Anda di halaman 1dari 13

Tinjauan Pustaka

Herpes Zooster pada Bagian Torakal Sinistra


*)
102012638

Abstrak
Herpes zoster disebabkan oleh infeksi varicella-zoster virus (VZV) dan tergolong
virus berinti DNA, virus ini berukuran 120-200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes
viridae. Penyebarannya sama seperti varisela (cacar). Virus Varicella Zooster masuk dalam
mukosa nafas atau orofaring, kemudian replikasi virus menyebar melalui pembuluh darah
dan limfe (viremia pertama) kemudian berkembang biak di sel retikulo endhotellial setelah
itu menyebar melalui pembuluh darah (viremia ke dua) maka timbullah demam dan
malaise. Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada
dermatom yang terkena.
Katakunci: Saluran Pencernaan, Cavum Oris, Gaster, Proses Pencernaan, Muntah.

Abstract
Shingles is an infection caused by the varicella-zoster virus (VZV) and classified as core
DNA virus, this virus size of 120-200 nm, which includes the subfamily alpha herpes
Viridae. The distribution is the same as varicella (chickenpox). Varicella Virus zooster sign
in or oropharyngeal airway mucosa, then replicating virus spreads through blood and
lymph vessels (viremia first) then multiply in cells reticulo endhotellial after it spread
through the bloodstream (viremia to two) there arises a fever and malaise. Prodromal
symptoms of shingles usually in the form of pain and paresthesia in the affected
dermatome.

Keywords: herpes zoster, Chickenpox, Varicella Virus zooster.

*) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Email :

Bab I : Pendahuluan
Latar Belakang :
Belakangan ini banyak sekali penyakit yang berhubungan dengan sistem imun.
Beberapa dari manusia di bumi, terutama di jaman modern ini masih banyak orang yang
memiliki gaya hidup tidak sehat sehingga daya tahan tubuh manusia sangat lemah dan
mudah terserang penyakit. Penyakit yang berhubungan dengan sistem imum dan paling
mudah terserang pada manusia di daerah berkembang ini adalah penyakit cacar air yang
dapat timbul kembali menjadi cacar ular. Oleh karena itu pentingnya pengetahuan akan
proses terjadi penyakit, penyebarannya, gejala yang ditimbulkan serta komplikasi dan
pengobatannya.
Tujuan :
Membantu pembaca makalah ini untuk mengetahui tentang herpes zooster, penyebab,
penyebaran,

patogenesisnya,

gejala

klinik,

komplikasi,

penatalaksanaannya,

dan

prognosisnya.

Bab II : Pembahasan
Identifikasi Istilah-istilah Sulit :
Tidak ada istilah sulit yang ditemukan.
Anamnesis
Dalam kasus ini digunakan teknik autoanamnesis yaitu mendapatkan informasi
langsung dari pasien dan pasien menjelaskan keluhannya. perempuan berusia 45 tahun
datang ke poliklinik dengan keluhan utama kulit melenting kemerahan di daerah dada kiri
yang terasa sakit dan panas. Dari hasil anamnesis didapatkan kulit melenting dan
kemerahan di dada kiri dan terasa sakit dan panas sejak satu hari yang lalu. Pasien
mengeluh sangat sakit sejak kemarin. Sakit dan terasa panas serta perih sepanjang hari.
Pasien mengaku sebelumnya tidak pernah seperti ini tetapi dulu pernah cacar air.
Lingkungan sosial tidak diketahui, tidak ada infeksi serta alergi makanan maupun obat.
Pasien juga mengaku tidak pernah menggaruk luka tersebut.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik kulit dapat di lakukan adalah Inspeksi : Pemeriksaan dengan
cara melihat secara keseluruhan tubuh pasien,bagaimana kelainan yang terdapat pada
kulitnya,bagaimana bentuknya dan penyebaranya dan keadaan umum lainnya.

Palpasi

(nadi,RR ,dll). Perkusi (dapat menentukan adanya kelainan paru pada komplikasi herpes
zoster). Pada herpes zoster dari pemeriksaan fisik dapat ditemukan erupsi kulit yang
hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh satu
ganglion sensorik. Erupsi dapat terjadi diseluruh bagian tubuh, namun yang tersering di
daerah ganglion torakalis. Terlihat vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang
erimatosa dan edem. Vesikel berisi cairan yang jernih kemudian menjadi keruh bewarna
kebuan, dan dapat menjadi pustul serta krusta. Kadan vesikel dapat berisi darah, disebut
herpes zoster hemoragik.1 Pada kasus ini didapatkan hasil pemeriksaan fisik terlihat
melenting berisi air, papul, eritem, dan vesikel seperti bentuk garis mirip costae.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium berguna jika hasil
pemeriksaan fisik meragukan. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk
herpes zoster antara lain:

Tzanck test
Tzanck tes dapat dilakukan dengan cara membuat sediaaan hapus yang
diwarnai dengan Giemsa.Bahan diambil dari kerokan dasar vesikel dan akan
didapati sel datia berinti banyak.Untuk hasil terbaik lesi harus berumur 1-3 hari.
Dapat digunakan untuk membedakan VZV dengan herpes simplek virus.1

Biopsi Kulit
Hasil pemeriksaan histopatologik dapat ditemukan vesikel intraepidermal
dengan degenerasi sel epidermal dan acantholisis. Pada dermis bagian atas
terlihat limfotik infiltrat.1

Diagnosis Kerja (Working Diagnosis/ WD)


Dalam kasus seorang pasien perempuan berusia 45 tahun datang ke poliklinik dengan
keluhan utama kulit melenting kemerahan di daerah dada kiri yang terasa sakit dan panas,
diagnosis kerja pada kasus ini adalah herpes zooster.

Diagnosis Banding (Differential Diagnosis/DD)


Herpes Simpleks
Herpes simpleks ditandai dengan erupsi berupa vesikel yang bergerombol, di atas
dasar kulit yang erimatous. Sebelum timbul vesikel, biasanya didahului oleh rasa gatal
atau seperti terbakar yang terlokalisasi, dan kemerahan pada daerah kulit. Herpes
simpleks terdiri atas 2, yaitu tipe HSV-1 dan HSV-2. Lesi yang disebabkan herpes
simpleks tipe 1 biasanya ditemukan pada bibir, rongga mulut, tenggorokan, dan jari
tangan. Lokalisasi penyakit yang disebabkan oleh herpes simpleks tipe 2 umumnya
adalah di bawah pusat, terutama di sekitar alat genitalia eksterna.2
Varisela
Virus ini bertanggung jawab untuk menyebabkan cacar air yang sering timbul pada
anak-anak dan kedua herpes zoster dan neuralgia posherpetic pada orang dewasa dan
jarang pada anak-anak. Cacar air adalah penyakit yang umum bahwa kebanyakan anakanak mendapatkannya. Walaupun menular, cacar air tidak menimbulkan masalah serius
pada anak-anak. Namun, jika seseorang memiliki membahayakan sistem kekebalan,
varicella zoster virus dapat mendatangkan malapetaka. Kebanyakan orang, termasuk
anak-anak, menjadi kebal terhadap cacar air selama masa hidupnya.2
Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh infeksi varicella-zoster virus (VZV) dan tergolong
virus berinti DNA, virus ini berukuran 120-200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes
viridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan
sel tempat hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta, dan gamma.
VZV dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel
epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh
virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion. Virus
yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in
vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus
pertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi
virus spesifik DNA polimerase dan virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang
disintesis di dalam sel yang terinfeksi. Virion terdiri dari glikoprotein, kapsid, amplop virus
dan nukleokapsid yang melindungi bagian inti berisi DNA genom utas ganda. Bagian

nukleokapsid berbentuk ikosahedral, berdiameter 100-110 nm dan terdiri dari 162 protein
yang disebut kapsomer. Virus ini akan mengalami inaktivasi pada suhu 56-60 C dan
menjadi tidak berbahaya apabila bagian amplop dari virus ini rusak. Penyebaran virus ini
terjadi melalui pernafasan.1,3
Epidemologi
Penyebarannya sama seperti varisela (cacar). Penyakit ini, terjadi pada orang yang
pernah menderita varisela sebelumnya karena varisela dan herpes zoster disebabkan oleh
virus yang sama yaitu virus varisela zoster. Setelah sembuh dari varisela,virus yang ada di
ganglion sensoris tetap hidup dalam keadaan tidak aktif dan aktif kembali jika daya tahan
tubuh menurun. Kadang-kadang varisela ini berlangsung subklinis. Tetapi ada pendapat
yang menyatakan kemungkinan transmisi virus secara aerogen dari pasien yang sedang
menderita varisela atau herpes zoster. Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun
karena tidak dipengaruhi oleh musim dan tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada
perbedaan angka kesakitan antara pria dan wanita, angka kesakitan meningkat dengan
peningkatan usia. Lebih dari 2/3 usia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% usia di bawah
20 tahun dapat menderita herpes zoster.2
Patogenesis
Virus Varicella Zooster masuk dalam mukosa nafas atau orofaring, kemudian
replikasi virus menyebar melalui pembuluh darah dan limfe (viremia pertama) kemudian
berkembang biak di sel retikulo endhotellial setelah itu menyebar melalui pembuluh darah
(viremia ke dua) maka timbullah demam dan malaise. Pada fase latent virus ini mengendap
di basal ganglia.4
Permulaan bentuk lesi pada kulit mungkin infeksi dari kapiler endothelial pada
lapisan papil dermis menyebar ke sel epitel pada epidermis, folikel kulit dan glandula
sebacea dan terjadi pembengkakan. Lesi pertama ditandai dengan adanya makula yang
berkembang cepat menjadi papula, vesikel dan akhirnya menjadi crusta. Jarang lesi yang
menetap dalam bentuk makula dan papula saja. Vesikel ini akan berada pada lapisan sel
dibawah kulit. Dan membentuk atap pada stratum korneum dan lusidum, sedangkan
dasarnya adalah lapisan yang lebih dalam.4
Penyebaran viseral virus menyertai kegagalan respon hospes untuk menghentikan
viremia, yang menyebabkan infeksi paru, hati, otak, dan organ lain. Virus varisela zooster
menjadi laten di sel akar ganglia dorsal pada semua individu yang mengalami infeksi

primer. Reaktivasinya menyebabkan ruam vesicular terlokalisasi yang biasanya melibatkan


penyebaran dermatom dari satu saraf sensoris; perubahan nekrotik ditimbulkan pada
ganglia terkait, kadang-kadang meluas kedalam kornu posterior. Varisela mendatangkan
imunitas humoral dan seluler yang sangat protektif terhadap infeksi ulang bergejala.4
Supresi imunitas seluler pada virus varisela zoster berkorelasi dengan penambahan
risiko reaktivasi virus varisela zoster sebagai herpes zoster. Biasanya varisela di tularkan
melalui kontak langsung atau droplet, infeksi varisela pada negara musim dingin dan awal
musin semi. Di Amerika terjadi pada bulan januari sampai juni. Di Indonesia, varisela di
duga sering terjadi pada pergantian musim hujan ke musim panas begitupun sebalikanya.4
Menurut lokasi lesinya, herpes zoster dibagi menjadi:
a. Herpes zoster oftalmikus
Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus saraf
trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.Infeksi diawali
dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala konstitusi seperti
lesu,demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1-4 hari sebelum kelainan kulit
timbul. Fotofobia,banyak kelar air mata, kelopak mata bengkak dan sukar dibuka.4

Gambar 1. Herpes Zoster Oftalmikus Sinistra4


b. Herpes zosoter facialis
Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai
erupsi herpetik unilateral pada kulit.4

Gambar 2. Herpes zoster fasialis dekstra4


c. Herpes zoster brakialis
Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.4

Gambar 3. Herpes zoster brakialis sinistra4

d. Herpes zoster torakalis


Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.4

Gambar 4. Herpes zoster torakalis sinistra4

e. Herpes zoster lumbalis


Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus lumbalis yangditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.4
f. Herpes zoster sakralis
Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus sakralis yangditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.1,2

Gambar 5. Herpes zoster sakralis dekstra2


Gejala Klinik
Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi
pada dermatom yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang
timbulnya erupsi. Gejala konstitusi, seperti sakit kepala, malaise, dan demam,
terjadi pada 5% penderita (terutama pada anak-anak) dan timbul 1-2 hari
sebelum terjadi erupsi. Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah
erupsi yang lokalisata dan unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis
tengah tubuh. Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh
salah

satu

ganglion

saraf

sensorik.

Erupsi

mulai

dengan

eritema

makulopapular.2
Dua belas hingga dua puluh empat jam kemudian terbentuk vesikula
yang dapat berubah menjadi pustula pada hari ketiga. Seminggu sampai
sepuluh hari kemudian, lesi mengering menjadi krusta. Krusta ini dapat
menetap menjadi 2-3 minggu. Keluhan yang berat biasanya terjadi pada
penderita usia tua. Pada anak-anak hanya timbul keluhan ringan dan erupsi
cepat menyembuh. Rasa sakit segmental pada penderita lanjut usia dapat
menetap, walaupun krustanya sudah menghilang. Frekuensi herpes zoster

menurut dermatom yang terbanyak pada dermatom torakal (55%), kranial


(20%), lumbal (15%), dan sacral (5%). Secara umum, seluruh jenis penyakit
herpes dapat menular melalui kontak langsung. Namun pada herpes zoster,
seperti yang terjadi pada penyakit cacar (chickenpox), proses penularan bisa
melalui bersin, batuk, pakaian yang tercemar dan sentuhan ke atas
gelembung/lepuh yang pecah.2
Pada penyakit Herpes Genitalis (genetalia), penularan terjadi melalui
prilaku sex. Sehingga penyakit Herpes genetalis ini kadang diderita dibagian
mulut akibat oral sex. Gejalanya akan timbul dalam masa 7-21 hari setelah
seseorang mengalami kontak (terserang) virus varicella-zoster. Seseorang
yang pernah mengalami cacar air dan kemudian sembuh, sebenarnya virus
tidak 100% hilang dari dalam tubuhnya, melainkan bersembunyi di dalam sel
ganglion dorsalis sistem saraf sensoris penderita. Ketika daya tahan tubuh
(Immun) melemah, virus akan kembali menyerang dalam bentuk Herpes zoster
dimana gejala yang ditimbulkan sama dengan penyakit cacar air (chickenpox).
Bagi seseorang yang belum pernah mengalami cacar air, apabila terserang
virus varicella-zoster maka tidak langsung mengalami penyakit herpes zoster
akan tetapi mengalami cacar air terlebih dahulu. 2

Komplikasi
1. Neuralgia paska herpetik
Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai
beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun,
persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Semakin tua umur
penderita maka semakin tinggi persentasenya.5
2. Infeksi sekunder
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi.
Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan, atau
berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus dengan
jaringan nekrotik.5
3. Kelainan pada mata
Pada herpes zoster oftalmikus, kelainan yang muncul dapat berupa: ptosis

paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan neuritis optik. Menurut


beberapa hasil penelitian 7-18% orang yang terkena herpes zoster berpengaruh pada
proses melihat dari nervus trigeminal. Kasus herpes zoster oftalamikus ini terjadi
pada 10% orang dengan usia 10 tahun, dan hampir 30% penderita penyakit ini
adalah orang dengan usia 80 tahun keatas. Hampir 50% penderita herpes zoster
ophtalamikus

akan mendapatkan beberapa komplikasi jika tidak segera

mendapatkan terapi antiviral.5


4. Sindrom Ramsay Hunt
Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan otikus,
sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang
sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran,
nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan.5
5. Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan
virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan.
Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai
paralisis dapat terjadi seperti: di wajah, diafragma, batang tubuh, ekstremitas,
vesika urinaria dan anus. Umumnya akan sembuh spontan.5
Penatalaksanaan
Penatalaksaan herpes zoster bertujuan untuk:
1.Mengatasi infeksi virus akut
2.Mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster
3.Mencegah timbulnya neuralgia pasca herpetik.
Pengobatan Topikal
-

Pada stadium vesikuler diberikan bedak salisil 2% atau bedak kocok kalamin
untuk mencegah vesikel pecah.

Bila vesikel pecah dapat diberikan kompres terbuka dengan larutan antibiotik.

Jika berkusta dapat diberikan salep antibiotik untuk cegah infeksi sekunder.

Pengobatan sistemik
1. Obat Antivirus
Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya valasiklovir

10

dan famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase pada virus.
Asiklovir dapat diberikan peroral ataupun intravena. Asiklovir Sebaiknya pada 3
hari pertama sejak lesi muncul. Dosis asiklovir peroral yang dianjurkan adalah
5800 mg/hari selama 7 hari, sedangkan melalui intravena biasanya hanya
digunakan pada pasien yang imunokompromise atau penderita yang tidak bisa
minum obat. Obat lain yang dapat digunakan sebagai terapi herpes zoster adalah
valasiklovir. Valasiklovir diberikan 31000 mg/hari selama 7 hari, karena
konsentrasi dalam plasma tinggi. Selain itu famsiklovir juga dapat dipakai.
Famsiklovir juga bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase. Famsiklovir diberikan
3200 mg/hari selama 7 hari.5
2. Analgetik
Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan oleh virus
herpes zoster. Obat yang biasa digunakan adalah asam mefenamat. Dosis asam
mefenamat adalah 1500 mg/hari diberikan sebanyak 3 kali, atau dapat juga dipakai
seperlunya ketika nyeri muncul.5
3. Kortikosteroid
Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt. Pemberian
harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang biasa diberikan
ialah prednison dengan dosis 320 mg/hari, setelah seminggu dosis diturunkan
secara bertahap. Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas akan tertekan
sehingga lebih baik digabung dengan obat antivirus.5
Non medika mentosa
-

Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat
menularkan kepada orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan orang
dengan defisiensi imun.

Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk dan pakai baju
yang longgar.

Nyeri awal dapat berkurang dengan mengompres bagian badan yang terkena
dengan es batu (yang dibungkus dalam kain atau plastik).

Mandi seperti biasa, karena bakteri di kulit dapat menginfeksi kulit yang sedang
terkena cacar air sehingga dapat menimbulkan infeksi sekunder.

Konsumsi buah- buahan yang mengandung vitamin C seperti jambu biji, sirsak,
pepaya dan tomat merah meningkatkan kekebalan tubuh dan kelembaban kulit
yang mempercepat penyembuhan.1-3

11

Prognosis
Prognosis herpes zoster pada dewasa dan anak-anak umumnya baik, tetapi pada usia
lanjut risiko terjadinya komplikasi semakin tinggi, dan secara kosmetika dapat
menimbulkan makula hiperpigmentasi atau sikatrik. Dengan memperhatikan higiene &
perawatan yang teliti akan memberikan prognosis yang baik & jaringan parut yang timbul
akan menjadi sedikit. Pada herpes zoster oftalmikus prognosis tergantung dari perawatan
sejak dini.3

Bab III : PENUTUP


Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, kesimpulan yang dapat diambil adalah virus varicella zoster
yang reaktivasi akan menyebabkan penyakit herpes zooster. Maifestasi klinis herpes zoster
adalah lesi yang khas yang bersifat unilateral pada dermatom yang sesuai dengan letak
syaraf yang terinfeksi virus. Diagnosa herpes zoster dapat ditegakan melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Jika diperlukan tes laboratorium maka percobaan Tzanck tes dapat
dilakukan.

12

DAFTAR PUSTAKA
1. Handoko RP. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed. 4. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2005.h.110-210.
2. Editor.

Herpes

simpleks.

Edisi

12

Juni

2010.

Diunduh

dari:

http://medicastore.com/penyakit/186/Herpes_Simpleks.html, 10 April 2012.


3. Mansjoer A, Suprohatta, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta
kedokteran. Ed.3. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius; 2000.h.128-31, 1512.
4. Syahruhman Agus, Chatim Aidilfiet, W. K. Soebandrio Amin, Karuniawati
Anis, Santoso A.U.S, Harun Hasrul B.M, dkk. Buku ajar mikrobiologi
kedokteran. Jakarta : Binarupsa Aksara. 2006
5. Syarif Amir, Setiawati Arini, Muchtar Armen, Sinto Azalia, Bahry
Bahroelim, Suharto Bambang, dkk. Farmakologi dan terapi. 5th ed. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007

13

Anda mungkin juga menyukai