Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN N PADA ANAK DENGAN

GANGGUAN NEUROLOGI HIDROSEFALUS

KELOMPOK 1
KETUA : LIBREK LUARMASSE
SEKERTARIS : IKA SRI JUMATI
ANGGOTA :
RISMON USMAN

IRWAN RADIANSYAH

SUHAIBA

RAHMANSYAH RABUKUN

NIRMALA AMIR

YOKBET Y. GALANGGOGA

SUKMAWATI SYUAIB

FRANSINA DAMIANA

SRI SUSANTI PAPUKE

TITIN R. UTINA

NURHASAN USMAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (PSIK) FAKULTAS


KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUNDIN
TAHUN 2011

KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat, rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul
Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Neurologi Hidrosfalus
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa isi makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak terdapat kekurangan baik dari segi materi maupun dari segi
penyusunan. Oleh sebab itu, dengan penuh kerendahan hati kami sangat mengaharapkan kritikan
dan saran yang sifatnya membangun serta sumbangan pikiran dari pembaca guna memperbaiki
kekurangan tersebut dan menjadi bahan masukan yang sangat berharga bagi kami demi
kesempurnaan dalam pembuatan tugas makalah kami selanjutnya.

Makassar, November 2011

Penulis

DAFTAR ISI
JUDUL ....................................................................................................................................

KATA PENGANTAR ............................................................................................................

ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ....................

iii

BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................................

A. Latar belakang........................................................................................................

BAB 11 PEMBAHASAN .........................................................................................................

A. Landasan teori .......................................................................................................

B. Asuhan keperawatan ..............................................................................................

a. Pengkajian .........................................................................................................

b. Diagnosa keperawatan .......................................................................................

c. Intervensi ............................................................................................................

BAB 111 PENUTUP ................................................................................................................

A. Kesimpulan .............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. .. 10

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hidrosefalus adalah akumulasi berlebihan dari cairan serebro spinalis (css) dalam
sistem ventrikel, yang mengakibatkan dilatasi positif pada ventrikel. Insidensi hidrosefalus
antara 0,2-4. Setiap 1000 kelahiran. Insidensi hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8. Pada
tiap 1000 kelahiran dan 11%-43%. Disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Tidak ada
perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras.
Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan dewasa lebih sering
disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% adalah akibat abnormalitas
perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari
4% akibat tumor fossa posterior.
B. Tujuan
Untuk mengetahuai asuhan keperawatan yang berkaitan dengan gangguan neurologi
utamanya hidrosefalus yang terjadi pada anak.

BAB 11 PEMBAHASAN
A. Landasan teori
a.

Pengertian
Hidrosefalus adalah akumulasi berlebihan dari cairan serebro spinalis (CSS)
dalam sistem ventrikel, yang mengakibatkan dilatasi positif pada ventrikel. (Donna L.
Wong, 2004 Hal: 572)

b.

Penyebab
1) Kelainan Bawaan (Kongenital)
a.

Stenosis akuaduktus Sylvii

b.

Spina bifida dan kranium bifida

c.

Sindrom Dandy-Walker

d.

Kista araknoid dan anomali pembuluh darah

2) Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis terlihat
penebalan jaringan piamater dan araknoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain.
Penyebab lain infeksi adalah toxoplasmosis.
3) Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran
CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau
akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari
serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
4) Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis
leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi
akibat organisasi dari darah itu sendiri
c.

Hidrosefalus diklasifikasikan menjadi dua yaitu:


Hidrosefalus Nonkomunikans
Hal ini terjadi akibat obstruksi di dalam sistem ventrikuler yang mencegah
bersirkulasinya CSS
Hidrosefalus Komunikans
Hal ini terjadi jika aliran cairan serebrospinal terhambat di luar sistem
ventrikal, misalnya akibat kerusakan meningen dan kemudian kerusakan villus
arakhnoid itu sendiri.

d.

Patofisiologi
Kelainan kongenital

1. Obstruksi salah satu tempat


pembentukan
(Vent.
111/1v)
2. Obstruksi pada duktus
rongga tengkorak
3. Gangguan absorpsi LCS
(foramen monroe, luscha
dan magendie)

Hidrosefalus nonkomunikan

Neoplasma

infeksi

Radang jaringan otak

Hidrosefalus komunikans

1. Obstruksi
tempat
pembentukannya/penyerap
an LCS
2. Rangsangan produksi LCS

Peningkatan jumlah cairan serebrospinal

pendarahan

Fibrosisi
leptomeningens
terutama pada daerah basal
otak

Obstruksi oleh pandarahan

Meningkatkan jumlah cairan


dalam ruang subaraknoid

Peningkatan TIK
Pembesaran relatif kepala

Hambatan mobilitas fisik

Tindakan pembedahan

Terpasang Shunt

Kelemahan fisik umum

Herniasifalks serebri dan ke


foramen megnum

Defisit neurologis

Adanya port de entree dan


benda asing masuk ke otak

Kompresi batang otak


Penekanan lokal

kejang

Depresi saraf kerdiovaskuler


dan pernapasan

Resiko gangguan
integritas kulit
kematian

Resiko cedera

Koping individu dan


keluarga tidak efektif
Perubahan proses
keluarga
Kecemasan klien dan
keluarga

Resiko tinggi infeksi

Kemampuan batuk
menurun
Tidak efektif bersihan
jalan napas

Koma

Penurunan kesadaran

inaktivitas

Penekanan pada saraf


kranial 11

Papiledema

Disfungsi persepsi visualspasial dan kehilangan


sensorik

Kerusakan fungsi
motorik

nyeri

Gangguan
pemenuhan ADL

Asupan nutrisi
tidak adekuat

Nutrisi kurang dari


kebutuhan

muntah

Asupan cairan
tidak adekuat

Defisit volume
cairan tubuh

e. Manifestasi Klinis
Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada awitan dan derajat
ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS. Gejala-gejala yang
menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial. Manifestasi klinis dari
hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :
1.

Awitan hidrosefalus terjadi pada masa neonatus


Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus
kongenital dan pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 3540 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun
pertama kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada
daerah frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka
dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat
tipis. Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok.

2.

Awitan hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak


a)

Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai


manifestasi hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat
disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan
visus. Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien
hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang
progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah
satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar
di atas ukuran normal. Makrokrania biasanya disertai empat gejala
hipertensi intrakranial lainnya yaitu:
1) Fontanel anterior yang sangat tegang.
2) Sutura kranium tampak atau teraba melebar.
3) Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial
menonjol.
4) Fenomena matahari tenggelam (sunset phenomenon).
Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih
besar dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala,
muntah, gangguan kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang
telah lanjut ada gejala gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler
(bradikardia, aritmia respirasi).

f. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan pada klien dengan hidrosefalus
meliputi:
1) CT scan (dengan/tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, pendarahan, determinan, ventrikular, dan
perubahan jaringan otak.
2) MRI
Digunakan sama dengan CT scan dengan/tanpa kontras radioaktif.
3) Rontgen kepala
Mendeteksi perubahan struktur garis sutura.
4) Cairan serebrospinal
Lumbal pungsi: dapat dilakukan jika diduga terjadi pendarahan
subarakhnoid
5) Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit akibat peningkatan tekanan
intrakranial.
6) Analisa gas darah
Analisa gas darah (AGD/Astrup) adalah salah satu tes diagnostik untuk
menentukan status oksigenisasi dan status asam basa.
g. Terapi
Pada dasarnya ada tiga prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :
1) Mengurangi produksi CSS.
2) Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi.
3) Pengeluaran likuor (CSS) kedalam organ ekstrakranial.
Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :
1) Penanganan Sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi
hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau
upaya meningkatkan resorbsinya.
2) Penanganan Alternatif (Selain Shunting)
Misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A,
reseksi radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu
malformasi. Saat ini cara terbaik untuk melakukan perforasi dasar ventrikel III
adalah dengan teknik bedah endoskopik.

3) Operasi Pemasangan Pintas (Shunting)


Operasi pintas bertujuan membuat saluran baru antara aliran likuor dengan
kavitas drainase. Pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga
peritoneum. Biasanya cairan serebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun
kadang pada hidrosefalus komunikans ada yang didrain ke rongga subarakhnoid
lumbar. Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu:
pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan
kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang. Infeksi pada shunt meningatkan
resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian.
h. Komplikasi
Komlikasi terbesar yaitu akibat pemasangan pirau (VP shunt)
1) Infeksi
2) Malfungsi
3) Subdural hematoma
4) Peritonitis abses abdominal
5) Perforasi organ-organ abdomen oleh kateter atau trokat
i. Prognosis
Prognosis

pada

anak

tergantung

besarnya

kecepatan

perkembangan

hidrocephalus, frekuensi komplikasi dan penyebab hidrocephalus. Sebagai contoh


tumot-tumor ganas dapat menyebabkan mortalitas yang tinggi berhubungan dengan
faktor-faktor komplikasi yang lain. Pada anak-anak perkembangan dan emosional
seperti cemas, neorosis atau gangguan sikap anti sosial. Pada umunya hidrocephalus
non infeksi menunjuk prognosis baik sedangkan hidrochepalus biasanya disertai
dengan cerebral defect.
B. Asuhan keperawatan
a.

Pengkajian.
1.

Anamnesa.
a) Riwayat penyakit saat ini
Adanya riwayat infeksi (biasanya infeksi pada selaput otak dan meningel)
sebelumnya.
b) Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hidrosefalus
sebelumnya, adanya neoplasma otak, kelainan bawaan pada otak, dan riwayat
infeksi.
c) Riwayan perkembangan
Kelahiran: prematur. Lahir dengan pertolongan, pada waktu lahir
menangis keras atau tidak. Riwayat penyakit keluarga, kaji adanya anggota
generasi

terdahulu

yang

menderita

stenosis

aguaduktus

yang

sangat

berhubungan dengan penyakit keluarga/keturunan yang terpaut seks


2.

Pengkajian Psiko-sosial-spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien dan keluarga (orang tua)
untuk menilai respon terhadap penyakit yang diderita dan perubahan peran dalam
keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari
baik dalam keluarga ataupu dal masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada
klien dan orang tua, yaitu timbul ketakutan akan kecacatan, cemas, ketidak
mampuan untuk melakukan aktifitas secara optimal. Perspektif keperawatan dalam
mengkaji terdiri atas dua masalah, yaitu keterbatasan yang diakibatkan oleh defisit
neurologis dalam hubungannya dengan peran sosial klien dan rencana pelanyanan
yang mendukung adaptasi pada gangguan neurologis didalam sistem dukungan
individu.

3.

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik sangan berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnese. Pemeriksaan fisik dilakukan per sisitem (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari
klien. Keadaan umum pada keadaan hidrosefalus umumnya mengalami penurunan
kesadaran (GCS < 15) dan terjadi penurunan pada tanda-tanda vital.
a)

B1 (Breathing)
Pada beberapa keadaan hasil pada pemeriksaan fisik didapatkan:

Inspeksi: didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak


nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan prekuensi ernapasan.

Palpasi: taktil premitus biasanya seimbang kanan dan kiri

Perkusi: resonan pada seluruh lapang paru

Auskultasi: bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, stridor, ronhi,


pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang
menurun.

a)

B2 (Blood)
Frekuensi nafas cepat dan lemah yang berhubungan dengan
homiostasis tubuh dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan (demand)
oksigen perifer.

b)

B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibanding pengkajian pada sistem lainnya
1) Secara umum

Mengukur lingkar kepala suboksipital dan pengukuran ini


dilakukan secara berkala untuk melihat pembesaran kepala yang
prokresif dan lebih cepat dari normal.

Dahi tampak melebar dengan kulit kepala yang menipis, tegang


dan mengkilat dengan pelebaran vena kulit kepala.

Sutura tengkorak belum menutup dan teraba melebar

Didapatkan pula cracked pot sing yaitu bunyi seperti pot kembang
yang retak pada perkusi kepala.

Bola mata terdorong ke bawah oleh tekanan dan penipisan tulang


supraorbita.

Sklera tampak di atas iris sehingga iris seakan-akan matahari yang


akan terbenam (sunset sing)

Pada beberapa keadaan dari klien dewasa sering didapatkan CSS


rhinorea yang terjadi pada stenosis aquueduktus, yaitu CSS
merembes keluar ke rongga hidung.

2) Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien dan respon terhadap lingkungan adalah
indikator paling penting untuk disfungsi sistem persarafan. Gejala khas
pada hidrosefalus tahap lanjut adalah adanya demensia. Pada keadaan
lanjut, tingkat kesadaran klien hidrosefalus biasanya berkisar pada tingkat
letargi, stupor, semikomatosa, sampai koma.
3) Pemeriksaan fungsi serebri

Status mental

Fungsi intelektual

Lobus frontal

4) Pemeriksaan saraf kranial


5) Sistem motorik

Inspeksi umum, didapatkan kelemahan umum karena kerusakan


pusat pengaturan motorik

Tonus otot menurun sampai hilang

Penurunan kekuatan otot-otot ekstremitas

Keseimbangan dan koordinasi

6) Pemeriksaan refleks

Pemeriksaan reflek dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum,


atau periosteum derajat refleks pada respon normal.

Pemeriksaan refleks patologis, pada fase akut refleks fisiologi sisi


yang lumpuh akan menghilang.

7) Sistem sensorik
c)

B4 (Bladder)

Kaji keadaan urin meliputi warna, jumlah, dan karakteristik, temasuk


berat jenis urin. Peningkatan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat
terjadi akibat menurunnya perfusi ginjal. Pada hidrosefalus tahap lanjut klien
mingkin mengalami inkontinensia urine karena konfulsi.
d)

B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada fase akut. Pada defekasi biasanya terjadi konstifasi akibat
penurunan peristaltik usus. Penurunan motilitas usus juga dapat terjadi akibat
tertelannya udarah yang berasal dari sekitaran selang endotrakheal dan
nasotrakheal.

e)

B6 (Bone)
Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan fisik umum, pada
bayi disebabkan pembesaran kepala sehingga mengganggu mobilitas fisik
secara umum. Kaji warna kulit, suhu, kelembapan dan turgor kulit.

b.

Diagnosa keperawatan
1)

Tidak efektif bersihan jalan napas yang berhubungan dengan penumpukan


sputum, peningkatan sekresi sekret, dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan
keletihan, adanya jalan napas buatan pada trakhea, ketidak mampuan batuk/batuk
efektif.

2)

Resiko tinggi peningkatan tekanan intrakranial yang berhubungan dengan


peningkatan jumlah cairan serebrospinal.

3)

Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan


kemampuan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolisme.

4)

Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan kesadaran,


kelemahan fisik umum, pembesaran kepala.

5)

Resiko gangguan intekritas kulit yang berhubungan dengan imobilisasi, tidak


adekuatnya sirkulasi perifer.

6)

Resiko defisit cairan dan elektrolit yang berhubungan dengan muntah, asupan
cairan kurang, peningkatan metabolisme.

7)

Resiko infeksi yang berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder


terhadap pemasangan shunt.

II.

Diagnosa keperawatan, Intervensi dan Rasional.


No
1.

Diagnosa
Keperawatan
Tidak

Tujuan &
Kriteria Hasil

Intervensi

Rasional

efektif Dalam waktu Kaji keadalan jalan Obstruksi mungkin

bersihan

jalan 224

napas

yang terjadi

berhubungan

jam

peningkatan

napas

dapat

disebabkan

oleh

akumulasi

sekret, sisa cairan

dengan

keefektifan

penumpukan

jalan napas.

sputum,

Kriteria: tidak

dada dan auskultasi

yang

peningkatan

terdengar

suara

dengan suara napas

sekresi
dan

sekret, bunyi

napas

mukus, pendarahan.
Evaluasi

pergerakan Pergerakan
napas

pada

kedua paru.

yang

penurunan tambahan,

batuk

akibat nyeri dan bebas


sumbatan,

adannya

simetris
keluar

dari

paru-paru

sekunder tracheal tube

keletihan,

dada

Lakukan

jalan menunjukkan

napas

buatan batuk

yang

pada

trahea, efektif, tidak


lagi

pengisapan

menandakan

jalan

napas

tidak

terganggu.

lendir jika diperlukan, Pengisapan


batasi

pengisapan

lendir

tidak

dengan 15 detik atau

dilakukan

lebih.

menerus,

selama
terus-

ketidak

ada

mampuan

penumpukan

durasinya pun dapat

batuk/batuk

sekret

dikurangi

untuk

efektif.

disaluran

mencegah

bahaya

pernapasan.

Atur/ubah

posisi

dan

hipoksia.

secara teratur (tiap 2 Mengatur


jam).

pengeluaran sekret
dan
segmen

ventilator
paru-paru,

mengurangi resiko
atelektasis.
Kolaborasi

dokter, radiologi, dan

memudahkan

fisioterapi.

mengeluarkan

Pemberian

lendir

ekspektoran,

mengevaluasi

antibiotik.

perbaikan

Fisioterapi dada.

klien

Konsul

pengembangan

.
224
Risiko

tidak
TIK

berhubungan

klien.

dan
kondisi
atas

parunya.

jam Kaji faktor penyebab


terjadi

peningkatan TIK peningkatan


yang

foto

thoraks.

Dalam waktu

2.

dengan Ekspentoran untuk

pada

dari

kemungkinan Deteksi dini untuk

peningkatan TIK.

memperioritaskan
intervensi
menentukan

dan

dengan

Kriteria: klien

perawatan

peningkatan

tidak

kegawatan

jumlah

gelisa,

cairan tidak

serebrospinal.

dan

tindakan

mengeluh

Tentukan skala coma

pembedahan.

nyeri kepala,

Untuk

mual muntah,

secara

GCS normal, Monitor


tidak

tanda-tanda

mengetahui
dini

ningkatan TIK
Suatu

vital.

pe-

keadaan

papiledema,

normal

TTV

sirkulasi

serebral

terpelihara

dengan

dalam

batas normal.

bila

baik atau fluktuasi


Pertahankan
kepala/leher
posisi

pada

ditandai

dengan

tekanan

darah

sistemik.

netral, Perubahan

yang

usahakan

dengan

pada

kepala

suatu

sisi

sedikit bantal. Hindari

dapat meningkatkan

penggunaan

penekanan

yang

bantal

tinggi

pada

vena jugularis dan


menghambat aliran

kepala.
Berikan

periode

istirahat

antara

tindakan

pada

darah otak.

perawatan Tindakan

terus-

dan batasi lamanya

menerus

prosedur.

meningkatkan TIK
oleh

Cegah/hindarkan
terjadinya

dapat

valsavah

efek

rangsangan
kumulatif.

manuver.

Mengurangi
tekanan
intrathorakal

dan

Kolaborasi

dalam

intraabdominal

pemberian

cairan

sehingga

intravena

sesuai

menghindari

dengan
diindikasikan.

yang

peningkatan TIK.
Pemberian

cairan

mungkindiinginkan

untuk

mengurangi

edema
3.

serebral,

peningkatan
Kebutuhan
nutrisi
Gangguan
nutrisi:
dari

klien Observasi

terpenuhi

turgor kulit.

kurang Kriteria:
kebutuhan turgor

tubuh

tekstur,

pada

pembulu

darah,

tekanan darah, dan


TIK

Observasi
baik,

minimum

asupan

keluaran.

Mengetahui

status

yang asupan nutrisi

berhubungan

nutrisi klien.
masuk Tentukan kemampuan
Mengetahui
sesuai
klien
dalam
keseimbangan
kebutuhan,
mengunyah, menelan,
nutrisi klien.
terdapat
dan refleks batuk.
Untuk menetapkan
kemampuan
Berikan
makanan
jenis makanan yang
menelan,
dengan perlahan di
akan diberikan pada
sonde dilepas.
lingkungan
yang
klien.
tenang
Klien
dapat
dapat

dengan
perubahan
kemampuan
mencerna
makanan,
peningkatan
kebutuhan
metabolisme.

berkonsentrasi pada
mekanisme makan
tanpa
Mulailah

untuk

memberikan makanan

adanya

distraksi/gangguan
dari luar.

peroral setelah cair, Makan lunak/cairan


makanan lunak ketika
kental mudah untuk
klien dapat menelan
mengendalikannya
air
didalam
mulut,
.
menurunkan
Kolaborasi
dengan
terjadinya aspirasi.
dokter
dalam Mungkin
pemberian
4

melalui
makanan

cairan
IV

atau
melalui

selang.

mobilitas

sesuai dengan
fisik

memberikan cairan
pengganti dan juga
tidak mampu untuk

klien
Gangguan

untuk

makanan jika klien

Mobilitas
meningkat

diperlukan

memasukkan segera
Kaji
imobilitas,

tingkat
gunakan

ssesuatu
mulut.

melalui

yang

kondisi klien.

skala

tingkat Tingkat

berhubungan

Kriteria:

ketergantungan.

dengan

Skala

minimal

penurunan

ketergantunga

(hanya memerlukan

kesadaran,

bantuan

ketergantungan

klien

care
minimal),

kelemahan fisik meningkat

partial

umum,

menjadi

(memerlukan

pembesaran

bantuan

bantuan sebagian),

care

kepala.

Resiko minimal,

dan

tinggi

terjadi tidak

(memerluakan

cidera
peningkatan
tekanan
kranial

terjadi

b/d kontraktur,
footdrop,
intra gangguan

bowell

bantuan

penuhdari

perawat,

klien

pengawasan khusus

fungsi Pertahankan
dan

body

aligment

adekuat,

karena resiko injuri


yang tinggi).

bladder

berikan latihan ROM Mencegah

optimal, serta

pasif jika klien sudah

terjadinya

peningkatan

bebas

kontraktur

kemampuan

kejang.

fisik.

care

memerlukan

intekritas
kulit,

total

panas

dan

atau

footdrop serta dapat

Berikan

perawatan

mempercepat

kulit secara adekuat,

pengembalian

lakukan masase, ganti

fungsi

pakaian dengan bahan

nantinya.

tubuh

linen, dan pertahankan Memfasilitasi


tempat

tidur

dalam

keadaan kring.
Beriakan

perawatan

tutup

kapas

yang

dan

mencegah

mata, bersihkan mata


dan

sirkulasi

gangguan intekritas
kulit.

dengan
basah

sesekali.
Melindungi
dari

mata

kerusakan

akibat terbukannya
mata terus-menerus.

DAFTAR PUSTAKA

Ginsberg, Lionel. 2008. Lecture Notes: Neurologi. EMS. Jakarta


Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar: Asuhan keperawatan. Salemba Medika. Jakarta
Lynda Juall Carpenito. 2000. Buku Saku : Diagnosa Keperawatan. Ed.8. EGC.
Jakarta
Wong, Donna L.. 2004. Pedoman Klinis: keperawatan Pedikiatrik. EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai