MEDICATION ERROR
KELAS : A
(201310410311123)
(201310410311145)
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama allah swt yang maha pengasih lagi maha panyayang,
penyusun panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-nya kepada penyusun, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah preskripsi medication error dengan baik.
Adapun makalah ini telah penyusun usahakan semaksimal mungkin dan
tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu penyusun tidak lupa menyampaikan bayak terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan laporan ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, penyusun menyadar sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu
dengan lapang dada dan tangan terbuka penyusun membuka selebar-lebarnya bagi
pembaca yang ingin member saran dan kritik kepada penyusun sehingga makalah ini
dapat diperbaiki menjadi lebih baik.
Akhirnya penyusun berharap semoga dari makalah medication error ini dapat
diambil hikmah dan manfaatnya. dan berguna bagi penulis serta pembaca demi
terciptanya tenaga edukatif yang berkualitas dan kompeten.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I........................................................................................................... 3
PENDAHULUAN............................................................................................ 3
1.1
Latar Belakang.................................................................................... 3
1.2
Rumusan Masalah................................................................................ 5
1.3
Tujuan.............................................................................................. 5
BAB II.......................................................................................................... 6
MEDICATION ERROR..................................................................................... 6
2.1.
2.2.
Klasifikasi......................................................................................... 7
2.3.
Faktor penyebab................................................................................ 12
2.4.
2.5.
BAB III....................................................................................................... 22
KASUS MEDICATION ERROR........................................................................22
BAB IV....................................................................................................... 24
PENUTUP................................................................................................... 24
4.1.
Kesimpulan...................................................................................... 24
4.2.
Saran.............................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 25
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keputusan penggunaan obat selalu mengandung pertimbangan antara manfaat
dan
risiko. Antara manfaat dan risiko yang minimal pada pasien dan petugas
kesehatan perlu penerapan manajemen risiko. Manajemen risiko adalah bagian yang
mendasar dari tanggung jawab apoteker. Dalam upaya pengendalian risiko, praktek
konvensional
farmasi
telah
berhasil
menyelesaikan
masalah
sehubungan
perkembangan
teknologi
farmasi
menurunkan
yang
dengan
biaya
penggunaan
menghasilkan
obat
tapi
obat.
obat-obat
belum
Pesatnya
baru
juga
dapat
secara
berantai
menimbulkan
kesalahan
lain
di
tidak
lengkap.
Apoteker berada dalam posisi strategis untuk meminimalkan medication
errors, baik dilihat dari keterkaitan dengan tenaga kesehatan lain maupun dalam
proses pengobatan. Kontribusi yang dimungkinkan dilakukan antara lain dengan
meningkatkan pelaporan, pemberian informasi obat kepada pasien dan tenaga
kesehatan lain, meningkatkan keberlangsungan rejimen pengobatan pasien,
peningkatan kualitas dan keselamatan pengobatan pasien di rumah. Data yang dapat
dipaparkan antara lain dari menurunnya (46%) tingkat keseriusan penyakit pasien
anak, meningkatnya insiden berstatus nyaris cedera (dari 9% menjadi 8- 51%) dan
meningkatnya tingkat pelaporan insiden dua sampai enam kali lipat. (effect of
pharmacist-led pediatrics medication safety team on medication-error reporting (Am
J Health-Sist Pharm, 2007, vol64;1422-26)).
Apoteker berperan utama dalam meningkatkan keselamatan dan efektifitas
penggunaan obat. Dengan demikian dalam penjabaran, misi utama Apoteker dalam
4
BAB II
MEDICATION ERROR
2.1.
error)
didefinisikan sebagai
setiap kesalahan
(error) yang terjadi dalam proses hingga penggunaan dalam pengobatan. Kesalahan
pengobatan (medication error) didefinisikan secara luas sebagai kesalahan dalam
meresepkan, pembuatan, dan memberikan obat, tanpa tergantung dengan di mana
kesalahan ini menyebabkan konsekuensi yang merugikan atau tidak. Definisi yang
terbaru dari kesalahan pengobatan adalah kegagalan dalam proses pengobatan yang
menyebabkan atau berpotensi membahayaan pasien, kesalahan pengobatan dapat
terjadi pada setiap langkah pengobatan yang menggunakan proses, dan mungkin atau
tidak dapat menyebabkan ADE atau Adverse Drug Event (William,2007).
Selain itu, kesalahan pengobatan (medication error) dapat didefinisikan sebagai
semua kejadian yang dapat menyebabkan pengobatan tidak sesuai atau yang dapat
mencelakakan pasien dimana prosedur pengobatan tersebut masih berada di bawah
kontrol praktisi kesehatan (Fowler, 2009). Dimana definisi tersebut
mirip dengan
definisi dari National Coordinating Council for Medication error Reporting and
Prevention (NCCMERP). NCCMERP mendefinisikan kesalahan pengobatan sebagai
Suatu kejadian yang dapat dicegah yang menyebabkan penggunaan obat yang tidak
sesuai atau membahayakan pasien di mana pengobatan tersebut dikontrol oleh tenaga
medis profesional, pasien, atau konsumen, yang berhubungan dengan praktis profesional,
produk kesehatan, prosedur, sistem termasuk prescribing; order communication; product
labeling; packaging; compounding; dispensing; distribution; administration; education;
monitoring; dan penggunaan.
Pengertian lain oleh Cohen, dkk., medication error adalah suatu kesalahan dalam
6
proses pengobatan yang masih berada dalam pengawasan dan tanggung jawab profesi
kesehatan, pasien atau konsumen, dan seharusnya dapat dicegah (Cohen,1991).
Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
disebutkan bahwa pengertian
pasien, akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang
sebetulnya dapat dicegah.
2.2.
Klasifikasi
Kategori medication error
National Coordinating Council for Medication error Reporting and Prevention
(NCC MERP) mengklasifikasikan medication error berdasarkan tingkat keparahan
hasil dari pasien. Kesalahan yang dekat juga di klasifikasikan sebagai kesalahan
potensial yang berhak mendapat sistem yang luas dan mengarah ke perbaikan. Kategori
medication error adalah sebagai berikut:
Tipe error
Kategori
NO ERROR
Keterangan
Keadaan atau kejadian yang potensial
menyebabkan terjadinya error
ERROR-NO HARM
ERROR-HARM
ERROR-DEATH
pada
indikasi,
kontraindikasi,
dosis, dosis diberikan di luar pedoman atau protokol klinik yang telah
ditetapkan, misalnya obat diberikan hanya bila tekanan darah pasien turun di
bawah suatu tingkat tekanan yang ditetapkan sebelumnya.
c. Kesalahan karena dosis tidak benar
Pemberian kepada pasien suatu dosis yang lebih besar atau lebih kecil dari
jumlah yang diorder oleh dokter penulis resep atau pemberian dosis duplikat
kepada pasien, yaitu satu atau lebih unit dosis sebagai tambahan pada dosis
obat yang diorder.
d. Kesalahan karena indikasi tidak diobati
Kondisi medis pasien memerlukan terapi obat tetapi tidak menerima suatu
obat untuk indikasi tersebut. Misalnya seorang pasien hipertensi atau
glukoma tetapi tidak menggunakan obat untuk masalah ini.
e. Kesalahan karena penggunaan obat yang tidak diperlukan
Pasien menerima suatu obat untuk suatu kondisi medis yang tidak
memerlukan terapi obat.
2. Transcription Errors
Pada fase transcribing, kesalahan terjadi pada saat pembacaan resep untuk
proses dispensing, antara lain salah membaca resep karena tulisan yang tidak jelas.
Salah dalam menterjemahkan order pembuatan resep dan signature juga dapat
terjadi pada fase ini. Jenis kesalahan obat yang termasuk transcription errors, yaitu:
a. Kesalahan karena pemantauan yang keliru
Gagal mengkaji suatu regimen tertulis untuk ketepatan dan pendeteksian
masalah, atau gagal menggunakan data klinik atau data laboratorium untuk
pengkajian respon pasien yang memadai terhadap terapi yang ditulis.
b. Kesalahan karena ROM (Reaksi Obat Merugikan)
Pasien mengalami suatu masalah medis sebagai akibat dari ROM
keliru.
d. Kesalahan karena tidak patuh
Perilaku pasien yang tidak tepat berkenaan dengan ketaatan pada suatu
regimen obat yang ditulis. Misalnya paling umum tidak patuh menggunakan
terapi obat antihipertensi.
e. Kesalahan karena rute pemberian tidak benar
Pemberian suatu obat melalui rute yang lain dari yang diorder oleh dokter,
juga termasuk dosis yang diberikan melalui rute yang benar, tetapi pada tempat
yang keliru (misalnya mata kiri, seharusnya mata kanan).
f. Kesalahan karena gagal menerima obat
Kondisi medis pasien memerlukan terapi obat, tetapi untuk alasan
farmasetik, psikologis, sosiologis, atau ekonomis, pasien tidak menerima atau
tidak menggunakan obat.
4. Dispensing Error
Kesalahan pada fase dispensing terjadi pada saat penyiapan hingga
penyerahan resep oleh petugas apotek. Salah satu kemungkinan terjadinya error
adalah salah dalam mengambil obat dari rak penyimpanan karena kemasan atau
nama obat yang mirip atau dapat pula terjadi karena berdekatan letaknya. Selain itu,
salah dalam menghitung jumlah tablet yang akan diracik, ataupun salah dalam
10
pemberian informasi. Jenis kesalahan obat yang termasuk Dispensing errors yaitu:
a. Kesalahan karena bentuk sediaan
Pemberian kepada pasien suatu sediaan obat dalam bentuk berbeda dari
yang diorder oleh dokter penulis.
Penggerusan tablet lepas lambat, termasuk kesalahan.
b. Kesalahan karena pembuatan/penyiapan obat yang keliru
Sediaan obat diformulasi atau disiapkan tidak benar sebelum pemberian.
Misalnya, pengenceran yang tidak benar, atau rekonstitusi suatu
sediaan yang tidak benar. Tidak mengocok suspensi. Mencampur obat-obat
yang secara fisik atau kimia inkompatibel.
Penggunaan obat kadaluarsa, tidak melindungi obat terhadap pemaparan
cahaya.
c. Kesalahan karena pemberian obat yang rusak
Pemberian suatu obat yang telah kadaluarsa atau keutuhan fisik atau kimia
bentuk sediaan telah membahayakan. Termasuk obat-obat yang disimpan
secara tidak tepat.
2.3.
Faktor penyebab
Menurut American Hospital Association, medication error antara lain dapat
terjadi pada situasi berikut:
a. Informasi pasien yang tidak lengkap, misalnya tidak ada informasi
tentang riwayat alergi dan penggunaan obat sebelumnya.
b. Tidak diberikan informasi obat yang layak, misalnya cara minum atau
menggunakan obat, frekuensi dan lama pemberian hingga peringatan jika
timbul efek samping.
c. Kesalahan komunikasi dalam peresepan, misalnya interpretasi apoteker
yang keliru dalam membaca resep dokter, kesalahan membaca nama obat
yang relatif mirip dengan obat lainnya, kesalahan membaca desimal,
pembacaan unit dosis hingga singkatan peresepan yang tidak jelas (q.d atau
q.i.d/QD).
d. Pelabelan kemasan obat yang tidak jelas sehingga berisiko dibaca keliru
oleh pasien.
e. Faktor-faktor lingkungan, seperti ruang apotek/ruang obat yang tidak
terang, hingga suasana tempat kerja yang tidak nyaman yang dapat
mengakibatkan timbulnya medication error.
11
pencapaian dan
dan
mutu
kehidupannya. Jika pelayanan ini tidak diterapkan di rumah sakit, maka tidak
menutup kemungkinan kesalahan obat atau masalah yang berkaitan dengan obat
akan banyak terjadi.
4. Tidak diterapkannya pedoman Cara Dispensing Obat yang Baik (CDOB)
Berbagai kegiatan dalam CDOB tidak dilakukan, seperti: interpretasi
resep, riwayat pengobatan pasien, pemberian informasi yang tidak
lengkap pada etiket, kurangnya informasi pada perawat, dapat
menyebabkan terjadinya kesalahan baik oleh dokter, apoteker, perawat,
maupun pasien.
5. Kebijakan dan prosedur pengelolaan, pengendalian, serta pelayanan obat
yang tidak memadai
Kebijakan dan prosedur sangat penting serta berguna karena merupakan
penuntun untuk melaksanakan pengelolaan, pengendalian, dan pelayanan obat yang
efektif dan efisien di rumah sakit. Kurangnya kebijakan dan prosedur tersebut di
rumah sakit dapat berkontribusi pada kesalahan obat di rumah sakit.
6. Pelaksanaan sistem formularium dan pengadaan formularium yang
belum memadai
Sistem formularium yang belum diterapkan, mengakibatkan formularium
tidak akomodatif bagi pasien. Jumlah, jenis mutu obat serta penggunaan di rumah
sakir tidak terkendali, dan kondisi tersebut dapat menyebabkan kesalahan obat.
7. Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) belum berdaya
Tidak berdayanya PFT di rumah sakit, antara lain sistem formularium tidak
terlaksana, formularium tidak baik, dan pengembangan kebijakan serta prosedur
12
berkaitan dengan obat sangat lambat. Hal-hal tersebut dapat berkontribusi pada
kesalahan obat di rumah sakit.
8. Kurang memadainya pengetahuan pasien dan profesional tentang obat
Pengetahuan
pasien
yang
kurang
memadai
tentang
obat
yang
memiliki
pengetahuan
kurang
terhadap
obat
kemampuan
obat
dengan
perbandingan
yang
ada,
contoh
pompa
intravena
dimana
katupnya
tidak
berfungsi,
menyebabkan
berbahaya.
Singkatan IU (International Unit) dapat terbaca sebagai IV (intravena)
atau 10
Singkatan q.d. (quaque die) yang berarti setiap hari dapat menyebabkan
kesalahan pembacaan menjadi qid (quarter in die atau empat kali
terbaca
dengan medication error. Di rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lainnya,
kejadian medication error dapat dicegah jika melibatkan pelayanan farmasi klinik dari
apoteker yang sudah terlatih. Saat ini di negara-negara maju sudah ada apoteker dengan
spesialisasi khusus menangani medication safety. Peran Apoteker Keselamatan
Pengobatan (Medication Safety Pharmacist) meliputi:
1. Mengelola laporan medication error
Membuat kajian terhadap laporan insiden yang masuk.
Mencari akar permasalahan dari error yang terjadi.
2. Mengidentifikasi pelaksanaan praktek profesi terbaik untuk menjamin medication
safety
Menganalisis pelaksanaan praktek yang menyebabkan medication error.
Mengambil langkah proaktif untuk pencegahan.
Memfasilitasi perubahan proses dan sistem untuk menurunkan insiden yang
sering terjadi atau berulangnya insiden sejenis.
3. Mendidik staf dan klinisi terkait lainnya untuk menggalakkan praktek pengobatan
yang aman
Mengembangkan program pendidikan untuk meningkatkan medication safety.
dan kepatuhan terhadap aturan/SOP yang ada.
4. Berpartisipasi dalam Komite/tim yang berhubungan dengan medication safety
Komite Keselamatan Pasien RS.
Dan komite terkait lainnya.
5. Terlibat didalam pengembangan dan pengkajian kebijakan penggunaan obat
6. Memonitor kepatuhan terhadap standar pelaksanaan Keselamatan Pasien yang ada
Peran apoteker dalam mewujudkan keselamatan pasien meliputi dua aspek yaitu
aspek manajemen dan aspek klinik.
1. Aspek manajemen meliputi pemilihan perbekalan farmasi, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan
memanfaatkan IT).
2. Aspek klinik meliputi skrining permintaan obat (resep atau bebas), penyiapan
obat dan obat khusus, penyerahan dan pemberian informasi obat, konseling,
monitoring dan evaluasi.
Kegiatan farmasi klinik sangat diperlukan terutama pada pasien yang menerima
pengobatan
dengan
risiko
tinggi.
Keterlibatan
apoteker
pekat
seperti KCl
injeksi,
heparin,
warfarin,
nama dan
ginjal).
Apoteker harus membuat riwayat/catatan pengobatan pasien.
Strategi lain untuk mencegah kesalahan obat dapat
dilakukan
diatas.
Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan
emergensi dan
itupun
harus
dilakukan
benar,
konfirmasi ulang
dengan
mengeja
nama
untuk
obat
etiket.
6. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Edukasi dan konseling kepada pasien harus diberikan mengenai hal-hal yang
penting tentang obat dan pengobatannya. Hal-hal yang harus diinformasikan dan
didiskusikan pada pasien adalah:
Pemahaman yang jelas mengenai indikasi penggunaan dan bagaimana
menggunakan obat dengan benar, harapan setelah menggunakan obat, lama
Apoteker berada dalam posisi srategis untuk meminimalkan medication error, baik
dilihat
pengobatan. Untuk itu, beberapa hal yang bisa dilakukan untuk meminimalkan terjadinya
kesalahan pengobatan, antara lain:
harus
mengembangkan
pelayanan
edukasi
yang
bernilai,
untuk
20
BAB III
KASUS MEDICATION ERROR
Seorang wanita umur 63 tahun datang ke dokter dengan keluhan bengkak pada lutut
bagian kanan, tanpa disertai demam menggigil atau nyeri hebat pada lututnya. wanita
itu memiliki riwayat sebagai penderita penyakit sendi degeneratif dan paroxysmal
atrial fibrillation, dan dia menggunakan warfarin 7,5 mg/hari. Analisis cairan sendi
mengungkapkan jumlah sel darah putih 7.23 x 103/mm3 dan jumlah eritrosit dari
320/mm3. Tidak ada kristal terlihat dengan mikroskop birefringent, dan tidak ada
organisme yang terlihat dari hasil test.
Pasien diberi beberapa sampel tablet rofecoxib 25 mg (Vioxx, Merc & Co.,
whitehouse Station, NJ) dan dianjurkan untuk menggunakan satu tablet sehati untuk
eksaserbasi akut dari penyakit sendi degeneratif. dia juga diberi resep untuk vioxx
sehingga dia bisa terus menebus obat tersebut. gejala mulai membaik ketika dia mulai
menggunakan obat Vioxx. Tiga hari kemudian dia menebus resep dari dokter di
apotek. dia melihat botol yang diberikan apotek berlabel rofecoxib, tapi tablet yang
diberikan berbeda dri sebelumnya. obat yang diberikan berwarna biru dan ada tulisan
VGR 25 di setiap sisi. kemudian karena takut salah obat, akhirnya pasien kembali ke
apotik untuk mengembalikan obat. ternyata obat yang diberikan yaitu obat sildenafil
sitrat 25 mg (Viagra, Pfizer Inc, New York, NY). kesalahan pemberian obat telah
diperbaiki.
Pada kasus ini merupakan jenis dispensing error yang terjadi karena kesalahan
membaca resep atau pemberian obat yang tidak tepat yakni obat yang diresepkan adalah
tablet rofecoxib 25 mg (Vioxx, Merc & Co., whitehouse Station, NJ) yang mempunyai
khasiat anti inflamasi non-steroid namun yang diberikan obat sildenafil sitrat 25 mg
(Viagra, Pfizer Inc, New York, NY) yang berindikasi untuk mengobati gangguan ereksi.
Penyebab dispensing error pada kasus ini adalah :
1. Faktor prosedur pengelolaan obat
Penyebab dispensing error dari faktor prosedur berkaitan dengan proses
penyimpanan obat yang kurang tepat khususnya untuk obat LASA, paling sering
kesalahan terjadi karena tulisan yang tidak jelas, atau karena tempatnya obat yang
21
bedekatan dan namanya hampir mirip. Dari observasi dilapangan penyimpanan obat
di instalasi farmasi dilakukan berdasarkan bentuk sediaan obat dan disusun secara
alfabetis.
2. Lingkungan kerja
Kondisi Pasien yang terburu-buru atau selalu berdiri di depan loket sehingga
mengganggu konsentrasi dari tenaga farmasi yang melayani pasien.
3. Petugas kesehatan
Beban kerja sangat berpengaruh pada pelayanan kefarmasian, ketidakseimbangan
antara jumlah resep yang harus dilayani dengan jumlah tenaga kefarmasian di
apotek berpengaruh kepada kualitas pelayanan di Apotek..
Untuk mencegah resiko kesalahan pada kasus diatas :
1. Penerapan prosedur double checking pada proses pemberian obat, yang meliputi
kelengkapan permintaan, ketepatan etiket, aturan pakai, pemeriksaan kesesuaian
resep terhadap obat, kesesuaian resep terhadap isi etiket dengan harapan
medication error dapat diketahui sebelum obat sampai kepada pasien.
2. Perlu adanya pengkondisian jumlah tenaga kefarmasian yang bertugas
berdasarkan pada jam kerja yang mempunyai bnyak pasien.
Efek negatif dari kasus medication error di atas, sebagai berikut :
1. Hilangnya kepercayaan pasien terhadap Apotek.
2. Berkurangnya pelanggan yang berkunjung.
3. Penurunan penghasilan.
4. Bisa mengalami kebangkrutan.
22
BAB IV
PENUTUP
4.1.
Kesimpulan
1. Prescribing : kesalahan yang terjadi dalam penulisan resep obat oleh dokter.
2. Transcribing : kesalahan yang terjadi dalam menterjemahkan resep obat di apotek
3. Dispensing
: kesalahan yang terjadi dalam peracikan atau pengambilan obat di
apotek.
4. Administering : kesalahan administrasi pada saat obat diberikan atau diserahkan
pada pasien.
4.2.
Saran
Kepada dokter, farmasi, maupun tenaga medis lainnya diharapkan untuk memperhatikan
hal-hal yang berpotensi menimbulkan medication error.
23
DAFTAR PUSTAKA
Alexander DC, Bundy DG, Shore AD, Morlock L, Hicks RW, Miller MR. (2009).
Cardiovascular Medication Errors in Children. Pediatrics. 124; 324-332.
Aryani Perwitasari, Dyah., Jamiul Abror, dan Iis Wahyuningsih. (2010).
Medication
error in outpatient of a government hospital in Yogyakarta Indonesia.
International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research
Volume 1; 8-10
Bates DW, Boyle DL, Vander Vliet MB, Schneider J, Leape L. 1995a. Relationship
betweenmedication errors and adverse drug events. Journal of General
Internal Medicine 10(4): 100205.
Benjamin, David M. (2003). Reducing Medication Errors and Increasing Patient
Safety: Case Studies in Clinical Pharmacology. J Clin Pharmacol vol. 43 no.
7 768-783
Charles & Kumolosasi. (2006). Farmasi Klinik Teori dan Penerapan. Jakarta: Buku
kedokteran EGC, 380-417
Chaudhary , Geeta. (2010). Case Study: Review of Medication Orders for
Appropriateness at Satguru Singh Apollo Hospitals, Ludhiana, India.
JCInsight July 2010.
Cohen, M.R. (1991). Causes of Medication Error, in: Cohen. M.R., (Ed), Medication
Error, Washington, DC: American Pharmaceutical Association. Dalam:
Hartayu, Titien Siwi & Widayati Aris. (2005). Kajian Kelengkapan Resep
Pediatri Yang Berpotensi Menimbulkan Medication Error Di 2 Rumah Sakit
Dan 10 Apotek Di Yogyakarta. Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma.
Fowler, S.B., Sohler,Patricia., & Zarillo,D.F., et al. 2009. Bar Code Technology for
Medication Administration: Medication Errors and Nurse Satisfaction.
24
25
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
(2011).
Medication
Error.