Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH PRESKRIPSI

MEDICATION ERROR

KELAS : A

TRIA WAHYU IRTANTI

(201310410311123)

WITRI ROCHAENI HUSNIAR

(201310410311145)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
April, 2016

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama allah swt yang maha pengasih lagi maha panyayang,
penyusun panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-nya kepada penyusun, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah preskripsi medication error dengan baik.
Adapun makalah ini telah penyusun usahakan semaksimal mungkin dan
tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu penyusun tidak lupa menyampaikan bayak terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan laporan ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, penyusun menyadar sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu
dengan lapang dada dan tangan terbuka penyusun membuka selebar-lebarnya bagi
pembaca yang ingin member saran dan kritik kepada penyusun sehingga makalah ini
dapat diperbaiki menjadi lebih baik.
Akhirnya penyusun berharap semoga dari makalah medication error ini dapat
diambil hikmah dan manfaatnya. dan berguna bagi penulis serta pembaca demi
terciptanya tenaga edukatif yang berkualitas dan kompeten.

Malang, April 2016

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I........................................................................................................... 3
PENDAHULUAN............................................................................................ 3
1.1

Latar Belakang.................................................................................... 3

1.2

Rumusan Masalah................................................................................ 5

1.3

Tujuan.............................................................................................. 5

BAB II.......................................................................................................... 6
MEDICATION ERROR..................................................................................... 6
2.1.

Pengertian Medication Error...................................................................6

2.2.

Klasifikasi......................................................................................... 7

2.3.

Faktor penyebab................................................................................ 12

2.4.

Pencegahan Medication Error...............................................................15

2.5.

Penanganan Kesalahan Obat.................................................................20

BAB III....................................................................................................... 22
KASUS MEDICATION ERROR........................................................................22
BAB IV....................................................................................................... 24
PENUTUP................................................................................................... 24
4.1.

Kesimpulan...................................................................................... 24

4.2.

Saran.............................................................................................. 24

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 25

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keputusan penggunaan obat selalu mengandung pertimbangan antara manfaat
dan

risiko. Antara manfaat dan risiko yang minimal pada pasien dan petugas

kesehatan perlu penerapan manajemen risiko. Manajemen risiko adalah bagian yang
mendasar dari tanggung jawab apoteker. Dalam upaya pengendalian risiko, praktek
konvensional

farmasi

telah

berhasil

menyelesaikan

masalah

sehubungan

perkembangan

teknologi

farmasi

menurunkan

yang

dengan

biaya

penggunaan

menghasilkan

obat

tapi

obat.

obat-obat

belum

Pesatnya
baru

juga

membutuhkan perhatian akan kemungkinan terjadinya risiko pada pasien.


Medication error dapat menyebabkan efek samping yang membahayakan
yang potensial memicu resiko fatal dari penyakit. Suatu sistem praktik pengobatan
yang aman perlu dikembangkan dan dipelihara untuk memastikan bahwa pasien
menerima pelayanan dan proteksi sebaik mungkin. Hal ini dikarenakan semakin
bervariasinya obat-obatan dan meningkatnya jumlah dan jenis obat yang ditulis per
pasien saat ini
Laporan dari IOM (Institute of Medicine) 1999 secara terbuka menyatakan
bahwa paling sedikit 44.000 bahkan 98.000 pasien meninggal di rumah sakit dalam
satu tahun akibat dari kesalahan medis (medical errors) yang sebetulnya bisa dicegah.
Kuantitas ini melebihi kematian akibat kecelakaan lalu lintas, kanker payudara dan
AIDS.
Penelitian Bates (JAMA, 1995, 274; 29-34) menunjukkan bahwa peringkat
paling tinggi kesalahan pengobatan (medication error) pada tahap ordering (49%),
diikuti tahap administration management (26%), pharmacy management (14%),
transcribing (11%) Laporan di atas telah menggerakkan sistem kesehatan dunia untuk
merubah paradigma pelayanan kesehatan menuju keselamatan pasien (patient safety).
3

Gerakan ini berdampak juga terhadap pelayanan kesehatan di Indonesia melalui


pembentukan KKPRS (Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit) pada tahun 2004.
Kesalahan pengobatan dapat terjadi pada masing-masing proses dari
peresepan, mulai dari penulisan resep, pembacaan resep oleh apoteker, penyerahan
obat sampai penggunaan obat oleh pasien, kesalahan yang terjadi di salah
satu komponen

dapat

secara

berantai

menimbulkan

kesalahan

lain

di

komponen-komponen selanjutnya. Sebuah studi di Yogyakarta (2010) terhadap


sebuah rumah sakit swasta menunjukkan bahwa dari 229 resep , ditemukan 226
resep medication error. Dari 226 medication errors, 99.12% merupakan kesalahan
peresepan, 3.02% merupakan kesalahan farmasetik dan 3.66% merupakan kesalahan
penyerahanSebagian besar kesalahan peresepan merupakan akibat dari resep yang
tidak lengkap. Dokter melakukan kesalahan terbanyak yakni 99.12%. kesalahan
farmasetik meliputi overdosis atau dosis rendah yang inadekuat. Penyerahan obat
meliputi preparasi obat yang tidak tepat dan pemberian informasi yang

tidak

lengkap.
Apoteker berada dalam posisi strategis untuk meminimalkan medication
errors, baik dilihat dari keterkaitan dengan tenaga kesehatan lain maupun dalam
proses pengobatan. Kontribusi yang dimungkinkan dilakukan antara lain dengan
meningkatkan pelaporan, pemberian informasi obat kepada pasien dan tenaga
kesehatan lain, meningkatkan keberlangsungan rejimen pengobatan pasien,
peningkatan kualitas dan keselamatan pengobatan pasien di rumah. Data yang dapat
dipaparkan antara lain dari menurunnya (46%) tingkat keseriusan penyakit pasien
anak, meningkatnya insiden berstatus nyaris cedera (dari 9% menjadi 8- 51%) dan
meningkatnya tingkat pelaporan insiden dua sampai enam kali lipat. (effect of
pharmacist-led pediatrics medication safety team on medication-error reporting (Am
J Health-Sist Pharm, 2007, vol64;1422-26)).
Apoteker berperan utama dalam meningkatkan keselamatan dan efektifitas
penggunaan obat. Dengan demikian dalam penjabaran, misi utama Apoteker dalam
4

hal keselamatan pasien adalah memastikan bahwa semua pasien mendapatkan


pengobatan yang optimal. Hal ini telah dikuatkan dengan berbagai penelitian yang
menunjukkan bahwa kontribusi Apoteker dapat menurunkan medication errors.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1Apa yang dimaksud dengan medication error ?
1.2.2
Apa saja jenis medication error ?
1.2.3 Apa saja faktor penyebab dari medication error ?
1.2.4 Bagaimana cara mencegah terjadinya medication error ?
1.2.5 Bagaimana cara menangani kesalahan obat ?
1.3 Tujuan
1.3.1
1.3.2
1.3.3
1.3.4
1.3.5

Mengetahui pengertian medication error.


Mengetahui jenis-jenis medication error.
Mengetahui faktor penyebab dari medication error.
Menjelaskan cara mencegah terjadinya medication error.
Menjelaska cara menangani kesalahan obat.

BAB II
MEDICATION ERROR
2.1.

Pengertian Medication Error


Error didefinisikan sebagai kegagalan dari sesuatu yang telah direncanakan untuk
diselesaikan sesuai dengan tujuan (kesalahan pada pelaksanaan) atau kesalahan pada
perencanaan untuk mencapai tujuan (kesalahan pada perencanaan). Suatu error mungkin
terjadi karena hasil dari kelalaian (The Institute of Medicine, 2004). Sedangkan
kesalahan pengobatan (medication

error)

didefinisikan sebagai

setiap kesalahan

(error) yang terjadi dalam proses hingga penggunaan dalam pengobatan. Kesalahan
pengobatan (medication error) didefinisikan secara luas sebagai kesalahan dalam
meresepkan, pembuatan, dan memberikan obat, tanpa tergantung dengan di mana
kesalahan ini menyebabkan konsekuensi yang merugikan atau tidak. Definisi yang
terbaru dari kesalahan pengobatan adalah kegagalan dalam proses pengobatan yang
menyebabkan atau berpotensi membahayaan pasien, kesalahan pengobatan dapat
terjadi pada setiap langkah pengobatan yang menggunakan proses, dan mungkin atau
tidak dapat menyebabkan ADE atau Adverse Drug Event (William,2007).
Selain itu, kesalahan pengobatan (medication error) dapat didefinisikan sebagai
semua kejadian yang dapat menyebabkan pengobatan tidak sesuai atau yang dapat
mencelakakan pasien dimana prosedur pengobatan tersebut masih berada di bawah
kontrol praktisi kesehatan (Fowler, 2009). Dimana definisi tersebut

mirip dengan

definisi dari National Coordinating Council for Medication error Reporting and
Prevention (NCCMERP). NCCMERP mendefinisikan kesalahan pengobatan sebagai
Suatu kejadian yang dapat dicegah yang menyebabkan penggunaan obat yang tidak
sesuai atau membahayakan pasien di mana pengobatan tersebut dikontrol oleh tenaga
medis profesional, pasien, atau konsumen, yang berhubungan dengan praktis profesional,
produk kesehatan, prosedur, sistem termasuk prescribing; order communication; product
labeling; packaging; compounding; dispensing; distribution; administration; education;
monitoring; dan penggunaan.
Pengertian lain oleh Cohen, dkk., medication error adalah suatu kesalahan dalam
6

proses pengobatan yang masih berada dalam pengawasan dan tanggung jawab profesi
kesehatan, pasien atau konsumen, dan seharusnya dapat dicegah (Cohen,1991).
Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
disebutkan bahwa pengertian

medication error adalah kejadian yang merugikan

pasien, akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang
sebetulnya dapat dicegah.
2.2.

Klasifikasi
Kategori medication error
National Coordinating Council for Medication error Reporting and Prevention
(NCC MERP) mengklasifikasikan medication error berdasarkan tingkat keparahan
hasil dari pasien. Kesalahan yang dekat juga di klasifikasikan sebagai kesalahan
potensial yang berhak mendapat sistem yang luas dan mengarah ke perbaikan. Kategori
medication error adalah sebagai berikut:
Tipe error

Kategori

NO ERROR

Keterangan
Keadaan atau kejadian yang potensial
menyebabkan terjadinya error

ERROR-NO HARM

Error terjadi, tetapi obat belum mencapai


pasien

Error terjadi, obat sudah mencapai pasien


tetapi tidak menimbulkan risiko
Obat mencapai pasien dan sudah terlanjur
diminum/digunakan.
Obat mencapai pasien tetapi belum sempat
diminum/digunakan.

Error terjadi dan konsekuensinya diperlukan


monitoring terhadap pasien, tetapi tidak
menimbulkan resiko (harm) pada pasien.

ERROR-HARM

Error terjadi dan pasien memerlukan


terapi atau intervensi serta
menimbulkan resiko (harm) pada pasien
7

yang bersifat sementara


F

Error terjadi & pasien memerlukan


perawatan atau perpanjangan perawatan di
rumah sakit disertai cacat yang bersifat
sementara

Error terjadi dan menyebabkan resiko


(harm) permanen

Error terjadi dan nyaris menimbulkan


kematian (mis. anafilaksis, henti jantung)

ERROR-DEATH

Error terjadi dan menyebabkan kematian


pasien

Jenis Kesalahan Obat


Kejadian medication error dibagi dalam 4 fase, yaitu fase prescribing, fase
transcribing, fase dispensing, dan fase administrasion oleh pasien (Cohen,1991).
1. Prescribing Errors
Medication error pada fase prescribing adalah error yang terjadi pada fase
penulisan resep. Fase ini meliputi:
a. Kesalahan resep
Seleksi obat (didasarkan
alergi

pada

indikasi,

kontraindikasi,

yang diketahui, terapi obat yang ada, dan faktor lain),

dosis, bentuk sediaan, mutu, rute, konsentrasi, kecepatan


pemberian, atau instruksi untuk menggunakan suatu obat yang
diorder atau diotorisasi oleh dokter (atau penulis lain yang sah)
yang tidak benar. Seleksi obat yang tidak benar misalnya seorang
pasien dengan infeksi bakteri yang resisten terhadap obat yang

ditulis untuk pasien tersebut.


Resep atau order obat yang tidak terbaca yang menyebabkan

kesalahan yang sampai pada pasien.


b. Kesalahan karena yang tidak diotorisasi
Pemberian kepada pasien, obat yang tidak diotorisasi oleh seorang
penulis resep yang sah untuk pasien. Mencakup suatu obat yang keliru, suatu
dosis diberikan kepada pasien yang keliru, obat yang tidak diorder, duplikasi
8

dosis, dosis diberikan di luar pedoman atau protokol klinik yang telah
ditetapkan, misalnya obat diberikan hanya bila tekanan darah pasien turun di
bawah suatu tingkat tekanan yang ditetapkan sebelumnya.
c. Kesalahan karena dosis tidak benar
Pemberian kepada pasien suatu dosis yang lebih besar atau lebih kecil dari
jumlah yang diorder oleh dokter penulis resep atau pemberian dosis duplikat
kepada pasien, yaitu satu atau lebih unit dosis sebagai tambahan pada dosis
obat yang diorder.
d. Kesalahan karena indikasi tidak diobati
Kondisi medis pasien memerlukan terapi obat tetapi tidak menerima suatu
obat untuk indikasi tersebut. Misalnya seorang pasien hipertensi atau
glukoma tetapi tidak menggunakan obat untuk masalah ini.
e. Kesalahan karena penggunaan obat yang tidak diperlukan
Pasien menerima suatu obat untuk suatu kondisi medis yang tidak
memerlukan terapi obat.
2. Transcription Errors
Pada fase transcribing, kesalahan terjadi pada saat pembacaan resep untuk
proses dispensing, antara lain salah membaca resep karena tulisan yang tidak jelas.
Salah dalam menterjemahkan order pembuatan resep dan signature juga dapat
terjadi pada fase ini. Jenis kesalahan obat yang termasuk transcription errors, yaitu:
a. Kesalahan karena pemantauan yang keliru
Gagal mengkaji suatu regimen tertulis untuk ketepatan dan pendeteksian
masalah, atau gagal menggunakan data klinik atau data laboratorium untuk
pengkajian respon pasien yang memadai terhadap terapi yang ditulis.
b. Kesalahan karena ROM (Reaksi Obat Merugikan)
Pasien mengalami suatu masalah medis sebagai akibat dari ROM

atau efek samping.


Reaksi diharapkan atau tidak diharapkan, seperti ruam dengan

suatu antibiotik, pasien memerlukan perhatian pelayanan medis.


c. Kesalahan karena interaksi obat
Pasien mengalami masalah medis, sebagai akibat dari interaksi obat-obat, obatmakanan, atau obat-prosedur laboratorium.
3. Administration Error
Kesalahan pada fase administration adalah kesalahan yang terjadi pada proses
penggunaan obat. Fase ini dapat melibatkan petugas apotek dan pasien atau
9

keluarganya. Kesalahan yang terjadi misalnya pasien salah menggunakan


supositoria yang seharusnya melalui dubur tapi dimakan dengan bubur, salah waktu
minum obatnya seharusnya 1 jam sebelum makan tetapi diminum bersama
makan. Jenis kesalahan obat yang termasuk administration errors yaitu:
a. Kesalahan karena lalai memberikan obat
Gagal memberikan satu dosis yang diorder untuk seorang pasien, sebelum
dosis terjadwal berikutnya.
b. Kesalahan karena waktu pemberian yang keliru
Pemberian obat di luar suatu jarak waktu yang ditentukan sebelumnya dari
waktu pemberian obat terjadwal.
c. Kesalahan karena teknik pemberian yang keliru
Prosedur yang tidak tepat atau teknik yang tidak benar dalam

pemberian suatu obat.


Kesalahan rute pemberian yang keliru berbeda dengan yang ditulis;
melalui rute yang benar, tetapi tempat yang keliru (misalnya mata kiri
sebagai ganti mata kanan), kesalahan karena kecepatan pemberian yang

keliru.
d. Kesalahan karena tidak patuh
Perilaku pasien yang tidak tepat berkenaan dengan ketaatan pada suatu
regimen obat yang ditulis. Misalnya paling umum tidak patuh menggunakan
terapi obat antihipertensi.
e. Kesalahan karena rute pemberian tidak benar
Pemberian suatu obat melalui rute yang lain dari yang diorder oleh dokter,
juga termasuk dosis yang diberikan melalui rute yang benar, tetapi pada tempat
yang keliru (misalnya mata kiri, seharusnya mata kanan).
f. Kesalahan karena gagal menerima obat
Kondisi medis pasien memerlukan terapi obat, tetapi untuk alasan
farmasetik, psikologis, sosiologis, atau ekonomis, pasien tidak menerima atau
tidak menggunakan obat.
4. Dispensing Error
Kesalahan pada fase dispensing terjadi pada saat penyiapan hingga
penyerahan resep oleh petugas apotek. Salah satu kemungkinan terjadinya error
adalah salah dalam mengambil obat dari rak penyimpanan karena kemasan atau
nama obat yang mirip atau dapat pula terjadi karena berdekatan letaknya. Selain itu,
salah dalam menghitung jumlah tablet yang akan diracik, ataupun salah dalam
10

pemberian informasi. Jenis kesalahan obat yang termasuk Dispensing errors yaitu:
a. Kesalahan karena bentuk sediaan
Pemberian kepada pasien suatu sediaan obat dalam bentuk berbeda dari
yang diorder oleh dokter penulis.
Penggerusan tablet lepas lambat, termasuk kesalahan.
b. Kesalahan karena pembuatan/penyiapan obat yang keliru
Sediaan obat diformulasi atau disiapkan tidak benar sebelum pemberian.
Misalnya, pengenceran yang tidak benar, atau rekonstitusi suatu
sediaan yang tidak benar. Tidak mengocok suspensi. Mencampur obat-obat
yang secara fisik atau kimia inkompatibel.
Penggunaan obat kadaluarsa, tidak melindungi obat terhadap pemaparan
cahaya.
c. Kesalahan karena pemberian obat yang rusak
Pemberian suatu obat yang telah kadaluarsa atau keutuhan fisik atau kimia
bentuk sediaan telah membahayakan. Termasuk obat-obat yang disimpan
secara tidak tepat.
2.3.

Faktor penyebab
Menurut American Hospital Association, medication error antara lain dapat
terjadi pada situasi berikut:
a. Informasi pasien yang tidak lengkap, misalnya tidak ada informasi
tentang riwayat alergi dan penggunaan obat sebelumnya.
b. Tidak diberikan informasi obat yang layak, misalnya cara minum atau
menggunakan obat, frekuensi dan lama pemberian hingga peringatan jika
timbul efek samping.
c. Kesalahan komunikasi dalam peresepan, misalnya interpretasi apoteker
yang keliru dalam membaca resep dokter, kesalahan membaca nama obat
yang relatif mirip dengan obat lainnya, kesalahan membaca desimal,
pembacaan unit dosis hingga singkatan peresepan yang tidak jelas (q.d atau
q.i.d/QD).
d. Pelabelan kemasan obat yang tidak jelas sehingga berisiko dibaca keliru
oleh pasien.
e. Faktor-faktor lingkungan, seperti ruang apotek/ruang obat yang tidak
terang, hingga suasana tempat kerja yang tidak nyaman yang dapat
mengakibatkan timbulnya medication error.
11

Di bawah ini diuraikan beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya


medication error:
1. Kondisi sumber daya manusia Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
Jumlah dan mutu apoteker tidak memadai
Personel non-professional dalam bidang pekerjaan apoteker
2. Sistem distribusi obat untuk PRT yang tidak sesuai
3. Belum diterapkannya pelayanan farmasi klinik
Pelayanan farmasi klinik merupakan suatu kegiatan jaminan mutu pelayanan
obat kepada pasien. Dalam pelayanan ini, apoteker memiliki tanggung jawab
sebagai upaya

pencapaian dan

peningkatan kesehatan pasien

dan

mutu

kehidupannya. Jika pelayanan ini tidak diterapkan di rumah sakit, maka tidak
menutup kemungkinan kesalahan obat atau masalah yang berkaitan dengan obat
akan banyak terjadi.
4. Tidak diterapkannya pedoman Cara Dispensing Obat yang Baik (CDOB)
Berbagai kegiatan dalam CDOB tidak dilakukan, seperti: interpretasi
resep, riwayat pengobatan pasien, pemberian informasi yang tidak
lengkap pada etiket, kurangnya informasi pada perawat, dapat
menyebabkan terjadinya kesalahan baik oleh dokter, apoteker, perawat,
maupun pasien.
5. Kebijakan dan prosedur pengelolaan, pengendalian, serta pelayanan obat
yang tidak memadai
Kebijakan dan prosedur sangat penting serta berguna karena merupakan
penuntun untuk melaksanakan pengelolaan, pengendalian, dan pelayanan obat yang
efektif dan efisien di rumah sakit. Kurangnya kebijakan dan prosedur tersebut di
rumah sakit dapat berkontribusi pada kesalahan obat di rumah sakit.
6. Pelaksanaan sistem formularium dan pengadaan formularium yang
belum memadai
Sistem formularium yang belum diterapkan, mengakibatkan formularium
tidak akomodatif bagi pasien. Jumlah, jenis mutu obat serta penggunaan di rumah
sakir tidak terkendali, dan kondisi tersebut dapat menyebabkan kesalahan obat.
7. Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) belum berdaya
Tidak berdayanya PFT di rumah sakit, antara lain sistem formularium tidak
terlaksana, formularium tidak baik, dan pengembangan kebijakan serta prosedur
12

berkaitan dengan obat sangat lambat. Hal-hal tersebut dapat berkontribusi pada
kesalahan obat di rumah sakit.
8. Kurang memadainya pengetahuan pasien dan profesional tentang obat
Pengetahuan
pasien
yang
kurang
memadai
tentang

obat

menyebabkan ketidakpatuhan pasien dan salah penggunaan obatnya. Sedangkan,


profesional kesehatan

yang

memiliki

pengetahuan

kurang

terhadap

dapat menyebabkan kesalahan pemilihan obat yang tepat bagi pasien.


9. Kesalahan komunikasi (communication errors).
Kesalahan komunikasi dapat terjadi akibat kurangnya

obat

kemampuan

dokter/apoteker dalam berkomunikasi dengan pasien. Dapat juga diakibatkan karena


pasien tidak memberitahukan gejala penyakit yang dirasakannya dengan jelas.
10. Meningkatnya spesialisasi dan fragmentasi perawatan kesehatan.
Semakin banyak tenaga kesehatan yang menangani seorang pasien, makin
besar kemungkinan kesalahan informasi yang disampaikan.
11. Belum terdapat standar pelayanan medis yang tertuang dalam SOP.
Masih belum adanya standar pelayanan medis yang dituangkan dalam standar
prosedur operasional sehingga tidak ada acuan baku dalam penatalaksanaan suatu
penyakit dengan baik. Misalnya penatalaksanaan malaria baik oleh tenaga
mikroskopis maupun tenaga medis hanya didasarkan atas pengalaman.
12. Penyebab kesalahan obat yang umum
a. Kekuatan obat pada etiket atau dalam kemasan yang membingungkan
Kekuatan atau dosis sediaan tidak jelas dimana sediaan tersebut terdiri dari
bermacam-macam

obat

dengan

perbandingan

yang

ada,

contoh

cotrimoksazol (trimetroprim 800mg + sulfametoksazol 400 mg).


b. Nama atau bunyi nama obat yang terlihat mirip
Penamaan sediaan obat yang hampir sama dapat menyebabkan medication
error. Contoh obat yang sering menyebabkan kesalahan pengobatan adalah
obat pencegah pembekuan darah Coumadin dan obat anti parkinson
Kemadrin. Taxol (paclitaxel) suatu agen antikanker kedengarannya hampir
sama dengan Paxil (paroxetine) yang merupakan suatu antidepresan.
c. Kesalahan alat
Contohnya

pompa

intravena

dimana

katupnya

tidak

berfungsi,

menyebabkan periode pemberian obat menjadi terlalu cepat.


13

d. Tulisan tangan tidak terbaca


Tulisan tangan yang kurang jelas dapat menyebabkan kesalahan dalam dua
pengobatan yang mempunyai nama yang serupa. Selain itu, banyak nama obat
yang nampak serupa terutama saat percakapan di telepon, kurang jelas atau
salah melafalkan. Permasalahannya menjadi kompleks apabila obat tersebut
memiliki cara pemberian yang sama dan dosis yang hampir sama.
e. Penulisan kembali resep atau order dokter yang tidak tepat
f. Perhitungan dosis yang tidak teliti
Kesalahan dalam menghitung dosis sebagian besar terjadi pada pengobatan
pediatri dan pada produk-produk intravena. Beberapa studi menunjukkan
bahwa kesalahan dalam perhitungan dosis tidak hanya ringan tetapi juga
kesalahan yang fatal, misal kesalahan 10 kali lipat atau mencapai 15%.
g. Kesalahan diagnosis
Kesalahan dokter dalam mendiagnosis penyakit dapat menyebabkan kesalahan
tindakan medis selanjutnya.
h. Menggunakan singkatan yang tidak tepat dalam penulisan resep
Pengunaan singkatan dalam resep terkadang dapat menyebabkan terjadinya
kesalahan obat, seperti misalnya:

Singkatan U (unit) untuk insulin dan pitosin dapat

menyebabkan

kesalahan pembacaan menjadi 0 yang menyebabkan overdosis yang

berbahaya.
Singkatan IU (International Unit) dapat terbaca sebagai IV (intravena)

atau 10
Singkatan q.d. (quaque die) yang berarti setiap hari dapat menyebabkan
kesalahan pembacaan menjadi qid (quarter in die atau empat kali

sehari) atau qod (setiap hari yang berbeda)


Angka desimal seharusnya tidak ditulis. Angka 1.0 dapat

terbaca

sebagai 10 akibat tanda desimalnya berada pada garis keras resep.


i. Kesalahan penulisan etiket
j. Beban kerja berlebihan
k. Obat-obatan yang tidak tersedia
2.4.Pencegahan Medication Error
Sejumlah pasien dapat mengalami cedera atau mengalami insiden pada saat
memperoleh layanan kesehatan, khususnya terkait penggunaan obat yang dikenal
14

dengan medication error. Di rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lainnya,
kejadian medication error dapat dicegah jika melibatkan pelayanan farmasi klinik dari
apoteker yang sudah terlatih. Saat ini di negara-negara maju sudah ada apoteker dengan
spesialisasi khusus menangani medication safety. Peran Apoteker Keselamatan
Pengobatan (Medication Safety Pharmacist) meliputi:
1. Mengelola laporan medication error
Membuat kajian terhadap laporan insiden yang masuk.
Mencari akar permasalahan dari error yang terjadi.
2. Mengidentifikasi pelaksanaan praktek profesi terbaik untuk menjamin medication
safety
Menganalisis pelaksanaan praktek yang menyebabkan medication error.
Mengambil langkah proaktif untuk pencegahan.
Memfasilitasi perubahan proses dan sistem untuk menurunkan insiden yang
sering terjadi atau berulangnya insiden sejenis.
3. Mendidik staf dan klinisi terkait lainnya untuk menggalakkan praktek pengobatan
yang aman
Mengembangkan program pendidikan untuk meningkatkan medication safety.
dan kepatuhan terhadap aturan/SOP yang ada.
4. Berpartisipasi dalam Komite/tim yang berhubungan dengan medication safety
Komite Keselamatan Pasien RS.
Dan komite terkait lainnya.
5. Terlibat didalam pengembangan dan pengkajian kebijakan penggunaan obat
6. Memonitor kepatuhan terhadap standar pelaksanaan Keselamatan Pasien yang ada
Peran apoteker dalam mewujudkan keselamatan pasien meliputi dua aspek yaitu
aspek manajemen dan aspek klinik.
1. Aspek manajemen meliputi pemilihan perbekalan farmasi, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan

dan distribusi, alur pelayanan, sistem pengendalian (misalnya

memanfaatkan IT).
2. Aspek klinik meliputi skrining permintaan obat (resep atau bebas), penyiapan
obat dan obat khusus, penyerahan dan pemberian informasi obat, konseling,
monitoring dan evaluasi.
Kegiatan farmasi klinik sangat diperlukan terutama pada pasien yang menerima
pengobatan

dengan

risiko

tinggi.

Keterlibatan

apoteker

dalam tim pelayanan

kesehatan perlu didukung mengingat keberadaannya melalui kegiatan farmasi klinik


terbukti memiliki konstribusi besar dalam menurunkan insiden atau kesalahan.
Apoteker harus berperan di semua tahapan proses yang meliputi:
1. Pemilihan
15

Pada tahap pemilihan perbekalan farmasi, risiko insiden/error dapat diturunkan


dengan pengendalian jumlah item obat dan penggunaan obat-obat sesuai
formularium.
2. Pengadaan
Pengadaan harus menjamin ketersediaan obat yang aman, efektif, dan sesuai
peraturan yang berlaku (legalitas) dan diperoleh dari distributor resmi.
3. Penyimpanan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan untuk menurunkan kesalahan
pengambilan obat dan menjamin mutu obat:
Simpan obat dengan nama, tampilan dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike
medication names) secara terpisah.
Obat-obat dengan peringatan khusus (high alert drugs) yang dapat

menimbulkan cedera jika terjadi


khusus. Misalnya:
Cairan elektrolit

pekat

kesalahan pengambilan, simpan di tempat

seperti KCl

insulin, kemoterapi, narkotik opiat,

injeksi,

heparin,

warfarin,

neuromuscular blocking agents,

thrombolitik, dan agonis adrenergik.


Kelompok obat antidiabet jangan disimpan tercampur dengan obat lain
secara alfabetis, tetapi tempatkan secara terpisah.
Simpan obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan.
4. Skrining Resep
Apoteker dapat berperan nyata dalam pencegahan terjadinya medication
error melalui kolaborasi dengan dokter dan pasien.
Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya

nama dan

nomor rekam medik/ nomor resep.


Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan interpretasi
resep dokter. Untuk mengklarifikasi ketidaktepatan atau ketidakjelasan resep,

singkatan, hubungi dokter penulis resep.


Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk penting dalam
pengambilan keputusan pemberian obat, seperti:
Data demografi (umur, berat badan, jenis kelamin) dan data klinis
(alergi, diagnosis dan hamil/menyusui). Contohnya, Apoteker perlu
mengetahui tinggi dan berat badan pasien yang menerima obat-obat
dengan indeks terapi sempit untuk keperluan perhitungan dosis.
Hasil pemeriksaan pasien (fungsi organ, hasil laboratorium, tanda-tanda
vital dan parameter lainnya). Contohnya, Apoteker harus mengetahui
16

data laboratorium yang penting, terutama untuk obat-obat yang


memerlukan penyesuaian dosis dosis (seperti pada penurunan fungsi

ginjal).
Apoteker harus membuat riwayat/catatan pengobatan pasien.
Strategi lain untuk mencegah kesalahan obat dapat

dilakukan

dengan penggunaan otomatisasi (automatic stop order), sistem komputerisasi


(e- prescribing) dan pencatatan pengobatan pasien seperti sudah disebutkan

diatas.
Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan
emergensi dan

itupun

harus

memastikan obat yang diminta

dilakukan
benar,

konfirmasi ulang

dengan

mengeja

nama

untuk
obat

serta memastikan dosisnya. Informasi obat yang penting harus diberikan


kepada petugas yang meminta/menerima obat tersebut. Petugas yang
menerima permintaan harus menulis dengan jelas instruksi lisan setelah
mendapat konfirmasi.
5. Dispensing
Peracikan obat dilakukan dengan tepat sesuai dengan SOP.
Pemberian etiket yang tepat. Etiket harus dibaca minimum tiga kali: pada saat
pengambilan obat dari rak, pada saat mengambil obat dari wadah, pada saat

mengembalikan obat ke rak.


Dilakukan pemeriksaan ulang oleh orang berbeda.
Pemeriksaan meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan etiket, aturan pakai,
pemeriksaan kesesuaian resep terhadap obat, kesesuaian resep terhadap isi

etiket.
6. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Edukasi dan konseling kepada pasien harus diberikan mengenai hal-hal yang
penting tentang obat dan pengobatannya. Hal-hal yang harus diinformasikan dan
didiskusikan pada pasien adalah:
Pemahaman yang jelas mengenai indikasi penggunaan dan bagaimana
menggunakan obat dengan benar, harapan setelah menggunakan obat, lama

pengobatan, kapan harus kembali ke dokter.


Peringatan yang berkaitan dengan proses pengobatan.
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang potensial, interaksi obat dengan obat

lain dan makanan harus dijelaskan kepada pasien.


Reaksi obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug Reaction-ADR) yang
17

mengakibatkan cedera pasien, pasien harus mendapat edukasi mengenai

bagaimana cara mengatasi kemungkinan terjadinya ADR tersebut.


Penyimpanan dan penanganan obat di rumah termasuk mengenali obat yang
sudah rusak atau kadaluarsa. Ketika melakukan konseling kepada pasien,
apoteker mempunyai kesempatan untuk menemukan potensi kesalahan yang

mungkin terlewatkan pada proses sebelumnya.


7. Penggunaan Obat
Apoteker harus berperan dalam proses penggunaan obat oleh pasien rawat inap di
rumah sakit dan sarana pelayanaan kesehatan lainnya, bekerja sama dengan
petugas kesehatan lain. Hal yang perlu diperhatikan adalah:
Tepat pasien
Tepat indikasi
Tepat waktu pemberian
Tepat obat
Tepat dosis
Tepat label obat (aturan pakai)
Tepat rute pemberian
8. Monitoring dan Evaluasi
Apoteker harus melakukan monitoring dan evaluasi untuk mengetahui efek
terapi, mewaspadai efek samping obat, memastikan kepatuhan pasien. Hasil
monitoring dan evaluasi didokumentasikan dan ditindaklanjuti dengan melakukan
perbaikan dan mencegah pengulangan kesalahan.
2.5.

Penanganan Kesalahan Obat


Kesalahan obat dapat berkisar dari resiko minimal sampai ke resiko yang
mengancam kehidupan pasien. Kesalahan ini diakibatkan oleh kesalahan karena
melaksanakan suatu tindakan (commission) atau kesalahan karena tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil (omission).
Penggolongan kesalahan obat memungkinkan pengelolaan tindak lanjut yang lebih
baik terhadap pendeteksian kesalahan obat. Penetapan penyebab kesalahan obat harus
digabung dengan pengkajian dari keparahan kesalahan. Korelasi antara kesalahan dan
metode distribusi obat harus dikaji (misal, dosis unit, persediaan di ruang, atau obat ruah;
pracampuran dan sediaan oral atau injeksi). Proses ini akan membantu mengidentifikasi
masalah sistem dan merangsang perubahan untuk meminimalkan terjadinya kesalahan
kembali.
18

Berbagai metode pendekatan organisasi untuk menurunkan kesalahan pengobatan,


antara lain:

Memaksa fungsi dan batasan (forcing function & constraints).


Otomatisasi dan computer (automation & computer).
Standar dan protokol.
Sistem daftar tilik dan cek ulang (check list & double check system).
Aturan dan kebijakan (rules & policy).
Pendidikan dan informasi, serta (education & information).
Lebih cermat dan waspada.

Apoteker berada dalam posisi srategis untuk meminimalkan medication error, baik
dilihat

dari keterkaitan dengan tenaga kesehatan lain

maupun dalam proses

pengobatan. Untuk itu, beberapa hal yang bisa dilakukan untuk meminimalkan terjadinya
kesalahan pengobatan, antara lain:

Menciptakan budaya safety (aman)


Mengembangkan program-program untuk keamanan pasien
Membiasakan mencatat dan mengkomunikasikan setiap kejadian yang

berpotensi untuk error.


Tindakan berikut direkomendasikan untuk pendeteksian kesalahan, antara lain:
a. Setiap terapi perbaikan dan terapi pendukung yang perlu

harus

diberikan kepada pasien.


b. Untuk kesalahan yang signifikan secara klinik, pemberitahuan secara lisan
segera disampaikan pada dokter, perawat, dan kepala IFRS. Suatu laporan
kesalahan obat tertulis harus segera menyusul.
c. Untuk kesalahan yang signifikan secara klinik, pengumpulan fakta dan
investigasi harus dimulai dengan segera.
d. Laporan kesalahan yang signifikan secara klinik dan kegiatan perbaikan
beraitan harus dikaji oleh pengawas, kepala bagian SMF yang terlibat,
administrator rumah sakit yang sesuai, komite keselamatan rumah sakit
dan penasehat hukum.
e. Apabila diperlukan, pengawas dan anggota staf yang terlibat dalam
kesalahan, harus membicarakan tentang bagaimana kesalahan terjadi dan
bagaimana terjadinya kembali dapat dicegah.
f. Informasi yang diperoleh dari laporan kesalahan obat dan sarana lain yang
menunjukkan kegagalan berkelanjutan, harus

berlaku sebagai suatu

manajemen yang efektif dan alat edukasi dalam pengembangan staf.


19

g. Pengawas, pimpinan bagian/departemen dan

berbagai komite yang

sesuai, harus mengkaji laporan kesalahan dan menetapkan penyebab dari


kesalahan serta mengembangkan tindakan untuk mencegah terjadinya
kembali.
h. Kesalahan obat harus dilaporkan kepada program pemantauan rumah
sakit agar pengalaman dari apoteker, perawat, dokter dan pasien, serta
untuk

mengembangkan

pelayanan

edukasi

yang

bernilai,

untuk

pencegahan kesalahan yang akan datang.

20

BAB III
KASUS MEDICATION ERROR
Seorang wanita umur 63 tahun datang ke dokter dengan keluhan bengkak pada lutut
bagian kanan, tanpa disertai demam menggigil atau nyeri hebat pada lututnya. wanita
itu memiliki riwayat sebagai penderita penyakit sendi degeneratif dan paroxysmal
atrial fibrillation, dan dia menggunakan warfarin 7,5 mg/hari. Analisis cairan sendi
mengungkapkan jumlah sel darah putih 7.23 x 103/mm3 dan jumlah eritrosit dari
320/mm3. Tidak ada kristal terlihat dengan mikroskop birefringent, dan tidak ada
organisme yang terlihat dari hasil test.
Pasien diberi beberapa sampel tablet rofecoxib 25 mg (Vioxx, Merc & Co.,
whitehouse Station, NJ) dan dianjurkan untuk menggunakan satu tablet sehati untuk
eksaserbasi akut dari penyakit sendi degeneratif. dia juga diberi resep untuk vioxx
sehingga dia bisa terus menebus obat tersebut. gejala mulai membaik ketika dia mulai
menggunakan obat Vioxx. Tiga hari kemudian dia menebus resep dari dokter di
apotek. dia melihat botol yang diberikan apotek berlabel rofecoxib, tapi tablet yang
diberikan berbeda dri sebelumnya. obat yang diberikan berwarna biru dan ada tulisan
VGR 25 di setiap sisi. kemudian karena takut salah obat, akhirnya pasien kembali ke
apotik untuk mengembalikan obat. ternyata obat yang diberikan yaitu obat sildenafil
sitrat 25 mg (Viagra, Pfizer Inc, New York, NY). kesalahan pemberian obat telah
diperbaiki.
Pada kasus ini merupakan jenis dispensing error yang terjadi karena kesalahan
membaca resep atau pemberian obat yang tidak tepat yakni obat yang diresepkan adalah
tablet rofecoxib 25 mg (Vioxx, Merc & Co., whitehouse Station, NJ) yang mempunyai
khasiat anti inflamasi non-steroid namun yang diberikan obat sildenafil sitrat 25 mg
(Viagra, Pfizer Inc, New York, NY) yang berindikasi untuk mengobati gangguan ereksi.
Penyebab dispensing error pada kasus ini adalah :
1. Faktor prosedur pengelolaan obat
Penyebab dispensing error dari faktor prosedur berkaitan dengan proses
penyimpanan obat yang kurang tepat khususnya untuk obat LASA, paling sering
kesalahan terjadi karena tulisan yang tidak jelas, atau karena tempatnya obat yang
21

bedekatan dan namanya hampir mirip. Dari observasi dilapangan penyimpanan obat
di instalasi farmasi dilakukan berdasarkan bentuk sediaan obat dan disusun secara
alfabetis.
2. Lingkungan kerja
Kondisi Pasien yang terburu-buru atau selalu berdiri di depan loket sehingga
mengganggu konsentrasi dari tenaga farmasi yang melayani pasien.
3. Petugas kesehatan
Beban kerja sangat berpengaruh pada pelayanan kefarmasian, ketidakseimbangan
antara jumlah resep yang harus dilayani dengan jumlah tenaga kefarmasian di
apotek berpengaruh kepada kualitas pelayanan di Apotek..
Untuk mencegah resiko kesalahan pada kasus diatas :
1. Penerapan prosedur double checking pada proses pemberian obat, yang meliputi
kelengkapan permintaan, ketepatan etiket, aturan pakai, pemeriksaan kesesuaian
resep terhadap obat, kesesuaian resep terhadap isi etiket dengan harapan
medication error dapat diketahui sebelum obat sampai kepada pasien.
2. Perlu adanya pengkondisian jumlah tenaga kefarmasian yang bertugas
berdasarkan pada jam kerja yang mempunyai bnyak pasien.
Efek negatif dari kasus medication error di atas, sebagai berikut :
1. Hilangnya kepercayaan pasien terhadap Apotek.
2. Berkurangnya pelanggan yang berkunjung.
3. Penurunan penghasilan.
4. Bisa mengalami kebangkrutan.

22

BAB IV
PENUTUP
4.1.

Kesimpulan
1. Prescribing : kesalahan yang terjadi dalam penulisan resep obat oleh dokter.
2. Transcribing : kesalahan yang terjadi dalam menterjemahkan resep obat di apotek
3. Dispensing
: kesalahan yang terjadi dalam peracikan atau pengambilan obat di
apotek.
4. Administering : kesalahan administrasi pada saat obat diberikan atau diserahkan
pada pasien.

4.2.

Saran
Kepada dokter, farmasi, maupun tenaga medis lainnya diharapkan untuk memperhatikan
hal-hal yang berpotensi menimbulkan medication error.

23

DAFTAR PUSTAKA
Alexander DC, Bundy DG, Shore AD, Morlock L, Hicks RW, Miller MR. (2009).
Cardiovascular Medication Errors in Children. Pediatrics. 124; 324-332.
Aryani Perwitasari, Dyah., Jamiul Abror, dan Iis Wahyuningsih. (2010).
Medication
error in outpatient of a government hospital in Yogyakarta Indonesia.
International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research
Volume 1; 8-10
Bates DW, Boyle DL, Vander Vliet MB, Schneider J, Leape L. 1995a. Relationship
betweenmedication errors and adverse drug events. Journal of General
Internal Medicine 10(4): 100205.
Benjamin, David M. (2003). Reducing Medication Errors and Increasing Patient
Safety: Case Studies in Clinical Pharmacology. J Clin Pharmacol vol. 43 no.
7 768-783
Charles & Kumolosasi. (2006). Farmasi Klinik Teori dan Penerapan. Jakarta: Buku
kedokteran EGC, 380-417
Chaudhary , Geeta. (2010). Case Study: Review of Medication Orders for
Appropriateness at Satguru Singh Apollo Hospitals, Ludhiana, India.
JCInsight July 2010.
Cohen, M.R. (1991). Causes of Medication Error, in: Cohen. M.R., (Ed), Medication
Error, Washington, DC: American Pharmaceutical Association. Dalam:
Hartayu, Titien Siwi & Widayati Aris. (2005). Kajian Kelengkapan Resep
Pediatri Yang Berpotensi Menimbulkan Medication Error Di 2 Rumah Sakit
Dan 10 Apotek Di Yogyakarta. Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma.
Fowler, S.B., Sohler,Patricia., & Zarillo,D.F., et al. 2009. Bar Code Technology for
Medication Administration: Medication Errors and Nurse Satisfaction.
24

MEDSURG NursingMarch/April 2009: Vol. 18 (2). Proquest Database.

25

IOM (Institute of Medicine). 2004. Patient Safety: Achieving a New


Standard for
Care. Washington, DC: The National Academies Press.
Kaushal R, Bates DW, Landrigan C, McKenna K, Clapp MD, Federico F,
Goldmann DA. (2010). Medication Errors and Adverse Drug Events
in Pediatric Inpatients. JAMA. 285(16); 2114-2120
Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

No.1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di


Rumah Sakit
National Coordinating Council for Medication Error Reporting and
Prevention

(2011).

Medication

Error.

http://www.nccmerp.org/aboutMedErrors.html, diunduh sabtu, 15


oktober 2011 jam 22.30.
Victorian Medicines Advisory Committee. (2008). Oral liquid medicines
administered via the wrong route can be fatal or cause serious harm.
Quality use of medicine alert. Vol 1: 1-4
Williams. (2007). Medication Error. R Coll Physicians Edinb. Vol 37: 343
346.

Anda mungkin juga menyukai