeri maupun stimulus
verbal.
e) Exposure
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera
pada pasien. Jika pasien diduga memiliki cedera leher
atau tulang belakang, imobilisasi in-line penting untuk
dilakukan.
pemeriksaan

Lakukan
pada

log

roll

punggung

ketika
pasien.

melakukan
Yang

perlu

diperhatikan

dalam

pasien adalah

melakukan

pemeriksaan

pada

mengekspos pasien hanya selama

pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan


telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan selimut
hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan
pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme
trauma yang mengancam jiwa, maka Rapid Trauma
Assessment harus segera dilakukan:
Lakukan
pemeriksaan
kepala,

leher,

dan

ekstremitas pada pasien


Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat
mengancam
melakukan

nyawa

pasien

transportasi

luka

pada

dan

mulai

pasien

yang

berpotensi tidak stabil atau kritis.


F. Secondary Survey
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan
secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya
dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak
mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
2.2 Syok Hipovolemik
1. Definisi
Syok hipovolemik merupakan suatu keadaan dimana volume cairan
tidak adekuat didalam pembuluh darah. akibatnya perfusi jaringan.
Syok hipovolemik merupakan tipe syok yang paling umum ditandai
dengan penurunan volume intravascular. Cairan tubuh terkandung dalam
kompartemen intraselular dan ekstraseluler. Cairan intra seluler menempati
hamper 2/3 dari air tubuh total sedangkan cairan tubuh ekstraseluler
ditemukan dalam salah satu kompartemen intravascular dan intersisial.
Volume cairan interstitial adalah kira-kira 3-4x dari cairan intravascular.

10

Syok hipovolemik terjadi jika penurunan volume intavaskuler 15% sampai


25%.
2. Etiologi
Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler,
misalnya terjadi pada:
a. kehilangan darah atau syok hemorargik karena perdarahan yang
mengalir keluar tubuh seperti hematotoraks, ruptur limpa, dan
kehamilan ektopik terganggu.
b. Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung
kehilangan darah yang besar. Misalnya: fraktur humerus menghasilkan
500-1000 ml perdarahan atau fraktur femur menampung 1000-1500 ml
perdarahan.
c. Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena
kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:
Gastrointestinal : peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis
Renal : terapi diuretik, krisis penyakit Addison
Luka bakar (kompustio) dan anafilaksis
3. Manifestasi Klinis
Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan
hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali
dalam beberapa menit. Tanda-tanda syok adalah menurut Toni Ashadi, 2006
adalah:
a. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler
selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.
b. Takhikardi: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respon
homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah
ke homeostasis penting untuk hopovolemia.peningkatan kecepatan aliran
darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan.
c. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah
sistemik dan curah jantung, vasokontriksi perifer adalah faktor yang esensial
dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat
dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak dibawah 70 mmHg.
d. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik.
Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30ml/jam.
4. Patofisiologi
11

Saat sel-sel tubuh kekurangan pasokan darah dan oksigen, maka


kemampuan metabolisme energi pada sel-sel tersebut akan terganggu.
Metabolisme energy terjadi di dalam sel tempat nutrient secara kimiawi
dipecah dan disimpan dalam bentuk ATP (adenosine tripospat). Sel-sel
menggunakan simpanan energy ini untuk melakukan berbagai fungsi penting
seperti transport aktif, kontraksi otot, sintesa biokimia, dan melakukan fungsi
selular khusus seperti konduksi impuls listrik. ATP dapat disintesa secara
aerob (pada adanya oksigen) atau secara anaerob (tanpa adanya oksigen).
Meskipun begitu, metabolisme aerob akan menghasilkan jumlah ATP yang
jauh lebih besar per mol glukosa dibanding metabolime anaerob, dan
karenanya adalah cara yang lebih efisien dan lebih efektif dalam penghasil
energy. Selain itu, metabolisme anaerob mengakibatkan akumulasi produk
akhir yan toksik, asam laktat, yang harus dibuang dari sel dan di transport ke
hepar untuk pengubahan menjadi glukosa dan glikogen.
Pada keadaan syok, sel-sel tidak mendapat pasokan darah yang
adekuat dan kekurangan oksigen dan nutrient karenanya, sel-sel harus
menghasilkan energy melalui metabolisme anaerob. Metabolisme ini
menghasilkan tingkat energy yang rendah dari sumber nutrient dan lingkungan
intraseluler yang bersifat asam. Karena perubahan ini, fungsi normal sel
menurun. Sel membengkak dan membrannya menjadi lebih permeable,
sehingga memungkinkan elektrolit dan cairan untuk merembes dari dan
kedalam sel. Pompa kalium-kalium menjadi terganggu. Struktur sel
(mitokondria dan lisosom) menjadi rusak dan terjadi kematian sel
5. Primary Survey
a. Airway
- Yakinkan kepatenan jalan napas
- Berikan alat bantu napas jika perlu
- Jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi
dan bawa segera mungkin ke ICU
b. Breathing
- Kaji jumlah pernapasan lebih dari 24 kali per menit merupakan
-

gejala yang signifikan


Kaji saturasi oksigen

12

Periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan

kemungkinan asidosis
Berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
Periksa foto thorak
c. Circulation
- Kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda
-

signifikan
Monitoring tekanan darah
Periksa waktu pengisian kapiler
Pasang infus dengan menggunakan canul yang besar
Berikan cairan koloid gelofusin atau haemaccel
Pasang kateter
Lakukan pemeriksaan darah lengkap
Catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature

kurang dari 360C


Siapkan pemeriksaan urin dan sputum
Berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.

d. Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis
padahal sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat
kesadaran dengan menggunakan AVPU.
e. Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan
tempat suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.
2.3 Trauma Abdomen
1. Definisi
Trauma adalah sebuah mekanisme yang disengaja ataupun tidak
disengaja sehingga menyebabkan luka atau cedera pada bagian tubuh. Jika
trauma yang didapat cukup berat akan mengakibatkan kerusakan anatomi
maupun fisiologi organ tubuh yang terkena. Trauma dapat menyebabkan 10
gangguan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme kelainan
imunologi, dan gangguan faal berbagai organ. Penderita trauma berat
mengalami gangguan faal yang penting, seperti kegagalan fungsi membran
sel, gangguan integritas endotel, kelainan sistem imunologi, dan dapat pula

13

terjadi koagulasi intravaskular menyeluruh (DIC = diseminated intravascular


coagulation).
Trauma abdomen pada garis besarnya dibagi menjadi trauma tumpul
dan trauma tajam. Keduanya mempunyai biomekanika, dan klinis yang
berbeda sehingga algoritma penanganannya berbeda.18 Trauma abdomen
dapat menyebabkan laserasi organ tubuh sehingga memerlukan tindakan
pertolongan dan perbaikan pada organ yang mengalami kerusakan.
2. Etiologi
a. Trauma penetrasi : Trauma Tembak, Trauma Tusuk
b. Trauma non-penetrasi atau trauma tumpul : diklasifikasikan ke dalam 3
mekanisme utama, yaitu tenaga kompresi (hantaman), tenaga deselerasi
dan akselerasi. Tenaga kompresi (compression or concussive forces) dapat
berupa hantaman langsung atau kompresi eksternal terhadap objek yang
terfiksasi. Misalnya hancur akibat kecelakaan, atau sabuk pengaman yang
salah (seat belt injury). Hal yang sering terjadi adalah hantaman, efeknya
dapat menyebabkan sobek dan hematom subkapsular pada organ padat
visera. Hantaman juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan intralumen
pada organ berongga dan menyebabkan ruptur. Pengeluaran darah yang
banyak dapat berlangsung di dalam kavum abdomen tanpa atau dengan
adanya tanda-tanda yang dapat diamati oleh pemeriksa, dan akhir-akhir ini
kegagalan dalam mengenali perdarahan intraabdominal adalah penyebab
utama kematian dini pasca trauma. Selain itu, sebagian besar cedera pada
kavum abdomen bersifat operatif dan perlu tindakan segera dalam
menegakan diagnosis dan mengirim pasien ke ruang operasi.
3. Primary Survey
a. Airway
- Tidak Terdapat penumpukan sekret di jalan nafas, bunyi nafas
ronchi, lidah tidak jatuh ke belakang, jalan nafas bersih.
b. Breathing
- Frekuensi pernafasan (Respiratory rate) 23 x/menit, irama nafas
teratur, tidak menggunakan

otot

bantu

pernafasan, suara nafas

vesikuler (lapang paru kanandan kiri), SpO2: 95%, klien terpasang


NRM (Non Rebreathing Mask) O2 3 lpm.

14

c. Circulation
- Nadi karotis dan nadi perifer teraba kuat, capillary refill kembali dalam
3 detik, akral dingin, tidak sianosis, kesadaran somnolen.
- Tanda-tanda vital:
TD (Tekanan Darah) : 100/70 mmHg N (Nadi): 89 x/menit
RR (Respiratory Rate) : 23 x/menit S (Suhu) : 370C
d. Disability
- Kesadaran compos mentis dengan GCS = E4V5M5 = 14
- E4 = dapat membuka mata secara spontan
- V5 = dapat bberbicara secara teratur
- M5 = Mengidentifikasi nyeri yang terlokalisasi
e. Exposure
Integritas kulit baik, ada luka bekas post operasi laparatomi hari 1,
tertutup kassa steril dengan panjang 7cm, capillary refill dalam 3 detik.
4. Secondary Survey
a) AMPLE
1) Alergi
Klien tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan, makanan,
minuman dan lingkungan.
2) Medikasi
Sebelum dibawa ke RS (Rumah Sakit), klien tidak mengkonsumsi
obat-obatan apapun dari dokter maupun apotik.
3) Past illness
Sebelum dibawa ke RS, klien tidak mengalami sakit.
4) Last meal
Klien terakhir mengkonsumsi nasi dan sayur 40 jam yang lalu.
5) Environment
Klien tinggal di rumah sendiri bersama istri dan anaknya

di

lingkungan padat penduduk, tempat tinggal cukup dengan ventilasi,


lantai sudah di keramik, pencahayaan cukup, terdapat saluran untuk
limbah rumah tangga (selokan).
b) Pemeriksaan Head to Toe
1) Kepala
Bentuk mesocepal, rambut hitam, lurus, tidak ada hematoma
maupun jejas,
2) Mata
Pupil isokor, ukuran 3mm/ 3mm, simetris kanan-kiri, sklera tidak
ikterik, konjungtiva tidak

anemis, reaksi terhadap cahaya baik,

tidak menggunakan alat bantu penglihatan.


3) Hidung
15

Bentuk simetris, tidak ada polip maupun sekret, terpasang NRM


3 lpm, dan terpasang NGT (Naso Gastric Tube).
4) Telinga
Simetris kanan-kiri, tidak ada penumpukan

serumen,

tidak

menggunakan alat bantu pendengaran.


5) Mulut
tidak ada perdarahan pada gusi, mukosa bibir kering, tidak ada
sariawan, tidak menggunakan gigi palsu, dan tidak terdapat lesi.
6) Leher
Tidak terjadi pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada peningkatan
JVP (Jugularis Vena Presure).
7) Pernafasan (paru)
I : Pengembangan dada simetris antara

kanan- kiri, tidak 6

menggunakan otot bantu pernafasan, RR:23x/ menit.


P : Sonor seluruh lapang paru
P : Fremitus vokal sama antara kanan- kiri.
A : vesikuler
8) Sirkulasi (jantung)
I : Ictus cordis tidak tampak
P : Ictus cordis teraba kuat di mid klavikula intercosta V sinistra
P : Pekak
A : Bunyi jantung (S1- S2) reguler, tidak ada suara jantung
tambahan.
9) Abdomen
I : Perut datar, terdapat luka post operasi laparatomi hari 1 ,
tertutup dengan kain steril 7cm. klien terpasang drain, jumlah
pengeluaran darah pada drain 4cc
A : Peristaltik usus 4x/ menit
P : mengalami nyeri tekan pada luka bekas operasi , hepar dan
lien tidak teraba.
P : Tympani
10) Genitoririnaria
Bersih, terpasang DC (Dower Cateter) sejak tanggal 7 Juli 2012
11) Kulit
Turgor kulit elastis, kembali kurang dari 3 detik, tidak ada lesi,
tidak ada kelainan pada kulit.
12) Ekstremitas

16

Ekstremitas atas: kekuatan otot (4), tidak oedema, capillary refill


3 detik, terpasang infus RL di tangan kanan Ekstremitas bawah :
kekuatan otot (4), tidak oedema, capillary refill 3 detik,

BAB III
KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN
A. KASUS
Seorang laki-laki 30 tahun diantar ke IGD dan menjadi korban ledakan karena
adanya ledakan disebuah restoran. Saat terjadi ledakan korban berada -/+ 10
meter sehingga mengakibatkan korban terlempar karena blast wind. Saat dikaji
korban meringis, napas sesak, terdapat banyak luka-luka akibat benda-benda
disekitar. Adanya fraktur tulang frontal dan robeknya kulit dibelakang kepala.
Tampak kesulitan bernapas dan terdengar suara gurgling. Saat diukur TTV , RR:
16x/menit, Nadi: 115x/mnt, TD 130/90 mmHg, CRT<3 dtk. Terdapat lesi
disekujur tubuh dan jejas dan lebam diarea abdomen. GCS 5, pupil 3/3 mm.
B. PENGKAJIAN PRIMER
A-Airway

Pasien tampak kesulitan bernapas dan terdengar suara

B-Breathing

gurgling
Napas sesak
RR: 16x/menit
Nadi: 115x/mnt, TD 130/90 mmHg, CRT<3 dtk
Adanya fraktur tulang frontal dan robeknya kulit

CCirculation

dibelakang

kepala,

berkemungkinan

terjadinya
17

perdarahan massif
D- Disability

GCS 5, Pupil 3/3 mm

E- Exposure

Terdapat lesi disekujur tubuh dan jejas dan lebam

diarea abdomen
Terdapat banyak luka-luka akibat benda-benda
disekitar

18

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN, NOC, NIC

NO

DIAGNOSA KEPERAWATAN

NOC

.
1

Bersihan jalan napas tidak efektif Menunjukan perbaikan ...x 24 jam

NIC
Manajemen Jalan Napas

b. d sumbatan pada jalan napas


Status pernapasan : Kepatenan Aktvitas:
Data:
jalan napas
1. Buka jalan nafas, guanakan
Suara
gurgling,
ini
a. Irama pernapasan
teknik chin lift atau jaw thrust
menandakan
adanya
b. Tingkat pernapasan
bila perlu
c. Kedalaman pernapasan
sumbatan pada jalan napas,
2. Posisikan
pasien
untuk
d. Kemampuan membersihkan
bisa
berupa
akumulasi
memaksimalkan ventilasi
secret
3. Identifikasi pasien perlunya
sekret, darah dsbnya.
e. Tersedak

Pasien tampak kesulitan


f. Dyspnea
pemasangan alat jalan nafas
g.
Menggunakan
otot
bantu
bernapas dan napas sesak,
buatan
napas
4.
Keluarkan sekret dengan batuk
hal ini dapat diakibatkan
h. Batuk
atau suction
oleh sumbatan jalan napas
i. Akumulasi sputum
5. Auskultasi suara nafas, catat
Status pernapasan : Ventilasi
adanya suara tambahan
a. Rata-rata pernafasan dalam
6. Berikan bronkodilator bila perlu
7. Atur intake untuk cairan
rentang yang diharapkan
b. Irama
pernafasan
dalam
mengoptimalkan keseimbangan.
8. Monitor respirasi dan status O2
rentang yang diharapkan.

19

c. Kedalaman

pernafasan Terapi Oksigen

normal.
d. Mudah bernafas.
e. Tidak ada penggunaan otototot bantu pernafasan.
f. Tidak ada nafas pendek.
g. Kapasitas vital dalam rentang
yang diharapkan.

secret trakea
2. Pertahankan jalan nafas yang
paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen

Kriteria Hasil:

5. Pertahankan posisi pasien

a. Dapat batuk efektif dan suara


nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan
mampu

1. Bersihkan mulut, hidung dan

sputum,

bernafas

6. Onservasi adanya tanda tanda


hipoventilasi
7. Monitor

adanya

kecemasan

pasien terhadap oksigenasi

dengan

mudah, tidak ada pursed lips)


b. Menunjukkan
yang

paten

jalan

nafas

(klien

tidak

merasa tercekik, irama nafas,


frekuensi pernafasan dalam
rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal)

20

c. Mampu mengidentifikasikan
dan mencegah factor yang
dapat menghambat jalan nafas
2

Defisit voleme cairan b.d luka Menunjukan perbaikan ...x 24 Manajemen Cairan:
terbuka
jam :
Data :
Keseimbangan cairan
Adanya robekkan pada kulit
a. Tekanan darah
kepala bagian belakang, ini
b. Turgor kulit
c. Kelembaban
dapat
mengakibatkan

perdarahan hebat
Adanya fraktur
bagian

frontal

meningkatkan

kepala
dan
resiko

perdarahan
Nadi: 115x/mnt, TD 130/90
mmHg, CRT<3 dtk

Aktivitas:
1. Pertahankan catatan intake dan
output yang akurat
2. Monitor
status
membran

mukosa
d. Elektrolit serum
e. Berat jenis urin spesifik
Hidrasi
a. Turgor kulit
b. Kelembaban mukosa kulit
c.
d.
e.
f.

normal
Intake cairan
Pengeluaran urin
Perfusi jaringan
Fungsi kognitif

hidrasi

( kelembaban membran mukosa,


nadi

adekuat,

tekanan

darah

ortostatik ), jika diperlukan


3. Monitor vital sign
4. Monitor masukan makanan /
cairan dan hitung intake kalori
harian
5. Kolaborasi pemberian cairan IV
6. Monitor status nutrisi
7. Berikan cairan IV pada suhu
ruangan
8. Atur kemungkinan tranfusi

Kriteria Hasil:
Pengurangan Perdarahan:
21

1. Mempertahankan urine output


sesuai dengan usia dan BB,
BJ urine normal, HT normal
2. Tekanan darah, nadi, suhu
tubuh dalam batas normal
3. Tidak

ada

tanda

tanda

dehidrasi, Elastisitas turgor

1. Memantau pasien secara ketat


untuk perdarahan
2. Terapkan tekanan langsung atau
tekanan ganti , sesuai ketentuan
3. Memantau

jumlah

dan

sifat

darah

dan

kehilangan darah
4. Monitor

tekanan

kulit baik, membran mukosa

parameter hemodinamik , jika

lembab, tidak ada rasa haus

tersedia

yang berlebihan

5. Pantau status cairan , termasuk


intake dan output
6. Memantau koagulasi , termasuk
prothrombin time ( PT ) , partial
thromboplastin time ( PTT ) ,
fibrinogen , degradasi fibrin /
produk

split,

dan

jumlah

trombosit , yang sesuai


7. Memantau penentu pengiriman
oksigen jaringan ( misalnya ,
PaO2 , SaO2 , dan tingkat
22

hemoglobin dan curah jantung ) ,


jika tersedia
8. Pantau fungsi neurologis
9. Periksa perdarahan dari selaput
lendir , memar setelah trauma
minimal, mengalir dari bekas
tusukan , dan adanya peteki
10. Berikan
( misalnya

produk
, trombosit

darah
dan

plasma darah) , sesuai ketentuan

Risiko perfusi jaringan serebral Menunjukan perbaikan ...x 24 Monitoring Tekanan Intrakranial
Aktivitas:
tidak efektif dikarenakan adanya jam :
1. Membantu pemantauan ICP
trauma kepala
dengan perangkat penyisipan
Data:
Status Sirkulasi:
2. Memberikan informasi kepada
a. Tekanan darah sistolik
GCS 5
b. Tekanan darah diatolik
pasien dan keluarga / orang lain
pupil 3/3 mm
c. Tekanan nadi
Adanya
fraktur
tulang
yang signifikan
d. Saturasi Oksigen
3. Pembacaan tekanan Rekam ICP
frontal dan robeknya kulit
e. Hipotensi ortostatik
4. Memantau
kualitas
dan
f. Gangguan Kognisi
dibelakang kepala
g. Kepucatan
karakteristik gelombang ICP
23

Nadi: 115x/mnt, TD 130/90


mmHg, CRT<3 dtk

h. Suhu kulit menurun

5. Memantau

Status Neurogi: Kesadaran


a. Membuka mata terhadap

terhadap

perfusi

serebral
6. Memantau status neurologis
7. Memantau pasien ICP dan respon

rangsangan eksternal
b. orientasi kognitif
c. Komunikasi sesuai dengan
situasi
d. Mematuhi perintah
e. Respon motorik

tekanan

neurologis
kegiatan

untuk
dan

merawat
rangsangan

lingkungan
8. Memantau intake dan output
9. Mengatur kepala tempat tidur

rangsangan berbahaya

untuk mengoptimalkan perfusi


serebral
10. Memantau

efek

rangsangan

lingkungan pada ICP


11. Ruang
perawatan

untuk

meminimalkan elevasi ICP


Pemantauan Neurologis
Aktivitas:
1. Monitor
ukuran,
2.
3.
4.
5.
6.

bentuk,

kesimetrisan dan reaksi pupil


Monitor tingkat kesadaran
Monitor tingkat orientasi
Monitor GCS
Monitoor ICP dan CPP
Monitor batuk dan reflek muntah
24

7. Catat keluhan sakit kepala


8. Monitor cara berbicara : lancar,
mampu memahami kata kata atau
menemukan kata kata sulit
9. Monitor respon stimulasi

verbal, taktil dan berbahaya


10. Tingkatkan monitor frekuensi
neurologi secara tepat
11. Jauhkan
aktivitas
meningkatkan

yang
tekanan

intrakranial
12. Tempatkan aktivitas keperawatan
yang dibutuhkan dengan tekanan
intrakranial
Pengaturan Hemodinamik
Aktivitas:
1. Lakukan
penilaian
hemodinamik

Status

komprehensif

(yaitu, memeriksa tekanan darah,


denyut jantung, tekanan vena
jugularis, tekanan vena sentral,
atrium

kanan

dan

kiri

dan
25

tekanan ventrikel, dan tekanan


arteri pulmonalis), yang sesuai
2. Anjurkan pasien dan keluarga
pada pemantauan hemodinamik
(misalnya, obat-obatan, terapi,
tujuan peralatan
3. Jelaskan tujuan perawatan yang
menunjukkan

kemajuan

yang

akan diukur
4. Kenali adanya tanda dan gejala
sistem hemodinamik terganggu,
peringatan

dini

(misalnya,

dyspnea, penurunan kemampuan


untuk
kelelahan

latihan,
mendalam,

ortopnea,
pusing,

kepala ringan, edema, palpitasi,


paroksismal nocturnal dyspnea,
kenaikan berat badan secara tibatiba)
5. Menentukan
(adalah

status

hypervolemic

volume
pasien,

26

hipovolemik, atau dalam tingkat


cairan seimbang)
6. Menentukan status perfusi (yaitu,
sabar dingin, suam-suam kuku,
atau hangat)
7. Pantau adanya tanda dan gejala
masalah Status perfusi (misalnya,
hipotensi simtomatik, ekstremitas
dingin, termasuk lengan dan
kaki; obtundation mental atau
kantuk

konstan,

peningkatan

kadar serum kreatinin dan BUN,


hiponatremia,

tekanan

nadi

sempit, dan prop dari 25% atau


kurang)
8. Memantau
mendokumentasikan

dan
tekanan

darah, denyut jantung, irama, dan


nadi
9. Pantau kadar elektrolit
10. Menjaga cairan balane dengan

27

pemberian

cairan

IV

atau

diuretik, yang sesuai

28

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Trauma / cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun

tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)


Syok hipovolemik merupakan tipe syok yang paling umum ditandai dengan
penurunan volume intravascular. Cairan tubuh terkandung dalam kompartemen
intraselular dan ekstraseluler. Cairan intra seluler menempati hamper 2/3 dari air
tubuh total sedangkan cairan tubuh ekstraseluler ditemukan dalam salah satu
kompartemen intravascular dan intersisial. Volume cairan interstitial adalah kirakira 3-4x dari cairan intravascular. Syok hipovolemik terjadi jika penurunan volume

intavaskuler 15% sampai 25%.


Trauma abdomen pada garis besarnya dibagi menjadi trauma tumpul dan trauma
tajam. Keduanya mempunyai biomekanika, dan klinis yang berbeda sehingga
algoritma penanganannya berbeda.18 Trauma abdomen dapat menyebabkan laserasi
organ tubuh sehingga memerlukan tindakan pertolongan dan perbaikan pada organ
yang mengalami kerusakan.

Daftar Pustaka
Smeltzer SC & Bare BG, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, Edisi 8, Vol. 3, EGC, Jakarta.
29

Brunner & Suddarth. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.


Saputra, Lyndon. 2014. Organ System : Visual Nursing Kardiovaskuler. Tanggerang.
Binapura Aksara Publisher
Syamsuhidayat, R. Wim, de jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta. EGC
eprints.ums.ac.id/.../02._NASKAH_PUBLIKASI.pdf

30

Anda mungkin juga menyukai