Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

Mual (nausea) dan muntah (emesis gravidarum) adalah gejala yang wajar dan
sering kedapatan pada kehamilan trimester I. Mual biasanya terjadi pada pagi hari,
tetapi dapat pula timbul setiap saat dan malam hari. Gejala-gejala ini kurang lebih
terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama
kurang lebih 10 minggu.1,2 Literatur lain menyebutkan bahwa mual dan muntah
terjadi 50-70% wanita hamil dalam 16 minggu pertama. Kurang lebih 66% wanita
hamil trimester pertama mengalami mual-mual dan 44% mengalami muntahmuntah.4 Mual dan muntah terjadi pada 60-80% primigravida dan 40-60%
multigravida.1,2 Klebanoff dkk, melaporkan bahwa lebih separuh dari 9000 wanita
mengalami muntah pada awal kehamilan.2 Borowski and associates (2003) dari
penelitiannya didapatkan 1.6% dari 9500 wanita hamil dilakukan rawat inap.
Gazmararian,dkk (2002) mempelajari lebih dari 46.000 wanita dan 0.8%
memerlukan hospitalisasi antepartum untuk hiperemesisnya.3
Bila wanita hamil memuntahkan segala apa yang dimakan dan diminum hingga
berat badannya sangat turun, turgor kulit berkurang, diuresis berkurang dan timbul
asetonuri, keadaan ini disebut hiperemesis gravidarum dan memerlukan perawatan
di rumah sakit. Frekuensi kejadian adalah 2 per 1000 kehamilan.3 Literatur lain
menyebutkan perbandingan insidensi hiperemesis gravidarum 4:1000 kehamilan. 4
Literatur lain menyebutkan puncak terjadinya hiperemesis gravidarum ialah pada
minggu ke delapan dan kedua belas kehamilan.3 Sindrom ini ditandai dengan
adanya muntah yang sering, penurunan berat badan, dehidrasi, asidosis karena
kelaparan, alkalosis, yang disebabkan menurunnya asam lambung dan
hipokalemia.4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hiperemesis gravidarum (HG) adalah mual dan muntah berlebihan pada wanita
hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena pada umumnya menjadi
buruk karena terjadi dehidrasi.1 Selain itu dapat diartikan hiperemesis gravidarum
adalah muntah-muntah yang cukup berat sehingga menyebabkan penurunan berat
badan, dehidrasi, asidosis akibat kelaparan, alkalosis akibat keluarnya asam
hidroklorida dalam muntahan dan hipokalemia.2
2.2 Epidemiologi
Mual dan muntah terjadi dalam 50-90% kehamilan. Gejalanya biasanya dimulai
pada gestasi minggu 9-10, memuncak pada minggu 11-13, dan berakhir pada
minggu 12-14. Pada 1-10% kehamilan, gejala dapat berlanjut melewati 20-22
minggu. Hiperemesis berat yang harus dirawat inap terjadi dalam 0,3-2%
kehamilan.3,4
Mual dan muntah terjadi pada 60-80% primi gravida dan 40-60% multi gravida.
Dari seluruh kehamilan yang terjadi di Amerika Serikat 0,3-2% diantaranya
mengalami hiperemesis gravidarum atau kurang lebih lima dari 1000 kehamilan.
Insiden dikatakan meningkat pada masyarakat barat yang tinggal di daerah
perkotaan dibandingkan dengan pedesaan.4
Di masa kini, hiperemesis gravidarum jarang sekali menyebabkan kematian, tapi
masih berhubungan dengan morbiditas yang signifikan.4 Morbiditas yang
ditimbulkan berupa :
1. Mual dan muntah mengganggu pekerjaan hampir 50% wanita hamil yang
bekerja.

2. Hiperemesis yang berat dapat menyebabkan depresi. Sekitar seperempat


pasien hiperemesis gravidarum membutuhkan perawatan di rumah sakit
lebih dari sekali.
3. Wanita dengan hiperemesis gravidarum dengan kenaikan berat badan dalam
kehamilan yang rendah (7 kg) memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
melahirkan neonatus dengan berat badan lahir rendah, kecil untuk masa
kehamilan, prematur, dan nilai Apgar 5 menit kurang dari 7.4
2.3 Etiologi dan Patogenesis
Muntah merupakan suatu mekanisme dari saluran cerna bagian atas mengeluarkan
isinya bila terjadi iritasi, rangsangan atau tegangan yang berlebihan pada usus.
Muntah termasuk reflex integrative yang kompleks yang terdiri dari 3 komponen
utama yakni detektor muntah, mekanisme integrative dan efektor yang bersifat
somatik, dimana rangsangannya dihantarkan melalui saraf vagus dan aferen
simpatis menuju pusat muntah. Selain itu pusat muntah juga menerima
rangsangan dari pusat muntah lain yang lebih tinggi pada serebral dari
chemoreseptor trigger zone (CTZ) pada area postrema dan dari apparatus
vestibular via serebelum. Kalau sinyal tersebut berasal dari perifer maka sinyal
tersebut tidak akan melalui trigger zone tetapi akan mencapai pusat muntah
melalui nucleus traktus solitaries. Pusat muntah ini berdekatan dengan pusat
pernapasan dan pusat vasomotor. Rangsang aferen dari pusat muntah dihantarkan
melalui saraf kranial V, VII, X, XII ke saluran cerna bagian atas dan melalui saraf
spinal ke diapragma, otot iga dan otot abdomen.4
Apabila rangsangan dirasakan sudah mencukupi maka akan mengakibatkan
pernafasan menjadi lebih dalam, terangkatnya tulang hioid dan laring untuk
mendorong sifngter krikoesofagus terbuka, tertutupnya glotis dan akhirnya
terangkatnya palatum mole untuk menutup nares anterior. Akhirnya timbul
kontraksi kuat dari otot abdomen yang mengakibatkan timbulnya tekanan
intragastrik yang tinggi. Dengan tekanan intragastrik yang meninggi dilanjutkan
dengan relaksasi dari sfingter esofagus, sehingga memungkinkan terjadinya
pengeluaran isi lambung.4

Sampai saat ini patogenesis hiperemesis gravidarum masih kontroversial. Dengan


adanya muntah yang terus menerus mengakibatkan berkurangnya cadangan
energi. Tubuh mulai beradaptasi dengan mengambil jalur lain untuk memperoleh
energi yakni melalui jalur glukoneogenesis dengan mengoksidasi asam lemak.
Oksidasi lemak ini memiliki kerugian yakni meningkatkan kadar keton dalam urin
akibat hasil dari oksidasi tidak sempurna dari asam lemak yakni tertimbunnya
asam aseton asetik, asam hidroksi butirik dan aseton.4
Selain kehilangan cadangan energi, muntah yang berkepanjangan dapat
menyebabkan kehilangan cairan yang cukup tinggi sehingga menyebabkan
timbulnya dehidrasi, sehingga cairan plasma dan ekstravaskuler akan berkurang.
Natrium dan khlorida darah turun, demikian juga dengan khlorida urine. Dampak
lainnya yakni dapat mengakibatkan hemokonsentrasi sehingga aliran darah ke
jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan zat makanan dan oksigen ke jaringan
berkurang dan tertimbunya zat metabolik dan toksik. Kekurangan kalium sebagai
akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal,

meningkatkan

frekuensi muntah yang lebih banyak, merusak hati, sehigga memperberat keadaan
penderita. 5
Apabila intensitas muntahnya sangat berat dapat terjadi robekan pada selaput
lendir esofagus dan lambung, sehingga kadang kala dapat muncul gejala seperti
muntah darah. Gejala ini dikenal dengan nama Mallory-Weiss Syndrome. Pada
umumnya robekan ini ringan dan perdarahan dapat berhenti sendiri.4
Hiperemesis gravidarum diyakini terjadi akibat adanya interaksi antara faktor
endokrin, imunologi gastrointestinal, enzim metabolik, defisiensi nutrisi, anatomi
dan psikologi. 5
a. Endokrin
1. Human Chorionic Gonadotropin (HCG)
Sampai saat ini HCG dikatakan sebagai penyebab utama dari hiperemesis
gravidarum karena dikaitkan adanya peningkatan signifikan dari HCG pada
ibu dengan hiperemesi gravidarun.5 mekanisme timbulnya masih belum
jelas namun dikatakan akibat efek stimulasi pada sistem sekresi dari GIT

dan stimulasi dari fungsi tiroid karena memiliki struktur yang mirip dengan
Thyroid Stimulating Hormon (TSH).5
Penelitian lainnya mengatakan peningkatan HCG bukan merupakan satu
satunya penyebab melainkan ada isoform spesifik dari HCG yang juga
mengakibatkan Hiperemesis gravidarum (HG). Ini ditandai dengan adanya
HCG yang lebih asam (pH <4). Kebanyakan bentuk isoform ini merupakan
akibat dari kelainan genetik ataupun hasil adaptasi terhadap lingkungan.5
2. Progesteron
Aktivitas hormonal pada saat corpus luteum merupakan paling tinggi pada
trimester pertama ketika HG sering terjadi. Penelitian menunjukkan pada
pasien dengan HG memiliki kadar progesteron yang lebih rendah. 5
3. Estrogen
Estrogen memiliki beberapa mekanisme yang dapat mengakibatkan
timbulnya HG. Kadar estrogen yang tinggi dapat mengakibatkan penurunan
waktu transit dari usus dan pengosongan lambung yang dapat
mengakibatkan meningkatnya akumulasi cairan akibat peningkatan
hormone steroid. Perubahan pH pada GIT dapat meningkatkan risiko
infeksi Helicobacter Pylori sehingga dapat mengakibatkan munculnya
gejala GIT. 5
4. Thyroid Hormones
Kelenjar tiroid secara fisiologis akan meningkatkan sekresinya pada saat
kehamilan mengakibatkan peningkatan sementara tiroksin dalam darah
yang dikenal dengan nama Gestational Transient Thyrotoxicosis (GTT).
Bersamaan dengan HCG, tiroid memiliki peranan penting dalam timbulnya
HG. Mekanisme masih belum jelas, namun kemungkinan karena memiliki
struktur yang mirib dengan HCG.5
5. Leptin
Leptin merupakan hormone yang memliki peranan dalam mengatur berat
badan dan memiliki struktur yang hampir sama dengan sitokin. Hubungan
antara HG dan leptin didapatkan berdasarkan fakta bahwa leptin sering
ditemukan pada jaringan adipose dan fungsi utamanya adalah mengurangi
rasa lapar dan meningkatkan konsumsi energi dengan cara berinteraksi
dengan kortisol, tiroid dan insulin. Kadar leptin sering ditemukan pada ibu
hamil salah satunya dengan HG namun mekanismenya masih belum jelas.5
6. Adrenal Cortex

Suatu studi penelitian menyebutkan bahwa terdapat penurunan gejala pada


ibu dengan HG ketika menggunakan terapi kortikosteroid. Kemungkinan
rendahnya kadar kortisol berhubungan dengan timbulnya HG, namun
mekanisme masih belum jelas.5
7. Growth hormone dan prolactin
Penurunan human Growth Hormone (hGH) dan peningkatan prolaktin
ditemukan pada pasien dengan HG. Kemungkinan ini diakibatkan karena
kadar hGH dan prolaktin kemungkinan mempengaruhi produksi dari
hormon plasenta dan endometrial pada ibu hamil. 5
8. Placental serum markers
Schwangerschafts protein 1 (SP1) merupakan suatu protein spesifik dari
plasenta yang beredar dalam sirkulasi maternal pada minggu awal
kehamilan. Protein ini diperkirakan berhubungan dengan adanya muntah
pada kehamilan.5
b. Imunologi
Pada ibu hamil terjadi perubahan sistem humoral maupun mediated,
kemungkinan untuk melindungi janin dari sistem imun ibu. HG dikatakan
timbul akibat dari overaktivasi dari sistem imun yang berhubungan dengan
sintesis hormon kehamilan.5
c. Gastro Intestinal
1. Infeksi Helicobacter Pylori
Peningkatan insiden H.pylori pada pasien HG merupakan salah satu
etiologi yang cukup jelas. Secara signifikan ditemukan H.pylori pada
bagian antrum dan corpus dari lambung pasien dengan HG. Jumlah bakteri
H.pylori juga kemungkinan berhubungan dengan derajat keparahan dari
HG.5
Infeksi H.pylori pada ibu hamil kemungkinan disebabkan karena adanya
perubahan keasaman lambung yang berhubungan denga perubahan sistem
imun pada ibu hamil. Perubahan sistem imun baik secara humoral maupun
selular meningkatkan risiko ibu terinfeksi H.pylori.5
2. Motilitas lambung dan usus
Selama hamil sex steroid dapat mengakibatkan aktivitas abnormal dari
lambung dan usus halus mengakibatkan lambatnya waktu transit dan
menghambat waktu pengosongan lambung yang dapat mengakibatkan
mual. Namun ternyata dalam penelitian hal tersebut tidak berpengaruh
dalam patogenesis HG.
3. Tekanan spingter bawah esophagus
6

Kebanyakan wanita memiliki gejala gastrointestinal reflux selama hamil.


Gejala ini kemungkinan muncul akibat penurunan tekanan dari spingter
bawah esophagus, yang diakibatkan karena meningkatnya estrogen dan
progesteron. 5
4. Sekresi cairan di GIT
HG kemungkinan muncul akibat distensi dari GIT bagian atas karena
peningkatan sekresi dan akumulasi cairan dalam lumen lambung.
Peningkatan sekresi cairan merupakan hal yang fisiologis pada ibu hamil,
karena berhubungan dengan sekresi cairan amnion.5
d. Enzim Metabolik
1. Liver enzim
Kelainan fungsi hati ditemukan pada pasien HG dengan peningkatan kadar
SGOT maupun SGPT. Kelainan ini kemungkinan ditemukan pada pasien
HG tipe late onset, lebih parah sampai ketonuria dan hipertiroidism, namun
mekanisme secara detail belum jelas. Diperkirakan kelainan fungsi hati
kemungkinan disebabkan karena efek kombinasi dari hipovolemia,
malnutrisi, dan timbulnya asam laktat pada HG.5
2. Amilase
Adanya peningkatan serum amylase ditemukan pada pasien dengan HG.
Namun peningkatan serum amylase tidak diakibatkan karena peningkatan
enzim amylase dari pancreas, menunjukkan kalau peningkatan tersebut
bukan diakibatkan gangguan dari pankreas melainkan sekresi yang
berlebihan dari kelenjar ludah.5
e. Defisiensi nutrisi
1. Defisiensi vitamin
Terdapat penurunan jumlah vitamin B1 pada pasien dengan HG, namun
hubungan secara biokimia belum dapat dijelaskan secara detail. Selain itu
juga terdapat defisiensi vitamin lain yakni thiamin dan K yang juga
diperkirakan berhubungan dengan peningkatan insiden HG.5
2. Defisiensi Unsur Mikro
Ada beberapa unsur mikro yang berkaitan dengan pathogenesis HG yakni
zinc dan besi. Plasma zinc ditemukan meningkat sedangkan besi menurun
pada pasien dengan Hg. Zinc merupakan bahan yang penting dalam
katalisis enzim yang berhubungan dengan metabolism, sedangkan kadar
besi yang rendah kemungkunan mengganggu fungsi biokimia, metabolic
dan endokrin dari beberapa organ.5
f. Anatomi
7

Ibu hamil berisiko mengalami HG karena adanya beberapa variasi anatomi,


kemungkinan penyebabnya adalah perbedaan sistem vena pada ovarium kanan
dan kiri menyebabkan tingginya kadar sex steroid pada vena porta. 5
g. Psikologi
Faktor psikologik memegang peranan yang penting pada penyakit ini, rumah
tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan
persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan
konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi
tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian
kesukaran hidup. 5
Suatu studi penelitian berupaya membandingkan gejala psikologis pada wanita
hamil dengan dan tanpa HG selama kehamilan. Subjek dengan gejala HG jauh
lebih tinggi gejala psikologisnya dibandingkan dengan kecemasan dari para
wanita hamil yang tidak menderita HG. Gejala tersebut antara lain; gejala
depresi, histeria, psychasthenia, skizofrenia, somatisasi dan perilaku obsesif
kompulsif. Penyebab gejala-gejala psikologis tersebut karena trauma dan
stress. Dapat disimpulkan bahwa HG tidak berhubungan dengan gangguan
psikologis dan sulit untuk membuktikan bahwa HG adalah murni psikologis
karena banyak wanita mulai muntah

sebelum mereka mengetahui bahwa

mereka hamil. 5

Bagan 1. Interaksi antara faktor faktor pencetus HG.


2.4 Gejala Klinis
Batasan jelas antara mual yang masih dianggap fisiologis dalam kehamilan
dengan hiperemesis gravidarum tidak ada, tetapi bila keadaan umum penderita
terpengaruh, sebaiknya dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Hiperemesis
gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam tiga tingkatan,
yaitu1,4 :
1

Tingkat I.
Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita,
penderita merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan
merasa nyeri pada epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100 kali per menit,
tekanan darah sistolik menurun, turgor kulit menurun, lidah mengering dan
mata cekung.1,4

Tingkat II.

Penderita tampak lebih lemas dan apatis, turgor kulit lebih menurun, lidah
mengering dan nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik
dan mata sedikit ikterus. Berat badan turun dan mata menjadi cekung, tensi
turun, hemokonsentrasi, oliguria dan konstipasi. Aseton dapat tercium dalam
bau pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat pula
ditemukan dalam kencing.1,4
Tabel 1. Gejala Hiperemesis Gravidarum

Parameter
Kondisi umum

Tingkat I
Lemah

Tingkat II
Tingkat II
Lebih lemah dan Lebih buruk

Kesadaran
Nyeri epigastrium
Muntah
Tekanan darah
Nadi
Turgor kulit
Mata
BAK
Keton urin

Compos mentis
+
>10 kali
Menurun
>100 x/mnt
Menurun
Cekung
Normal
-/+

apatis
Apatis
++
Sering
Menurun
Meningkat
Menurun
Cekung, + ikterus
Oligouria
> +2

Somnolen
++
Berhenti
Menurun
Meningkat
Menurun
Cekung, + ikterus
Oligouria-anuria

Tingkat III.
Keadaan umum lebih buruk, muntah berhenti, kesadaran menurun dari
somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat dan tensi
menurun. Komplikasi fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai
Encephalopathy Wernicke dengan gejala nistagmus, diplopia, dan perubahan
mental. Keadaan ini terjadi akibat defisiensi zat makanan, termasuk vitamin B
kompleks. Timbulnya ikterus menunjukan adanya gangguan hati.1,4

2.5 Diagnosis
Diagnosis Hiperemesis Gravidarum biasanya tidak sukar. Harus ditentukan
adanya kehamilan muda dan muntah yang terus menerus, sehingga mempengaruhi
keadaan umum. Hiperemesis Gravidarum yang terus menerus dapat menyebabkan
kekurangan makanan yang dapat mempengaruhi perkembangan janin, sehingga
10

pengobatan perlu segera diberikan. Diagnosis hiperemesis gravidarum ditegakkan


melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang.5,6J
a

Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan amenorea, tanda kehamilan muda, mual, dan
muntah. Mual dan muntah terjadi terus menerus, dirangsang oleh jenis
makanan tertentu, dan mengganggu aktivitas pasien sehari-hari. Selain itu dari
anamnesis juga dapat diperoleh informasi mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan terjadinya hiperemesis gravidarum seperti stres, lingkungan sosial
pasien, asupan nutrisi dan riwayat penyakit sebelumnya (hipertiroid, gastritis,
penyakit hati, diabetes mellitus, dan tumor serebri).

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perhatikan keadaan umum pasien, tanda-tanda vital,
tanda dehidrasi, dan besarnya kehamilan. Selain itu perlu juga dilakukan
pemeriksaan tiroid dan abdominal untuk menyingkirkan diagnosis banding.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis dan
menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan yang dilakukan adalah darah
lengkap, urinalisis, gula darah, elektrolit, USG (pemeriksaan penunjang dasar),
analisis gas darah, tes fungsi hati dan ginjal.2 Pada keadaan tertentu, jika pasien
dicurigai menderita hipertiroid dapat dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid
dengan parameter TSH dan T4. Pada kasus hiperemesis gravidarum dengan
hipertiroid 50-60% terjadi penurunan kadar TSH. Jika dicurigai terjadi infeksi
gastrointestinal dapat dilakukan pemeriksaan antibodi Helicobacter pylori.
Pemeriksaan laboratorium umumnya menunjukan tanda-tanda dehidrasi dan
pemeriksaan berat jenis urin, ketonuria, peningkatan blood urea nitrogen,
kreatinin dan hematokrit. Pemeriksaan USG penting dilakukan untuk
mendeteksi adanya kehamilan ganda ataupun mola hidatidosa.

11

2.6 Diagnosis Banding


Diagnosis hiperemesis gravidarum merupakan diagnosis pereksklusionam,
sehingga perlu menyingkirkan semua diagnosis banding yang mungkin terlebih
dahulu. Penyakit-penyakit yang sering menyertai wanita hamil dan mempunyai
gejala muntah-muntah yang hebat harus dipikirkan, antara lain:
1

Appendiksitis akut.
Pada pasien hamil dengan appendiksitis akut keluhan nyeri tekan pada
perut sangat menonjol sedangkan pada pasien hamil yang tanpa
appendiksitis akut keluhan tersebut sedikit bahkan tidak ada. Tanda-tanda
defance musculare, dan rebound tenderness juga bisa dijadikan petunjuk
untuk membedakan wanita hamil dengan appendiksitis akut dan tanpa
appendiksitis akut.3,7,8

Ketoasidosis diabetes.
Pasien dicurigai menderita ketoasidosis diabetes jika sebelum hamil
mempunyai riwayat diabetes atau diketahui pertama kali saat hamil apalagi
disertai dengan penurunan kesadaran dan pernafasan Kussmaul. Perlu
dilakukan pemeriksaan keton urine untuk mendapatkan badan keton pada
urine, pemeriksaan gula darah, dan pemeriksaan gas darah. 3,7,8

Gastritis dan ulkus peptikum.


Pasien dicurigai menderita gastritis dan ulkus peptikum jika pasien
mempunyai riwayat makan yang tidak teratur, dan sering menggunakan
obat-obat analgetik non steroid (NSAID). Keluhan nyeri epigastrium tidak
terlalu dapat membedakan dengan wanita hamil yang tanpa gastritis/ulkus
peptikum karena hampir semua pasien dengan hiperemesis gravidarum
mempunyai keluhan nyeri epigastrium yang hebat. Pemeriksaan endoskopi
perlu dihindari karena berisiko dapat menyebabkan persalinan preterm.
Pasien dengan gastroenteritis selain menunjukkan gejala muntah-muntah,
juga biasanya diikuti dengan diare. Pasien hiperemesis gravidarum yang
murni karena hormon jarang disertai diare. 3,7,8

12

Hepatitis.
Pasien hepatitis yang menunjukkan gejala mual-muntah yang hebat
biasanya sudah menunjukkan gejala ikterus yang nyata disertai
peningkatan SGOT dan SGPT yang nyata. Kadang-kadang sulit
membedakan pasien hiperemesis gravidarum tingkat III (tanda-tanda
kegagalan hati) yang sebelumnya tidak menderita hepatitis dengan wanita
hamil yang sebelumnya memang sudah menderita hepatitis. Anamnesa
yang cermat dapat membantu menegakkan diagnosis. 3,7,8

Tumor serebri.
Pasien dengan tumor serebri biasanya selain gejala mual-muntah yang
hebat juga disertai keluhan lain seperti sakit kepala berat yang terjadi
hampir setiap hari, gangguan keseimbangan, dan bisa pula disertai
hemiplegi. Pemeriksaan CT scan kepala pada wanita hamil sebaiknya
dihindari karena berbahaya bagi janin. 3,7,8

2.7

Penatalaksanaan

2.7.1 Pencegahan
Prinsip pencegahan adalah mengobati emesis agar tidak menjadi hiperemesis.
Pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum dapat dilakukan dengan berbagai
cara, antara lain :
1

Menjelaskan pada pasien bahwa kehamilan dan persalinan merupakan


proses fisiologis. 1,4

Menjelaskan pada pasien bahwa mual dan muntah adalah gejala yang
normal terjadi pada kehamilan muda, dan akan menghilang setelah usia
kehamilan 4 bulan. 1,4

Anjurkan untuk makan dalam jumlah yang sedikit tapi dengan frekuensi
yang lebih sering. 1,4

Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi
dianjurkan untuk makan roti kering atau biskuit dengan teh hangat. 1,4

Hindari makanan yang berminyak dan berbau lemak, dan makanan atau
minuman sebaiknya disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin. 1,4

13

Makan makanan yang banyak mengandung gula dianjurkan untuk


menghindari kekurangan karbohidrat. 1,4

Defekasi yang teratur.1

2.8.2 Terapi obat-obatan


Jika dengan tindakan pencegahan diatas tidak dapat mengurangi gejala dan
keluhan maka perlu dilakukan pengobatan. Hiperemesis gravidarum tingkat II dan
III harus dirawat inap di rumah sakit.
Indikasi pasien rawat inap di rumah sakit sebagai berikut:

Semua yang dimakan dan diminum dimuntahkan, apalagi bila telah

berlangsung lama.
Berat badan turun lebih dari 1/10 dari berat badan normal.
Dehidrasi, yang ditandai dengan turgor yang kurang dan lidah kering
Adanya aseton dalam urine.4

Pada pasien dengan hiperemesis gravidarum tingkat II dan III harus dilakukan
rawat inap dirumah sakit, dan dilakukan penanganan yaitu :
1 Obat-obatan.
Obat-obat yang diberikan pada wanita hamil harus memperhitungkan efek
samping dari obat tersebut agar tidak menimbulkan efek teratogenik bagi
janinnya. Obat-obatan yang dapat diberikan diantaranya suplemen
multivitamin, antihistamin, dopamin antagonis, serotonin antagonis, dan
kortikosteroid. Vitamin yang dianjurkan adalah vitamin B1 dan B6 seperti
pyridoxine (vitamin B6). Pemberian pyridoxin cukup efektif dalam
mengatasi keluhan mual dan muntah. Anti histamin yang dianjurkan adalah
doxylamine dan dipendyramine. Pemberian antihistamin bertujuan untuk
menghambat secara langsung kerja histamin pada reseptor H 1 dan secara
tidak langsung mempengaruhi sistem vestibular, menurunkan rangsangan di
pusat muntah.
Selama terjadi mual dan muntah, reseptor dopamin di lambung berperan
dalam menghambat motilitas lambung. Oleh karena itu diberikan obat

14

dopamin antagonis. Dopamin antagonis yang dianjurkan diantaranya


prochlorperazine, promethazine, dan metocloperamide. Prochlorperazin
dan

promethazine bekerja pada reseptor D2 untuk menimbulkan efek

antiemetik. Sementara itu metocloperamide bekerja di sentral dan di perifer.


Obat ini menimbulkan efek antiemetik dengan cara meningkatkan kekuatan
spinkter esofagus bagian bawah dan menurunkan transit time pada saluran
cerna.
Pemberian serotonin antagonis cukup efektif dalam menurunkan keluhan
mual dan muntah. Obat ini bekerja menurunkan rangsangan pusat muntah di
medula. Serotonin antagonis yang dianjurkan adalah ondansetron.
Odansetron biasanya diberikan pada pasien hiperemesis gravidarum yang
tidak membaik setelah diberikan obat-obatan yang lain. Sementara itu
pemberian kortikosteroid masih kontroversial karena dikatakan pemberian
pada kehamilan trimester pertama dapat meningkatkan risiko bayi lahir
dengan cacat bawaan.1,4
2 Terapi Nutrisi.
Pada kasus hiperemesis gravidarum jalur pemberian nutrisi tergantung pada
derajat muntah, berat ringannya deplesi nutrisi dan penerimaan penderita
terhadap rencana pemberian makanan. Pada prinsipnya bila memungkinkan
saluran cerna harus digunakan. Bila peroral menemui hambatan dicoba
untuk menggunakan nasogastric tube (NGT). Saluran cerna mempunyai
banyak keuntungan misalnya dapat mengabsorsi banyak nutrien, adanya
mekanisme defensif untuk menanggulangi infeksi dan toksin. Selain itu
dengan masuknya sari makanan ke hati melalui saluran porta ikut menjaga
pengaturan homeostasis nutrisi.2
Bila penderita sudah dapat makan peroral, modifikasi diet yang diberikan
adalah makanan dalam porsi kecil namun sering, diet tinggi karbohidrat,
rendah protein dan rendah lemak, hindari suplementasi besi untuk
sementara, hindari makanan yang emetogenik dan berbau sehingga
menimbulkan rangsangan muntah.1,2 Pemberian diet diperhitungkan jumlah
kebutuhan basal kalori sehari-hari ditambah dengan 300 kkal perharinya.2
15

3 Isolasi.
Penderita diisolasi dalam kamar yang tenang, cerah, dan memiliki peredaran
udara yang baik. Sebaiknya hanya dokter dan perawat saja yang
diperbolehkan untuk keluar masuk kamar tersebut. Pasien tidak diberikan
makan ataupun minum selama 24 jam. Biasanya dengan isolasi saja gejalagejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan.6,7
4 Terapi psikologik.
Terapi psikologik pada wanita hamil dapat bermanfaat. Hilangkan rasa takut
oleh karena kehamilan dan persalinan karena itu merupakan proses
fisiologis, kurangi pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik
lainnya yang melatarbelakangi penyakit ini. Jelaskan juga bahwa mual dan
muntah adalah gejala yang normal terjadi pada kehamilan muda, dan akan
menghilang setelah usia kehamilan 4 bulan.
5

Cairan parenteral.
Resusitasi cairan merupakan prioritas utama, untuk mencegah mekanisme
kompensasi yaitu vasokonstriksi dan gangguan perfusi uterus. Selama
terjadi gangguan hemodinamik, uterus termasuk organ non vital sehingga
pasokan darah berkurang.2 Pada kasus hiperemesis gravidarum, jenis
dehidrasi yang terjadi termasuk dalam dehidrasi karena kehilangan cairan
(pure dehidration). Maka tindakan yang dilakukan adalah rehidrasi yaitu
mengganti cairan tubuh yang hilang ke volume normal, osmolaritas yang
efektif dan komposisi cairan yang tepat untuk keseimbangan asam basa.
Pemberian cairan untuk dehidrasi harus memperhitungkan secara cermat
berdasarkan: berapa jumlah cairan yang diperlukan, defisit natrium, defisit
kalium dan ada tidaknya asidosis.2
Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat, dan protein
dengan glukosa 5% dalam cairan garam fisiologis sebanyak 2-3 liter sehari.
Bila perlu dapat ditambahkan kalium dan vitamin, terutama vitamin B
kompleks dan vitamin C, dapat diberikan pula asam amino secara intravena
apabila terjadi kekurangan protein.1

16

Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan yang dikeluarkan. Urin perlu
diperiksa setiap hari terhadap protein, aseton, klorida, dan bilirubin. Suhu
tubuh dan nadi diperiksa setiap 4 jam dan tekanan darah 3 kali sehari.
Dilakukan pemeriksaan hematokrit pada permulaan dan seterusnya menurut
keperluan. Bila dalam 24 jam pasien tidak muntah dan keadaan umum
membaik dapat dicoba untuk memberikan minuman, dan lambat laun
makanan dapat ditambah dengan makanan yang tidak cair. Dengan
penanganan ini, pada umumnya gejala-gejala akan berkurang dan keadaan
aman bertambah baik. Daldiyono mengemukakan salah satu cara
menghitung kebutuhan cairan untuk rehidrasi inisial berdasarkan sistem
poin. Adapun poin-poin gejala klinis dapat dilihat pada tabel berikut ini.1
Tabel 2. Daldiyono score9
No

Gejala klinis

Score

Muntah

Voxs Choleric (Suara Parau)

Apatis

Somnolen, Sopor, Koma

T 90 mmHg

T 60 mmHg

N 120 x/menit

Frekuensi napas > 30x/menit

Turgor Kulit

10

Facies Cholerica (Mata Cowong)

11

Extremitas Dingin

12

Washer Womens Hand

13

Sianosis

14

Usia 50 60

15

Usia > 60

-1
-2

17

Jumlah cairan yang akan diberikan dalam 2 jam, dapat dihitung 9 :


Defisit = Jumlah Poin x 10 % BB x 1 Liter
15
Koreksi 2 jam pertama
6 Penghentian Kehamilan.
Pada sebagian kecil kasus keadaan pasien tidak membaik, bahkan semakin
memburuk. Dalam kasus seperti itu perlu dilakukan pemeriksaan medik dan
psikiatrik bila keadaan memburuk. Delirium, kebutaan, takikardi, ikterus,
anuria dan perdarahan merupakan manifestasi komplikasi organik. Dalam
keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan.
Keputusan untuk melakukan abortus terapeutik sering sulit diambil oleh
karena di satu pihak tidak boleh dilakukan terlalu cepat, tetapi dilain pihak
tidak boleh menunggu sampai terjadi gejala ireversibel pada organ vital.
(

Mochtar, Rustam, 2001, Sinopsis Obsetri, Jilid I, Jakarta; EGC)

2.7.3 Penatalaksanaan sesuai dengan Protap Ginekologi RSUP Sanglah.


Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum menurut Protap Ginekologi RSUP
Sanglah 10 :
Hari 0

: Pasien dipuasakan
Infus Dextrosa 10%/ 5 % : RL = 4 : 1, 36 tetes/menit per 24 jam
Injeksi Primperan (Metokloperamid) 3 x 1 amp/hari
Injeksi Neurobion 500 (Vitamin B1, B6, B12) 1 x 1 amp/hari
Monitoring urin keton I, berat badan

Hari 1

: Cabut infus
Primperan (Metokloperamid) tab 3 x 1 / hari
Neurobion 500 (Vitamin B1, B6, B12) tab 2 x 1 / hari
Diet hiperemesis I (roti kering/bakar)
Monitoring urin keton II, berat badan

Hari 2

: Primperan (Metokloperamid) tab 3 x 1 / hari


Neurobion 500 (Vitamin B1, B6, B12) tab 2 x 1 / hari

18

Diet hiperemesis II (bubur)


Monitoring urin keton III, berat badan
USG
Hari 3

: Primperan (Metokloperamid) tab 3 x 1 / hari


Neurobion 500 (Vitamin B1, B6, B12) tab 2 x 1 / hari
Diet hiperemesis III (nasi).
BPL

2.7.4

Diet Hiperemesis Gravidarum

Diet pada hiperemesis gravidarum bertujuan untuk mengganti persediaan glikogen


tubuh dan mengontrol asidosis secara berangsur memberikan makanan berenergi
dan zat gizi yang cukup. Diet hiperemesis gravidarum memiliki beberapa syarat,
diantaranyanadalah:
a)
b)
c)
d)

Karbohidrat tinggi
Lemak rendah
Protein sedang
Makanan diberikan dalam bentuk kering; pemberian cairan disesuaikan

dengan keadaan pasien, yaitu 7-10 gelas per hari


e) Makanan mudah cerna, tidak merangsang saluran pencernaan, dan diberikan
sering dalam porsi kecil
f) Bila makan pagi dan siang sulit diterima, pemberian dioptimalkan pada
makan malam dan selingan malam.
g) Makanan secara berangsur ditingkatkan dalam porsi dan nilai gizi sesuai
dengan keadaan dan kebutuhan gizi pasien
Ada 3 macam diet pada hiperemesis gravidarum, yaitu :
a) DietbHiperemesisbI
Diet hiperemesis I diberikan kepada pasien dengan hiperemesis gravidarum
berat. Makanan hanya terdiri dari roti kering, singkong bakar atau rebus, ubi
bakar atau rebus, dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan
tetapi 1-2 jam sesudahnya. Karena pada diet ini zat gizi yang terkandung di
dalamnya kurang, maka tidak diberikan dalam waktu lama.
b) DietbHiperemesisbII
Diet ini diberikan bila rasa mual dan muntah sudah berkurang. Diet diberikan
secara berangsur dan dimulai dengan memberikan bahan makanan yang
bernilai gizi tinggi. Minuman tidak diberikan bersamaan dengan makanan.

19

Pemilihan bahan makanan yang tepat pada tahap ini dapat memenuhi
kebutuhan gizi kecuali kebutuhan energi.
c) DietbHiperemesisbIII
Diet hiperemesis III diberikan kepada pasien hiperemesis gravidarum ringan.
Diet diberikan sesuai kesanggupan pasien, dan minuman boleh diberikan
bersama makanan. Makanan pada diet ini mencukupi kebutuhan energi dan
semua zat gizi.
2.8

Komplikasi

Penyulit yang perlu diperhatikan adalah Ensephalopati Wernicke. Gejala yang


timbul dikenal sebagai trias klasik yaitu paralisis otot-otot ekstrinsik bola mata
(oftalmoplegia), gerakan yang tidak teratur (ataksia), dan bingung. Penyulit
lainnya yang mungkin timbul adalah ruptur esofagus, robekan Mallory-Weiss pada
esofagus, pneumotoraks dan neuropati perifer. Pada janin dapat ditemukan
kematian janin, pertumbuhan janin terhambat, preterm, berat badan lahir rendah,
kelainan kongenital.2,4
2.9

Prognosis

Penelitian di Amerika melaporkan semua wanita dengan mual dan muntah pada
kehamilan merasakan awal terjadinya sebelum usia kehamilan 9 minggu. Jumlah
tersebut menurun 30% pada kehamilan 10 minggu, turun lagi 30% pada
kehamilan 12 minggu, dan menjadi 30% pada kehamilan 16 minggu. Sepuluh
persen mengalami mual dan muntah setelah 16 minggu dan hanya 1% tetap
mengalaminya setelah usia kehamilan 20 minggu.8,9,10
Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum sangat
memuaskan. Sebagian besar penyakit ini dapat membaik dengan sendirimya pada
usia kehamilan 20-22 minggu, namun demikian pada tingkatan yang berat,
penyakit ini dapat membahayakan jiwa ibu dan janin.10

20

BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1

Identitas Pasien
Nama

: KTM

Jenis Kelamin : Perempuan

3.2

Umur

: 25 tahun

Agama

: Hindu

Pendidikan

: Tamat SMA

Pekerjaan

: Pegawai Swasta

Alamat

: Kabetan Kaja- Petak

Suku/Bangsa

: Bali/Indonesia

Status Nikah

: Menikah

Tanggal MRS

: 22 Oktober 2012, pukul 22.00 WITA

Anamnesis
Keluhan utama :

Mual dan muntah

Perjalanan penyakit
Pasien datang sadar dengan keluhan mual dan muntah sejak 1 minggu yang
lalu, muntah-muntah awalnya hanya terjadi pada pagi hari dan setelah
makan dan minum, namun sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit
muntah dialami lebih dari 10 kali per hari dengan volume 1/2-3/4 gelas, isi
muntahan berupa makanan dan minuman yang dikonsumsi sebelumnya,
pada muntahan tidak terdapat darah. Keluhan mual dan muntah semakin
bertambah berat setelah makan dan minum, dan berkurang saat istirahat.
Selain itu pasien juga mengeluh badan terasa lemah hingga tak mampu
melakukan aktivitas sehari-hari, merasa haus dan bibir terasa kering. Nafsu
makan dirasakan menurun karena pasien takut muntah. BAB dan BAK
dirasakan semakin menurun. Pasien buang air kecil 2x dalam sehari dengan
volume + 200 cc.

Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati. Penderita

21

mengatakan berat badannya sebelum hamil 52 kg. Tidak ada permasalahan


dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pekerjaan.
Riwayat Haid:
Menarche pada usia 13 tahun dengan siklus haid yang teratur setiap 28 hari,
dengan lama menstruasi 3 - 4 hari, pasien tidak merasakan keluhan saat
menstruasi. Hari pertama haid terakhir (HPHT) 8 September 2012 dan
taksiran partus dikatakan tanggal 15 Juni 2013.
Riwayat Perkawinan:
Penderita menikah 1 kali dan telah berlangsung selama 1 tahun.
Riwayat Persalinan:
1.

Ini
Riwayat ANC:
Perawatan antenatal dilakukan di Sp.OG. PP test (+), USG (+)
Riwayat Kontrasepsi: tidak ada
Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita:
Riwayat hipertensi, kencing manis, sakit jantung, asma, dan tumor
disangkal.
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga:
Riwayat hipertensi, kencing manis, sakit jantung, asma, dan tumor pada
keluarga disangkal.

3.3

Pemeriksaan Fisik
Status present
Keadaan Umum

: sedang

Kesadaran

: compos mentis

Tekanan darah

: 100/60 mmHg
22

Nadi

: 110 x/menit

Respirasi

: 24 x/menit

Suhu

: 37 C

Berat badan

: 50 kg

Tinggi badan

: 155 cm

Status general
Kepala

: Normocephali

Mata

: Anemis -/-, ikterus -/-, cowong +/+

Telinga

: Tidak ada kelainan

Hidung

: Tidak ada kelainan

Leher

: Tidak ada kelainan

Thorax
Cor

: S1S2 Tunggal, Reguler, Murmur (-)

Pulmo

: Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Abdomen

: ~ st. ginekologi

Ekstremitas

: Oedem Edema - / - , hangat +/ +


-/-

+/ +

Status Ginekologi
Abdomen

: TFU tidak teraba, distensi (-), BU (+)N


Turgor kulit menurun
Nyeri tekan (-), tanda cairan bebas (-)

Vagina
Inspeksi V/V : Flx (-), Fl (-)
P (-), Livide (+)
VT

: Flx (-), Fl(-)


P (-), Nyeri goyang (-)
CUAF b/c ~ umur kehamilan 68 minggu
AP/CD taa

23

3.4

Pemeriksaan Penunjang

22 Oktober 2012
Darah Lengkap
WBC

10,3 x 10^3 u/l

( 3,6 11 )

RBC

4,97x 10^6 u/l

( 4,4 5,9 )

HGB

14,2 mg/dl

( 13,2 17,3)

HCT

41,4%

( 40 62 )

PLT

266x 10^3 u/l

( 150- 450 )

6
+3
Negatif
+1
N
+3
+1
Negatif
Kuning keruh

(5 8)
(negatif)
(negatif)
(negatif)
N
(negatif)
1mg/dl
(negatif)
(negatif)
Kuning

Urin Lengkap

Ph
Leukosit
Nitrit
Protein
Glukosa
Keton
Urobilinogen
Bilirubin
Eritrosit
Warna

Ultrasonografi :

Blass isi cukup


GS (+) intrauterin
FP (+), FHB (+)
CRL :~ 6W2D
EDD : 17 Juni 2013

3.5 Diagnosis Kerja


Hiperemesis Gravidarum grade II
24

3.6 Penatalaksanaan
Pdx

:-

Tx

: - Resusitasi cairan RL 1,5 liter / 2 jam


- Maintenance dengan D5% : RL 4:1, 36 tetes per menit
- Ondansentron 1 ampul tiap 8 jam
- Neurobion 3 x 1 ampul tiap 24 jam
- Puasa 24 jam
: Keluhan, vital sign, cairan masuk, cairan keluar, ketonuria, BB
@ hari
: Pasien dan keluarga tentang diagnosis, rencana penanganan,

MX
KIE

pengawasan lanjutan, komplikasi dan prognosisnya.


3.7 Perjalanan Penyakit
Tanggal

23-10-

Mual

St.Present

Hiperemesis

2012

(+),

T : 110/70

Gravidarum

Muntah

mmHg

Grade II hari

(-),

N : 84 x/menit

Nyeri

R : 24 x/menit

ulu hati

Tax: 36,3oC

P
Pdx: -

Tx :
1. Diet
hiperemesis I

(-)
St. General
Mata

: An -/-,

(roti kering)
2. IVFD Dex 5% :
RL ~ 4:1 ~

cowong -/Thorax : Cor/Po


dbn

28tts/mnt
3. Ondasentron 1
ampul tiap 8

Ekt : hangat +/+,


edema -/-

jam
4. Neurobion 1
ampul tiap 24
jam

St. Gin
Abd : TFU ttb,
distensi (-),

Mx :

25

BU(+)N, turgor

- Obs keluhan

kulit N

- Vital sign
- BB @ hari

Vag : dbn

- Ketonuria @ hari

BB : 50 kg

KIE : pasien dan

Ketonurin : -

keluarga

24-10-

Mual (-),

St.Present

Hiperemesis

2012

Muntah

T : 110/70

Gravidarum

(-)

mmHg

Grade II hari

N : 80 x/menit

II

R : 20 x/menit
Tax: 36,7oC
St. General
Mata

: An -/-,

cowong -/-

Pdx : -

Tx :
1. Diet
hiperemesis II
(bubur saring)
2. Aff infus
3. Ondansentron
3x1 tab

Thorax : Cor/Po
dbn

4. Neurobion 2x1

Ekt : hangat +/+,

tab

edema -/-

St. Gin
Abd : TFU ttb,

Mx :

distensi (-),

- Obs keluhan

BU(+)N. Turgor

- Vital sign

- BB @ hari
- Ketonuria @ hari

Vag : dbn

26

KIE : pasien dan


BB : 51 kg

keluarga

Ketonurin : -

25-10-

Keluhan

St.Present

Hiperemesis

2012

(-)

T : 110/80

Gravidarum

mmHg

Grade II hari

N : 82 x/menit

III

Pdx : USG

Tx :

R : 20 x/menit

1. Diet

Tax: 36,5oC

Hiperemesis III
(makan bebas)

St. General
Mata

2. Ondansentron

: An -/-,

3x1 tab

cowong -/Thorax : Cor/Po

3. Neurobion 1x1

dbn

tab

Ekt : hangat +/+,


edema -/St. Gin

Mx :

Abd : TFU ttb,

Obs keluhan

distensi (-),

Vital Sign

BU(+)N, turgor

Kontrol

kulit normal

poliklinik
kebidanan

Vag : dbn

KIE : pasien dan


keluarga

BB : 51 kg
Ketonurin : -

BPL

27

28

BAB 4
PEMBAHASAN

4.1

Diagnosis
Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan hiperemesis gravidarum karena
berdasarkan anamnesis pada pasien ini ditemukan adanya gejala mual dan
muntah yang berat, dimana keluhan tersebut sampai mengganggu aktivitas
sehari-hari dan pekerjaanya. Muntah tersebut juga menimbulkan komplikasi
dehidrasi karena kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan
karena muntah sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang. Pada
pemeriksaan fisik penderita, hal ini ditandai dengan ditemukan mata
cowong, adanya peningkatan frekuensi denyut nadi, lidah terasa kering,
BAK yang sedikit-sedikit dengan frekuensi yang menurun dan turgor yang
menurun pada penderita.
Tanda kehamilan yang didapat pada anamnesis penderita ini adalah adanya
riwayat telat haid sejak tanggal 8 September 2012, pasien sudah melakukan
tes kehamilan dengan hasil yang positif, sedangkan pada pemeriksaan fisik
ditemukan adanya hiperpigmentasi pada areola mama, inspekulo vagina
vulva ditemukan warna porsio livide, dan pada pemeriksaan dalam
ditemukan pembesaran korpus uteri sesuai dengan umur kehamilan 6-8
minggu. Pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan USG dengan hasil
positif hamil 6-7 minggu.
Hiperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan
lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang
tak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-asetik,
asam hidroksi butirik dan aseton dalam darah yang pada pemeriksaan urin
ditemukan adanya keton positif (+3).
Pasien didiagnosis hiperemesis gravidarum tingkat II, karena penderita
tampak lemah, turgor menurun, lidah kering, mata cekung, tensi turun dan
oliguria. Pada pemeriksaan urin didapatkan keton positif. Pada penderita ini

29

dapat dimasukkan ke dalam tingkat dehidrasi sedang, karena dalam


pemeriksaan didapatkan keluhan haus, pada pemeriksaan fisik didapatkan
frekuensi nadi cepat (110x/menit), pernafasan agak cepat (24 x/menit), mata
cekung, turgor kulit agak berkurang dan BAK sedikit.
4.2 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum grade II dibedakan menjadi
rehidrasi dan koreksi elektrolit, isolasi, terapi nutrisi, terapi dengan obatobatan, dan psikoterapi. Terapi cairan dilakukan untuk mengatasi dehidrasi
dengan pemberian cairan rehidrasi, yaitu rehidrasi inisial dan rehidrasi
rumatan. Pada pasien ini ditemukan tanda-tanda dehidrasi dan diberikan
cairan rehidrasi inisial sebanyak 1,5 liter dengan cara grojok. Defisit cairan
ini dikoreksi dalam 2 jam pertama. Umumnya kehilangan air dan elektrolit
diganti dengan cairan isotonik, misalnya ringer laktat, ringer asetat atau
normal salin. Bila memakai normal salin harus berhati-hati agar jangan
sampai diberikan dalam jumlah yang banyak karena dapat menyebabkan
delusional acidosis atau hyperchloremic acidosis. Bila diperlukan dapat
ditambahkan ion kalium. Perlu diperhatikan bahwa pemberian cairan yang
mengandung dekstrosa harus didahului dengan pemberian thiamin untuk
mencegah terjadinya ensefalopati Wernicke.1,2 Cairan yang digunakan untuk
memperbaiki keadaan pasien ini adalah kristaloid yaitu Ringer Laktat.
Pemilihan cairan RL dengan pertimbangan bahwa pada pasien terjadi
penurunan volume cairan intravaskuler dan kecenderungan defisit cairan
intraseluler dan interstisial.
Resusitasi dikatakan adekuat bila terdapat parameter seperti tekanan darah
arteri rata-rata 70-80 mmHg, denyut jantung kurang dari 100x per menit,
ekstremitas hangat dengan pengisian kapiler baik, susunan saraf pusat baik,
produksi urine baik 0.5-1 ml/kg BB/jam dan asidosis tidak berlanjut.2
Daldiyono scoredigunakan untuk menentukan jumlah cairan yang diberikan,
didapatkan score 5 yaitu: muntah (1), Turgor Kulit menurun (1), mata
cowong (2), dan tekanan darah diastolik 60 mmHg (1).Berat badan pasien
adalah 50 kg. Lalu dengan menggunakan rumus maka :

30

Defisit=

skor
x 10 BB x 1<
15

Defisit=

5
x 10 %x 50 x 1<
15

Defisit=1,67<

Cairan pemeliharaan yang digunakan adalah Dekstrosa 5% : Ringer laktat =


4 : 1, sebanyak 36 tetes tiap menit. Digunakannya cairan ini adalah selain
untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien juga digunakan untuk memenuhi
kebutuhan kalori pasien. Digunakan dektrosa, karena pada pasien
hiperemesis gravidarum terjadi oksidasi lemak yang tidak sempurna yang
ditandai dengan ditemukannya benda keton di dalam urin. Selain itu cairan
ini bersifat isotonic hiperosmotik membantu transport cairan intravaskuler
menuju intraseluler sehingga dapat memperbaiki kondisi dehidrasi pasien.
Pasien ini dipuasakan selama 24 jam pertama yang bertujuan untuk
mengistirahatkan

saluran

cerna

pasien.

Pemberian

makanan

akan

merangsang saluran cerna untuk mengeluarkan asam lambung dan


mengakibatkan iritasi saluran cerna sehingga muntah bertambah berat.
Kebutuhan cairan dan kalori penderita pada 24 jam pertama hanya didapat
dari cairan infus yang masuk. Setelah 24 jam coba diberikan makanan
sesuai dengan diet hiperemesis I.
Pada pasien ini diberikan terapi obat-obatan antara lain Ondansentron 1 amp
tiap 8 jam IV dan Neurobion 1 amp tiap 24 jam im. Pengobatan sebaiknya
diberikan setelah periode klasik teratogenik terlampaui, dari 31-71 hari
setelah hari pertama haid terakhir atau pada usia kehamilan 5-10 minggu.
Pada periode tersebut terjadi proses organogenesis sehingga bahan kimia
dapat mempengaruhi proses perkembangan organ mencapai puncak
tercepat.2 Tetapi pada pasien ini diberikan obat anti emetic (ondansentron)
pada usia kehamilan 6-7 minggu dengan pertimbangan bahwa ondansentron
lebih aman (efek teratogenik tidak ada) dibandingkan obat antiemetik

31

lainnya. Neurobion (mengandung vitamin B1, B6, B12) diberikan secara


drip IV. Suplementasi multivitamin secara bermakna mengurangi dan
mencegah insiden hiperemesis gravidarum.Vitamin B1, B6, dan B12, yang
merupakan koenzim yang berperan dalam metabolisme lipid, karbohidrat
dan asam amino.
Terapi Psikologis dilakukan dengan meyakinkan pasien bahwa penyakitnya
dapat disembuhkan, menghilangkan rasa takut karena kehamilan, istirahat
sementara dari aktivitas hariannya, serta membantu pasien untuk mengatasi
masalah dan konflik yang mungkin sedang dihadapi oleh pasien. Pada
pasien ini dilakukan monitoring keluhan, tanda vital, berat badan, produksi
urine dan keton urin. Keluhan penderita perlu diperhatikan untuk mencari
apakah masih terdapat keluhan mual maupun muntah pada penderita. Tanda
vital penderita dilihat apakah terjadi penurunan tekanan darah, peningkatan
denyut nadi atau peningkatan suhu tubuh yang merupakan tanda-tanda
dehidrasi. Berat badan penderita perlu ditimbang tiap hari untuk melihat
apakah ada penurunan berat badan karena keluhan yang dialami oleh
penderita. Produksi urine juga dapat digunakan untuk melihat apakah masih
terjadi dehidrasi pada penderita ini. Keton urin dilihat untuk mengetahui
masih terjadi metabolisme yang tidak sempurna pada penderita ini. Pasien
dirawat selama 3 hari, selama dua hari terakhir keluhan berkurang dan saat
hari terakhir perawatan keluhan sudah tidak dirasakan lagi, ketonuri (-),
makan minum baik dan keadaan umum ibu baik.
4.3 Prognosis
Prognosis dari pasien ini adalah baik. Hali ini dapat disimpulkan dari
keadaan umum pasien selama perawatan di rumah sakit semakin membaik.
Keluhan mual dan muntah sudah berkurang bahkan tidak ada sama sekali.
Makan minum baik. Pasien sudah mampu melakukan aktivitas sehari-hari
seperti makan dan mandi sendiri. Dari pemeriksaan fisik, tidak didapatkan
mata cowong dan turgor kulit baik. Kemudian dari hasil pemeriksaan
laboratorium urin lengkap, didapatkan ketonuria negatif.

32

BAB 5
RINGKASAN
Pasien didiagnosa dengan hiperemesis gravidarum grade II berdasarkan hasil dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Penyebab terjadinya
hiperemesis gravidarum inibelum diketahui secara pasti. Penanganan yang
diberikan pada pasien ini adalah terapi cairan, diet, obat-obatan dan psikoterapi.
Dilakukan monitoring keluhan, vital sign, cairan masuk, cairan keluar, ketonuria,
BB tiap hari.Dalam perjalanannya penderita mengalami perbaikan keadaan
umum, keluhan muntah-muntah sudah tidak dikeluhkan lagi dan dari pemeriksaan
keton urin memberikan hasil negatif. Pasien diizinkan pulang pada tanggal 25
Oktober 2012.

33

DAFTAR PUSTAKA
1. Mochtar, Rustam, 2001, Sinopsis Obsetri, Jilid I, Jakarta; EGC.
2. Hartanto H. Penyakit Saluran Cerna. Dalam: Cunningham FG. Obstetric
Williams. Edisi ke-21. Jakarta: EGC. 2005. hal 1424-1425.
3. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Hiperemesis Gravidarum. Dalam: Ilmu
Kebidanan; Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
Jakarta;2002; hal. 275-280.
4. Ogunyemi DA, 2012. Hyperemesis Gravidarum. Emedicine. Available
from: http://www.emedicine.com (Accesed : 24 Oktober 2012).
5. Verberg MFG, Gillott DJ dan Grudzinskas JG. 2005. Hyperemesis
Gravidarum, a literature review. Human Reproduction Update.vol 11.
No.5. pp. 527-539.
6. Goldberg D, Szilagyi A, Graves L: Hyperemesis gravidarum and
Helicobacter pylori infection: a systematic review. Obstet Gynecol 2007,
110:695-703.
7. Sheehan P. Hyperemesis gravidarum assessment and management. Aust
Fam Physician 2007,36:698-701.
8. Chaterine M, Graham RH and Robson SC. Caring for women with nausea
and vomiting in pregnancy : new approaches. British Journal of
Midwifery, May 2008, Vol 16, No. 5.
9. Asih, Kampono dan Prihartono. Hubungan pajanan infeksi Helicobacter
pylori dengan kejadian hiperemesis gravidarum. Majlah Obstetri
Ginekologi Indonesia. Vol 33, no 3 Juli 2009.
10. Einarson A, Maltepe C, Bukovic R, Koren G. Treatment of nausea and
vomiting in pregnancy: an updated algorithm. Can Fam Physician 2007,
53 (12):2109-2111.

34

Anda mungkin juga menyukai