Disusun Oleh:
Chantika Bunga N
G99151013
Gemala R R
G99151010
Lauraine W Sinuraya
G99151008
Periode:
21 Maret 23 Maret 2016
Pembimbing
Nunik Agustriani, dr., Sp.B, Sp.BA
A. Anamnesis
1. Identitas Pasien
Nama
: By. A
Tanggal Lahir
: 01/03/2016
Umur
: 11 hari
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
Nomor RM
: 01-33-25-xx
MRS
: 12 Maret 2016
2. Keluhan Utama
Perut membesar sejak 3 hari SMRS.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSDM karena sejak 3 hari SMRS Ibu pasien
merasa bahwa perut bayinya terlihat membesar. Ibu pasien juga merasa
bayinya BAB tidak lancar dan sedikit-sedikit. Demam (-), muntah (+), BAK
tidak ada keluhan. Riwayat meconium > 24 jam. Pasien lahir di RS Asy-Syifa
Boyolali secara SC. Sebelumnya saat usia pasien 3 hari, pasien dirawat di RS
Pandanarang Boyolali dengan keluhan yang sama yaitu sulit BAB dan perut
membuncit namun karena tidak ada perbaikan keluhan, pasien dibawa oleh
keluarga ke RSDM.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat operasi
: disangkal
Riwayat trauma
: disangkal
Riwayat mondok
: disangkal
Riwayat alergi
: belum diketahui
: disangkal
: disangkal
Riwayat alergi
: disangkal
6. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir dari ibu berusia 27 tahun, P2A0, lahir dengan operasi SC
dengan usia kehamilan 38 minggu. Bayi menangis kuat (+), nafas spontan (+),
ketuban jernih, tidak berbau, berat badan lahir 2900 gram.
7. Riwayat Kehamilan dan ANC
Riwayat sakit saat hamil
: rutin di bidan
Riwayat perdarahan
: disangkal
: disangkal
2. Vital Sign
Temperature
: 37,4 C
Respiration Rate
: 24x/ menit
Heart Rate
: 98x/ menit
Saturasi O2
: 99 %
3. Kepala
: mesocephal
4. Mata
(-/-)
5. Telinga
6. Hidung
(-)
7. Mulut
8. Leher
9. Thoraks
10. Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
11. Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: sonor/ sonor
Auskultasi
12. Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
: timpani
Palpasi
13. Genitourinaria
: anus (+)
15. Ekstremitas
Capillary refill time kurang dari 2 detik
Akral dingin
- - -
Oedema
- - -
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Colon In Loop di RS Pandanarang Boyolali (7 Maret 2016)
Hasil:
Foto polos abdomen : tak tampak distensi sistema usus, gambaran udara bebas,
pneumatisasi intestinal dan ground glass appeareance, fecal material prominent,
mottled sign (+) di sistema kolorectal.
Single contrast : tampak kontras mengisi dan melumuri sistema colorektal,
refluks (+), kaliber rektum tampak sempit, dinding licin, RS index < 1, kaliber
lumen sistema colorectal yang lain normal, Tak tampak additional defek, tak
tampak filling defek.
Kesan:
Hipoganglion
rektum
short segmen
2.
Kesimpulan :
Cor dan pulmo tak tampak kelainan
Meteorismus
Hasil
Satuan
Rujukan
13.1
35
7.2
908
3.54
A
g/dL
%
ribu/l
ribu/l
juta/l
14.9 23.7
47 75
5.0 19.5
150 450
3.70 6.50
16.4
28.3
1.410
detik
detik
10.0 15.0
20.0 - 40.0
-
Kimia Klinik
Glukosa Darah Sewaktu
Elektrolit
Natrium darah
Kalium darah
Chlorida darah
KIMIA KLINIK
Bilirubin total
Albumin
HEPATITIS
HbsAg
79
Mg/dl
50 80
144
3.7
114
mmol/L
mmol/L
mmol/L
129 147
3.6 6.1
98 106
22.2
3.9
mg/dl
g/dl
0.00-2.00
3.0-5.4
Nonreactive
D. Assesment
Megacolon congenital
Trombositosis
E. Planning
1. Mondok HCU Neonatus
2. IV line D5 1/4 NS 400cc 16cc/jam
3. Cek laboratorium lengkap
4. Pasang Rectal Tube
5. Pasang OGT dialirkan
6. Rencana TAERPT
7. Rawat bersama bagian pediatri
Nonreactive
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. MEGACOLON CONGENITAL
A. Definisi
Megakolon kongenital atau lebih dikenal dengan Hirschsprungs disease
mempunyai beberapa nama yang dikenal dalam literatur seperti congenital
aganglionosis, megacolon congenitum, pelvirectal achalasia, dan dilatasi kolon
kongenital. Megakolon kongenital merupakan penyakit bawaan pada kolon yang
ditandai dengan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada pleksus submukosa
meissneri dan pleksus mienterikus auerbach. Penyakit ini biasanya dimulai dari
sfingter ani interna ke arah proksimal dengan panjang bervariasi, akan tetapi selalu
termasuk rektum.1,2
Megakolon kongenital pertama kali ditemukan oleh Herald Hirschsprung
tahun 1886. Namun, patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara
jelas hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa
megakolon disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus akibat
defisiensi ganglion.Sel-sel ganglion parasimpatis bertanggung jawab atas kontraksi
ritmik yang diperlukan untuk mencerna makanan yang masuk. Hilangnya fungsi
motorik dari segmen menyebabkan dilatasi hypertropic massive pada kolon
proksimal
yang
normal
sehingga
terjadi
kesulitan
defekasi
dan
feses
terakumulasi.1,2,3
B. Epidemiologi
Megakolon kongenitalmempunyai prevalensi kejadian 1,65 dari 10.000
kelahiran hidup dan perbandingan laki-laki dengan perempuan adalah2:1.Anak
kembar dan adanya riwayat keturunan meningkatkan risiko terjadinya megakolon
kongenital. Penyakit ini lebih sering terjadi diturunkan oleh ibu aganglionosis
dibanding oleh ayah. Risiko tertinggi terjadinya megakolon kongenital biasanya
pada pasien yang mempunyai riwayat keluarga yang sama dan pada penderita down
syndrome.4,5,6
C. Patofisiologi
7
apabila
segmen
aganglionik
apabila
segmen
aganglionik
semi-liquid dan berbau tidak sedap. Pada anak-anak sering terjadi abdominal
discomfort dan distensi abdomen karena efek dari konstipasi. Hal ini akan
menyebabkan penurunan berat badan dan gizi buruk.1,2
F. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.1
1. Anamnesis
Pada neonatus :
a. Mekonium keluar terlambat, lebih dari 24 jam
b. Tidak dapat buang air besar dalam waktu 24-48 jam setelah lahir
c. Terdapat distensi abdomen
d. Muntah
Pada anak :
a. Konstipasi kronis
b. Mungkin terdapat distensi abdomen
c. Berat badan tidak bertambah
d. Nafsu makan tidak ada (anoreksia)
2. Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi abdomen terlihat distensi abdomen, didapatkan perut lunak
hingga tegang pada palpasi, bising usus melemah atau jarang. Pada
pemeriksaan colok dubur terasa ujung jari terjepit lumen rektum yang sempit
dan sewaktu jari ditarik keluar maka feses akan menyemprot keluar dalam
jumlah yang banyak dan kemudian kembung pada perut menghilang untuk
sementara.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada foto polos abdomen dapat dijumpai
gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi sulit untuk
membedakan usus halus dan usus besar. Pemeriksaan yang merupakan
standar dalam menegakkan diagnosa megakolon kongenital adalah barium
enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas:
Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang
panjangnya bervariasi;
Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke
arah daerah dilatasi;
Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi.1
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas
megakolon kongenital, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium
10
memerlukan
ahli
patologi
anatomi
yang
11
adalah
pemasangan
infus,
pemasangan
pipa
nasogastrik,
12
14
dengan prosedur Duhamel modifikasi hasilnya sangat baik dengan tak satu
kasuspun mengalami kebocoran.
Manifestasi klinis yang terjadi akibat kebocoran anastomose ini beragam.
Kebocoran anastomosis ringan menimbulkan gejala peningkatan suhu tubuh,
terdapat infiltrat atau abses rongga pelvik, kebocoran berat dapat terjadi
demam tinggi, pelvioperitonitis atau peritonitis umum , sepsis dan kematian.
Apabila dijumpai tanda-tanda dini kebocoran, segera dibuat kolostomi di
segmen proksimal.
2. Stenosis
Stenosis yang terjadi pasca operasi dapat disebabkan oleh gangguan
penyembuhan luka di daerah anastomose, infeksi yang menyebabkan
terbentuknya jaringan fibrosis, serta prosedur bedah yang dipergunakan.
Stenosis sirkuler biasanya disebabkan komplikasi prosedur Swenson atau
Rehbein, stenosis posterior berbentuk oval akibat prosedur Duhamel sedangkan
bila stenosis memanjang biasanya akibat prosedur Soave.
Manifestasi yang terjadi dapat berupa gangguan defekasi yaitu kecipirit,
distensi abdomen, enterokolitis hingga fistula perianal. Tindakan yang dapat
dilakukan bervariasi, tergantung penyebab stenosis, mulai dari businasi hingga
sfinkterektomi posterior.
3. Enterokolitis
Enterokolitis merupakan komplikasi yang paling berbahaya, dan dapat
berakibat kematian. Swenson mencatat angka 16,4% dan kematian akibat
enterokolitis mencapai 1,2%. Kartono mendapatkan angka 14,5% dan 18,5%
masing-masing untuk prosedur Duhamel modifikasi dan Swenson. Sedangkan
angka kematiannya adalah 3,1% untuk prosedur Swenson dan 4,8% untuk
prosedur Duhamel modifikasi.
Tindakan yang dapat dilakukan pada penderita dengan tanda-tanda
enterokolitis adalah :
a. Segera melakukan resusitasi cairan dan elektrolit,
b. Pemasangan pipa rektal untuk dekompresi,
c. Melakukan wash out dengan cairan fisiologis 2-3 kali perhari
d. Pemberian antibiotika yang tepat.
Sedangkan untuk koreksi bedahnya tergantung penyebab/prosedur
operasi yang telah dikerjakan. Businasi pada stenosis, sfingterotomi posterior
untuk spasme spingter ani dapat juga dilakukan reseksi ulang stenosis.
Prosedur Swenson biasanya disebabkan spinkter ani terlalu ketat sehingga
15
16
IKTERIK NEONATORUM11
Ikterus adalah pewarnaan kuning yang tampak pada sklera
dan kulit yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin. Ikterus
umumnya mulai tampak pada sklera (bagian putih mata) dan
muka, selanjutnya meluas secara sefalokaudal (dari atas ke
bawah) ke arah dada, perut dan ekstremitas. Pada bayi baru lahir,
ikterus seringkali tidak dapat dilihat pada sklera karena bayi baru
lahir umumnya sulit membuka mata.
Ikterus pada bayi baru lahir pada minggu pertama terjadi
pada 60% bayi cukup bulan dan 80% bayi kurang bulan. Hal ini
adalah keadaan yang fisiologis. Walaupun demikian, sebagian bayi
akan
mengalami
ikterus
yang
berat
sehingga
memerlukan
17
18
ada
di
dalam
ASI.
1) Ikterus dini
Bayi yang mendapat ASI eksklusif dapat mengalami
ikterus. Ikterus ini disebabkan oleh produksi ASI yang belum
banyak pada hari hari pertama. Bayi mengalami kekurangan
asupan makanan sehingga bilirubin direk yang sudah mencapai
usus tidak terikat oleh makanan dan tidak dikeluarkan melalui
anus bersama makanan. Di dalam usus, bilirubin direk ini
diubah menjadi bilirubin indirek yang akan diserap kembali ke
dalam
darah
dan
mengakibatkan
peningkatan
sirkulasi
19
berikan
kolostrum
karena
dapat
membantu
untuk
dan
tidak
ada
penyebab
lainnya
yang
dapat
ikterus
karena
ASI
belum
jelas
tetapi
20
ada
terdapat
hasil
metabolisme
hormon
progesteron
yaitu
peningkatan
konsentrasi
nonesterified
yang
asam
lemak
menghambat
bebas
fungsi
yang
glukoronid
transferase di hati
peningkatan
sirkulasi
enterohepatik
karena
adanya
defek
pada
aktivitas
uridine
diphosphate-glucoronyl
70%
bayi
baru
lahir
yang
saudara
sebelumnya
12
jam
kadar
bilirubin
diperiksa
ulang,
bila
indirek
yang
diberikan
berlebihan
kembali
tersebut,
kenaikannya
sehingga
tidak
akan
apabila
ASI
banyak
dan
terdapat
kontroversi
untuk
tetap
melanjutkan
Tata laksana
Pada hiperbilirubinemia, bayi harus tetap diberikan ASI dan
jangan diganti dengan air putih atau air gula karena protein
susu akan melapisi mukosa usus dan menurunkan penyerapan
kembali
bilirubin
yang tidak
terkonyugasi.
Pada
keadaan
atau
nasogastrik,
tetapi
harus
segera
dicabut
22
jam sekali. Jika ASI tidak cukup maka lebih baik diberikan ASI
dan PASI bersama daripada hanya PASI saja.
Ikterus dini yang menetap lebih dari 2 minggu ditemukan
pada lebih dari 30% bayi, sehingga memerlukan tata laksana
sebagai berikut :
1. jika
pemeriksaan
fisik,
urin
dan
feses
normal
hanya
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Kartono D. Penyakit Hirschsprung : Perbandingan prosedur Swenson dan
Duhamel modifikasi. Disertasi. Pascasarjana FKUI.1993.
2. Fonkalsrud. Hirschsprungs disease. In:Zinner MJ, Swhartz SI, Ellis H, editors.
Maingots Abdominal Operation. 10th ed. New
York:
Prentice-Hall
intl.inc.;1997.p.2097-105.
3. Feldmen M, Friedman LS, Sleisenger MH. Hirschsprungs disease: congenital
megacolon. In: Sleisenger & Fordtrans Gastrointestinal and Liver Disease:
Pathophysiology, Diagnosis, Management. 7th ed. Philadelphia, Pa.: Saunders,
2002:2131-5.
4. Best KE, Glinianaia SV, Bythell M, et al; Hirschsprung's disease in the North
ofEngland: prevalence,associatedanomalies, and survival. Birth Defects Res AClin
Mol Teratol. 201 2 Jun;94(6):477-80.
5. Warner B.W. 2004. Chapter 70 Pediatric Surgery in TOWNSEND SABISTON
TEXTBOOK of SURGERY. 17th edition. Elsevier-Saunders. Philadelphia. Page
2113-2114.
6. Ziegler M.M., Azizkhan R.G., Weber T.R. 2003. Chapter 56 Hirschsprung Disease
In: Operative PEDIATRIC Surgery. McGraw-Hill. New York. Page 617-640.
7. Farid Nur Mantu. Catatan Kuliah Ilmu Bedah Anak. Jakarta: EGC, 1993.
8. Swenson O, Raffensperger JG. Hirschsprungs disease. In: Raffensperger JG,editor.
Swensons pediatric surgery. 5th ed. Connecticut:Appleton & Lange; 1990: 555-77.
9. Leonidas J.C., Singh S.P., Slovis T.L. 2004. Chapter 4 Congenital Anomalies of
The Gastrointestinal Tract In: Caffeys Pediatric Diagnostic Imaging 10 th edition.
Elsevier-Mosby. Philadelphia. Page 148-153.
10. Lee,
Steven
L,
(2005),
Hirschprung
disease,
http://emedicine.medscape.com/article/178493-overview.
11. Rulina Suradi dan Debby L (2013) Buku Bedah ASI IDAI: Air Susu Ibu dan
Ikterus.
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/air-susu-ibu-dan-ikterus
24
(Diakses