Anda di halaman 1dari 12

Topik: Herpes Zooster Regio Thorakalis Dextra

Tanggal (kasus) : 7/12/2015


Presenter: dr. Febry Prayugo
Tanggal presentasi : 27 /1/2016 Pendamping: dr. Nur Fitriasari
Tempat presentasi : RST TK IV Samarinda
Objektif presentasi :
Keilmuan
Ketrampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi: Pria, 24 tahun, mengeluh nyeri dan panas di dada dan punggung sebelah kanan sejak 3 hari ,
serta demam sejak 5 hari. terdapat vesikel bergerombol dengan dasar eritematous, tepi ireguler, batas
tegas, disertai krusta.
Tujuan : Mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan pada herpes zooster
Tinjauan Pustaka
Riset
Kasus
Bahan bahasan:
Presentasi dan
Diskusi
Email
Cara membahas:
diskusi
Kasus 1

Data Pasien:
Nama : Tn. H
Nama Wahana : RST TK IV
Telp : Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/ Gambaran Klinis:

Audit

Pos

Nomor Registrasi :
Terdaftar sejak :

Herpes zoster region thorakalis dekstra. Pasien mengeluh nyeri dan panas di dada dan punggung sebelah kanan sejak
3 hari , serta demam sejak 5 hari. Sebelumnya pasien sudah mengkonsumsi obat sendiri, yaitu Paracetamol tablet
yang dibeli di warung.
2. Riwayat pengobatan:
Pasien diminumkan Asam Mefenamat 500mg tiap 8 jam, Asiklovir tablet 800mg 5x setiap hari, antasida tablet tiap 8
jam, Vitamin B kompleks 1 tablet tiap hari, ketorolac 30mg intravena per 8 jam, bedak salisil pada lesi yang belum
pecah dan salep gentamicin pada lesi di kulit yang sudah menjadi luka.
3. Riwayat kesehatan/ penyakit:
Pasien menyangkal memiliki riwayat asma ataupun alergi makanan dan obat-obatan.
4. Riwayat keluarga:
Riwayat asma dan alergi dalam keluarga disangkal.
5. Riwayat pekerjaan:
6. Lain-lain:
Pasien suka mengkonsumsi gorengan, mie instan dan minuman dingin. Pasien memiliki kebiasaan mengorok saat
tidur sejak 2 bulan terakhir.
Daftar Pustaka:
a. Siregar RS. Penyakit Virus. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi Ke-2. Jakarta: ECG, 2005 ; 84-7
b. Martodihardjo S. Penanganan Herpes Zoster dan Herpes Progenitalis. Ilmu Penyakit kulit dan Kelamin. Surabaya:
Airlangga University Press, 2001.
c. Handoko RP. Penyakit Virus. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-4. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2005; 110-2.
Hasil Pembelajaran:
1. Diagnosis herpes zooster.
2

2. Tatalaksana herpes zooster.


3. Komplikasi yang dapat terjadi pada herpes zooster.
4. Penanganan komplikasi herpes zooster.

dr. Febry Prayugo


Nama : Tn. H
Umur : 24 tahun
Subjektif
Berdasarkan autoanamnesis, Pasien mengeluhkan ruam di kulit yang nyeri dan terasa
panas di daerah dada dan punggung sebelah kanan saat datang berobat ke IGD RST. Sebelumnya
pasien mengaku hanya terasa gatal, namun semakin hari rasa gatal berubah menjadi nyeri.
Pasien juga mengaku mengalami demam sejak 5 hari yang lalu dan disertai dengan nyeri
di seluruh badan terutama persendian. Keluhan tersebut kemudiaan diikuti dengan munculnya
ruam-ruam kulit yang awalnya terasa gatal dan kemudian berubah menjadi bintil-bintil berair
kemerahan yang terasa nyeri.
Untuk mengatasi keluhan-keluhan tersebut, selama ini pasien hanya minum parasetamol
yang dibeli di warung dan emnggunakan bedak untuk mengurangi rasa gatal saat ruam di kulit
muncul. Saat pasien merasa sangat nyeri pada ruam tersebut barulah pasien pergi ke RST untuk
berobat.
Pasien mengaku pernah sakit cacar sebelumnya yaitu saat masih di sekolah dasar sekitar
14 tahun yang lalu. Riwayat asma dan alergi makanan atau obat-obatan pada diri sendiri dan
dalam keluarga disangkal oleh pasien.
Objektif
Keadaan umum : Sakit sedang.
Kesadaran : Kompos mentis, GCS E4V5M6.
Tanda vital :

Nadi : 88 kali/menit, reguler, kuat angkat.


Tekanan darah : 110/70 mmHg.
Frekuensi nafas : 20 kali/menit.
Suhu : 37,8 oc.

Kepala / leher : Tidak ditemukan adanya kelainan


Thoraks : terdapat vesikel berkelompok dengan dasar eritematosa dengan distribusi segmental
unilateral di sisi kanan dengan sebagian vesikel telah pecah dan menjadi krusta.
Abdomen : Tidak ditemukan adanya kelainan.
4

Ekstremitas : tidak ditemukan adanya kelainan.


Anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat mendukung untuk herpes zooster.
1. Gejala klinis berupa gejala prodromal seperti demam dan nyeri persendian yang diikuti oleh
munculnya ruam kulit yang terasa nyeri.
2. Pemeriksaan fisik ditemukan vesikel berkelompok dengan dasar eritematosa dengan
distribusi segmental unilateral di sisi kanan dengan sebagian vesikel telah pecah dan
menjadi krusta. Distribusi ruam yang mengikuti alur dermatom unilateral merupakan gejala
khas pada herpes zooster.
Assessment
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster yang
menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi
primer. Berdasarkan lokasi lesi, herpes zoster dibagi atas: herpes zoster oftalmikus, fasialis,
brakialis, torakalis, lumbalis dan sakralis. Manifestasi klinis herpes zoster dapat berupa
kelompok-kelompok vesikel sampai bula di atas daerah yang eritematosa. Lesi yang khas
bersifat unilateral pada dermatom yang sesuai dengan letak syaraf yang terinfeksi virus

Gambar 1. Patofisiologi Varicella-Herpes Zooster

Penyebab reaktivasi tidak diketahui pasti tetapi biasanya muncul pada keadaan
imunosupresi. Insidensi herpes zoster berhubungan dengan menurunnya imunitas terhadap VZV
spesifik. Selama proses varisela berlangsung, VZV lewat dari lesi pada kulit dan permukaan
mukosa ke ujung saraf sensorik menular dan dikirim secara sentripetal, naik ke serabut sensoris
ke ganglia sensoris. Di ganglion, virus membentuk infeksi laten yang menetap selama
kehidupan. Herpes zoster terjadi paling sering pada dermatom dimana ruam dari varisela
mencapai densitas tertinggi yang umumnya pada bagian (oftalmik) pertama dari saraf trigeminal
ganglion sensoris dan tulang belakang dari T1 sampai L2.
Gambaran evolusi ujud kelainan kulit pada herpes zoster
Munculnya lenting-lenting kecil yang
berkelompok

dan

beberapa

dapat

berkonfluensi menjadi bula-bula

vesikel

berumbilikasi

dan

mulai

mengering membentuk krusta

vesikel

pecah

menjadi

mungkin dapat menjadi

krusta

dan

scar jika

terjadi inflamasi berat

Manifestasi dari herpes zoster biasanya ditandai dengan rasa sakit yang sangat dan
pruritus selama beberapa hari sebelum mengembangkan karakteristik erupsi kulit dari vesikel
berkelompok pada dasar yang Gejala prodormal biasanya nyeri, disestesia, parestesia, nyeri
tekan intermiten atau terus menerus, nyeri dapat dangkal atau dalam terlokalisir, beberapa
dermatom atau difus. Lesi baru timbul selama 3-5 hari. Bentuk vesikel dalam waktu 12 sampai
6

24 jam dan berubah menjadi pustule pada hari ketiga. Pecahnya vesikel serta pemisahan terjadi
dalam 2 4 minggu. Krusta yang mongering pada 7 sampai 10 hari. Pada umumnya krusta
bertahan dari 2 sampai 3 minggu. Pada orang yang normal, lesi lesi baru bermunculan pada 1
sampai 4 hari ( biasanya sampai selama 7 hari). Rash lebih berat dan bertahan lama pada orang
yang lebih tua, dan lebih ringan dan berdurasi pendek pada anak anak.
Pembagian Herpes Zooster menurut lokasi lesi
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Herpes zooster oftalmikus


Herpes zoster fasialis
Herpes zoster brakhialis
Herpes zoster thorakalis
Herpes zoster lumbalis
Herpes zoster sakralis

Diagnosis Herpes Zooster


Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan berupa neuralgia beberapa
hari sebelum atau bersama-sama dengan timbulnya kelainan kulit. Adakalanya sebelum timbul
kelainan kulit didahului gejala prodromal seperti demam, pusing dan malaise. Kelainan kulit
tersebut mula-mula berupa eritema kemudian berkembang menjadi papula dan vesikula yang
dengan cepat membesar dan menyatu sehingga terbentuk bula. Isi vesikel mula-mula jernih,
setelah beberapa hari menjadi keruh dan dapat pula bercampur darah. Jika absorbsi terjadi,
vesikel dan bula dapat menjadi krusta.
Dalam stadium pra erupsi, penyakit ini sering dirancukan dengan penyebab rasa nyeri
lainnya, misalnya pleuritis, infark miokard, kolesistitis, apendisitis, kolik renal, dan sebagainya.
Namun bila erupsi sudah terlihat, diagnosis mudah ditegakkan. Karakteristik dari erupsi kulit
pada herpes zoster terdiri atas vesikel-vesikel berkelompok, dengan dasar eritematosa, unilateral,
dan mengenai satu dermatom.
Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan apus tes Tzanck membantu menegakkan
diagnosis dengan menemukan sel datia berinti banyak. Demikian pula pemeriksaan cairan
vesikula atau material biopsi dengan mikroskop elektron, serta tes serologik. Pada pemeriksaan
histopatologi ditemukan sebukan sel limfosit yang mencolok, nekrosis sel dan serabut saraf,
7

proliferasi endotel pembuluh darah kecil, hemoragi fokal dan inflamasi bungkus ganglion.
Partikel virus dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan antigen virus herpes zoster dapat
dilihat secara imunofluoresensi.
Apabila gejala klinis sangat jelas tidaklah sulit untuk menegakkan diagnosis. Akan tetapi
pada keadaan yang meragukan diperlukan pemeriksaan penunjang antara lain:
1.

Isolasi virus dengan kultur jaringan dan identifikasi morfologi dengan mikroskop
elektron.

2.

Pemeriksaan antigen dengan imunofluoresen

3.

Test serologi dengan mengukur imunoglobulin spesifik..

Penatalaksanaan Herpes Zooster


1. Pengobatan Umum
Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat menularkan kepada
orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan orang dengan defisiensi imun.
Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk dan pakai baju yang longgar.
Untuk mencegah infeksi sekunder jaga kebersihan badan.
2. Pengobatan Khusus
A. Sistemik
A.1. Obat Antivirus
Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya
valasiklovir dan famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase pada
virus. Asiklovir dapat diberikan peroral ataupun intravena. Asiklovir Sebaiknya pada 3
hari pertama sejak lesi muncul. Dosis asiklovir peroral yang dianjurkan adalah 5800
mg/hari selama 7 hari, sedangkan melalui intravena biasanya hanya digunakan pada
pasien yang imunokompromise atau penderita yang tidak bisa minum obat. Obat lain
yang dapat digunakan sebagai terapi herpes zoster adalah valasiklovir. Valasiklovir
diberikan 31000 mg/hari selama 7 hari, karena konsentrasi dalam plasma tinggi. Selain
itu famsiklovir juga dapat dipakai. Famsiklovir juga bekerja sebagai inhibitor DNA
8

polimerase. Famsiklovir diberikan 3200 mg/hari selama 7 hari.


A.2. Analgetik
Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan oleh virus
herpes zoster. Obat yang biasa digunakan adalah asam mefenamat. Dosis asam
mefenamat adalah 1500 mg/hari diberikan sebanyak 3 kali, atau dapat juga dipakai
seperlunya ketika nyeri muncul.
A.3. Kortikosteroid
Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt. Pemberian
harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang biasa diberikan ialah
prednison dengan dosis 320 mg/hari, setelah seminggu dosis diturunkan secara
bertahap. Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik
digabung dengan obat antivirus.
B.

Pengobatan topikal
Terapi topikal seperti lidokain patches, dan krim capsaicin dapat digunakan untuk
neuralgia paska herpes. Solutio Burrow dapat digunakan untuk kompres basah . Kompres
diletakkan selama 20 menit beberapa kali sehari, untuk maserasi dari vesikel,
membersihkan serum dan krusta, dan menekan pertumbuhan bakteri. Solutio Povidoneiodine sangat membantu membersihkan krusta dan serum yang muncul pada erupsi berat
dari orang tua. Acyclovir topikal ointment diberikan 4 kali sehari selama 10 hari untuk
pasien imunokompromised yang memerlukan waktu penyembuhan jangka pendek.

Komplikasi Herpes Zooster


1. Neuralgia paska herpetic
Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan.
Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai beberapa tahun. Keadaan
ini cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun, persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi
nyeri yang bervariasi. Semakin tua umur penderita maka semakin tinggi persentasenya.
1. Infeksi sekunder
9

Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi. Sebaliknya
pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan, atau berusia lanjut dapat
disertai komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.
2. Zoster trigeminalis

herpes zoster bisa menyerang setiap bagian dari saraf trigeminus, tetapi paling sering
terkena adalah bagian oftalmika. Gangguan mata seperti konjungitvitis, keratitis,
dan/atau iridosiklitis bisa terjadi bila cabang nasosiliaris dari bagian oftalmika terkena
(ditunjukkan oleh adanya vesikel vesikel di sisi hidung), dan pasien dengan zoster
oftalmika hendaknya diperiksa oleh oftalmolog.

herpes keratokonjungtivitis : termasuk HZO, dalam waktu 3 minggu selama rash,


terdapat ulkus kornea, keratitis punctata.

http://www.entusa.com/oral_pictures_htm/shingles_herpes_zoster.htm

Infeksi pada bagian maksila dari saraf trigeminus menimbulkan vesikel vesikel
unilateral pada pipi dan pada palatum.

4. Sindrom Ramsay Hunt


Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan otikus, sehingga
memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan
tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan
gangguan pengecapan.
5. Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan virus
secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. Paralisis ini
10

biasanya muncul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi
seperti: di wajah, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus.
Umumnya akan sembuh spontan.

Plan
Diagnosis : Berdasarkan anamnesis pasien mengeluhkan demam dan gatal pada kulit yang
kemudian diikuti dengan munculnya ruam kulit yang terasa nyeri dengan riwayat varisela
sebelumnya sekitar 14 tahun yang lalu. Hasil pemeriksaan fisik ditemukan kelainan kulit berupa
vesikel berkelompok dengan dasar eritematosa dengan distribusi segmental unilateral di dada sisi
kanan antero-posterior dengan sebagian vesikel telah pecah dan membentuk krusta sehingga
mengarahkan diagnosis pasien mengarah herpes zoster thorakalis.
Pengobatan : Pasien sebaiknya diberikan obat-obatan yang dari 3 aspek berupa kausatif,
simptomatik dan suportif. Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya,
misalnya valasiklovir dan famsiklovir. Asiklovir dapat diberikan peroral ataupun intravena.
Asiklovir Sebaiknya pada 3 hari pertama sejak lesi muncul. Dosis asiklovir peroral yang
dianjurkan adalah 5800 mg/hari selama 7 hari, sedangkan melalui intravena biasanya hanya
digunakan pada pasien yang imunokompromise atau penderita yang tidak bisa minum obat. Obat
lain yang dapat digunakan sebagai terapi herpes zoster adalah valasiklovir.
Valasiklovir diberikan 31000 mg/hari selama 7 hari, karena konsentrasi dalam plasma
tinggi. Selain itu famsiklovir juga dapat dipakai. Famsiklovir juga bekerja sebagai inhibitor DNA
polimerase. Famsiklovir diberikan 3200 mg/hari selama 7 hari. Maka pada kasus ini diberikan
obat antivirus berupa Asiklovir dengan dosis 5 x 800 mg selama 7 hari. Untuk aspek
simptomatik, dapat diberikan obat antiinflamasi non steroid yang memiliki efek antipiretik yang
besar dan memiliki efek antiinflamasi untuk mengurangi reaksi inflamasi yang terjadi. Pada
kasus diberikan Asam mefenamat dan Ketorolac intravena, pemberian dirutinkan di awal namun
dikurangi perlahan sehingga akhirnya diberikan hanya bila muncul nyeri saja. Untuk
memberikan efek proteksi mukosa lambung terhadap efeks samping penggunaan NSAID
diberikan antasida tablet.

11

Pemberian obat topikal diprlukan pada pasien dengan herpes zoster. Jika masih stadium
vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak
terjadi infeksi sekunder. Pada kasus diberikan bedak salisil untuk lesi yg belum pecah dan juga
salep gentamisin pada lesi yang sudah pecah menjadi krusta.
Pendidikan : Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat menularkan
kepada orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan orang dengan defisiensi imun.
Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk dan pakai baju yang longgar. Untuk
mencegah infeksi sekunder jaga kebersihan badan.

12

Anda mungkin juga menyukai