Makalah Epilepsi - Upn Feb 2013
Makalah Epilepsi - Upn Feb 2013
sekunder). Kejang umum primer selalu disertai hilangnya kesadaran. Kejang tertentu
(absens) dapat juga hanya menyebabkan kehilangan kesadaran yang terisolasi. Fenomena
pemicunya adalah depolarisasi paroksismal pada neuron tunggal (pergeseran depolarisasi
paroksismal). Hal ini disebabkan oleh pengaktifan kanal Ca2+. Ca2+ yang masuk mula-mula
akan membuka kanal kation yang tidak spesifik sehingga menyebabkan depolarisasi yang
berlebihan, yang akan terhenti oleh pembukaan kanal K+ dan Cl yang diaktivasi oleh Ca2+.
Kejang epilepsi terjadi jika jumlah neuron yang terangsang terdapat dalam jumlah yang
cukup. Penyebab atau faktor yang memudahkan terjadinya epilepsi adalah kelainan
genetic, malformasi otak, trauma otak (jaringan parut di sel glia), tumor, pendarahan, atau
abses. Kejang juga dapat dipicu oleh keracunan (alkohol), inflamasi, demam,
pembengkakan sel atau pengerutan sel, hipoglikemia, hipomagnesemia, hipokalsemia,
kurang tidur, iskemia atau hipoksia, dan perangsangan berulang.
Perangsangan neuron atau penyebaran rangsangan ke neuron sekitarnya
ditingkatkan oleh sejumlah mekanisme selular.
Dendrit sel pyramidal mengandung kanal Ca2+ yang akan membuka pada saat
depolarisasi sehingga meningkatkan depolarisasi. Pada lesi neuron, akan lebih banyak
kanal
Ca2+ yang
diekspresikan.
Kanal
Ca2+ dihambat
oleh
Mg2+,
sedangkan
neuron thalamus dapat meningkatkan kesiapan kanal Ca2+ tipe-T untuk diaktifkan sehingga
memudahkan serangan absens.
Klasifikasi
Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Againts epilepsy (ILAE)
terdiri dari diua jenis klasifikasi, yaitu klasifikasi untuk jenis bangkitan epilepsy dan
klasifikasi untuk sindrom epilepsy. Klasifikasi ILAE 1981 untuk tipe bangkitan epilepsy:
1. Bangkitan parsial
a. Bangkitan parsial sederhana
i.
Motorik
ii.
Sensorik
iii.
Otonom
iv.
Psikis
b. Bangkitan parsial kompleks
i.
Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan kesadaran
ii.
Bangkitan parsial yang disertai gangguan kesadaran saat awal bangkitan
c. Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder
i.
Parsial sederhana yang menjadi umum tonik-klonik
ii.
Parsial kompleks menjadi umum tonik-klonik
iii.
Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi umum tonik-klonik
2. Bangkitan umum
a.
Lena (absens)
b. Mioklonik
c. Klonik
d. Tonik
e. Tonik-Klonik
f. Atonik
3. Tak tergolongkan
Klasifikasi ILAE 1989 untuk epilepsi dan sindrom epilepsi:
1. Berkaitan dengan letak fokus
Idiopatik (primer)
- Epilepsi anak benigna dengan gelombang paku di sentrotemporal (Rolandik
benigna)
- Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital
- Primary reading epilepsy.
Simptomatik (sekunder)
- Lobus temporalis
- Lobus frontalis
- Lobus parietalis
- Lobus oksipitalis
- Kronik progesif parsialis kontinua
Kriptogenik
2. Umum
Idiopatik (primer)
- Kejang neonatus familial benigna
- Kejang neonatus benigna
- Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
- Epilepsi absans pada anak
- Epilepsi absans pada remaja
- Epilepsi dengan serangan tonik klonik pada saat terjaga.
- Epilepsi tonik klonik dengan serangan acak.
Simptomatik
- Etiologi non spesifik
- Ensefalopati mioklonik neonatal
- Sindrom Ohtahara
- Etiologi / sindrom spesifik.
- Malformasi serebral.
- Gangguan Metabolisme.
3. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum.
Kejang fungsional atau psikologis sering terdapat pada wanita 7-15 tahun.
Serangan biasanya terjadi di hadapan orang-orang yang hadir karena ingin menarik
perhatian. Jarang terjadi luka-luka akibat jatuh, mengompol, atau perubahan pasca
serangan seperti terdapat pada epilepsi. Gerakan-gerakan yang terjadi menyerupai
kejang tonik klonik, tetapi bisa menyerupai sindroma hiperventilasi. Timbulnya
serangan sering berhubungan dengan stress.
6. Paralisis tidur
Biasanya terjadi kejang menjelang tidur atau bangun dan sering didahului
halusinasi visual dan auditoris. Serangan ini sering merekrutkan penderita karena ia
dapat bernafas, menggerakkan mata, namun tidak dapat bergerak. Sentuhan ringan
atau rangsang auditoris dapat mengakhiri paralisis tersebut yang biasanya
berlangsung hanya beberapa detik.
Komplikasi
Komplikasi kejang parsial komplek dapat dengan mudah dipicu oleh stress
emosional. Pasien mungkin mengalami kesulitan kognitif dan kepribadian seperti:
a. Diagnosis
Sebelum pengobatan dimulai, diagnosis epilepsi harus dipastikan. Penderita
epilepsi harus minum obat dalam jangka waktu lama sehingga perlu dipastikan bahwa
diagnosis ditegakkan dengan benar. Bila seorang pasien mengalami serangan lebih dari
satu kali dalam 12 bulan terakhir maka terapi dimulai. Jika pasien hanya mengalami satu
kalis erangan, pengobatan ditangguhkan bila tidak ada tanda-tanda lesi otak yang
mendasarinya.
b. Jenis epilepsi
Menentukan jenis serangan penting sekali oleh karena jenis serangan tertentu
memerlukan obat antikonvulsi tertentu. Pada bangkitan parsial tipe sederhana diberi
karbamazepin, tipe kompleks diberi difenilhidantoin dan tipe umum sekunder diberi
fenobarbital. Sedangkan bangkitan umumtipe konvulsif diberi asam valproat, tipe
mioklonik diberi asam valproat, clonazepam atau nitrazepam. Dan tipe lena diberi
etoksuksimid.
c. Usia
Beberapa obat mempunyai efek samping yang lebih besar bila diberikan pada anak
usia pertumbuhan, misalnya pada pemberian difenilhidantoin akan terjadi hipertrofi gigi.
Pemberian fenobarbital pada anak-anak dengan usia kurang dari 3 tahun sering terjadi
hiperkinetik serta efek teratogenik.
d. Keadaan sosial ekonomi
e. Faktor kepatuhan
Untuk dapat menjamin keberhasilan pengobatan sangat penting bahwa penderita
minum obat secara teratur dan untuk jangka waktu yang panjang sesuai dengan petunjuk
yang diberikan oleh dokter.
T
Tujuan utama terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien
sesuai dengan perjalanan penyakit epilepsi dan disabilitas fisik maupun mental yang
dimilikinya. Untuk tercapainya tujuan tadi diperlukan beberapa upaya antara lain
menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan tanpa efek samping/dengan efek
samping yang minimal, menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.
pengobatan
Pasien dan/atau keluarga telah diberitahu tentang kemungkinan
efek samping
b. Terapi dimulai dengan monoterapi menggunakan OAE pilihan sesuai
dengan jenis bangkitan dan jenis sindrom epilepsi.
c. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahan
sampai dosis efektif tercapai atau timbul efek samping; kadar obat
dalam plasma ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis
efektif.
d. Bila dengan penggunaan dosis maksimum OAE bangkitan tidak
terkontrol, ditambahkan OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai
kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan perlahan dosisnya.
e. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan
tidak dapat diatasi dengan penggunaan dosis maksimal kedua OAE
pertama.
f. Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi
bila kemungkinan kekambuhan tinggi, yaitu bila:
Dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG
Pada pemeriksaan CT Scan atau MRI otak dijumpai lesi yang
berkorelasi dengan bangkitan, misalnya meningioma, neoplasma
Myoclonic Epilepsy)
Riwayat trauma kepala terutama yang disertai penurunan kesadaran,
antar-OAE
diperhatikan
Obat saraf golongan antikonvulsan atau obat epilepsi terbagi dalam 8 golongan yaitu:
a) Golongan Hidantoin: Fenitoin, Mefenotoin, Etotoin.
perlu
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
Pemilihan OAE pada Pasien Remaja dan dewasa Berdasarkan Bentuk Bangkitan
Tipe Bangkitan
OAE Lini I
Lena
Valproat
Lamotrigin
Mioklonik
Valproat
Levetiracetam
Zonisamid
Topiramat
Lamotrigin
Levetiracetam
Clobazam
Zonisamid
Clonazam
Fenobarbital
Tonik Klonik
Valproat
Lamotrigin
Topiramat
Karbamazepin
Okskarbazepin
Levetiracetam
Fenitoin
Atonik
Fenobarbital
Valproat
Zonisamid
Lamotrigin
Pirimidon
Felbamat
Topiramat
Parsial
Carbamazepin
Valproat
Tlagabine
Fenitoin
Levetiracetam
Vigabatrin
Fenobarbital
Zonisamid
Felbamat
Okskarbazepin
Pregabalin
Pirimidon
Lamotrigin
Topiramat
Lamotrigin
Topiramat
Gabapentin
Tidak
terklasifikasikan
Valproat
Levetiracetam
Zonisamid
Bila lebih dari satu jenis obat yang digunakan bersama, kemungkinan saling
mempengaruhi tentu ada. Obat yang sering berinteraksi dapat mengganggu konsentrasi
obat (Meninggikan kadar difenilhidantoin seperti isoniazid, khloramfenikcol, dikumarol,
asetazolmaid; adapula yang menurunkan kadar difenilhidantoin seperti karbamazepin,
diazepam, klonazepam) dan anti epilepsi dan obat yang diketahui menurunkan kadamya
oleh obat antiepilepsi (griseolfulvin warfarin, hormon steroid PII kontrasepsi, dan vitamin
D doksisiklin).
Efek samping obat dapat terjadi salam hubungan dengan dosis, keadaan yang
disebut suatu intoksikasi. Pada keracunan akut difenilhidantoin berturut-turut dapat terjadi
nystagmus. ataksia, dan bila kadar obat lebih tinggi lagi penurunan kesadaran. Pada
keracunan kronik obat-obat epilepsi dapat teijadi degenerasi sel serebelum, neurophaty
perifer, anemia megaloblastik, dan defisiensi vitamin D.17
Efek Samping OAE
Obat
mengancam jiwa
Karbamazepin
Fenitoin
Fenobarbital
Anemia aplastik,
hepatotokisitas, sindrom
kelelahan, lekopeni,
syndrome
perliaku, tics
pseudolymphoma
neuropati perifer
Hepatotoksik, ganggunan
Johnsons
Asam Valproat
Hepatotoksisitas,
hiperamonemia, leopeni,
trombositopeni, pankreatitis
badan, konstipasi
-
Tevetiracetam
Belum diketahui
Gabapentin
Belum diketahui
Lamotrigin
Okskarbazepin
Ruam kulit
Topiramat
Zonizamid
ganemia apalstik
Ada dua mekanisme obat epilepsi yang penting yaitu dengan mencegah timbulnya
letupan depolarisasi eksesif pada neuron epileptik dan dengan mencegah
terjadinya
letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengaruh dari fokus epilepsi. Obat epilepsi
digunakan terutama untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi (epileptic seizure).
Golongan obat ini lebih tepat dinamakan antiepilepsi sebab obat ini jarang digunakan
untuk gejala kejang/konvulsi penyakit lain. Pasien perlu berobat secara teratur. Pasien atau
keluarganya Dianjurkan untuk membuat catatan tentang datangnya waktu bangkitan
epilepsi.
>95% hati
asetilkolin
Blok sodium channel dan inhibisi aksi
>90% hati
75% hati
25% ginjal
>95% hati
Tidak diketahui
Cairan
tubuh
Gabapentin
Lamotrigin
100%
85%
dependent
Okskarbazepin
45% hati
45% ginjal
channel
Topiramat
90% hati
AMPA
Blok sodium, potassium, calcium channels,
>90 % hati
Pemeriksaan neurologik disertai EEG perlu dilakukan secara berkala. Di samping itu
perlu berbagai pemeriksaan lain untuk mendeteksi timbulnya efek samping sedini mungkin
yang dapat merugikan, antara lain pemeriksaan darah, kimia darah, maupun kadar obat
dalam darah. Fenitoin dan karbamazepin merupakan obat pilihan utama untuk pengobatan
epilepsy kecuali terhadap epilepsi petit mal.
Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu (tiga hingga lima tahun tidak
mendapat serangan dan EEG normal atau hanya menunjukkan sedikit kelainan non
spesifik), OAE dapat dihentikan tanpa kekambuhan pada 60% pasien. Pada anak-anak,
penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan setelah 2 tahun bebas bangkitan,
sedangkan pada dewasa diperlukan waktu yang lebih lama (5 tahun). Dalam hal
penghentian OAE, maka ada dua hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu syarat umum
untuk menghentikan OAE dan kemungkinan kambuhnya bangkitan setelah OAE
dihentikan.
Syarat umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah:
Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya setelah
minimal 2 tahun bebas bangkitan
Gambaran EEG normal
Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula, setiap
bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan
Bila digunakan lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang
bukan utama
Kekambuhan setelah penghentian OAE akan lebih besar kemungkinannya pada
keadaan sebagai berikut:
Status Epileptikus
Status epileptikus adalah bangkitan yang teijadi melebihi dari 30 menit atau adanya
dua bangkitan atau lebih di mana di antara bangkitan-bangkitan tadi tidak terdapat
respirasi
Memperbaiki jalan nafas, oksigenasi
Penatalaksanaan
Memperbaiki fungsi kardio dan
pemeriksaan laboratorium
Pemberian OAE cito : diazepam 10-
bikarbonat
Menentukan etiologi
Bila kejang terus berlangsung setelah
pemberian)
Terapi vasopresor (dopamin) bila
diperlukan.
Mengoreksi komplikasi
Prognosis Epilepsi
Prognosis umumnya baik, 70 - 80% pasien yang mengalami epilepsi akan sembuh,
dan kurang lebih separuh pasien akan bisa lepas obat. Dua puluh sampai tiga puluh persen
mungkin akan berkembang menjadi epilepsi kronis dan pengobatan semakin sulit. Lima
persen di antaranya akan tergantung pada orang lain dalam kehidupan sehari-hari.
Prognosis buruk pada pasien dengan lebih dari satu jenis epilepsi. mengalami retardasi
mental, dan gangguan psikiatri dan neurologic. Penderita epilepsi memiliki tingkat
kematian yang lebih tinggi daripada populasi umum. Serangan epilepsi primer, baik yang
bersifat kejang umum maupun serangan lena atau melamun atau absence mempunyai
prognosis terbaik. Sebaliknya epilepsi yang serangan pertamanya mulai pada usia 3 tahun
atau yang disertai kelainan neurologik dan atau retardasi mental mempunyai prognosis
relatif jelek.
Daftar Pustaka: