Anda di halaman 1dari 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi
West Nile Fever merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus west nile yang
termasuk dalam famili Flaviviradae yang ditularkan kepada manusia maupun hewan melalui
gigitan nyamuk Culex. Virus west nile menjadikan nyamuk Culex sebagai vektornya dan burung
sebagai agents berkembang biaknya.
2.2 Etiologi
Virus West Nile digolongkan dalam kelompok Flavivirus yang mempunyai kedekatan
antigenik dengan virus Murray Valley Encephalitis (MVE) di Australia, St. Louis Encephalitis
(SLE) di Amerika, dan Japanese Encephalitis(JE) di Jepang. Kedekatan antigenik ini dapat
dibuktikan secara eksperimental pada hamster yang telah diimunisasi dengan virus. Virus ini juga
memiliki benang RNA positif tunggal (single positive-stranded RNA) sebagai genomnya dengan
panjang sekitar 9 kilobasa. Klasifikasi dari virus West Nile adalah:
Grup

: Kelompok IV ((+) ssRNA)

Family

: Flaviviridae

Genus

: Flavivirus

Spesies

: West Nile Virus

2.3. Epidemiologi
Virus West Nile sendiri pertama kali diisolasi dari darah seorang perempuan yang sedang
terserang demam di daerah Omogo, Propinsi West Nile (daerah delta Sungai Nil), Uganda pada
tahun 1937. Virus ini juga banyak ditemukan di Timur Tengah, Asia Barat, Oceania, Amerika
Utara dan juga daerah-daerah lainnya di Afrika pada perkembangan selanjutnya. Epidemi
pertama kali dilaporkan terjadi pada orang di Israel (1950 1954). Antara tahun 1962 1964
ditemukan pada orang di daerah Camargue, Prancis dimana beberapa penderita mengalami
encephalitis. Wabah terbesar dilaporkan juga terjadi di Afrika Selatan pada tahun 1974 dengan

morbidity rate mencapai 55% namun bersifat ringan tanpa encephalitis. Sejak tahun 1990-an
jumlah kasus yang menimbulkan kematian semakin meningkat, dibuktikan dengan kasus di
Rumania pada tahun 1996, di Rusia pada tahun 1999, dan Israel pada tahun 2000. Tahun 1999,
virus West Nile telah menyebar dengan cepat di Amerika Serikat terutama New York mengikuti
pola burung yang bermigrasi dan dengan cepat menjadi wabah besar didaerah tersebut.
2.4. Mode of Transmission
Gigitan nyamuk yang mengandung virus WN merupakan kunci utama bagi penularan
infeksi westnile. Penelitian TURELL (Tahun 2000) menyatakan bahwa Cx. Pipens, Ae.
Japonicus, Ae. Sollicitans, Ae taeniorchynchus dan Ae. Vexans merupakan vektor west nile.
Bahkan Ae japonicus merupakan vektor yang paling potensial dalam menularkan virus west nile.
Nyamuk menjadi terinfeksi ketika mereka makan pada burung yang telah terinfeksi. Nyamuk
yang terinfeksi kemudian dapat menyebarkan virus ke manusia dan hewan lain ketika mereka
menggigit manusia dan hewan tersebut. West Nile virus tidak menyebar melalui sentuhan atau
melalui kontak langsung dengan orang telah terinfeksi virus, tetapi dalam beberapa kasus, virus
dapat menyebar melalui transfusi darah, transplantasi organ, menyusui dan bahkan selama
kehamilan dari ibu ke bayi.
Gambar 1.0. Mode of Fransmission from west nile virus

Sumber: kkpmerauke.blogspot.com

2.5. Histopatologi west nile virus


Virus ini menjadikan nyamuk jenis Cullex sebagai vektornya, lalu burung sebagai
agentnya sedangkan manusia, kuda serta mamalia lainnya merupakan induk semang akhir (deadend). Virus ini dapat juga menyerang burung/unggas, anjing, kucing, kuda, dan mamalia lain
seperti kelelawar, kelinci, Lamma, bajing, skunks, domba, babi, namun hewan pada hewan
tersebut tidak menimbulkan penyakit yang serius dan berdasarkan penelitian TURELL (Tahun
2000) virus tidak dapat menular dari hewan-hewan tersebut.

Gambar 2.0. mikrograf transmisi electron dari virus west nile.

Sumber: kkpmerauke.blogspot.com

2.6. Gejala Klinis


Masa inkubasi virus west nile pada manusia umumnya berkisar antara 3 hingga 14 hari.
Infeksi virus ini pada manusia muda umumnya tidak terlalu menimbulkan gejala klinis. Namun,
pada manusia dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah dapat timbul gejala klinis berupa
demam tinggi, lemah, sakit kepala, gangguan pencernaan seperti mual, muntah dan diare, kaku

kuduk, Myalgia, arthralgia, dan bahkan sampai perubahan mental (menurut CDC, 2004).
Sedangkan pada kuda, infeksi west nile menyebabkan ataksia, inkoordinasi motorik, paresis, dan
tremor.
2.7. Cara mendiagnosa
Diagnosa standard yang dipakai adalah pengukuran antobodi IgM dengan teknik IgM
antibody-capture enzyme-linked immunosorbent assay (MAC-ELISA). Serum atau cairan
Cerebro Spinal (biasanya diambil di tulang punggung) dari pasien yang menunjukan gejalagejala diambil selambat-lambatnya dalam jangka 8 hari sejak timbul gejala, dan antibodi IgMnya diukur. Dari hasil pengukuran IgM dari orang yang terinfeksi virus West Nile pada outbreak
di New York tahun 1999 dan 2000, 95% diantaranya positif. Namun diagnosa ini memerlukan
waktu sekitar 1 minggu.
Selain itu, isolasi virus dari serum pasien juga merupakan salah satu cara untuk
memastikan diagnosa, namun cara ini memerlukan waktu yang cukup lama. Diagnosa lain
seperti Reverse Transcription PCR (Polymerase Chain Reaction) dan Real Time PCR juga
merupakan diagnosa yang praktis untuk mendeteksi RNA genom dari virus yang bersangkutan,
karena diagnosa ini hanya memerlukan beberapa jam saja.

2.8. Differential Diagnose


Penyakit ini sering dikacaukan dengan infeksi virus lainnya seperti Japanese encephalitis,
meningitis, poliomyelitis. karena orang yang terkena Yellow fever atau Japanese encephalitis,
atau yang terinfeksi Flavivirus lainnya juga menunjukan hasil pemeriksaan MAC-ELISA yang
positif pada tes IgM dan menunjukkan gejala klinis yang hampir sama.
2.9. Penanganan dan Pencegahan
Tidak ada pengobatan khusus untuk infeksi virus west nile dan pada kebanyakan orang
dengan gejala ringan seperti demam dan nyeri hanya dengan obat-obatan ringan yang bahkan
dibeli tanpa resep dokter. Dalam kasus dengan gejala klinis yang lebih serius biasanya orang

dirawat di Rumah Sakit dengan pengobatan supportif seperti cairan infus, bantuan pernafasan,
dan dirawat sesuai dengan gejala yang tampak.
Sedangkan pencegahan infeksi virus ini dengan cara mengurangi kontak dengan nyamuk
yang terinfeksi dan melakukan vaksinasi. Namun, vaksin pada manusia hingga saat ini masih
belum tersedia. Pencegahan pada manusia sebaiknya dengan meminimalkan gigitan serangga
vektor, seperti penggunaan repellent, memakai kelambu atau menyemprot ruangan dengan anti
nyamuk. Karantina yang ketat dalam pemasukan hewan terutama dari daerah dimana infeksi
west nile telah terjadi diperlukan. Unggas yang terinfeksi virus west nile dapat dikonsumsi
setelah dimasak hingga matang terlebih dulu.
Untuk mengurangi resiko terinfeksi west nile virus dapat juga dilakukan melalui
pendidikan, surveilans, prevention yang bekerja sama dengan departemen kesehatan,
departemen-departemen federal dan provinsi, serta kerjasama dengan Wildlife Health Centre.
Melalui pendidikan dapat dilakukan dengan memberikan informasi tentang west nile virus
melalui brosur, media pertemuan, berita, dan websites. Sedangkan surveilans difokuskan
terutama untuk identifikasi keberadaan virus west nile pada burung, nyamuk dan kuda.

Anda mungkin juga menyukai