Anda di halaman 1dari 9

JARINGAN ISLAM LIBERAL: GERAKAN ALTERNATIF MEMAHAMI

ISLAM
Oleh: Risa Farihatul Ilma
Abstrak
Salah satu kelebihan Islam adalah keragamannya. Sejak masamasa awal sejarahnya, Islam tampil sangat beragam dengan
puluhan mazhab dan ratusan aliran pemikiran. Mazhab-mazhab dan
aliran ini merupakan kekayaan Islam, karena mereka adalah cermin
dari perbedaan pemikiran.Kaum muslim akan menjadi kuat jika
mereka saling menghargai pandangan-pandangan yang berbeda,
bukan saling mencaci dan memusuhinya. Perbedaan adalah takdir
yang sudah digariskan Tuhan. Tugas umat beragama adalah
menerimanyadan menyikapinya secara positif sebagai anugrah
yang diberikan Tuhan ini.
Adalah

mereka

Jaringan

Islam

Liberal

yang

mencoba

mengakomodir perbedaan pemikiran yang terjadi di antara umat


Islam. Makalah ini menjelaskan bagaimana kelompok yang dianggap
kontroversial ini berkembang dan bertahan. Sebagaimana yang
telah diketahui bahwa, kelompok ini sering mendapatkan kritikan
keras dari beberapa pihak di negeri ini. Pro dan kontra ini yang
menarik saya untuk membahas JIL, nama singkat kelompok ini.
A. Kemunculan Jamaah Islam Liberal
Di Indonesia, pasca runtuhnya Orde Baru pada tahun 1998,
banyak bermunculan ormas-ormas Islam yang mencerminkan wajah
Islam yang kedua, yaitu garang, tidak toleran dan seterusnya;
semua

ormas

itu

seakan

berlomba

satu

sama

lain

untuk

menunjukkan merekalah yang paling gigih memperjuangkan Islam.


Ormas-ormas ini antara lain: Majelis Mujahidin Indonesia (MMI),
Laskar Jihad (LJ), Front Pembela Islam (FPI), Ikhwanul Muslimin
Indonesia (IMI), dan Hijbut Tahrir Indoesia (HTI).4 Sedangkan wajah

Islam pertama, adalah NU dan Muhammadiyah sebagai organisasi


Islam Moderat. Yang pada dasarnya dari kedua organisasi
tersebuat muncul embrio dua wajah Islam di Indonesia; yaitu
fundamentalis dan liberal. Kelompok Jaringan Islam Liberal (JIL) ini
selalu

mendapat

ancaman

yang

mematikan

dari

kelompok-

kelompok yang tidak bertangungjawab, tetapi diindikasikan bahwa


ancaman itu datangnya dari umat Islam sendiri yang berhaluan
keras dan tidak senang dengan pola pikir dan tindakan kelompok JIL.
Bahkan yang lebih ekstrem lagi, keluarnya fatwa hukuman mati dari
kelompok Islam garis keras itu yakni Forum Ulama Umat (FUU) di
tujukan pada Ulil Abshar Abdallah selaku pimpinan JIL.1
Istilah Islam liberal tadinya tidak terlalu dikenal dan diperhatikan orang di
Indonesia. Apalagi jumlah pendukungnya amat kecil, dapat dihitung dengan jari.
Istilah itu justru menjadi amat populer setelah dikeluarkannya fatwa Majelis Ulama
Indonsia (MUI) pada tahun 2005 yang menyatakan bahwa faham liberalisme adalah
sesat dan menganut faham itu adalah haram hukumnya. Jadi, terlepas dari perdebatan
tentang keabsahan fatwa itu, istilah Islam liberal di Indonesia justru dipopulerkan oleh
pihak penentangnya. Memang terkadang suara merekapun nyaring bunyinya.
Arti kata Islam liberal tidak selamanya jelas. Leonard Binder, seorang guru
besar UCLA, ketika menulis buku berjudul Islamic Liberalism (University of Chicago
Press, 1988) memberinya arti "Islamic political liberalism" dengan penerapannya
pada negara-negara Muslim di Timur Tengah. Mungkin di luar dugaan sebagian
orang, buku itu selain menyajikan pendapat Ali Abd Raziq (Mesir) yang memang
liberal karena tidak melihat adanya konsep atau anjuran negara Islam, tetapi juga
membahas pikiran Maududi (Pakistan) yang tentu saja lebih tepat disebut sebagai
tokoh fundamentalis atau revivalis.2 Sebagai tolok ukur sebuah pemikiran Islam
disebut liberal, Kurzmanmenyebut enam agenda Islam Liberal. Yaitu demokrasi
1 Ahmad Gaus AF., Islam Progresif: Wacana Pasca Arus Utama (Peta
pemikiran dan Gerakan Islam di Indonesia), dalam Tashwirul Afkar, Vol.
22, (Jakarta: Lakpesdam, 2007), 108
2M. Atho Mudzhar, Perkembangan Islam Liberal di Indonesia, Seminar
Internasional Tajdid Pemikiran Islam, dengan tema: Menyatukan Khazanah
Pemikiran Umat Islam di Era Globalisasi dan Liberalisasi,, Jakarta, 2012, hlm. 1.

sebagai lawan dari paham teokrasi, hak-hak perempuan, kebebasan berpikir, hak-hak
non-Muslim dan gagasan kemajuan.3
Harun Nasution dan Nurcholish Madjid bisa dikatakan sebagai
pioneer dalam mengembangkan Islam Liberal di Indonesia. Bila
harun berhasil mengembangan sayap gerakannya ke IAIN-IAIN
seluruh Indonesia, maka Nurcholish mempromosikan gagasannya ke
masyarakat-khususnya kelas menengah ke ata- lewat Paramadinanya, baik lewat paket kajian-kajian Paramadina, kajian bulanan,
Universitas Paramadina Mulya, atau buku-buku Paramadina. 4
Menurut Fachri Aly dan Bactiar Effendi terdapat sedikitnya empat versi Islam
liberal, yaitu modernisme, universalisme, sosialisme demokrasi, dan neo modernisme.
Modernisme mengembangkan pola pemikiran yang menekankan pada aspek
rasionalitas dan pembaruan pemikiran Islam sesuai dengan kondisi-kondisi modern.
Tokoh-tokoh yang dianggap mewakili pemikiran modernisme antara lain Ahmad
Syafii Maarif, Nurcholish Madjid, dan Djohan Effendi. Adapun universalisme
sesungguhnya merupakan pendukung modernisme yang secara spesifik berpendapat
bahwa, pada dasarnya Islam itu bersifat universal. Betul bahwa Islam berada dalam
konteks nasional, tetapi nasionalisasi itu bukanlah tujuan final Islam itu sendiri.
Karena itu, pada dasarnya, mereka tidak mengenal dikotomi antara nasionalisme dan
Islamisme. Keduanya saling menunjang. Masalah akan muncul kalau Islam yang menasional atau melokal itu menyebabkan terjadinya penyimpangan terhadap hakikat
Islam yang bersifat universal. Pola pemikiran ini, secara samar-samar terlihat pada
pemikiran Jalaluddin Rahmat, M. Amien Rais, A.M. Saefuddin, Endang Saefudin
Anshari dan mungkin juga Imaduddin Abdul Rahim.5
Mereka percaya bahwa betapapun, Islam bersifat universal, namun kondisikondisi suatu bangsa, secara tidak terelakkan, pasti berpengaruh terhadap Islam itu
sendiri. Ada dua tokoh intelektual yang menjadi pendukung utama neo modernisme
3 Charles Kurzman. Wacana Islam Liberal: Pemikiran Islam Kontemporer teang
Isu-isu Global (Jakarta: paramadina, 2003), .h 14-16

4 Adian Husaini dan Nuim Hidayat, Islam Liberal: Sejarah, Konsepsi,


Penyimpangan dan Jawabannya" (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hlm.
26-27
5 Fachri Aly & Bachtiar Effendi, Merambah Jalan Baru Islam: Rekonstruksi
Pemikiran Islam Masa Orde Baru ( Bandung, Mizan, 1986), hlm. 170-173.

ini adalah Nurcholish Madjid dan Abdurrahman Wahid. Tampaknya pemikiran


Nurcholish, lebih dipengaruhi oleh ide Fazlur Rahman, gurunya di Universitas
Chicago, Amerika Serikat. Sedang pemikiran neo modernisme Abdurrahman Wahid
telah dibentuk sejak awal karena ia dibesarkan dalam kultur ahlussunnah wal jamaah
versi Indonesia, kalangan NU. Karena itu, ide-ide keislamannya tampak jauh lebih
empiris, terutama dalam pemikirannya tentang hubungan Islam dan politik.6 terlepas
dari adanya hubungan yang sama dan sebangun yang teramat kuat antara ide-iden
Fazlur Rahman

dengan Nurcholish Madjid, Ahmad Wahib, Djohan Effendi dan

kawan-kawan. Karena dasar-dasar gagasan neo-Modernisme Indonesia telah dibangun


di akhir tahun 1969. Pada tahun 1970, pembaruan pemikiran lahir dengan mendapat
respon yang keras dari msyarakat, dan di sekitar akhir 1972, pertempuran kian
mengeras setelah tiga tahun berkembang di arena publik. Baru pada tahun 1973 ketika
untuk pertama kali Fazlur Rahman mengunjungi Indonesia, Nurcholish Madjid,
Ahmad Wahib, Djohan Effendi mengetahui tentang fenomena pemikiran yang
dikembangkan oleh Fazlur rahman.7
Pemikiran Islam Liberal di Indonesia muncul secara terang-terangan setelah
terbentuknya Jaringan Islam Liberal (JIL) dengan Ulil Abshar Abdalla. Jaringan Islam
Liberal dideklaraskan pada 8 Maret 2001. Pada mulanya JIL hanya kelompok diskusi
yang merespon fenomena-fenomena sosial-keagamaan, kemudian berkembang
menjadi kelompok diskusi (Milis) Islam Liberal (islamliberal@yahoogroups.com).
JIL juga bermaksud mengimbangi pemikiran kelompok yang bermaksud menerapkan
syariat Islam secara formal di Indonesia.8
JIL dikelola oleh para sarjan dan ahli dalam bidang Islam.
Sebagian besar mereka adalah lulusan pesantren ternama di
Indonesia dan para alumni yang pernah belajar di timur tengah.
Para pengelola dan kontributor Islamlib memiliki latar belakang
pendidikan agama yang kokoh dan penguasaaan berbagai disiplin
6 Abdurrahman Wahid "Massa Islam dalam Kehidupan Bernegara dan Berbangsa",
Prisma, nomor ekstra, 1984, hlm. 10-22.

7 Imam Mustofa, Sketsa Pemikiran Islam Liberal di Indonesia, dalam


Akademika, Vol. 17, No. 2, 2012, hlm 22
8 Adian Husaini dan Nuim Hidayat, Islam Liberal: Sejarah, Konsepsi,
Penyimpangan dan Jawabannya" (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hlm.
8

ilmu keislaman, seperti Tafsir, Hadis , Fikih, Filsafat, Kalam, dan


Tasawuf. Sebagian mereka juga memiliki latar belakang studi ilmuilmu sosial. Adapun kontributor yang termasuk ke dalam Jaringan Islam Liberal
adalah sebagai berikut:
Nur Cholish Majid
Charles Kurzman (University of North Carolina)
Azyumardi Azra, IAIN Syaif Hidayatullah
Abdallah Laroui, Muhammad V University, Maroko
Masdar F. Masudi, Pusat pengembangan pesantren dan masyarakat
Goenawan Mohamad, Majalah Tempo, Jakarta
Edward Said
Djohan Effendi, Deakin University Australia
Abdullahi Ahmad an-Naim, University of Khartoum, Sudan
Jalaluddin Rahmat, Yayasan Muthahhari, Bandung
Ashghar Ali Engineer
Nasaruddin Umar
Mohammed Arkoun
Komaruddin Hidayat, Yayasan Paramadina, Jakarta
Sadeq Jalal Azam, Damascus University, Jakarta
Said Aqil Sirad, PBNU Jakarta
Denny JA, Universitas Jayabaya Jakarta
Rizal Mallarangeng, CSIS Jakarta
Budi Munawwar-Rahman, Yayasan Paramadina
Ihsan Ali Fauzi
Taufik Adnan Amal
Hamid Basyaib
Ulil Abshar Abdalla, Lakpesdam NU
Luthfi Assyaukani
Saiful Mujani Ohio State
Ade Armando, UI

Syamsurizal Panggabean, UGM9

B. Program Kegiatan Jaringan Islam Liberal


Dalam gerakannya JIL merumuskan empat tujuan. Pertama, memperkokoh
landasan demokrasi lewat penanaman nilai-nilai pluralisme, inklusivisme, dan
humanisme. Kedua, membangun kehidupan keberagamaan yang berdasarkan pada
penghormatan atas perbedaan Ketiga, mendukung dan menyebarkan gagasan
keagamaan (utamanya Islam), yang pluralis, terbuka, dan humanis. Keempat,
mencegah pandangan-pandangan keagamaan yang militant dan prokekerasan tidak
menguasai wacana publik.10
Menurut Jaringan Islam Liberal sendiri, langkah yang mereka
ambil dalam rangka pembaharuan islam adalah dengan tidak
menghakimi suatu pemikiran. Mereka yakin, terbukanya ruang
dialogakan memekarkan pemikiran dan gerakan Islam yang sehat.
Mereka berusaha menampung semua keyakinan yang ada dalam
Islam, baik itu Sunni,Syiah, Ahmadiyah, dan kelompok-kelompok
lain yang pernah ada dalam sejarah Islam. selain itu,visi yang
mereka

miliki

adalah

menjawab

tantangan

zaman

dengan

meneruskan cita-cita pembaruan Islam yang telah dimulai sejak


awal abad ke-19. Dunia berkembang dan berubah dengan sangat
cepat,

sementara

kaum

beragama

tertatih-tatiih

mengikuti

perkembangan yang tampak tak terkejar ini. Sehingga dengan


begitu Jaringan Islam Liberal berusaha menjadi jawaban antara
agama dan kemajuan zaman.11
Di tempat lain, Ulil menyebutkan ada tiga kaidah yang hendak
dilakukan

oleh

JIL

yaitu:

Pertama,

membuka

ruang

diskusi,

meningkatkan daya kritis masyarakat dan memberikan alternatif


pandangan yang berbeda. Kedua, ingin merangsang penerbitan
9 Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham Sesat di Indonesia (Jakarta:
Pustaka al-Kautsar, 2002), hlm. 236.
10 Adian Husaini dan Nuim Hidayat, Islam Liberal, hlm. 8
11 Dikutip dari situs resmi Jaringan Islam Liberal, yaitu www.islamlib.com.

buku yang bagus dan riset-riset. Ketiga, dalam jangka panjang ingin
membangun semacam lembaga pendidikan yang sesuai dengan visi
JIL mengenai Islam.12
Kajian-kajian yang telah dilakukan oleh JIL telah menghasilkan
beberapa pemehaman secara umum sebagai berikut:
1. JIL percaya bahwa isi dan substansi (ideal moral) ajaran
agama Islam jauh lebih penting daripada bentuk dan labelnya.
Dengan menekankan substansi ajaran moral, sangat mudah
bagi kaum substansialil ini untuk mencari common ground
dengan penganut agama dan kaum moralis lainnya untuk
membentuk aturan public bersama.
2. walau Islam (al-Quran) itu bersifat universal dan abadi,
namun ia tetap harus terus menerus diinterpretasi ulang
untuk merespon zaman yang terys berubah dan berbeda.
Zaman pasca industry menjelang abad 21 ini jelaslh berbeda,
secara ekonomi, politik, dan kultur dengan zaman ketika Islam
pertama kali turun di era sebelum industry, lebih dari seribu
tahun lalu.
3. Karena keterbatasan

pikiran

manusia,

mustahil

mereka

mampu tahu setepat-tepatnya kehendak Tuhan. Kemungkinan


salah menafsirkan kehendak Tuhan harus terus hidup dalam
pikiran

mereka.

Dengan

sikap

ini,

mereka

akan

lebih

bertoleransi atas keberagaman interpretasi dan membuat


dialog dengan pihak yang berbeda. Kompromi untuk hal-hal y
4. ang bersifat public,yang mengatur kehidupan bersama, lebih
mudah dilakukan. Kesediaan kompromi adalah salah satu
sokoguru demokrasi.
5. Mereka menerima bahwa bentuk Negara Indonesia sekarang,
yang bukan Negara Islam, adalah bentuk final. Dengan
keyakinan ini mereka tak akan berupaya mendirikan Negara
Islam yang menjadikan Negara sebagai instrumen agama

12 Kamaruzzaman Bustamam Ahmad, "Wajah Baru Islam di Indonesia"


(Yogyakarta; UII Press: 2004), hlm. 95.

Islam saja. Netralis Negara terhadap pluralitas agama di


Indonesia akan sangat mudah diterima.13
C. Kesimpulan
Islam liberal tidak mengenal adanya penutupan pintu ijtihad.
Islam

liberal

sangat

menjunjung

kemerdekaan

berpikir

dan

berijtihad. Bahkan, dalam perspektif Jaringan Islam Liberal (JIL),


sumber hukum pertama dalam ijtihad adalah akal. Pemikiran liberal
Islam di Indonesia yang saat ini masih eksis tidak murni lahir dari
dari warisan para intelektual Indonesia sebelumnya, akan tetapi
mempunyai latar belakang dan asal-usul yang panjang. Pemikiran
para intelektual Barat dan para Islamolog juga sangat berpengaruh
terhadap tumbuh dan berkembangannya Islam liberal di Indonesia.
Islam Liberal muncul di Indonesia sekitar tahun 1970-an, terutama
setelah munculnya para pemikir dan intelektual yang dianggap
liberal, seperti Gus Dur, Nurcholish Madjid, Djohan Effendi dan
Ahmad Wahib. Perkembangan Islam Liberal semakin gencar setelah
banyak

pelajar

dan

intelektual

muda

Indonesia

belajar

ke

universitas atau Perguruan Tinggi di Amerika dan Eropa. Pemikiran


Islam liberal di Indonesia sempat ramai dan mengundang berbagai
tanggapan dan respon adalah pada masa Nurcholish Madjid tahun
1990-an, kemudian terakhir adalah pada masa munculnya Jaringan
Islam Liberal pada awal tahun 2000-an.
REFERENSI
Ahmad Gaus AF..Islam Progresif: Wacana Pasca Arus Utama (Peta
pemikiran dan Gerakan Islam di Indonesia). Tashwirul Afkar.
Vol. 22. Jakarta. 2007
M. Atho Mudzhar. Perkembangan Islam Liberal di Indonesia.
Seminar Internasional Tajdid Pemikiran Islam, dengan tema:
Menyatukan Khazanah Pemikiran Umat Islam di Era Globalisasi
dan Liberalisasi,. Jakarta. 2012
Charles Kurzman. Wacana Islam Liberal: Pemikiran Islam
Kontemporer teang Isu-isu Global. Jakarta: Paramadina. 2003
13 Adian Husaini dan Nuim Hidayat, Islam Liberal (Jakarta: Gema Insani
Press, 2002), hlm. 6-9.

Adian Husaini dan Nuim Hidayat. Islam Liberal: Sejarah, Konsepsi,


Penyimpangan dan Jawabannya. Jakarta: Gema Insani Press.
2003
Fachri Aly & Bachtiar Effendi. Merambah Jalan Baru Islam:
Rekonstruksi Pemikiran Islam Masa Orde Baru. Bandung: Mizan.
1986
Abdurrahman Wahid. "Massa Islam dalam Kehidupan Bernegara dan
Berbangsa". Prisma. Nomor Ekstra. 1984
Imam Mustofa. Sketsa Pemikiran Islam Liberal di Indonesia.
Akademika. Vol. 17. No. 2. 2012
Hartono Ahmad Jaiz. Aliran dan Paham Sesat di Indonesia. Jakarta:
Pustaka al-Kautsar. 2002
www.islamlib.com.
Kamaruzzaman Bustamam Ahmad. Wajah Baru Islam di Indonesia.
Yogyakarta: UII Press: 2004

Anda mungkin juga menyukai