Anda di halaman 1dari 26

LI 1.

Memahami dan Menjelaskan anatomi makroskopis dan mikroskopis ginjal


LO.1.1. Memahami dan menjelaskan anatomi makroskopis ginjal

Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua sisi columna
vertebralis, di bawah liver dan limphe. Di bagian superior ginjal terdapat adrenal gland (juga
disebut kelenjar suprarenal). Ginjal bersifat retroperitoneal, yang berarti terletak di belakang
peritonium yang melapisi rongga abdomen. Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga
L3. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati.
Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua ginjal
dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu
meredam goncangan.
Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena tertekan ke bawah oleh
hati. Kutub atas ginjal kanan terletak setinggi iga keduabelas, sedangkan ginjal kiri terletak
setinggi iga kesebelas. Pada orang dewasa, panjang ginjal sekitar 12-13 cm, lebarnya 6 cm,
tebal 2,5 cm dan beratnya 140 gram ( pria=150 170 gram, wanita = 115-155 gram).

Ren mempunyai selubung sebagai berikut:


1.
2.
3.
4.

Capsula fibrosa, meliputi dan melekat de


ngan erat pada permukaan luar ren.
Capsula adiposa, meliputi capsula fibrosa
Fascia renalis, merupakan kondensasi jaringan ikat yang terletak di luar capsula adiposa serta
meliputi ren dan glandula suprarenalis. Di lateral, fascia ini melanjutkan diri sebagai fascia
transversalis.
5. Corpus adiposum pararenale, terletak di luar fascia renalis dan sering didapatkan dalam
jumlah besar. Corpus adiposum pararenale membentuk sebagian lemak retroperitoneal.
Potongan longitudinal ginjal memperlihatkan dua daerah yang berbeda yaitu Korteks dan
medula.
1.
2.
3.
4.
5.

Korteks : bagian luar dari ginjal


Medula : Bagian dalam dari ginjal
Piramid : Medula yang terbagi-bagi menjadi baji segitiga
Kolumna Bertini ; Bagian korteks yang mengelilingi piramid.
Papilaris berlini : Papila dari tiap piramid yang terbentuk dari persatuan bagian terminal
dari banyak duktus pengumpul.
6. Pelvis: Reservoar utama sistem pengumpulan ginjal.
7. Kaliks minor: bagian ujung pelvis berbentuk seperti cawan yang mengalami penyempitan
karena adanya duktus papilaris yang masuk ke bagian pelvis ginjal.
8. Kaliks mayor: Kumpulan dari beberapa kaliks minor.
Sintopi Ginjal
Ren Dextra
Anterior
Flexura coli dextra
Colon ascendens
Duodenum (II)
Hepar (lob. dextra)
Mesocolon transversum

Ren Sinistra
Anterior
Flexura coli sinistra
Colon descendens
Pancreas
Pangkal mesocolon transversum
Lien
Gaster

Posterior
M. psoas dextra
M. quadratus lumborum dextra
M. transversus abdominis dextra
N. subcostalis (VT XII) dextra
N. ileohypogastricus dextra
N. ileoinguinalis (VL I) dextra
Costae XII dextra
Posterior
M. psoas sinistra
M. quadratus lumborum sinistra
M. transversus abdominis sinistra
N. subcostalis (VT XII) sinistra
N. ileohypogastricus sinistra
N. ileoinguinalis (VL I) sinistra

Pertengahan costae XI & XII


sinistra
Vaskularisasi Ginjal
Vaskularisasi ginjal terbagi 2 yaitu :
Medula

Cortex

Aorta abdominalis

A. renalis Dextra & sinistra

A. Segmentalis (A. Lobaris)

A. Interlobaris

A. Arquata

A. Efferen

V. Interlobularis

V. Arquata

V. Interlobaris

V. V. Segmentalis (V.
Lobaris)

V. Renalis Dextra & sinistra

V. Cava Superior

Atrium Dextra

A. Interlobularis

A. afferen

Cortex renalis
ke dalam glomerulus
(capsula bowman)

Filtrasi darah

Medulla : Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra lumbalis
II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kavainferior yang terletak disebelah kanan
garis tengah. Saat arteri renalis masuk kedalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteri
lobaris kemudian arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya membentuk arteri
arkuata kemudian membentuk arteriola interlobularis yang tersusun paralel dalam korteks. Arteri
interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen pada glomerulus
Cortex : Arteri efferent berhubungan dengan Vena interlobularis bermuara ke vena arcuate
kemudian vena interlobaris lalu vena lobaris dan bermuara ke vena renalis lalu ke vena cava
inferior.
Persarafan Ginjal
Dilakukan oleh plexus symphaticus renalis dan serabut afferent melalui plexus renalis menuju
medulla spinalis N. Thoracalis X,XI,XII.
PELVIS
Berbentuk corong dan keluar dari ginjal melalui hillus renalis dan menerima dari calix major.

Perdarahan : diperdarahi oleh Arteri renalis cabang aorta abdominalis, Arteri Testicularis cabang
aorta abdominalis, Arteri Vesicalis superior cabang dari A. Illiaca interna.
Persarafan : dipersarafi oleh plexus renalis, Nervus Testicularis, Nervus Hypogastricus.
LO.1.2. Memahami dan menjelaskan anatomi mikroskopis ginjal
Ginjal merupakan organ ekskresi utama tubuh manusia. Unit struktural dan fungsional ginjal
disebut nefron. Setiap ginjal memiliki 1 hingga 1,4 juta nefron fungsional. Nefron tersusun atas
bagian-bagian yang berfungsi langsung dalam pembentukan urin. Adapun bagian-bagian nefron,
yaitu: korpus renalis, tubulus kontortus proksimal, ansa henle segmen tebal dan tipis, tubulus
kontortus distal, dan duktus koligens.
Ginjal dibungkus oleh kapsul jaringan lemak dan jaringan ikat padat kolagen (kapsula fibrosa).
Struktur tersebut disebut sebagai kapsula ginjal. Di sebelah dalam kapsula ginjal, terdapat bagian
korteks dan di sebelah dalam korteks terdapat medulla. Korteks berisi korpus renalis atau korpus
malphigi yang merupakan kesatuan dari glomerulus dan kapsula Bowman. Selain itu juga
terdapat tubulus kontortus dan arteri atau vena yang mendarahinya. Di medulla, dapat ditemukan
struktur duktus namun tidak terdapat jaringan glomerulus. Dengan adanya perbedaan khas
tersebut, secara mikroskopis, ginjal dapat dibedakan dengan jelas mana bagian korteks dan mana
bagian medullanya.

Korteks ginjal mengandung korpus renalis yang merupakan permulaan dari setiap nefron.
Korpus renalis mengandung kapiler glomerulus yang diselubungi oleh dua lapis epitel yang
disebut kapsula Bowman. Lapisan dalam kapsul atau lapisan visceral kapsula Bowman
menyelimuti kapiler glomerulus. Pada lapisan ini terdapat podosit, yaitu sel yang memiliki
prosesus primer dan sekunder yang menyelimuti kapiler glomerulus dengan saling bersilangan.
Sementara itu, lapisan parietal di sebelah luarnya, yang tersusun dari epitel selapis skuamosa,
membulat dan membentuk rongga di antara keduanya yang disebut rongga urin atau rongga
kapsular. Di sinilah hasil ultrafiltrat ditampung untuk selanjutnya diteruskan ke tubulus kontortus
proksimal.
Korpus renalis memiliki dua kutub yaitu kutub vaskular dan kutub tubular. Kutub vaskular
berarti kutub tempat masuknya arteriol aferen dan keluarnya arteriol eferen. Daerah ini ditandai
dengan adanya struktur makula densa, yaitu sel reseptor berbentuk palisade di dinding tubulus
kontortus distal yang dekat dengan glomerulus. Di daerah ini juga dapat ditemukan sel
jukstaglomerular atau sel granular yang merupakan modifikasi dari otot polos dinding arteriol
aferen. Makula densa, sel jukstaglomerular, dan kumpulan sel mesangial ekstraglomerular
membentuk aparatus jukstaglomerular.1,2,3 Struktur ini berfungsi dalam pengaturan volume dan
tekanan darah.

Tubulus kontortus proksimal : Epitel selapis kuboid dengan brush border sehingga batas sel
dengan lumen tampak tidak jelas, Batas antar sel juga tidak jelas karena membran sel lateral
berinterdigitasi dengan sel tetangga, Sitoplasma asidofilik dan granular, Jarak antar inti sel
jauh, Ditemukan di jaringan korteks.
Ansa henle segmen tebal pars desendens : Epitel selapis kuboid dengan brush border sehingga
batas sel dengan lumen tampak tidak jelas, Batas antar sel juga tidak jelas karena membran sel

lateral berinterdigitasi dengan sel tetangga, Sitoplasma asidofilik dan granular, Jarak antar inti sel
jauh, Ditemukan di jaringan medulla.
Ansa henle segmen tipis : Epitel selapis skuamosa, mirip dengan kapiler namun tidak memiliki
sel darah pada lumennya, Tidak dapat dibedakan antara asendens dan desendens
Ansa henle segmen tebal pars asendens : Epitel selapis kuboid tanpa brush border sehingga batas
sel dengan lumen tampak cukup jelas dibanding tubulus kontortus proksimal , Batas antar sel
juga tidak jelas karena membran sel lateral berinterdigitasi dengan sel tetangga, Sitoplasma
terlihat lebih pucat, Jarak antar inti sel lebih rapat dibanding tubulus kontortus proksimal,
Ditemukan di jaringan medulla.
Tubulus kontortus distal : Epitel selapis kuboid tanpa brush border sehingga batas sel dengan
lumen tampak cukup jelas dibanding tubulus kontortus proksimal, Batas antar sel juga tidak jelas
karena membran sel lateral berinterdigitasi dengan sel tetangga, Sitoplasma terlihat lebih
pucat, Jarak antar inti sel lebih rapat dibanding tubulus kontortus proksimal, Ditemukan di
jaringan korteks
Duktus koligen : Duktus ekskretorius/ koligen bukan merupakan bagian dari nefron. Setiap
tubulus kontortus distal berhubungan dengan duktus koligens melalui sebuah cabang sampai
duktus koligen yang pendek yang terdapat dalam berkas medular; terdapat beberapa cabang
seperti itu. Duktus koligen berjalan dalam berkas medula menuju medula. Di bagian medula
yang lebih ke tengah, beberapa duktus koligens bersatu untuk membentuk duktus yang besar
yang bermuara ke apeks papila. Saluran ini disebut duktus papilaris (Bellini) dengan diameter
100-200 m atau lebih. Muara ke permukaan papila sangat besar, sangat banyak dan sangat
rapat, sehingga papila tampak seperti sebuah tapisan (area cribrosa).
Sel-sel yang yang melapisi saluran ekskretorius ini bervariasi ukurannya, mulai dari kuboid
rendah di bagian proximal sampai silindris tinggi di duktus papilaris utama. Batas sel teratur
dengan sedikit interdigitasi dan umumnya sel tampak pucat dengan beberapa organel. Duktus
koligen menyalurkan kemih dari nefron ke pelvis ureter dengan sedikit absorpsi air yang
dipengaruhi oleh hormon anti-diuretik (ADH).
Setelah melalui serangkaian traktus pada nefron, urin akan bermuara pada duktus papilaris
Bellini di bagian apeks dari piramid medula. Adapun struktur dari duktus papilaris Bellini ini
adalah dindingnya merupakan epitel selapis silindris dengan batas cukup jelas. Urin yang
melewati traktus tersebut kemudian akan ditampung di calyx minor untuk selanjutnya dialirkan
ke calyx mayor, pelvis renalis, dan ureter. Ketiga struktur ini disusun oleh sel epitel transisional
yang khas dengan sel payungnya.
LI 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Ginjal
FUNGSI GINJAL:

a. Pengeluaran zat sisa organik. Ginjal mengekresi urea, asam urat, kreatinin, dan produk
penguraian hemoglobin dan hormon.
b. Pengaturan konsentrasi ion-ion penting. Ginjal mengekresi ion natrium, kalium, kalsium,
magnesium, sulfat, dan fosfat. Ekskresi ion-ion ini seimbang dengan asupan dan ekskresinya
melalui rute lain, seperti pada saluran gastrointestinal atau kulit.
c. Pengaturan keseimbangan asam basa tubuh. Ginjal mengendalikan ekskresi ion hidrogen (H +),
bikarbonat (HCO3-), dan amonium (NH4+) serta memproduksi urin asam atau basa, bergantung
pada kebutuhan tubuh.
d. Pengaturan produksi sel darah merah. Ginjal melepas eritropoietin (EPO), yang mengatur
produksi sel darah merah dalam sumsum tulang.
e. Pengaturan tekanan darah. Ginjal mengatur volume cairan yang esensial bagi pengaturan
tekanan darah, dan juga memproduksi enzim renin. Renin adalah komponen penting dalam
mekanisme renin-angiotensi-aldosteron (RAA), yang meningkatkan tekanan darah dan retensi
air.
f. Pengendalian terbatas terhadap konsentrasi glukosa darah dan asam amino darah. Ginjal,
melalui ekskresi glukosa dan asam amino berlebih, bertanggung jawab atas konsentrasi
nutrien dalam darah.
g. Pengeluaran zat beracun. Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan makanan, obat-obatan,
atau zat kimia asing lain dari tubuh.
Tahap Pembentukan Urine :
1. Filtrasi glomerular
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti kapiler tubuh
lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat impermiabel terhadap protein plasma yang
besar dan cukup permabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam
amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah
sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau
sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan
laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula
bowmans disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara
kapiler glomerulus dan kapsula bowmans, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler
glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat
dalam kapsula bowmans serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya
dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding
kapiler.
2. Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit, elektrolit dan air.
Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat
yang sudah difiltrasi. Proses reabsorbsi ini terjadi pada bagian tubulus renalis.
3. Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah melalui tubulus

kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh
(misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat
dan kalium serta ion-ion hidrogen.
Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat dalam sekresi
hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium
keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular
perjalanannya kembali jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau
kalium harus disekresi dan sebaliknya. Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada
konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium).
Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami
beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat
mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada
awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara
theurapeutik.

Ringkasan transportasi zat-zat yang menembus tubulus kontortus proximal dan distal nefron
Tubulus Kontortus Proximal
Reabsorpsi
Sekresi
+
67% Na yang difiltrasi secara aktif Sekresi H+ bervariasi, bergantung
direabsorpsi; Cl- mengikuti secara
pada status asam-basa tubuh
pasif
Sekresi ion organik
Semua glukosa dan asam amino
yang difiltrasi direabsorpsi oleh
transportasi aktif sekunder
PO4- dan elektrolit lain yang
difiltrasi direabsorpsi dalam jumlah
yang bervariasi;
65% H2O yang difiltrasi secara
osmosis direabsorpsi
Semua
K+
yang
difiltrasi
direabsorpsi

Tubulus Kontortus Distal


Reabsorpsi
Rebasorpsi
Na+

Sekresi
bervariasi, Sekresi H+ bervariasi, bergantung

dikontrol oleh aldosteron; Clpada status asam-basa tubuh


mengikuti secara pasif
Sekresi K+ bervariasi, dikontrol oleh
Reabsorpsi
H2O
bervariasi,
aldosteron
dikontrol oleh vasopresin
Duktus Koligen
Reabsorpsi
Sekresi
Reabsorpsi
H2O
bervariasi, Sekresi H+ bervariasi, bergantung
dikontrol oleh vasopresin
pada status asam-basa tubuh
KARAKTERISTIK URIN
a. Komposisi. Urin terdiri dari 95% air dan mengandung zat terlarut sebagai berikut:
1. Zat buangan nitrogen meliputi urea dari deaminasi protein, asam urat dari katabolisme
asam nukleat, dan kreatinin dari proses penguraian kreatin fosfat dalam jaringan otot.
2. Asam hipurat adalah produk sampingan pencernaan sayuran dan buah.
3. Badan keton yang dihasilkan dalam metabolisme lemak adalah konstituen normal dalam
jumlah kecil.
4. Elektrolit meliputi ion natrium, klor, kalium, amonium, sulfat, fosfat, kalsium, dan
magnesium.
5. Hormon atau metabolit hormon ada secara normal dalam urin.
6. Berbagai jenis toksin atau zat kimia asing, pigmen, vitamin, atau enzim secara normal
ditemukan dalam jumlah yang kecil.
7. Konstituen abnormal meliputi albumin, glukosa, sel darah merah, sejumlah besar badan
keton, zat kapur (terbentuk saat zat mengeras dalam tubulus dan dikeluarkan), dan batu
ginjal atau kalkuli.
b. Sifat fisik
1. Warna. Urin encer biasanya kuning pucat dan kuning pekat jika kental. Urine segar
biasanya jernih dan menjadi keruh jika didiamkan.
2. Bau. Urin memiliki bau yang khas dan cenderung berbau amonia jika didiamkan. Bau ini
dapat bervariasi sesuai dengan diet; misalnya, setelah makan asparagus. Pada diabetes
yang tidak terkontrol, aseton menghasilkan bau manis pada urin.
3. Asiditas atau alkalinitas. pH urin bervariasi antara 4,8 sampai 7,5 dan biasanya sekitar
6,0; tetapi juga bergantung pada diet. Ingesti makanan yang berprotein tinggi akan
meningkatkan asiditas, sementara diet sayuran akan meningkatkan alkalinitas.
4. Berat jenis urin berkisar antar 1,001 sampai 1,035; bergantung pada konsentrasi urin.
BIOKIMIA GINJAL

Faktor faktor yang mempengaruhi pembentukan urin,yaitu :


1. Vasopresin (ADH)
Hormon ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorpsi air sehingga dapat
mengendalikankeseimbangan air dalam tubuh. Hormon ini dibentuk oleh hipotalamus yang ada
di hipofisis posterior yang mensekresi ADH dengan meningkatkan osmolaritas dan menurunkan
cairanekstrasel.

2. Aldosteron
Hormon ini berfungsi pada absorbsi natrium yang disekresi oleh kelenjar adrenal di tubulus
ginjal. Proses pengeluaran aldosteron ini diatur oleh adanya perubahan konsentrasi
kalium,natrium, dan sistem angiotensin renin.
3. Prostaglandin
Prostagladin merupakan asam lemak yang ada pada jaringan yang berfungsi merespons radang,
pengendalian tekanan darah, kontraksi uterus, dan pengaturan pergerakan gastrointestinal. Pada
ginjal, asam lemak ini berperan dalam mengatur sirkulasi ginjal gukokortikoi. Hormon ini
berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi natrium dan air yang menyebabkan volume darah
meningkat sehingga terjadi retensi natrium.
4. Renin
Selain itu ginjal menghasilkan Renin, yang dihasilkan oleh sel-sel apparatus jukstaglomerularis
pada:
a. Konstriksi arteria renalis (iskhemia ginjal)
b. Terdapat perdarahan (iskhemia ginjal)

c. Uncapsulated ren (ginjal dibungkus dengan karet atau sutra)


d. Innervasi ginjal dihilangkan
e. Transplantasi ginjal (iskhemia ginjal)

LI.3. Memahami dan Menjelaskan Glomerulonefritis


LO.3.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Glomerulonefritis
Glomerulonefritis adalah suatu terminologi umum yang menggambarkan adanya inflamasi pada
glomerulus, ditandai oleh proliferasi sel sel glomerulus akibat proses imunologi.
Glomerulonefritis terbagi atas akut dan kronis. Glomerulonefritis merupakan penyebab utama
terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak maupun pada
dewasa. Sebagian besar glomerulonefritis bersifat kronis dengan penyebab yang tidak jelas dan
sebagian besar bersifat imunologis.

LO.3.2. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Glomerulonefritis


Glomerulonefritis dibedakan menjadi 3 :
1. Difus
Mengenai semua glomerulus, bentuk yang paling sering ditemui timbul akibat gagal ginjal
kronik. Bentuk klinisnya ada 3 :
a. Akut : Jenis gangguan yang klasik dan jinak, yang selalu diawali oleh infeksi
stroptococcus sesudah masa laten 1 sampai 2 minggu. Organisme penyebab lazim adalah
Streptokokus hemolitikus grup A tipe 12 atau 4 dan 1. Dan disertai endapan kompleks
imun pada membrana basalis glomerulus dan perubahan proliferasif seluler terhadap
antigen khusus yang merupakan unsur membran plasma streptokokus spesifik.
b. Sub akut : Bentuk glomerulonefritis yang progresif cepat, ditandai dengan perubahanperubahan proliferatif seluler nyata yang merusak glomerulus sehingga dapat

mengakibatkan kematian akibat uremia dalam jangka waktu beberapa bulan sejak
timbulnya penyakit.
c. Kronik : Glomerulonefritis progresif lambat yang berjalan menuju perubahan sklerotik
dan abliteratif pada glomerulus, ginjal mengisut dan kecil, kematian akibat uremia.
2. Congenital (herediter)
a. Sindrom Alport
Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis progresif familial
yang sering disertai tuli syaraf dankelainan mata seperti lentikonus anterior.
Diperkirakan sindrom alport merupakan penyebab dari 3% anak dengan gagal ginjal
kronik dan 2,3% dari semua pasien yang mendapatkan cangkok ginjal. Dalam suatu
penelitian terhadap anak dengan hematuria yang dilakukan pemeriksaan biopsi ginjal,
11% diantaranya ternyata penderita sindrom alport.Gejala klinis yang utama adalah
hematuria, umumnya berupa hematuria mikroskopik dengan eksaserbasi hematuria nyata
timbul pada saat menderita infeksi saluran nafas atas.Hilangnya pendengaran secara
bilateral dari sensorineural, dan biasanya tidak terdeteksi pada saat lahir, umumnya baru
tampak pada awal umur sepuluh tahunan.
b. Sindrom Nefrotik Kongenital
Sindroma nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum lahir.Gejala proteinuria
massif, sembab dan hipoalbuminemia kadang kala baru terdeteksi beberapa minggu
sampai beberapa bulan kemudian. Proteinuria terdapat pada hamper semua bayi pada
saat lahir, juga sering dijumpai hematuria mikroskopis. Beberapa kelainan laboratories
sindrom nefrotik (hipoproteinemia, hiperlipidemia) tampak sesuai dengan sembab dan
tidak berbeda dengan sindrom nefrotik jenis lainnya.
3. Glomerulonefritis Primer
a. Glomerulonefritis membranoproliferasif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan gejala yang tidak
spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik sampai glomerulonefitis progresif. 2030% pasien menunjukkan hematuria mikroskopik dan proteinuria, 30 % berikutnya
menunjukkan gejala glomerulonefritis akut dengan hematuria nyata dan sembab,
sedangkan sisanya 40-45% menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang
ditemukan 25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan bagian atas, sehingga
penyakit tersebut dikira glomerulonefritis akut pasca streptococcus atau nefropati IgA.
b. Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu atau setelah
pengobatan dengan obat tertentu.Glomerulopati membranosa paling sering dijumpai
pada Hepatitis B dan Lupus Eritematosus Sistemik.Glomerulopati membranosa jarang
dijumpai pada anak, didapatkan insiden 2-6% pada anak dengan sindrom nefrotik.Umur
rata-rata pasien pada berbagai penelitian berkisar antara 10-12 tahun, meskipun pernah
dilaporkan awitan pada anak dengan umur kurang dari 1 tahun.Tidak ada perbedaan jenis
kelamin. Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan sindrom nefrotik merupakan

80% sampai lebih 95% anak pada saat awitan, sedangkan hematuria terdapat pada 5060% dan hipertensi 30%.
c. Nefropati IgA (Bergers Disease)
Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan glomerulonefritis akut, sindroma
nefrotik, hipertensi dan gagal ginjal kronik.Nefropati IgA juga sering dijumpai pada
kasus dengan gangguan hepar, saluran cerna atau kelainan sendi.Gejala nefropati IgA
asimtomatis dan terdiagnosis karena kebetulan ditemukan hematuria mikroskopik.
Adanya episode hematuria makroskopik biasanya didahului infeksi saluran nafas atas
atau infeksi lain atau non infeksi misalnya olahraga dan imunisasi.
4. Glomerulonefritis sekunder
Golerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu glomerulonefritis pasca
streptococcus, dimana kuman penyebab tersering adalah Streptococcus Hemolitikus Grup
A yang nefritogenik terutama menyerang anak pada masa awal usia sekolah.
Glomerulonefritis pasca streptococcus datang dengan keluhan hematuria nyata, kadangkadang disertai sembab mata atau sembab anasarka dan hipertensi.
LI 4. Memahami dan menjelaskan glomerulonefritis akut
LO.4.1. Memahami dan menjelaskan definisi dari glomerulonefritis akut
Glomerulonefritis akut yang paling sering terjadi pada anak di negara berkembang adalah setelah
infeksi bakteri streptokokus beta hemolitikus grup A, yaitu Glomerulonefritis Akut Pasca infeksi
Streptokokus (GNAPS). Manifestasi klinis yang paling sering dari GNAPS berupa sindrom
nefritik akut, manifestasi klinis lainnya dapat berupa sindrom nefrotik, atau glomerulonefritis
progresif cepat.
LO.4.2. Memahami dan menjelaskan etiologi dari glomerulonefritis akut
Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus respiratorius bagian
atas dan kulit oleh kuman Streptococcus beta hemoliticus golongan A tipe 12, 14, 16, 25, dan 29.
Hubungan antara glomerulonefritis akut dan infeksi streptococcus dikemukakan pertama kali
oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan timbulnya glomerulonefritis akut setelah infeksi
skarlatina, diisolasinya kuman Streptococcus beta hemoliticus golongan A, dan meningkatnya
titer anti-streptolisin pada serum penderita. Glomerulonefritis akut dapat juga disebabkan oleh
sifilis, keracunan seperti keracunan timah hitam tridion, penyakit amiloid, trombosis vena
renalis, purpura anafilaktoid dan lupus eritematosus.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa laten selama kurang
10 hari. Kuman Streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen dari pada
yang lain, tapi hal ini tidak diketahui sebabnya. Kemungkinan faktor iklim, keadaan gizi,
keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis akut setelah infeksi
kuman streptococcus.
Glomerulonefritis akut pasca streptococcus adalah suatu sindrom nefrotik akut yang ditandai
dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal. Gejala-gejala ini

timbul setelah infeksi kuman Streptococcus beta hemoliticus golongan A di saluran pernafasan
bagian atas atau pada kulit. Glomerulonefritis akut pasca streptococcus terutama menyerang pada
anak laki-laki dengan usia kurang dari 3 tahun. Sebagian besar pasien (95%) akan sembuh, tetapi
5 % diantaranya dapat mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat.
LO.4.3. Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Glomerulonefritis Akut
Penderita yang terserang infeksi kuman streptokokus grup A strain nefritogenik, hanya 10-15%
yang berkembang menjadi GNAPS, mengapa hal ini demikian masih belum dapat diterangkan,
tetapi diduga beberapa faktor ikut berperan. GNAPS menyerang semua kelompok umur dimana
kelompok umur 5-15 tahun (di Indonesia antara umur 2.5 15 tahun, dengan puncak umur 8.4
tahun) merupakan kelompok umur tersering dan paling jarang pada bayi. Anak laki-laki
menderita 2 kali lebih sering dibandingkan anak wanita. Rasio anak laki-laki dibanding anak
wanita adalah 76.4%:58.2% atau 1.3:1.6 GNAPS lebih sering dijumpai di daerah tropis dan
biasanya menyerang anak-anak dari golongan ekonomi rendah. Di Indonesia 68.9% berasal dari
keluaga sosial ekonomi rendah dan 82% dari keluarga berpendidikan rendah. Keadaan
lingkungan yang padat, higiene sanitasi yang jelek, malnutrisi, anemia, dan infestasi parasit,
merupakan faktor risiko untuk GNAPS, meskipun kadang-kadang outbreaks juga terjadi
dinegara maju. Faktor genetik juga berperan, misalnya alleles HLA-DRW4, HLA-DPA1 dan
HLA-DPB1 paling sering terserang GNAPS.

LO.4.4. Memahami dan menjelaskan pathogenesis dan patofisiologi dari glomerulonefritis akut
Mekanisme dari pathogenesis terjadinya jejas glomerulus pada GNAPS sampai sekarang belum
diketahui, meskipun telah diduga terdapat sejumlah faktor host dan faktor kuman streptokokus
yang berhubungan dalam terjadinya GNAPS.
Respon imunologi pada glomerulonefritis terjadi melalui dua proses, yaitu:
1. Sirkulasi Kompleks Imun : terjadi karena ikatan antigen dan antibodi yang yang masuk ke
sirkulasi dan mengaktifkan komplemen sehingga menyebabkan inflamasi pada glomerulus.
2. Deposit Kompleks Imun : terjadi karena antibodi berikatan dengan antigen yang berasal dari
membran basalis glomerulus, menyebabkan pengendapan sel inflamasi sehingga
menimbulkan kerusakan glomerulus.
GNAPS adalah suatu penyakit imunologik akibat reaksi antigen-antibodi yang terjadi dalam
sirkulasi atau in situ dalam glomerulus.

Kasus glomerulonefritis akut terjadi setelah infeksi streptococcus pada tenggorokan atau kadangkadang pada kulit sesudah masa laten 1-2 minggu. Namun sebenarnya bukan streptococcus yang
menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap
antigen khusus yang merupakan unsur membran plasma streptococcal-spesifik. Terbentuk
kompleks antigen-antibodi dalam darah dan bersirkulasi ke dalam glomerulus tempat kompleks
tersebut secara mekanis terperangkap ke dalam membrana basalis ginjal. Sistem imun humoral
dan kaskade komplemen akan aktif bekerja apabila terdapat deposit subepitel C3 dan IgG dalam
membran basal glomerulus. Kadar C3 dan C5 yang rendah dan kadar komplemen jalur klasik
(C1q, C2 dan C4) yang normal menunjukkan bahwa aktivasi komplemen melalui jalur alternatif.
Aktivasi C3 glomerulus memicu aktivasi monosit dan netrofil. Infiltrat inflamasi tersebut secara
histologik terlihat sebagai glomerulonefritis eksudatif. Produksi sitokin oleh sel inflamasi
memperparah jejas glomerulus.
Selanjutnya komplemen akan tefiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit
polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim
lisosom juga merusak endotel dan membran basalis glomerulus (GBM). Sebagai respons terhadap
lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti oleh sel-sel mesangium dan
selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler glomerulus menyebabkan
protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urin yang sedang dibentuk oleh ginjal,
mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplemen antigen-antibodi inilah
yang terlihat sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofuoresensi,
pada pemeriksaan mikroskop cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperselular disertai
invasi PMN.

LO.4.5. Memahami dan menjelaskan manifestasi klinis dari glomerulonefritis akut


Gejala klinis GNAPS terjadi secara tiba-tiba, 714 hari setelah infeksi saluran nafas (faringitis),
atau 3-6 minggu setelah infeksi kulit (piodermi). Gambaran klinis GNAPS sangat bervariasi,
kadang-kadang gejala ringan atau tanpa gejala sama sekali, kelainan pada urin ditemukan secara
kebetulan pada pemeriksaan rutin. Pada anak yang menunjukkan gejala berat, tampak sakit parah
dengan manifestasi oliguria, edema, hipertensi, dan uremia dengan proteinuria, hematuria dan
ditemukan cast.
Kerusakan pada dinding kapiler gromelurus mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah
daging dan albuminuria., Gejala overload cairan berupa sembab (85%), sedangkan di Indonesia
76.3% kasus menunjukkan gejala sembab orbita dan kadang-kadang didapatkan tanda-tanda
sembab paru (14%), atau gagal jantung kongestif (2%). Hematuria mikroskopik ditemukan pada

hampir semua pasien (di Indonesia 99.3%). Hematuria gros (di Indonesia6 53.6%) terlihat
sebagai urin berwarna merah kecoklatan seperti warna coca-cola.
Penderita tampak pucat karena anemia akibat hemodilusi. Penurunan laju filtrasi glomerulus
biasanya ringan sampai sedang dengan meningkatnya kadar kreatinin (45%). Takhipnea dan
dispnea yang disebabkan kongesti paru dengan efusi pleura sering ditemukan pada penderita
glomerulonefritis akut. Takikardia, kongesti hepar dan irama gallop timbul bila terjadi gagal
jantung kongesti. Proteinuria (di Indonesia 98.5%) biasanya bukan tipe proteinuria nefrotik.
Gejala sindrom nefrotik dapat terjadi pada kurang dari 5% pasien. Hipertensi ringan sampai
sedang terlihat pada 60-80% pasien ( di Indonesia 61.8%) yang biasanya sudah muncul sejak
awal penyakit. Tingkat hipertensi beragam dan tidak proporsional dengan hebatnya sembab.
Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa
minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis. Hipertensi selalu
terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya sedang. Hipertensi terjadi akibat
ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat vasospasme masih belum diketahui dengan
jelas.
Kadang-kadang terjadi krisis hipertensi yaitu tekanan darah mendadak meningkat tinggi dengan
tekanan sistolik > 200 mm Hg, dan tekanan diastolik > 120 mmHg. Sekitar 5% pasien rawat inap
mengalami ensefalopati hipertensi (di Indonesia 9.2%), dengan keluhan sakit kepala hebat,
perubahan mental, koma dan kejang. Patogenesis hipertensi tidak diketahui, mungkin
multifaktorial dan berkaitan dengan ekspansi volume cairan ekstraseluler. Ensefalopati hipertensi
meskipun jarang namun memerlukan tindakan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan nyawa
pasien. Kadang kadang terdapat gejala-gejala neurologi karena vasculitis serebral, berupa sakit
kepala dan kejang yang bukan disebabkan karena ensefalopati hipertensi.
Adanya anuria, proteinuria nefrotik, dan penurunan fungsi ginjal yang lebih parah, mungkin
suatu glomerulonefritis progresif cepat yang terjadi pada 1% kasus GNAPS. Gejala-gejala
GNAPS biasanya akan mulai menghilang secara spontan dalam 1-2 minggu. Kelainan urin
mikroskopik termasuk proteinuria dan hematuria akan menetap lebih lama sekitar beberapa
bulan sampai 1 tahun atau bahkan lebih lama lagi.

LO.4.6. Memahami dan menjelaskan diagnosis dan diagnosis banding glomerulonefritis akut
Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien dengan gejala
klinis berupa hematuri makroskopis (gros) yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut,
yang timbul setelah infeksi streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis,
bukti adanya infeksi streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3
mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis. Beberapa keadaan lain dapat menyerupai
glomerulonefritis akut pascastreptokok pada awal penyakit, yaitu nefropati-IgA dan
glomerulonefritis kronik. Anak dengan nefropati-IgA sering menunjukkan gejala hematuria nyata
mendadak segera setelah infeksi saluran napas atas seperti glomerulonefritis akut
pascastreptokok, tetapi hematuria makroskopik pada nefropati-IgA terjadi bersamaan pada saat

faringitis, sementara pada glomerulonefritis akut pascastreptokok hematuria timbul 7-14 hari
setelah faringitis, sedangkan hipertensi dan sembab jarang ditemukan pada nefropati-IgA.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Urinalisis
Pada pemeriksaan urin rutin ditemukan hematuri mikroskopis ataupun makroskopis (gros),
proteinuria. Proteinuri biasanya sesuai dengan derajat hematuri dan berkisar antara sampai 2+
(100 mg/dL). Bila ditemukan proteinuri masif (> 2 g/hari) maka penderita menunjukkan gejala
sindrom nefrotik dan keadaan ini mungkin ditemukan sekitar 2-5% pada penderita GNAPS. Ini
menunjukkan prognosa yang kurang baik. Pemeriksaan mikroskopis sedimen urin ditemukan
eritrosit dismorfik dan kas eritrosit, kas granular dan hialin (ini merupakan tanda karakteristik
dari lesi glomerulus) serta mungkin juga ditemukan leukosit. Untruk pemeriksaan sedimen urin
sebaiknya diperiksa urin segar pagi hari.
Darah
Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti
hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Komplemen C3 rendah pada hampir
semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan
kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur
alternatif komplomen. Penurunan C3 sangat mencolok pada penderita GNAPS kadar Antara 2040 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan komplemen C3 tidak berhubungan dengan
derajat penyakit dan kesembuhan. Kadar komplemen C3 akan mencapai kadar normal kembali
dalam waktu 6-8 minggu. Bila setelah waktu tersebut kadarnya belum mencapai normal maka
kemungkinan glomerulonefritisnya disebabkan oleh yang lain atau berkembang menjadi
glomerulonefritis kronik atau glomerulonefritis progresif cepat. Anemia biasanya berupa
normokromik normositer, terjadi karena hemodilusi akibat retensi cairan. Di Indonesia 61%
menunjukkan Hb < 10 g/dL. Anemia akan menghilang dengan sendirinya setelah efek
hipervolemiknya menghilang atau sembabnya menghilang.
Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan kulit. Biakan
mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba sebelumnya. Beberapa uji serologis terhadap
antigen streptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain
antistreptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antistreptozim cukup
bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen streptokokus. Titer
anti streptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis,
meskipun beberapa strain streptokokus tidak memproduksi streptolisin O, sebaiknya serum diuji
terhadap lebih dari satu antigen streptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90%
kasus menunjukkan adanya infeksi streptokokus, titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus.
Pada awal penyakit titer antibodi streptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer
dilakukan secara serial. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi.
Pencitraan

Gambaran radiologi dan USG pada penderita GNAPS tidak spesifik. Foto toraks umumnya
menggambarkan adanya kongesti vena sentral daerah hilus, dengan derajat yang sesuai dengan
meningkatnya volume cairan ekstraseluler. Sering terlihat adanya tanda-tanda sembab paru (di
Indonesia 11.5%), efusi pleura (di Indonesia 81.6%), kardiomegali ringan (di Indonesia 80.2%),
dan efusi perikardial (di Indonesia 81.6%). Foto abdomen dapat melihat adanya asites. Pada
USG ginjal terlihat besar dan ukuran ginjal yang biasanya normal. Bila terlihat ginjal yang kecil,
mengkerut atau berparut, kemungkinannya adalah penyakit ginjal kronik yang mengalami
eksaserbasi akut. Gambaran ginjal pada USG menunjukkan peningkatan echogenisitas yang
setara dengan echogenisitas parenkhim hepar. Gambaran tersebut tidak spesifik dan dapat
ditemukan pada penyakit ginjal lainnya.
DIAGNOSIS BANDING
1. Nefritis IgA
Periode laten antara infeksi dengan onset nefritis adalah 1-2 hari, atau ini mungkin
berhubungan dengan infeksi saluran pernafasan atas.
2. MPGN (tipe I dan II)
Merupakan penyakit kronik, tetapi pada awalnya dapat bermanifestasi sama sperti gambaran
nefritis akut dengan hipokomplementemia.
3. Lupus Nefritis
Gambaran yang mencolok adalah gross hematuria
4. Glomerulonefritis Kronis
Dapat bermanifestasi klinis seperti glomerulonefritis akut.

LO.4.7. Memahami dan menjelaskan penatalaksanaan dari glomerulonefritis akut


TERAPI
Pengobatan spesifik pada GN ditujukan terhadap penyebab, sedangkan non-spesifik untuk
menghambat progresivitas penyakit. Kontrol tekanan darah dengan diuretik, angiotensin
converting enzyme inhibitors (ACEi), angiotensin II receptor antagonists (AIIRA) terbukti
bermanfaat. Pengaturan asupan protein dan kontrol kadar lemak darah dapat membantu
menghambatt progresivitas GN.
Efektivitas penggunaan obat imunosupresif GN masih belum seragam. Diagnosis GN, faktor
pasien, efek samping, dan faktor prognostik merupakan pertimbangan terapi imunosupresif.
Kortikosteroid efektif pada beberapa tipe GN karena dapat menghambat sitokin proinflamasi
seperti IL- atau TNF- dan aktivitas transkripsi NFkB yang berperan pada patogenesis GN.

Siklofosfamid, klorambusil, dan azatioprin mempunyai efek antiproliferasi dan dapat menekan
inflamasi glomerulus. Imunosupresif lain seperti metil mikofenolat, takrolimus, dan sirolimus
juga belum diindikasikan secara penuh untuk pengobatan glomerulonefritis.
1. Istirahat mutlak selama 3 4 minggu
Dulu dianjurkan istirahat selama 6 8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk
menyembuh. Namun penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita setelah
3 4 minggu dari timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut
Pemberian antibiotik ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan
mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian
penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama
sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat
imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman
nefritogen lain, namun kemungkinan ini sangat kecil sekali.
3. Makanan
Pada fase akut, diberi makanan rendah protein ( 1g / kgbb / hari) dan rendah garam (1 g/hari).
Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu
telah normal kembali.Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan
glukosa 10 %. Pada penderita tanpa komplikasi, pemberian cairan disesuaikan dengan
kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan
oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi
Hipertensi dapat diatasi secara efektif dengan vasodilator perifer (hidralazin, nifedipin).
Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedatif untuk menenangkan penderita sehingga dapat
cukup beistirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral, diberikan reserpin dan hidralasin.
Mula mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara I.M. Bila terjadi diuresis 5
10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan per oral dengan dosis rumat 0,03
mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
5. Bila anuria berlangsung lama (5 7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah
dengan beberapa cara, misalnya dialisis peritoneum, hemodialisis, bilas lambung dan usus.
Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah
venapun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.
6. Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, namun akhir akhir ini
pemberian furosemid (Lasix) secara I.V. (1 mg/kgbb/hari) dalam 5 10 menit tidak berakibat
buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus diperlukan untuk mengatasi retensi
cairan dan hipertensi.
7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativum dan oksigen.

LO.4.8. Memahami dan menjelaskan komplikasi dari glomerulonefritis akut


Komplikasi yang dapat timbul pada penyakit ini adalah :
a. Glomerulonefritis kronik sebagai kelanjutan dari glomerulonefritis akut yang tidak mendapat
pengobatan secara tuntas.
b. Gagal ginjal akut dengan manifestasi oliguria sampai anuria yang dapat berkurangnya filtrasi
glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia,
hiperkalemia. Walaupun oliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, jika hal ini
terjadi diperlukan dialysis peritoneum (bila perlu).
c. Enselopati hipertensi merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa
gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan karena spasme
pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
d. Gangguan sirkulasi berupa dispnea, ortopnea, terdapatnya ronkhi basah, pembesaran jantung
dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan oleh spasme pembuluh darah,
tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan
terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
e. Anemia yang timbul karena adanya hipovolemia disamping sintesis eritropoetik yang
menurun.
LO.4.9. Memahami dan menjelaskan prognosis dari glomerulonefritis akut
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami perjalanan penyakit yang
memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada epitel glomerulus. Diuresis akan menjadi
normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan menghilangnya sembab dan
secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin)
membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Komplemen serum
menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urin akan tetap terlihat
selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian besar pasien. Beberapa penelitian
lain menunjukkan adanya perubahan histologis penyakit ginjal yang secara cepat terjadi pada
orang dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih dan hematuria mikroskopis belum
menghilang, pasien hendaknya diikuti secara seksama oleh karena masih ada kemungkinan
terjadinya pembentukan glomerulosklerosis kresentik ekstra-kapiler dan gagal ginjal kronik.

LO.4.10. Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Glomerulonefritis Akut


Sebagian besar GN tidak dapat dicegah, tetapi ada beberapa tindakan bermanfaat yang dapat
dilakukan:
1. Mengobati infeksi streptokokus pada radang tenggorokan
2. Untuk menghindari infeksi (seperti HIV dan hepatitis) yang dapat menyebabkan GN, ikuti
pedoman safe-sex, dan hindari penggunaan obat-obatan terlarang secara intravena
3. Kontrol gula darah untuk membantu mencegah terjadinya diabetic nephropathy.
4. Kontrol tekanan darah untuk mencegah bahaya hipertensi terhadap ginjal.

LO 5. Memahami dan menjelaskan pandangan fiqih mengenai thaharah, urine dan darah
ADAB BERKEMIH MENURUT PANDANGAN ISLAM
Sungguh nabi kalian telah mengajarkan segala sesuatu sampai-sampai perkara adab buang
hajat sekalipun. Salman menjawab: Ya, benar (HR. Muslim No. 262)
Diantara adab-adab tersebut adalah:
1. Berdoa Sebelum Masuk WC
WC dan yang semisalnya merupakan salah satu tempat yang dihuni oleh setan. Maka
sepantasnya seorang hamba meminta perlindungan kepada Allah subhanahu wataala dari
kejelekan makhluk tersebut. Oleh karena itu Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mengajarkan
doa ketika akan masuk WC:
(
)
(Dengan menyebut nama Allah) Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari
kejelekan setan laki-laki dan setan perempuan. (HR. Al-Bukhari no. 142 dan Muslim no. 375.
Adapun tambahan basmalah diawal hadits diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan dishahihkan oleh
Asy-Syaikh Al-Albani)
Doa ini dapat pula dibaca dengan lafazh:
(
)
(Dengan menyebut nama Allah) Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari
segala bentuk kejahatan dan para pelakunya. (Lihat Fathul Bari dan Syarhu Shahih Muslim
pada penjelasan hadits diatas)

2. Mendahulukan Kaki Kiri Ketika Masuk WC Dan Mendahulukan Kaki Kanan Ketika
Keluar
Terdapat hadits Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata:
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menyukai mendahulukan yang kanan pada setiap
perkara yang baik. (HR. Muslim)
3. Tidak Membawa Sesuatu Yang Terdapat Padanya Nama Allah subhanahu wataala Atau
Ayat Al-Qur`an kedalam WC

Sesuatu apapun yang terdapat padanya nama Allah subhanahu wataala, atau terdapat padanya
ayat Al-Quran, atau terdapat padanya nama yang disandarkan kepada salah satu dari nama Allah
subhanahu wataala seperti Abdullah, Muhammad dan yang lainnya, maka tidak sepantasnya
dimasukkan ke tempat buang hajat (WC). Allah subhanahu wataala berfirman:
Barangsiapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari
ketaqwaan hati. (QS. Al-Hajj: 32)
4. Berhati-hati Dari Percikan Najis
Tidak berhati-hati dari percikan kencing merupakan salah satu penyebab diadzabnya seseorang
di alam kubur. Tetapi perkara ini sering disepelekan oleh kebanyakan orang. Suatu ketika
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam melewati dua kuburan, seraya beliau shalallahu alaihi
wasallam bersabda:
Sungguh dua penghuni kubur ini sedang diadzab. Tidaklah keduanya diadzab melainkan
karena menganggap sepele perkara besar. Adapun salah satunya, ia diadzab karena tidak
menjaga dirinya dari kencing. Sedangkan yang lainnya, ia diadzab karena suka mengadu
domba. (HR. Al-Bukhari no. 216 dan Muslim no. 292)
Dan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah memperingatkan:
Bersucilah kalian dari kencing. Sungguh kebanyakan (orang) diadzab di alam kubur
disebabkan karena kencing. (HR. Ad-Daraquthni)
5. Tidak Menampakkan Aurat
Menutup aurat merupakan perkara yang wajib dalam Islam. Oleh karena itu Rasulullah
shalallahu alaihi wasallam melarang seseorang dalam keadaan apapun, termasuk ketika buang
hajat, untuk menampakkan auratnya di hadapan orang lain. Beliau shalallahu alaihi wasallam
bersabda:
Apabila dua orang buang hajat, maka hendaklah keduanya saling menutup auratnya dari yang
lain dan janganlah keduanya saling berbincang-bincang. Sesungguhnya Allah sangat murka
dengan perbuatan tersebut. (HR. Ahmad dishahihkan Ibnus Sakan, Ibnul Qathan, dan AlAlbani, dari Jabir bin Abdillah radhiallahu anhu)
Oleh karena itu, kebiasaan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam adalah menjauh dari
pandangan para sahabatnya ketika hendak buang hajat. Abdurrahman bin Abi Qurad radhiallahu
anhu berkata:
Aku pernah keluar bersama Rasulullah shalallahu alaihi wasallam ke tempat buang hajat.
Kebiasaan beliau ketika buang hajat adalah pergi menjauh dari manusia. (HR. An Nasai No.
16. Dishahihkan Asy Syaikh Muqbil dalam Al-Jamius Shahih, 1/495)

6. Tidak Beristinja dengan Tangan Kanan


Rasulullah shalallahu alaihi wasallam melarang beristinja dengan tangan kanan sebagaimana
sabda beliau shalallahu alaihi wasallam:


Janganlah seseorang diantara kalian memegang kemaluan dengan tangan kanannya ketika
sedang kencing dan jangan pula cebok dengan tangan kanan. (HR. Al-Bukhari dan Muslim
dari shahabat Abu Qotadah radhiallahu anhu)
Hadits inipun mengandung larangan memegang kemaluan dengan tangan kanan ketika sedang
kencing. Hal ini menunjukkan bahwa Islam sangat memperhatikan adab (etika yang baik) dan
kebersihan, termasuk ketika buang hajat sekalipun.
7. Boleh Bersuci dengan Batu (Istijmar)
Diantara bentuk kemudahan dari Allah subhanahu wataala ialah dibolehkan bagi seseorang
untuk bersuci dengan batu (istijmar). Abdullah bin Masud radhiallahu anhu berkata:
Suatu hari Rasulullah shalallahu alaihi wasallam buang hajat, lalu beliau meminta kepadaku
tiga batu untuk bersuci. (HR. Al-Bukhari No. 156)
Juga hadits dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam
bersabda:
Jika kalian bersuci dengan batu (istijmar), maka hendaklah dengan bilangan ganjil. (HR.
Muslim)
Para ulama menyebutkan kriteria batu yang dipakai adalah batu yang suci lagi kering. Tidak
boleh jika batu tersebut dalam keadaan basah. Dibolehkan juga menggunakan benda-benda lain
selagi bisa menyerap benda najis dari tempat keluarnya, yaitu qubul dan dubur, dengan syarat
berjumlah ganjil dan minimal 3 (tiga) buah.
8. Larangan Beristinja dengan Tulang dan Kotoran Binatang
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam melarang beristinja dengan tulang atau kotoran binatang,
disamping keduanya merupakan benda yang tidak dapat menyucikan. Jabir bin Abdillah
radhiallahu anhu berkata:
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah melarang beristinja dengan tulang dan kotoran
binatang. (HR. Muslim)

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menyebutkan hikmah pelarangan beristinja dengan


tulang sebagaimana disebutkan dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, Rasulullah shalallahu
alaihi wasallam bersabda:
Tulang adalah makanan saudara kalian dari kalangan jin. (HR. Al-Bukhari)
9. Tidak Menghadap Atau Membelakangi Kiblat Ketika Buang Hajat
Apabila seseorang dari kalian buang hajat, maka janganlah menghadap kiblat atau
membelakanginya. Akan tetapi hendaknya ia menyamping dari arah kiblat. (HR. Al-Bukhari
No. 394 dan Muslim No. 264)
Sebagian ulama lain berpendapat bahwa larangan buang hajat dengan menghadap kiblat adalah
apabila di tempat terbuka. Namun jika di tempat tertutup, maka dibolehkan menghadap kiblat.
Dalil yang menunjukkan bolehnya perkara tersebut adalah hadits dari Ibnu Umar radhiallahu
anhu, ia berkata:
Aku pernah menaiki rumah saudariku Hafshah (salah satu istri Rasulullah shalallahu alaihi
wasallam) untuk suatu kepentingan. Maka aku melihat Rasulullah shalallahu alaihi wasallam
sedang buang hajat dengan menghadap ke arah negeri Syam dan membelakangi Kabah. (HR.
Al-Bukhari No. 148 dan Muslim No. 266)
Demikian pula hadits Jabir bin Abdillah radhiallahu anhu, ia berkata:
Beliau shalallahu alaihi wasallam melarang kami membelakangi atau menghadap kiblat
ketika buang hajat. Akan tetapi aku melihat beliau kencing dengan menghadap kiblat setahun
sebelum beliau wafat. (HR. Ahmad, 3/365, dihasankan Asy-Syaikh Muqbil dalam Al-Jamius
Shahih, 1/493)
Pendapat inilah yang nampak bagi penulis lebih kuat. Dan ini pendapat yang dipilih Al-Imam
Malik, Ahmad, Asy-Syafii, dan mayoritas para ulama.
Namun dalam rangka berhati-hati, sebaiknya tidak menghadap kiblat ketika buang hajat
walaupun di tempat tertutup. Hal ini disebabkan karena perbedaan pendapat yang sangat kuat
diantara para ulama dalam masalah ini.
10. Berdoa Setelah Keluar WC
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mengajarkan doa yang dibaca ketika keluar dari tempat
buang hajat. Aisyah radhiyallahu anha berkata:
Bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam jika keluar dari tempat buang hajat
membaca doa:


(Aku memohon pengampunanmu). (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah
dan dishahihkan Al-Albani dalam Irwaul Ghalil No. 52)
Terdapat riwayat-riwayat lain yang menyebutkan beberapa bentuk doa yang dibaca setelah
buang hajat. Namun seluruh hadits-hadits tersebut didhaifkan para ulama pakar hadits. Al-Imam
Abu Hatim Ar-Razi berkata: Hadits yang paling shahih tentang masalah ini adalah hadits
Aisyah (yang telah disebutkan diatas). (Taudhihul Ahkam, 1/352)

Anda mungkin juga menyukai