Anda di halaman 1dari 3

Produk Budaya Bahari

Oleh: Risa Farihatul Ilma


Arstitektur
Berbekal dari hobi jalan-jalan dan suka dengan simbol-simbol
bangunan situs legendaris, saya memilih bidang arsitektur untuk
saya jelaskan sebagai produk budaya bahari. Dalam penjelasan
selanjutnya saya akan mengutarakan apa saja bukti yang
mendukung hal tersebut.
Dalam sejarahnya, beberapa agama pernah masuk ke
Nusantara sebelum Islam datang. Bahkan sebelum agama tersebut
masuk ke Nusantara, ia sudah memiliki sistem kepercayaan sendiri.
Agama-agama yang masuk ke Nusantara antara lain adalah agama
Hindu dan Budha. Bahkan agama Kristen yang muncul di belahan
bumi yang lain, telah berkembang dan mapan dalam kehidupan
manusia. Namun agama ini secara massive masuk ke Nusantara
setelah Islam datang ke Indonesia dibawa oleh para koloni.
Dalam dialektikanya, nilai-nilai agama yang ada di Indonesia
seakan saling melengkapi. Jika bukan karena karakter bangsa
Indonesia yang open minded, hal ini tidak akan terjadi. Unsur-unsur
agama tersebut akan berdiri sendiri tanpa saling menyatu satu
sama lain.
Bukti dari interaksi tersebut terefleksi dalam gaya arsitektur
kraton Yogyakarta. Salah satu tiyang penyangga yang ada di kraton
Yogyakarta menunjukkan adanya dialektika kepercayaan yang ada
Nusantara.

Perlambangan yang ada di gambar tersebut adalah buktinya.


Islam Kejawen yang menjadi karakter keraton Yogyakarta berdialog

dengan harmonis. Di salah satu tiyang penyangga keraton, terdapat


beberapa unsur budaya dan agama yang ada di Nusantara. Warna
hijau yang menjadi warna dasar tiyang merupakan simbol bagi
Islam. Sebagaimana yang telah dipahami, bahwa warna favorit Nabi
Muhammad adalah warna hijau. Bunga yang berarti agama Buddha.
Dalam mitologi agama Buddha, beberapa dewa menaiki bunga
teratai. Sedangkan yang ada dibawah bunga adalah kaki gajah. Hal
ini berkaitan dengan kepercayaan agama Hindu, bahwa gajah
adalah hewan yang suci dan kramat. Semua unsur tersbut bisa
menyatu. Tetap indah, tetap bersahaja, dan tetap tunduk. Inilah
kreatifitas masyarakat bahari yang tidak dapat ditemukan
kebudayaan bangsa lain.
Seni
Menjadi bangsa yang bahari harus siap menerima resiko bahwa
identitasnya tidak orisinil. Karena karakter yang dapat meresap dan
mengubah benda menjadi sesuatu yang baru dan terus berubah.
Begitu juga dengan kesenian yang dimiliki oleh masyarakat kita.
Beberapa kasus belakangan banyak yang mengklaim beberapa
produk budaya Indonesia adalah milik dari negara lain, sebut saja
reog.
Tarian sejenis Reog Ponorogo yang ditarikan di
Malasysia dinamakan Tari Barongan tetapi memiliki unsur
Islam. Tarian ini juga menggunakan topeng dadak merak, yaitu
topeng berkepala harimau yang di atasnya terdapat bulu-bulu
merak. Deskripsi dan foto tarian ini ditampilkan dalam situs web
resmi Kementerian Kebudayaan Kesenian dan Warisan Malaysia.
Kontroversi timbul karena pada topeng dadak merak di situs
resmi tersebut terdapat tulisan "Malaysia", dan diakui sebagai
warisan masyarakat keturunan Jawa yang banyak terdapat di Batu
Pahat, Johor dan Selangor, Malaysia. Hal ini memicu protes berbagai
pihak di Indonesia. Ribuan seniman Reog sempat berdemonstrasi di
depan Kedutaan Malaysia di Jakarta. Pemerintah Indonesia

menyatakan akan meneliti lebih lanjut hal tersebut.1 Namun hal ini
sesungguhnya sangat disayangkan. Bagi masyarakat bahari yang
sejati, pencurian produk budaya bukanlah hal yang mengejutkan.
Karena bagi mereka, setiap produk kebudayaan adalah hasil dialog
dan interaksi dari segala macam kebudayaan. Sehingga
identitasnya bercampur menjadi satu dan dimiliki secara bersama.
Ini yang seharusnya disadari oleh masyarakat kita, bahwa
masyarakat kita mampu mempengaruhi dan dipengaruhi. Jika sudah
seperti itu, persaudaraan akan terbangun dengan erat dan tidak ada
lagi konflik yang timbul.
Selain reog yang ditemukan di negeri lain, alat musik angklung
juga mengalami hal yang sama. Angklung adalah alat musik yang
terbuat dari bambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi
disebabkan oleh benturan badan pipa bambu). Dalam
perkembangannya, angklung berkembang dan menyebar ke
seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatera. Pada 1908 tercatat
sebuah misi kebudayaan dari Indonesia ke Thailand, antara lain
ditandai penyerahan angklung, lalu permainan musik bambu ini pun
sempat menyebar di sana.
Penyebaran alat musik angklung hingga ke Thailand adalah
bukti kuat nenek moyang kita mengadakan perlayaran dan
mengenalkan baik bermaksud secara sengaja atau tidak kepada
mereka. Namun perlu diketahui, bahwa jenis angklung yang ada di
setiap daerah memiliki keunikan yang berbeda.baik yang ada di
Thailand dan juga di tanah air sendiri. adapun jenis-jenis angklung
yang ada adalah Angklung Kanekes yang ada di suku badui,
Angklung Reyog, Angklung Banyuwangi, Angklung Bali. Variasi inilah
yang menjadi bukti bahwa alat musik kita adalah dimiliki orang yang
bahari yang berkarakter fleksibel, menyesuaikan daerah yang
memainkannya.

1 Informasi ini diperoleh dari situs wikipedia

Anda mungkin juga menyukai