Anda di halaman 1dari 7

Filsafat sebagai asal usul semua ilmu yang ada

Pada diri manusia melekat kehausan intelektual (intellectual curiosity) yang


biasa terwujud dalam bentuk kekaguman atau keheranan.
Kekaguman atau keheranan (wonder) manusia akan diikuti dengan
mengajukan pertanyaan. Pertanyaan yang bercorak kefilsafatan berusaha untuk
memperoleh pengetahuan hakikat atau esensi yang ditanyakan. Banyak filsuf
menunjukkan rasa heran (bahasa Yunani thaumasia) sebagai asal filsafat. Menurut
Aristoteles, filsafat mulai dengan suatu rasa kagum. Kekaguman itu timbul dari
suatu aporia, yaitu suatu kesulitan karena adanya perbincangan-perbincangan
yang saling bertentangan. Istilah Yunani aporia berarti problim, pertanyaan, atau
tanpa jalan keluar. Filsafat mulai ketika manusia kagum terhadap dunia dan
berusaha untuk menerangkan gejala-gejalanya agar terhindar dari ketidaktahuan.
Pada tahap awal kekaguman manusia terarah pada hal-hal yang bertalian dengan
dunia atau hal di luar dirinya.
Itulah mengapa filsafat dikatakan sebagai ilmu yang pertama. Sehingga dikatakan
filsafat sebagai ibunya ilmu (mater scientiarum). Pada waktu itu filsafat identik
dengan ilmu atau ilmu menjadi bagian dari filsafat.

Pada tahap awal yang muncul


adalah para filsuf alamiah. Mereka merenungkan tentang alam, sehingga cabang
filsafat yang muncul pertama kali adalah filsafat alam (cosmology). Misalnya Thales
(abad ke-6 SM) mendapat gelar sebagai filsuf pertama, Anaximander (abad ke-6
SM), dan Anaximenes (abad ke-6 SM). Para filsuf awal itu tertarik pada
perubahanperubahan
dalam alam atau dunia. Mereka mencari suatu prinsip yang tetap di
belakang perubahan yang terjadi secara terus menerus. Pertanyaan tentang

apakah asas pertama itu?, Thales menjawab air, Anaximander menjawab to


apeiron (sesuatu yang tidak terbatas), Anaximenes menjawab udara.
Di samping kekaguman atau keheranan timbulnya filsafat juga karena
manusia merasa sangsi, ragu atau skeptis. Agustinus, Rene Descartes
menyatakan bahwa kesangsian sebagai sumber utama pemikirannya. Di Yunani,
sebelum munculnya filsaffit yang dominan pada waktu itu adalah dongeng-dongeng
dan mitos-mitos. Semua pertanyaan tentang gejala-gejala alam sudah ada
jawabannya yang berupa dongeng-dongeng atau mitos-mitos. Akan tetapi
penjelasan yang dikemukakan itu tidak dapat dibuktikan dan tidak masuk akal
(irrasiona1). Dengan demikian para filsuf pada awal pemunculannya adalah
mereka yang meragukan kebenaran yang termuat dalam cerita-cerita mitos dan
mulai berspekulasi dengan menggunakan akalnya. Ketika manusia mulai
menggunakan akalnya untuk berpikir maka pada waktu itulah kegiatan filsafat
dimulai. Mereka mulai berspekulasi tentang asal mula dunia yang mentakjubkan
itu. Kesangsian para filsuf terhadap mitos itu misalnya bersangkutan dengan
terjadinya gejala alam yang berupa pelangi. Menurut dongeng, dikatakan bahwa
pelangi adalah tangga bidadari. Penjelasan semacam itu diragukan oleh filsuf
Xenophanes dan dikatakan bahwa pelangi adalah awan. Demikian pula dengan
menggunakan daya pikirnya filsuf Anaxagoras menyatakan bahwa pelangi adalah
pemantulan matahari pada awan. Dengan demikian pendapat kedua filsuf itu
merupakan penolakannya atas penjelasan oleh mitos yang tidak masuk akal.
Dengan menggunakan akalnya mereka menghasilkan pemikiran yang dapat
dibuktikan dan diteliti kebenarannya oleh pihak lain.

Perbedaan penarikan kesimpulan induktif dan deduktif

Metoda deduktif merupakan metoda ilmiah yang diterapkan dalam


penelitian kuantitatif. Dalam metoda ini teori ilmiah yang telah diterima
kebenarannya dijadikan acuan dalam mencari kebenaran selanjutnya.
Sedangkan metoda induktif merupakan metoda yang diterapkan
dalam penelitian kualitatif. Penelitian ini dimulai dengan pengamatan
dan diakhiri dengan penemuan teori.
1) Metoda Deduktif
Jujun S. Suriasumantri dalam bukunya Ilmu dalam Perspektif
Moral, Sosial, dan Politik (1996 : 6) menyatakan bahwa pada
dasarnya metoda ilmiah merupakan cara ilmu memperoleh dan
menyusun tubuh pengetahuannya berdasarkan : a) kerangka
pemikiran yang bersifat logis dengan argumentasi yang bersifat
konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil
disusun; b) menjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari
kerangka pemikiran tersebut; dan c) melakukan verifikasi terhadap
hipotesis termaksud untuk menguji kebenaran pernyataannya
secara faktual.
Selanjutnya Jujun menyatakan bahwa kerangka berpikir ilmiah
yang berintikan proses logico-hypothetico-verifikatif ini pada
dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut (2005 : 127128).
a) Perumusan masalah, yang merupakan pertanyaan
mengenai objek empiris yang jelas batas-batasnya serta
dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di dalamnya.
b) Penyusunan kerangka berpikir dalam penyusunan hipotesis
yang merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan
yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling
mengait dan membentuk konstelasi permasalahan.
30
Filsafat Imu

Kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan


premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan
memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan
permasalahan.
c) Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara
atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang
materinya merupakan kesimpulan dari dari kerangka berpikir
yang dikembangkan.
d) Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan faktafakta
yang relevan dengan hipotesis, yang diajukan untuk
memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang
mendukung hipoteisis tersebut atau tidak.
e) Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah

hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima.


Langkah-langkah atau prosedur penelitian tersebut kemudian oleh
Jujun S. S. divisualisasikan dalam bentuk bagan sebagai berikut
PENGUJIAN
HIPOTESIS
PENYUSUNAN
KERANGKA
BERPIKIR
PERUMUSAN
HIPOTESIS
KHASANAH
PENGETAHUAN
ILMIAH
PERUMUSAN
MASALAH
Bagan 3 : METODA ILMIAH
DITERIMA DITOLAK

31
Filsafat Imu

2) Metoda Induktif
Metoda induktif merupakan metoda ilmiah yang diterapkan dalam
penelitian kualitatif. Metoda ini memiliki dua macam tahapan :
tahapan penelitian secara umum dan secara siklikal (Moleong,
2005 : 126).
a) Tahapan penelitian secara umum
Tahapan enelitian secara umum secara garis besar terdiri dari
tiga tahap utama, yaitu (1) tahap pralapangan, (2) tahap
pekerjaan lapangan, dan (3) tahap analisis data. Masingmasing
tahap tersebut terdiri dari beberapa langkah.
b) Tahapan penelitian secara siklikal
Menurut Spradley (Moleong, 2005 : 148), tahap penelitian
kualitatif, khususnya dalam etnografi merupakan proses yang
berbentuk lingkaran yang lebih dikenal dengan proses
penelitian siklikal, yang terdiri dari langkah-langkah : (1)
pengamatan deskriptif, (2) analisis demein, (3) pengamatan
terfokus, (4) analisis taksonomi, (5) pengamatan terpilih, (6)
analisis komponen, dan (7) analisis tema. Secara visual proses
tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
(5) PENGAMATAN
TERPILIH
(6) ANALISIS
KOMPONEN
(7) ANALISIS
TEMA
(4) ANALISIS
TAKSONOMI
(3) PENGAMATAN
TERFOKUS
(2) ANALISIS
DOMEIN
(1) PENGAMATAN
DESKRIPTIF

Gambar 3: PROSES PENELITIAN SIKLIKAL

Aksiologi
Aksiologi merupakan cabang filsafat yang berhubungan
macam-macam dan kriteria nilai serta keputusan atau pertimbangan dalam
menilai, terutama dalam etika atau nilainilai moral.
Aksiologi merupakan paradigma yang berpengaruh penting
dalam penelitian ilmiah.

http://elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/23486/5345ce01aa2dd69e8bfc37e2
537f9c53
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Prof.%20Dr.%20Ajat
%20Sudrajat,%20M.Ag./BAB%20%201-%20PENGERTIAN%20FILSAFAT.pdf
http://usupress.usu.ac.id/files/Filsafat%20Ilmu%20dan%20Metode
%20Riset_Normal_bab%201.pdf
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pengantar_filsafat/Bab_1.pdf

Anda mungkin juga menyukai