Anda di halaman 1dari 17

TUGAS INDIVIDU

PERENCANAAN DAN EVALUASI KESEHATAN

SIKLUS PERENCANAAN KESEHATAN

OLEH :
ANDI REZKIAWATI ANMA
(K111 14 507)
KELAS A

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS HASANUDDIN
2016

SIKLUS PERENCANAAN

(1) analisis
situasi
(2)
identifikasi
masalah

(9) evaluasi

(3) prioritas
masalah

(8)
monitoring

(7)
pelaksanaan

(4) tujuan

(6) POA

No.

Siklus Perencanaan

(5) alternatif
pemecahan
masalah

Metode

1.

Analisis Situasi

Mengumpulkan Data
1. Data Primer
2. Data Sekunder

2.

Identifikasi Masalah

3. Data Tersier
1. Gap: Das Sein & Das Sollen
2. Fish Bone

3.

Prioritas Masalah

3. RCA
1. Bryant
2. Delbeque,
3. Delphi,
4. Hanlon,

4.

Penetapan Tujuan

5. Ekonometrik
SMART

(Tujuan Program dan

S=Spesific

Tujuan Kegiatan)

M=Measurable
A=Appropriate
R=Realistic

5.

Alternatif Pemecahan

T=Time Bound
1. Teknik Analogi

6.

Masalah
POA (Planning of Action)

2. Fish Bone
Tabel POA

7.
8.

Pelaksanaan
Monitoring

Perencanaan Site Plan


Menerapkan Fungsi Monioring yaitu Input, Proses,

Evaluasi

Output, dan Outcome


1. Berdasarkan Waktu: Evaluasi Formatif dan

9.

Evaluasi Sumatif
2. Berdasarkan Sasaran dan Waktu
Pelaksanaan: Input, Proses, Output

Siklus Perencanaan Kesehatan


1. Analisis Situasi
Analisis situasi adalah langkah pertama proses penyusunan perencanaan. Analisis
situasi merupakan tahap awal perencanaan program kesehatan untuk mendefinisikan
masalah sesuai realita. Secara konsepsual, analisa situasi kesehatan daerah adalah proses
sistimatis untuk mengetahui masalah kesehatan disuatu daerah berikut kecendrungannya
serta situasi factor factor yang mempengaruhi masalah kesehatan tersebut. Analisis situasi
sangat menentukan keberhasilan program. Pentingnya ketepatan dan kedalaman sebuah
analisis situasi adalah untuk menentukan tahap perencanaan selanjutnya. Ketika analisis
situasi sudah tidak tepat, maka perencanaan juga akan tidak sesuai karena masalah yang
diambil dalam analisis situasi tidak mampu menangkap realita dan situasi sesungguhnya di
masyarakat Langkah ini terdiri atas beberapa aktivitas yang diawali dengan analisis data
yang sumbernya diambil dari internal organisasi, hasil observasi, dan wawancara (data
primer) atau laporan lembaga lain yang terkait (data sekunder), hasil observasi, dan
wawancara. Analisis situasi dapat dilakukan dengan baik jika mereka yang diberikan tugas
sebagai tim perencanna memiliki kompotensi di bidang epidemiologi, ilmu statistik, ilmu
demografi, ilmu antropologi, ilmu ekonomi, ilmu komunikasi dsb. Dengan ilmu
epidemiologi, tim perencana akan menjelaskan distribusi penyakit atau gangguan keehatan
yang berkembang di masyarakat dan factor resikonya. Ilmu antropologi akan membantu tim
perencana untuk memahami berbagai aspek budaya yang terkait dengan perilaku sehat-sakit
individu atau kelompok masyarakat di suatu wilayah. Ilmu demografi akan membantu tim
perencana mengkaji distribusi penduduk dan berbagai aspek kependudukan yang
berpengaruh pada kesehatan masyarakat. Ilmu statistik akan membantu tim perencana
mengolah dan mempresentasikan data agar menjadi informasi yang mudah dipahami oleh
para pengambil keputusan.
Analisis situasi bertujuan untuk mengumpulkan berbagai jenis data atau fakta yang
berkaitan dengan masalah kesehatan masyarakat yang sedang diamati. Data yang diperlukan
untuk menyusun perencanaan kesehatan terdiri atas:

a. Data tentang penyakit dan gangguan kesehatan (Diseases and Illnesess) yang
berkembang di masyarakat.
Untuk menyusun perencanaan kesehatan, analisis situasi diarahkan untuk menghimpun
data tentang masalah kesehatan masyarakat yang potensial berkembang di masyarakat.
Data diperoleh dari hasil pengawasan rutin atau laporan institusi yang lain. Untuk
menjelaskan masalah kesehatan masyarakat yang sedang diamati, data penyakit hasil
surveilans harus diolah dengan pendekatan epidemiologi. Informasi hasil analisis data
surveilans disajikan mengguanakan statistic. Dengan pendekatan epidemiologi dan
statistik diketahui distribusi penyakit (gangguan kesehatan) berdasarkan wilayah atau
tempat kejadian (Where), waktu kejadiannya (When), individu atau kelompok penduduk
di wilayah tersebut yang menderita penyakit tersebut (Who), termasuk factor resiko
penyakit yang terkait dengan penyakit atau masalah kesehatan masyarakat yang
berkembang (How).
b. Data kependudukan.
Data kependudukan yang perlu dihimpun terkait dengan penyakit atau gangguan
kesehatan yang sedang diamati di masyarakat, termasuk jumlah dan distribusi penduduk,
jenis kelamin, kelompok umur, dan tingkat kepdatan penduduk dsb. Vital statistik tentang
kelahiran dan kematian yang terkait dengan penyakit yang diamati, perpindahan
penduduk ke daerah yang yang di duga sebagai sumber penularan (carier) penyakit.
c. Data potensi organisasi kesehatan.
Data ini akan memberikan informasi tentang sumberdaya (potensi) institusi pelayanan
kesehatan yang bisa di manfaatkan untuk menyusun perencanaan esehatan. Misalnya,
jumlah RS (kapasitas tempat tidur, jumlah dan kualifikasi tenaga medis/para medis yang
dimiliki), termasuk berbagai klinik dan dokter praktik swasta yang tersedia di wilayah
yang diamati. Data ini bermanfaat bagi tim perencana untuk mengembangkan kerjasama
dengan institusi pelayanan kesehatan lain. Manfaatkan semaksimal mungkin potensi
organisasi dan lingkungan social yang berada di wilayah yang diamati. Waspadai
kelemahannya yang mungkin berkembang sebagai kendala atau menghambat pelaksanaan
kegiatan program di lapangan.
d. Keadaan lingkungan dan geografi.
Data ini dikaitkan dengan perkembangan penyakit atau masalah kesehatan yang
diamati masyarakat. Data lingkungan desa dan tempat tempat umum di wilayah tersebut
yang perlu dicatat adalah sekolah, pasar, tempat ibadah, sumber air dan mutu air minum

yang digunakan oleh masyarakat, system pembuangan air limbah/sampah, jamban


keluarga, genangan air permanen dsb. Data yang dikaji disesuaikan dengan penyakit atau
gangguan kesehatan yang diamati. Data ini bisa dikaitkan dengan perkembangan vektor
penyakit atau gangguan kesehatan yang diamati di suatu wilayah (penyakit Zoonosis).
e. Data sarana dan prasarana.
Data tentang sarana transportasi dan komunikasi (pos dan telepon) yang tersedia di
suatu wilayah juga perlu mendapat perhatian tim perencana. Data ini penting diketahui
pada saat tim menyusun rencana pengembanagn program kesehatan yang membutuhkan
informasi tentang mobilitas penduduk, pengiriman data dan logistik, supervisi,
kemudahan rujukan pasien dan sebagainya.
2. Identifikasi Masalah
Analisis situasi mengahasilkan berbagai macam data. Data tentang perkembangan
masalah kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, dan perilaku masyarakat dianalisis
lebih lanjut menggunakan pendekatan epidemiologi dan statistik sampai menghasilkan
informasi yang dibutuhkan. Data diolah sedemikian rupa sehingga jelas sifatnya yang
dimilikinya. Cara pengolahan data dapat secara manual, mekanikal, serta elektrikal. Setelah
data tersebut diolah kemudian disajikan dalam bentuk tabular, grafik dan secara tekstular,
sehingga dari penyajian data tersebut dapat ditarik kesimpulan tentang berbagai masalah
kesehatan yang ada di masyarakat. Sumber masalah kesehatan masyarakat dapat diperoleh
dari berbagai cara antara lain:
a. Laporan-laporan kegiatan dari program kesehatan yang ada
b. Survailance epidemiologi atau pemantauan penyebaran penyakit
c. Survei kesehatan yang khusus diadakan untuk memperoleh masukan perencanaan
kesehatan
d. Hasil kunjungan lapangan supervisi, dan sebagainya.
Masalah dalam pengertian manajemen adalah terdapatnya suatu kesenjangan antara
apa yang diharapkan dengan apa yang terjadi. Masalah menjadi titik awal dari suatu kegiatan
dimana suatu proses perencanaan dimulai pula dari identifikasi masalah yang ada. Masalah
kesehatan yaitu ada kesenjangan antara hidup sehat yang diinginkan atau dituju dengan
kenyataan yang ada dimasyarakat. Syarat adanya masalah yaitu:
a. Ada kesenjangan.

b. Administrator kesehatan tidak puas karena adanya gap tersebut dan ia merasa
bertanggung awab atas masalah tersebut.
Adapun lokasi masalah yaitu sebagai berikut:
a. Provider: biasanya masalah manajemen
b. Masyarakat: masalah gangguan kesehatan, perilaku dan sebagainya.
c. Sumber daya yang terbatas.
Perumusan masalah yaitu bagaimana menyatakan kesenjangan yang ada sesuai dengan
definisi masalah tersebut. Perumusan masalah yang baik mencakup dua unsur sebagai
berikut:
a. Kesenjagan (gap) tersebut sedapat mungkin dinyatakan secara kuantitatif. Pernyataan
yang bersifat kualitatif hendaknya dikonversikan menjadi pernyataan kuantitatif.
b. Unsur kedua dalam perumusan masalah adalah pendekatan sistem. Dijelaskan hubungan
masalah tersebut dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhiya.
3. Prioritas Masalah
Penentuan prioritas masalah kesehatan dapat dan dilaksanakan dengan beberapa cara
kulitatif maupun kuantitatif subyektif atau obyektif berdasarkan data atau fakta serta
perhitungan untung rugi, kemudahan dan kemampuan untuk dapat diselesaikan, tersediannya
sumber daya yang dapat dipergunakan, berdasar situasi kondisi lingkungan sosial politik dan
budaya yang ada bahkan seseorang menetapkan prioritas berdasarkan instink atau perasaan
belaka. Selanjutnya akan dikemukakan penetapan prioritas secara kuantitatif.
Penentuan prioritas masalah kesehatan adalah suatu peroses yang dilakukan oleh
sekelompok orang dengan menggunakan metode tertentu, untuk menentukan urutan masalah
dari yang paling penting sampai dengan yang kurang penting. Metode yang dapat digunakan
dalam penentuan peringkat masalah kesehatan antara lain adalah metode Delbecq, metode
Hanlon, dan metode Delphy, metode USG, metode Pembobotan dan metode dengan rumus.
Langkah langkah dalam penentuan prioritas masalah kesehatan berdasarkan metode
Delphi, Delbecq, dan Hanlon pada dasarnya melalui :
a. Menetapkan kriteria
Kriteria adalah faktor faktor yang dapat membedakan masalah yang satu dengan
yang lain atau faktor faktor yang dapat membedakan besar kecilnya, penting atau
kurang pentinnya masalah.
b. Memberikan bobot masalah
Setelah kriteria ditetapkan, kelompok dapat membadingkan antara kriteria yang satu
dengan kriteria yang lainnya untuk mengetahui kriteria mana yang nilai bobotnya
lebih tinggi.
c. Menentukan skoring setiap masalah

Dengan demikian dapat ditentukan masalah mana yang menduduki peringkat


tertinggi.
4. Penetapan Tujuan
Semakin jelas rumusan masalah kesehatan masyarakat dan didukung dengan
kelengkapan informasi maka akan semakin mudah menyusun tujuan program. Merumuskan
sebuah tujuan operasional program kesehatan harus memenuhi kriteria SMART yaitu
Spesific (jelas sasarannya, mudah dipahami oleh staf), Measurable (jelas indikator dan dapat
diukur capaiannya), Appropriate (sesuai dengan strategi nasional, tujuan program, institusi,
dan sebagainya), Realistic (feasible, yaitu dapat dilaksanakan sesuai dengan fasilitas, dan
kapasitas-potensi organisasi), Time Bound (jelas target waktunya untuk mencapai target).
Beberapa penjelasan berikut perlu diperhatikan untuk menyusun tujuan program yaitu:
a. Tujuan program adalah hasil akhir sebuah kegiatan.
b. Tujuan harus sesuai dengan masalah.
c. Tujuan penting untuk menyusun perencanaan dan evaluasi hasil akhir.
d. Target operasional biasanya ditetapkan dengan waktu (batas pencapaiannya) dan hasil
pada akhir kegiatan program (deadline). Di tingkat pelaksana, tujuan program kesehatan
dijabarkan dalam bentuk tujuan operasional (jelas besaran sasaran dan target).
e. Berbagai macam kegiatan alternatif dipilih untuk mencapai tujuan program. Kegiatan
untuk mencapai tujuan dikembangkan dari beberapa kegiatan program terkait.
f. Masalah dan faktor-faktor penyebab masalah serta dampak masalah yang telah dan
mungkin terjadi di masa depan sebaiknya dikaji lebih dahulu sebelum tujuan dan target
operasionalnya ditetapkan.
Adapun kriteria penyusunan masing-masing tujuan sesuai dengan hierarkinya adalah sebagai
berikut:
a.

Goal (tujuan umum). Tujuan umum ini bersifat jangka panjang, masih umum, abstrak,
dan tidak terpengaruh oleh perubahan situasi.

b.

Tujuan kebijaksanaan. Tujuan kebijaksanaan merupakan bagian dari goal, sasaran


populasinya belum jelas. Tujuan ini sudah bersifat spesifik karena bersifat sektoral dan ditujukan
untuk masyarakat di desa.

c.

Tujuan program. Target populasinya sudah lebih jelas, ada identifikasi dampak khusus
yang dapat diukur jika tujuan program tercapai.

d.

Tujuan pelayanan. Tujuan ini sudah memiliki kejelasan atau spesialisasi jenis dan tingkat
pelayanan yang perlu dilaksanakan.

e.

Tujuan sumber. Tujuan disini memerlukan identifikasi masukan spesifik (input atau
sumber daya tertentu) untuk mencapai tujuan pelayanan.

f.

Tujuan implementasi. Tujuan disini menjelaskan produk spesifik yang ingin dicapai dan
juga dapat diukur.
Contoh pedoman untuk perumusan tujuan operasional kegiatan program yaitu untuk
meningkatkan cakupan pemeriksaan ANC (antenatal care) ibu-ibu hamil di seluruh wilayah
kerja Puskesmas pada akhir tahun 2012, perlu dirumuskan tujuan pelayanan: Meningkatnya
cakupan KI (kunjungan ibu hamil yang pertama) dari 80% menjadi 100% dan K4
(kunjungan ke-4) dari 60% menjadi 80%. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu
ditempatkan minimal satu bidan desa di setiap desa. Setiap bidan di desa perlu disediakan
dua set perlengkapan (bidan kit) lengkap setiap tahunnya.
Pada umumnya tujuan dibagi menjadi dua, yakni:
a. Tujuan umum yaitu suatu tujuan bersifat umum, dan masih dapat dijabarkan ke dalam
tujuan-tujua khusus, dan umumnya masih abstrak.
b. Tujuan khusus yaitu tujuan-tujuan yang dijabarkan dari tujuan umum.
Contoh 1
Tujuan Umum:

Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat.

Tujuan Khusus:

Menurunkan IMR dari 100 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1980
menajdi 40 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2000.

Contoh 2
Tujuan Umum

1) Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat di wilayah Puskesemas Kota baru.


2) Berkurangnya jumlah kematian karena penyakit diare di Rumah Sakit Bhakti Husada.

3) Berkurangnya jumlah kematian karena KKP berat di Kecamatan Sugihwaras.


4) Berkurangnya jumlah kesakitan penduduk oleh karena penyakit yang bisa dicegah
dengan imunisasi.
Tujuan Khusus:
1) Menurunnya IMR dari 100 pada tahun 1980 menjadi 90 pada tahun 1981.
2) Menurunnya angka kematian oleh karena diare, dari 20 pada tahun 1986 menjadi 3
pada tahun 1987.
3) Menurunnya jumlah kasus KKP berat dari 80 pada tahun 1986 menjadi 5 pada tahun
1987.
5. Alternatif Pemecahan Masalah
Dua syarat dalam mencari alternatif:
a. Pemahaman akan masalah yang ada
b. Pemahaman tentang sub sistem masalah
Dari sini akan tampak gambaran sebab akibat permasalahan yang ada dan penyelesaian
apa saja yang dapat dikerjakan dengan melihat sub sistemnya. Langkah langkah sperti telah
diuraikan di atas dimaksudkan untuk mencari alternatif pemecahan masalah sebanyak
mungkin melalui pendekatan sistem. Untuk maksud di atas dari masing masing alternatif
yang ada diperhitungkan :

Relevansi hasil alternatif dengan tujuan pemecahan masalah.


Dalam hal ini harus logis bahwa apabila satu alternatif diambil, maka hasilnya akan
dapat mengurangi atau menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Efektivitas.
Sejauh mana alternatif tersebut dapat menghasilkan output yang diharapkan

Relative cost.
Berapa besar biasanya bagi masing masing alternatif

Technical feasibility.
Secara teknis, apakah alternatif tersebut dapat dijalankan

Sumber daya..
Tersediakah sumber daya untuk melaksanakan alternatif tersebut.

Keuntungan keuntungan.

Jelaskan keuntungan keuntungan yang mugkin diperoleh kalau satu alternatif


dijalankan

Kerugian kerugian.
Jelaskan pula kerugian kerugian yang mungkin timbul apabila alternatif tersebut
dilaksanakan.

6. POA (Planning of Action)


Setelah dipahami apa pengertian perencanaan, ciri-ciri perencanaan yang sempurna
dan apa maksud atau tuuan suatu perencanaan (termasuk di dalamnya pengertian
perencanaan kegiatan), dapat disusun suatu perencanaan kegiatan (Planning of Action).
Rencana kegiatan adalah uraian tentang kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Pada umumnya kegiatan mencakup 3 kegiatan
pokok, yakni:
a. Kegiatan pada tahap persiapan, yakni kegiatan-kegiatan yang di lakukan sebelum
kegiatan pokok dilaksanakan. Misalnya: perizinan, rapat koordinasi.
b. Kegiatan pada tahap pelaksanaan yakni kegiatan pokok program yang bersangkutan.
c. Kegiatan pada tahap penilaian yakni kegiatan untuk mengevaluasi seluruh kegiatan dalam
rangka pencapaian program tersebut.
Adapun langkah-langkah sebelum menetapkan rencana kegiatan atau planning of
action yaitu:
a. Alasan utama disusun rencana kegiatan.
b. Tujuan yang ingin dicapai.
c. Kegiatan program (bagaimana cara mengerjakannya).
d. Pelaksana dan sasarannya (siapa yang akan mengerjakan dan siapa sasaran kegiatan).
e. Sumber daya pendukung.
f. Tempat (dimana kegiatan akan dilaksanakan).
g. Waktu pelaksanaan (kapan kegiatan akan dikerjakan).
Kerangka atau format POA sebagaimana membuat suatu makalah pada umumnya,
antara lain:
a. Pendahuluan
Dari pendahuluan ini, diharapkan kita dapat memperoleh gambaran secara singkat
tentang latar belakang dari pada apa yang diinginkan dan mengapa perlu dibuat
perencanaan kegiatan tersebut, bagaimana perencanaan tersebut dapat dilaksanakan, siapa
saja yang diharapkan terlibat dalam kegaitan yang direncanakan, perencanaan tersebut

dapat dilaksanakan kapan, secar umum memuat pokok-pokok mengenai maksud


b.
c.
d.
e.
f.
g.

perencanaan kegiatan yang dikehendaki, ruang lingkup perencanaan dan sebagainya.


Analisa situasi
Tujuan dan Masalah
Kebijaksanaan Pelaksanaan dan Pokok-pokok kegiatan
Organisasi dan Penggerakan Pelaksanaan
Sumber daya yang dimanfaatkan
Perkiraan faktor-faktor penunjang dan penghambat rencana pelaksanaan serta pemecahan

masalahnya
h. Pengawasan Pengendalian dan Penilaian
Pengawasan pengendalian dan penilaian dilaksanakan berkaitan dengan rencana
kegiatan dan indikator yang ditetapkan
i. Penutup
Bab terakhir dalam menyusun POA adalah bab penutup yang merupakan ringkasan
dari isi pokok perencanaan kegiatan yang dimaksud serta berisi harapan-harapan yang
diinginkan sesuai dengan maksud dari pada dibuatnya POA tersebut.
7. Pelaksanaan
Setelah perencanaan dan pengorganisasian selesai deilakukan, maka selanjutnya yang
perlu ditempuh adalah mewujudkan rencana tersebut dengan mempergunakan organisasi
yang terbentuk menjadi kenyataan. Ini berarti rencana tersebut dilaksanakan dan atau
diaktuasikan.
Pekerjaan pelaksanaan dan aktuasi tersebut bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah,
karena dalam melaksakan suatu rencana terkandung berbagai aktivitas yang bukan saja satu
sama lain saling berhubungan, tetapi juga bersifat komplek dan majemuk. Kesemua aktivitas
ini harus dipadukan sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai
dengan memuaskan.
Memadukan berbagai aktivitas yang seperti ini dan apalagi menugaskan semua orang
yang terlibat dalam organisasi untuk melaksanakan aktivitas yang dimaksud, memerlukan
suatu keterampulan khusus, kita harus mampu mengkomunikasikan ide ataupun gagasan
yang ada kepada bawahan.
Kebijakan Pelaksanaan:
Pokok pokok kebijaksanaan yang ada atau yang akan dilakukan / garis besarnya

dalam pelaksanaan nanti.


Kegiatan kegiatan utama yang akan dilaksanakan sehubungan dengan apa yang
dinyatakan dalam tujuan.

Pengaturan sumberdaya ( tenaga, dana dan sebagainya) yang penting dalam

pelaksanaan.
Pengaturan peran serta masyarakat (dalam hal apa, bagaimana, siapa yang terlibat,

bilamana, kapan dilibatkan)


Pengaturan kerja sama lintas sektoral
Penyesuaian waktu elaksanaan kegiatan tersebut (kapan mulainya, selesainya, waktu
yang diperlukan ) pada fase persiapan, fase pelaksanaan, tindak lanjut, evaluasi,
penilaian dan sebagainya.

8. Monitoring
Untuk menerapkan pengawasan diperlukan standar (input, proses,
output, dan outcome) yang dituangkan dalam bentuk target atau
prosedur kerja. Standar input digunakan untuk menilai keberhasilan
persiapan dan pelaksanaan program. Jika terjadi kesenjangan harus
segera didentifikasi dan ditetapkan solusinya. Pimpinan harus melakukan
deteksi dini kemungkinan terjadinya penyimpangan terhadap standar,
mencegah,

mengendalikan

atau

mengurangi.

Fungsi

pengawasan

bertujuan agar penggunaan sumber daya dapat lebih diefisienkan, dan


tugas-tugas staf untuk mencapai tujuan program dapat lebih diefektifkan.
Batasan pengawasan banyak macamnya. Beberapa di antaranya yang sering
dipergunakan ialah:
a Pengawasan ialah melakukan penilaian dan sekaligus koreksi terhadap setiap penampilan
karyawan untuk mencapai tujuan seperti yang telah ditetapkan dalam rencana.
b Pengawasan ialah suatu proses untuk mengukur penampilan suatu program yang
kemudian dilanjutkan dengan mengarahkannya sedemikian rupa sehingga tujuan yang
telah ditetapkan dapat tercapai.
Dari batasan yang seperti ini segera terlihat bahwa untuk dapat melakukan pekerjaan
pengawasan dengan baik ada tiga hal yang perlu diperhatian. Ketiga hal yang dimaksud
ialah:
a

Objek Pengawasan

Yang dimaksud dengan objek pengawasan disini ialah hal-hal yang harus diawasi dari
b

pelaksanaan suatu rencana kerja.


Metode Pengawasan
Yang dimaksud dengan metode pengawasan disini ialah teknik atau cara melakukan

pengawasan terhadap objek pengawasan yang telah ditetapkan.


Proses Pengawasan
Yang dimaksud dengan proses pengawasan disini ialah langkah-langkah yang harus

a
b

dilakukan sedemikian rupa sehingga pengawasan tersebut dapat dilakukan.


Manfaat dari pengawasan jika dilakukan dengan cermat yaitu:
Tujuan yang ditetapkan dapat diharapkan pencapaiannya
Pembiayaan yang diperlukan untuk mencapai tuuan tersebut tidak melebihi apa yang

telah ditetapkan
Pengawasan yang baik akan dapat memacu karyawan berprestasi dan berkreasi sesuai
dengan kemampuan yang dimilikinya.
Seorang manajer, dalam melaksanakan dan mengembangkan fungsi pengawasan

manajerial hendakanya memerhatikan prinsip-prinsip pengawasan seperti yang dijelaskan


berikut ini:
a. Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan harus dimengerti oleh staf. Hasilnya juga
harus bisa diukur. Misalnya, waktu yang digunakan dan tugas-tugas pokok staf harus
dapat dipantau oleh pimpinan agar kegiatan bisa dilaksanakan sesuai dengan prosedur
dan tepat waktu.
b. Fungsi pengawasan merupakan kegiatan manajemen yang penting untuk meyakinkan
proses mencapai tujuan organisasi terlaksana dengan baik. Tanpa pengawasan, atau jika
pengwasan yang dilakukan lemah, berbagai penyalahgunaan wewenang akan terjadi.
c. Standar untuk kerja harus dijelaskan kepada semua staf pelaksana. Kinerja terus dinilai
oleh pimpinan sebagai bahan pertimbangan pemberian reward kepada mereka yang
mampu bekerja profesional. Bilamana hal ini berhasil diterapkan, staf akan lebih
meningkatkan rasa tanggungjawab dan komitmennya terhadap kegiatan program. Dalam
hal ini, pengawasan berjalan lebih objektif.
9. Evaluasi
Menurut WHO, evaluasi adalah suatu cara yang sistematis untuk memperbaiki kegiatan
kegiatan yang sedang berjalan sekarang serta untuk meningkatkan perencanaan yang lebih
baik dengan menyeleksi secara seksama alternatif alternatif tindakan yang akan dating. Ini

menyengkut analisa yang kritis mengenai berbagai aspek pengembangan dan pelaksanaan
suatu program dan kegiatan kegiatan yang membentuk program itu, relevansinya,
rumusannya, efisiensinya dan efektivitasnya, biayanya dan penerimaannya oleh semua pihak
yang terlibat.
Dengan demikian meksud dan tujuan evaluasi dalam pembangunan kesehatan adalah
untuk memperbaiki program program kesehtan dan pelayanan kesehatan, dan untu
mengarahkan alokasi sumber daya, tenaga dan dana kepada program program dan
pelayanan kesehatan yang ada saat ini dan dimasa yang akan dating.
Evaluasi harus digunakan secara konstruktif dan bukan untuk membenarkan tindakan
tindakan yang telah lewat atau sekedar mencari cari kekurangan saja. Adalah penting untuk
menganggap evaluasi sebagai suatu alat untuk pengambilan keputusan.
Hambatan yang sering dijumpai dalam melakukan evaluasi adalah adanya tantangan yang
apa dasarnya tidak dapat menerima evaluasi dan hasil hasilnya sebagai alat manajemen
yang sah. Mempertahankan diri sering menimbulkan penolakan, antara lain dengan
mengatakan bahwa evaluasi tidak cukup ilmiah atau mendiskreditkan hasil evaluasi dengan
mempertanyakan keabsahan kriteria evaluasi yang digunakan.

Referensi

Amiruddin, Ridwan. 2006. Epidemiologi Perencanaan dan Pelayanan Kesehatan. Makassar.


Azwar, Azrul. 2011.Pengantar Administrasi Kesehatan Edisi Ketiga. Tangerang: Binarupa
Aksara.
Muninjaya, A. A. Gde. 2012. Manajemen Kesehatan Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Wijono, Joko. 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Surabaya: Airlangga University
Press.

Anda mungkin juga menyukai