Kasus Psikiatri
Disusun oleh:
1
Rumah Sakit Tentara Tingkat IV Samarinda
Samarinda, Juni 2016
2
cdr. Faradilla Eka Putri
Nama : Tn. M
Umur : 19 tahun
Subjektif
Pasien Tn. M, 19 tahun datang dengan keluhan cemas yang sudah dialami sejak 10 tahun
yang lalu dan memberat kurang lebih 6 bulan terakhir ini. Awalnya pasien tinggal bersama orang
tuanya, tetapi ayahnya meninggal sewaktu umur 9 tahun dan sejak saat itu ibunya pergi merantau
ke Papua. Pasien dititipkan kepada neneknya yang ada di Samarinda. Pasien sering merasa
cemas bagaimana keadaan ibunya di Papua sehingga tiap malam pasien menjadi sulit tidur.
Memasuki kelas 1 SMP, neneknya meninggal, sehingga pasien harus pindah dan tinggal di
rumah pamannya di Toraja sampai tamat SMA. Di rumah pamannya, pasien sering merasa
tertekan karena sering dimarahi pamannya yang terkenal sangat disiplin. Pasien sering merasa
cemas dan ketakutan tiap kali pulang ke rumah pamannya akibatnya pasien sering merasa
jantung berdebar-debar, otot tegang, dan sering terkejut ketika mendengar suara keras. Di
sekolah, pasien sering merasa pusing, mudah lelah, sulit konsentrasi dalam belajar, dan prestasi
akademiknya tidak begitu bagus. Memasuki kuliah, pasien memutuskan untuk keluar dari rumah
pamannya dan memilih kos dekat kampusnya di Samarinda. Sejak saat itu, keluhan cemasnya
berkurang.
Prestasi akademik di masa kuliah tergolong biasa saja namun memiliki banyak teman dan
masih aktif dalam kegiatan karate di kampusnya, terutama saat ini sedang mempersiapkan
pertandingan karate tingkat nasional bulan depan. Pasien sudah mulai mempersiapkan diri sejak
6 bulan lalu. Kecemasan pasien muncul lagi dan terus-menerus yang disertai sakit kepala, nyeri
ulu hati, sesak napas, jantung berdebar-debar dan rasa ingin pingsan jika latihan terlalu berat.
Apabila tidak ada kegiatan, cemas lebih sering timbul 3-4 kali dalam sehari. Jika cemas timbul
pasien berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan (berdoa) dan mencari hiburan (menonton siaran
televisi). Pasien pernah melakukan pengobatan alternatif (gurah/herbal) karena kepala pasien
pusing terus menerus dan pasien merasa bahwa ada masalah dalam kepalanya, setelah
melakukan gurah, gejala pusing menghilang sementara tetapi cemasnya semakin sering timbul
apalagi jika pasien banyak pikiran. Pasien menyangkal pernah melihat bayangan atau mendengar
3
suara-suara bisikan. Pasien mengakui pernah merokok saat SMA dan pernah minum alkohol saat
di Toraja karena mengikuti adat budaya setempat tetapi tidak pernah sampai mabuk. Kebiasaan
merokok dan minum alkohol diakuinya sudah berhenti sejak masuk kuliah. Pasien menyangkal
mengkonsumsi narkoba atau obat-obatan dalam jangka panjang. Pasien mengaku keluhan
cemasnya sudah mengganggu kegiatan sehari-harinya sehingga pasien mencoba memeriksakan
diri ke dokter, namun hasil pemeriksaan fisik, laboratorium, EKG, dan rontgen dada dinyatakan
normal. Namun karena tidak mengalami perubahan, pasien kembali mencoba memeriksakan diri
kembali ke RS.
HENDAYA DISFUNGSI :
Hendaya sosial : +
Hendaya pekerjaan :+
Hendaya waktu senggang : -
Faktor stressor psikososial : Masalah lingkungan, adat budaya serta masalah keluarga
Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit fisik dan psikis sebelumnya :
Tidak ada hubungan dengan penyakit yang dialami sebelumnya.
4
Pasien mendapat ASI (tetapi tidak begitu tahu sampai umur berapa) pertumbuhan dan
perkembangan baik, seperti anak sebayanya. Pasien masuk SD sejak umur 6 tahun,
prestasi di sekolah biasa-biasa saja. Di umur 9 tahun, pasien mulai mengalami cemas
akibat ditinggal oleh kedua orang tuanya.
3. Riwayat masa remaja
Pasien sempat pindah rumah namun pasien masih melanjutkan sekolah hingga tamat
SMA. Prestasi di sekolah tidak terlalu bagus. Pergaulan pasien cukup baik, tetapi
kadang-kadang jika cemasnya datang, ia biasa menyendiri. Pasien sering merasa
cemas tinggal di rumah pamannya yang terkenal disiplin.
4. Riwayat masa dewasa
- Riwayat pendidikan : Pasien melanjutkan kuliah hingga sekarang (semester 3)
- Riwayat pekerjaan : Belum bekerja
- Riwayat pernikahan : Belum menikah
5. Riwayat keluarga
- Pasien adalah anak tunggal.
- Hubungan dengan keluarga : Pasien sudah ditinggal oleh orang tuanya sejak umur
9 tahun, sempat diasuh neneknya hingga kelas 1 SMP. Setelah itu, pasien pindah
ke Toraja dan tinggal di rumah pamannya. Hubungan dengan keluarga pamannya
tidak terlalu dekat, sering dimarahi sehingga pasien sering merasa cemas dan
ketakutan tiap kali pulang ke rumah pamannya.
- Riwayat keluhan yang sama pada keluarga : ADA yaitu pada tante (suami dari
pamannya di Toraja) yang juga mengalami gangguan kecemasan dan pernah
berteriak-teriak di depan rumah, tetapi sekarang diakuinya sudah sembuh karena
berobat ke dukun.
C. Situasi Sekarang
Saat ini pasien kuliah semester 3 dan tinggal sendiri di kos dekat kampusnya. Pasien
masih aktif kegiatan karate dan sedang cemas mempersiapkan pertandingan karate tingkat
nasional bulan depan. Prestasi di kampusnya tergolong biasa saja.
5
pengobatan untuk mengatasi keluhannya sekarang. Pasien berobat ats kemauannya
sendiri dan berkomitmen minum obat sesuai anjuran dokter dan bila obat habis pasien
ingin kontrol secara sukarela.
6
- Hendaya berbahasa : Tidak ada
2. Isi pikiran :
- Preokupasi : Ada (terfokus pada masalah kecemasan yang dialami
pasien)
- Gangguan isi pikiran : Tidak ada.
F.Pengendalian Impuls : Baik
G. Daya Nilai
1. .Norma sosial : Baik
2. Uji daya Nilai : Baik
3. Penilaian realitas : Baik
H. Tilikan (Insight) : Derajat 6 (pasien sadar dirinya sakit dan perlu pengobatan)
I. Taraf dapat dipercaya : Dapat dipercaya
7
Dari autoanamnesis serta pemeriksaan status mental didapatkan bahwa pasien mengalami
kecemasan yang berlebihan setiap hari hingga beberapa minggu bahkan sudah bertahun-
tahun, dan timbul disaat keadaan apa saja (free floating anxietas), sulit tidur, gelisah serta
mengalami hiperaaktivitas otonom yaitu jantung berdebar-debar, sakit kepala, sesak
napas dan nyeri ulu hati sehingga pada pasien didiagnosis Gangguan Cemas
Menyeluruh ( F41.1).
Aksis II :
Tidak ada diagnosis.
Aksis III :
Tidak ada diagnosis.
Aksis IV
Stressor Psikososial, yaitu: sedari kecil ditinggalkan orang tua, dan pernah mendapat
tekanan dari paman.
Aksis V :
GAF Scale 60 51 gejala sedang (moderate) disabilitas sedang.
DAFTAR PROBLEM
Orgabobiologik : Tidak ditemukan kelainan keadaan medis umum, namun diduga ada
ketidakseimbangan neurotransmitter sehingga memerlukan farmako terapi
Psikologik : Terdapat perasaan cemas sehingga memerlukan psikoterapi.
Sosiologik : Adanya hendaya sosial sehingga membutuhkan sosioterapi.
Assessment
Menurut Capernito (2001) kecemasan adalah keadaan individu atau kelompok
mengalami perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivitas sistem saraf autonom
dalam berespons terhadap ancaman yang tidak jelas, nonspesifik. Kecemasan merupakan
unsur kejiwaan yang menggambarkan perasaan, keadaan emosional yang dimiliki
seseorang pada saat menghadapi kenyataan atau kejadian dalam hidupnya. (Rivai, 2000).
Kecemasan adalah perasaan individu dan pengalaman subjektif yang tidak diamati secara
langsung dan perasaan tanpa objek yang spesifik dipacu oleh ketidaktahuan dan didahului
oleh pengalaman yang baru (Stuart dkk, 1998). Berdasarkan definisi tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan, tidak enak,
khawatir dan gelisah. Keadaan emosi ini tanpa objek yang spesifik, dialami secara
8
subjektif dipacu oleh ketidaktahuan yang didahului oleh pengalaman baru, dan
dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal.
Gangguan Cemas Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder) merupakan salah satu
jenis gangguan kecemasan dengan karakteristik kekhawatiran yang tidak dapat dikuasai
dan menetap, biasanya terhadap hal-hal yang sepele/tidak utama. Individu dengan
gangguan cemas menyeluruh akan terus menerus merasa khawatir tentang hal-ha yang
kecil/sepele.
9
II. Etiologi Gangguan Cemas Menyeluruh
Upaya untuk menjelaskan penyebab dari munculnya gangguan kecemasan, Accocella
dkk (1976) memaparkan dari beberapa sudut pandang teori. Menurut para ahli
psikofarmaka, gangguan kecemasan menyeluruh bersumber pada neurosis, bukan
dipengaruhi oleh ancaman eksternal tetapi lebih dipengaruhi oleh keadaan internal
individu.
Sebagamana diketahui, Sigmund Freud sebagai bapak dari pendekatan psikodinamika
mengatakan bahwa jiwa individu diibaratkan sebagai gunung es. Bagian yang muncul
dipermukaan dari gunung es itu, bagian terkecil dari kejiwaan yang disebut sebagai bagian
kesadaran. Agak di bawah permukaan air adalah bagian yang disebut pra-kesadaran, dan
bagian yang terbesar dari gunung es tersebut ada di bawah sekali dari permukaan air, dan
ini merupakan alam ketidaksadaran (uncounsciousness). Ketidaksadaran ini berisi ide,
yaitu dorongan-dorongan primitif, belum dipengaruhi oleh kebudayaan atau peraturan-
peraturan yang ada dilingkungan. Dorongan-dorongan ini ingin muncul ke permukaan/ ke
kesadaran, sedangkan tempat di atas sangat terbatas. Ego, yang menjadi pusat dari
kesadaran, harus mengatur dorongan-dorongan mana yang boleh muncul dan mana yang
tetap tinggal di ketidaksadaran karena ketidaksesuaiannya dengan superego, yaitu salah
satu unit pribadi yang berisi norma-norma sosial atau peraturan-peraturan yang berlaku di
lingkungan sekitar. Jika ternyata ego menjadi tidak cukup kuat menahan desakan atau
dorongan ini maka terjadilah kelainan-kelainan atau gangguan-gangguan kejiwaan.
Neurosis adalah salah satu gangguan kejiwaan yang muncul sebagai akibat dari
ketidakmampuan ego menahan dorongan ide.
Jadi, individu yang mengalami gangguan kecemasan menyeluruh, menurut pendekatan
psikodinamika berakar dari ketidakmampuan egonya untuk mengatasi dorongan-dorongan
yang muncul dari dalam dirinya secara terus menerus sehingga ia akan mengembangkan
mekanisme pertahanan diri. Mekanisme pertahanan diri ini sebenarnya upaya ego untuk
menyalurkan dorongan dalam dirinya dan bisa tetap berhadapan dengan lingkungan. Tetapi
jika mekanisme pertahanan diri ini dipergunakan secara kaku, terus-menerus dan
berkepanjangan maka hal ini dapat menimbulkan perilaku yang tidak adaptif dan tidak
realistis.
10
Ada beberapa mekanisme pertahanan diri yang bisa dipergunakan oleh individu, antara
lain:
1. Represi, yaitu upaya ego untuk menekan pengalaman yang tidak menyenangkan dan
dirasakan mengancam ego masuk ke ketidaksadaran dan disimpan di sana agar tidak
menganggu ego lagi. Tetspi sebenarnya pengalaman yang sudah disimpan itu masih punya
pengaruh tidak langsung terhadap tingkahlaku si individu.
2. Rasionalisasi, yaitu upaya ego untuk melakukan penalaran sedemikian rupa terhadap
dorongan-dorongan dalam diri yang dilarang tampil oleh superego, sehingga seolah-olah
perilakunya dapat dibenarkan.
3. Kompensasi, upaya ego untuk menutupi kelemahan yang ada di salah satu sisi kehidupan
dengan membuat prestasi atau memberikan kesan sebaliknya pada sisi lain. Dengan
demikian, ego terhindar dari ejekan dan rasa rendah diri.
4. Penempatan yang keliru, yaitu upaya ego untuk melampiaskan suatu perasaan tertentu ke
pihak lain atau sumber lain karena tidak dapat melampiaskan perasaannya ke sumber
masalah.
5. Regresi, yaitu upaya ego untuk menghindari kegagalan-kegagalan atau ancaman terhadap
ego dengan menampilkan pikiran atau perilaku yang mundur kembali ke taraf
perkembangan yang lebih rendah.
Para ahli dari aliran humanistik-eksternal mengatakan bahwa konsep kecemasan bukan
hanya sekedar masalah, yang bersifat individual tetapi juga merupakan hasil konflik antara
individu dengan masyarakat atau lingkungan sosialnya.
Jika individu melihat perbedaan yang sangat luas antara pandangannya tentang dirinya
sendiri dengan yang diinginkan maka akan`muncul perasaan inadekuat dalam menghadapi
tantangan di kehidupan ini, dan hal ini menghasilkan kecemasan. Jadi menurut pandangan
humanis eksternalis, pusat kecemasan adalah konsep diri, yang terjadi sehubungan dengan
adanya gap antara konsep diri yang sesungguhnya (real self) dan diri yang diinginkan (idea
self). Hal ini muncul sehubungan tidak adanya kesempatan bagi individu untuk
mengaktualisasikan` dirinya sehingga perkembangannya menjadi terhalang. Akibatnya,
dalam menghadapi tantangan atau kendala dalam menjalani hari-hari, di kehidupan
selanjutnya, ia akan mengalami kesulitan untuk membentuk konsep diri yang positif.
Setiap kita sebenarnya perlu mengembangkan suatu upaya untuk menjadi diri sendiri
(authenticity), sedangkan indivisu yang neurotis, atau mengalami gangguan kecemasan
11
adalah individu yang gagal menjadi diri sendiri (inauthenticity) karena mereka
mengembangkan konsep diri yang keliru/palsu
Sementara para ahli dari pendekatan behavioristik mengatakan bahwa kecemasan
muncul karena terjadi kesalahan dalam belajar, bukan hasil dari konflik intrapsikis,
individu belajar menjadi cemas. Ada 2 tahapan belajar yang berlangsung dalam diri
individu yang menghasilkan kecemasan yaitu:
1. Dalam pengalaman individu, beberapa stimulus netral tidak berbahaya atau tidak
menimbulkan kecemasan, dihubungkan dengan stimulus yang menyakitkan (aversive)
akan menimbulkan kecemasan (melalui respondent condotioning)
2. Individu yang menghindar dari stimulus yang sudah terkondisi, dan sejak
penghindaran ini menghasilkan pembebasan/terlepas dari rasa cemas, maka respon
menghindar ini akan menjadi kebiasaan (melalui operant conditioning)
Dari sudut pandang kognitif, gangguan kecemasan terjadi karena adanya kesalahan
dalam mempersepsikan hal-hal yang menakutkan. Berdasarkan dari teori kognitif, masalah
yang terjadi dari individu yang mengalami gangguan kecemasan adalah terjadinya
kesalahan persepsi atau kesalahan interpretasi terhadap stimulus internal maupun eksternal.
Individu yang mengalami gangguan kecemasan akan melihat suatu hal yang tidak benar-
benar mengancam sebagai sesuatu yang mengancam. Jika individu mengalami pengalaman
sensasi dalam tubuh yang tidak biasa, lalu mengintepretasikannya sebagai sensasi yang
bersifat catastropic, yaitu suatu gejala bahwa ia sedang mengalami sesuatu hal seperti
serangan jantung, maka akan timbul rasa panik.
12
Untuk lebih jelasnya, tanda dan gejala gangguan cemas menyeluruh dapat dilihat pada
tabel di bawah:
Tabel 1. Tanda dan Gejala Gangguan Cemas Menyeluruh
Ketegangan Motorik 1. Kedutan otot/ rasa gemetar
2. Otot tegang/kaku/pegal
3. Tidak bisa diam
4. Mudah menjadi lelah
Hiperaktivitas Otonomik 5. Nafas pendek/terasa berat
6. Jantung berdebar-debar
7. Telapak tangan basah/dingin
8. Mulut kering
9. Kepala pusing/rasa melayang
10. Mual, mencret, perut tak enak
11. Muka panas/ badan menggigil
12. Buang air kecil lebih sering
Kewaspadaan berlebihan dan 13. Perasaan jadi peka/mudah ngilu
14. Mudah terkejut/kaget
penangkapan berkurang
15. Sulit konsentrasi pikiran
16. Sukar tidur
17. Mudah tersinggung
13
3. Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar,
sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering, dsb)
Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya
depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan Anxietas Menyeluruh, selama
hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif (F.32.-), gangguan
anxietas fobik (F.40.-), gangguan panik (F42.0), atau gangguan obsesif-kompulsif
(F.42.-)
14
mulai sampai pada bagian sensitif), dan transference (yaitu individu mengalihkan
perasaannya pada terapis dan menjadi bergantung.
Sementara para ahli dari pendekatan humanistik eksistesialis yang melihat kecemasan
sebagai hasil konflik diri yang terkait dengan keadaan sosial dimana pengembangan diri
menjadi terhambat, maka mereka lebih menyarankan untuk membangun kembali diri yang
rusak (damaged self). Tekhniknya sering disebut sebagai client centered therapy yang
berpendapat bahwa setiap individu memiliki kemampuan yang positif yang dapat
dikembangkan sehingga ia membutuhkan situasi yang kondusif untuk mengeksplorasi
dirinya semaksimal mungkin.
Setiap permasalahan yang dihadapi setiap individu sebenarnya hanya dirinyalah yang
paling mengerti tentang apa yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, individu itu
sendirilah yang paling berperan dalam menyelesaikan permasalahan yang mengganggu
dirinya.
Karena para ahli melihat kecemasan sebagai sebagai hasil dari belajar (belajar menjadi
cemas) maka untuk menanganinya perlu dilakukan pembelajaran ulang agar terbentuk pola
perilaku baru, yaitu pola perilaku yang tidak cemas.
Tehnik yang digunakan untuk mengurangi kecemasan adalah systematic
desentisitization, yaitu mengurangi kecemasan dengan menggunakan konsep hirarki
ketakutan, menghilangkan ketakutan secara perlahan-lahan mulai dari ketakutan yang
sederhana sampai ke hal yang lebih kompleks. Pemberian reinforcement (penguat) juga
dapat digunakan dengan secara tepat memberikan variasi yang tepat antara pemberian
reward- jika ia memperlihatkan perilaku yang mengarah keperubahan ataupun punishment
jika tidak ada perubahan perilaku atau justru menampilkan perilaku yang bertolak
belakang dengan rencana perubahan perilaku. Adanya model yang secara nyata dapat
dilihat dan menjadi contoh langsung kepada individu juga efektif dalam upaya melawan
pikiran-pikiran yang mencemaskan.
Pendekatan kognitif yang melihat gangguan kecemasan sebagai hasil dari kesalahan
dalam mempersepsikan ancaman (misperception of threat) menawarkan upaya
mengatasinya dengan mengajak individu berpikir dan mendesain suatu pola kognitif baru.
David Clark dkk (dalam Acocella dkk, 1996) mengembangkan desain kognitif yang
melibatkan 3 bagian yaitu :
1. Identifikasi interpretasi negatif yang dikembangkan individu tentang sensasi tubuhnya
2. Tentukan dugaan atau asumsi dan arahkan alternatif intrepretasi, yang noncatastropic.
3. Bantu individu menguji validitas penjelasan dan alternatif-alternatif tersebut.
15
Dengan kata lain, para ahli dari pendekatan kognitif ini menyatakan bahwa tujuan dari
terapi sebagai upaya menangani gangguan kecemasan adalah membantu individu
melakukan intrepretasi sensasi tubuh dengan cara yang noncatastropic.
Dalam beberapa hal, penanganan terhadap penderita gangguan kecemasan tidak selalu
hanya berpegang pada satu tehnik saja, atau hanya mengikuti pendapat salah satu ahli dari
suatu pendekatan saja. Terapi yang diberikan dapat sekaligus dengan menggunakan lebih
dari satu pendekatan atau lebih dari satu tehnik, asalkan tujuannya jelas dan tahapan-
tahapannya juga terinci.
Pertimbangkan penggunaan obat-obatan maupun psikoterapi. Anti depresan yang baru,
venlafaksin XR, tampaknya cukup efektif dan aman untuk pengobatan gangguan cemas
menyeluruh. Gunakan benzodiazepin dengan tidak berlebihan (diazepam, 5 mg per oral, 3-
4 kali sehari atau 10 mg sebelum tidur) untuk jangka pendek(beberapa minggu hingga
beberapa bulan); biarkan penggunaan obat-obatan untuk mengikuti perjalanan penyakitnya.
Pertimbangkan pemberian buspiron untuk pengobatan awal atau untuk pengobatan kronis
(20-30 mg/hari dalam dosis terbagi). Pasien tertentu yang telah terbiasa dengan efek cepat
benzodiazepin akan merasakan kurangnya efektivitas buspiron. Anti depresan trisiklik,
SSRI, dan MAOI bermanfaat terhadap pasien-pasien tertentu (terutama bagi mereka yang
disertai dengan depresi). Sedangkan pasien dengan gejala otonomik akan membaik dengan
-bloker (misal, propanolol 80-160 mg/hari).
Tabel 2. Sediaan Obat Anti-Anxietas dan Dosis Anjuran (menurut IMS Vol. 30-2001)
No Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran
1. Diazepam Diazepin Tab. 2-5 mg 10-30 mg/h
Lovium Tab. 2-5 mg
Stesolid Tab. 2-5 mg
Amp. 10mg/2cc
2. Chlordiazepoxide Cetabrium Drg. 5-10 mg 15-30 mg/h
Arsitran Tab. 5 mg
Tensinyl Cap. 5 mg
3. Lorazepam Ativan Tab. 0,5-1-2 mg 2-3 x 1 mg/h
Renaquil Tab. 1 mg
4. Clobazam Frisium Tab. 10 mg 2-3 x 1 mg/h
5. Alprazolam Xanax Tab. 0,25-0,5 mg 0,75-1,50 mg/h
16
Alganax Tab. 0,25-0,5 mg
6. Sulpiride Dogmatil Cap. 50 mg 100-200 mg/h
7. Buspirone Buspar Tab. 10 mg 15-30 mg/h
8. Hydroxyzine Iterax Caplet 25 mg 3x25 mg/h
Plan
Diagnosis :
Berdasarkan autoanamnesis, Tn. M, 19 tahun, gejala kecemasan sudah dialami sejak 10 tahun
yang lalu namun sejak 6 bulan lalu keluhan cemas ini mulai memberat dan mengganggu kegiatan
sehari-hari. Beberapa gejala yang ada, antara lain: ketegangan motorik, hiperaktifitas motorik,
dan kewaspadaan terhadap sesuatu hal yang tidak pasti, sulit berkonsentrasi, gelisah, sulit tidur,
sering berdebar tanpa sebab yang jelas, sakit kepala, dan badan terasa lemas seperti tidak
bertenaga. Karena keluhannya ini sudah dirasakan sejak 10 tahun lalu, tanpa ada komorbid
dengan gangguan psikiatri lainnya, efek obat-obatan, narkoba, atau alkohol, maka dapat
digolongkan sebagai gangguan cemas menyeluruh (F41.1) yang ditegakkan berdasarkan hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan psikiatri.
17
Tatalaksana:
I. Psikofarmaka
- Clobazam tablet 1 x 10mg
- Fluoxetin tablet 1 x 10mg
Pada pasien ini diberikan terapi kombinasi clobazam (derivate benzodiazepine) dan
fluoxetine (golongan SSRI pertama) yang dapat diberikan selama 2 3 minggu.
Prognosis
I. Faktor yang memberikan pengaruh baik
Pasien memiliki banyak teman yang mendukung dirinya, masih bisa kuliah, dan latihan
karate. Tidak ada komorbiditas dengan gangguan psikiatri lainnya.
II. Faktor yang memberikan pengaruh buruk
Kecemasan ini sudah muncul sejak 10 tahun lalu. Pasien memiliki peristiwa hidup yang
tidak mengenakkan seperti ditinggal orangtuanya dan perlakuan disiplin dari pamannya. Jika
gejala kecemasan timbul, akan mengganggu kegiatan sehari-hari.
Prognosis pasien secara menyeluruh adalah dubia ad bonam. Sehingga kesimpulan prognosis
pada pasien berdasarkan kasus di atas adalah:
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
18
19