Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kemajuan teknologi yang disertai keberhasilan pemerintah dalam pembangunan
nasional, telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan
eknomi, kemajuan ilmu pengetahuan serta keberhasilan dalam program kesehatan. Keberhasilan
tersebut berdampak terhadap meningkatkan umur harapan hidup manusia. Akibatnya jumlah
penduduk yang berusia lanjut cenderung meningkat.
Saat ini, jumlah orang lanjut usia di selluruh dunia diperkirakan ada 500 juta dengan usia
rata rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Di negara maju
seperti Amerika Serikat pertambahan orang lanjut usia lebih kurang 1000 orang per hari pada
tahun 1985 dan diperkirakan 50% dari penduduk berusia di atas 50 tahun sehingga istilah Baby
Boom pada masa lalu berganti menjadi Ledakan penduduk lanjut usia.
Berdasarkan Data pada Biro Pusat Statistika dan beberapa sumber lain, dapat diketahui
jumlah dan prosentase populasi lansia di Indonesia pada tahun 2000 2020 sesuai pada tabel
berikut ini:
Tabel 1.2 Jumlah dan Persentase Populasi Lansia Indonesia 1971 2020
Jumlah Lansia
Persentase
Tahun
2000 (d)
15.262.199
7,28%
2005 (d)
17.767.709
7,97%
2010 (d)
19.936.859
8,48%
2015 (d)
23.992.553
9,77%
2020 (d)
28.822.879
11,34%
Sumber: (a) Biro Pusat Statistika, 1974; (b) Biro Pusat Statistika,1983; (c) Biro Pusat
Statistika, 1992; (d) Ananta dan Anwar, 1994. Dikutip oleh Djuhari dan Anwar, 1994.
Meningkatnya umur harapan hidup dipengaruhi oleh:
1.
2.
3.
4.

Majunya pelayanan kesehata


Menurunnya angka kematian bayi daan anak
Perbaikan gizi dan sanitasi
Meningkatnya pengawasan terhadap penyakit infeksi

Secara individu, pada usia di atas 55 tahun terjadi proses penuaan secara alamiah. Hal ini
akan menimbulkan masalah fisik, mental, sosial, ekonomi dan psikologis. Dengan bergesernya
pola perekonomian dari pertanian ke industri maka pola penyakit pada lansia juga bergeser dari
penyakit menular menjadi degeneratif.

Survei rumah tangga tahun 1980, angka kesakitan penduduk usia lebih dari 55 tahun
sebesar 25,70% diharapkan pada tahun 2000 nanti angka tersebut menjadi 12,30% (Depkes RI,
Pedoman Pembinaan Kesehatan Lanjut Usia Bagi Petugas Kesehatan I, 1992).
Perawatan terhadap pasien lansia merupakan tanggung jawab keluarga dan pemerintah
khususnya Dinas social dan tenaga kesehatan. Perubahan perubahan kecil dalam kemampuan
seorang pasien lansia untuk melaksanakan aktivitas sehari hari atau perubahan kemampuan
seorang pemberi asuhan keperawatan dalam memberikan dukungan hendaknya memiliki
kemampuan untuk mengkaji aspek fungsional, sosial, dan aspek aspek lain dari kondisi klien
lansia.
Berkaitan dengan peran pemberi asuhan keperawatan, perawat sebagai salah satu
kompetensi yang harus diemban, maka dirasa perlu untuk mengadakan praktek keperawatan
klinik khususnya pada klien lansia sebagai konteks keperawatan gerontik, maka pada
kesempatan ini, mahasiswa Program Studi D3 Keperawatan Stikes Banyuwangi , guna mendapat
pengalaman secara langsung mengenai perubahan perubahan yang terjadi pada lansia serta
konsep asuhan keperawatan pada klien lansia yang mengalami gangguan atau masalah
kesehatan.
1.2

TUJUAN
1.2.1 Tujuan umum :
Setelah menyelesaikan pengalaman belajar klinik mampu menerapkan asuhan
keperawatan pada lansia yang mempunyai masalah kesehatan serta meningkatkan derajat
kesehatan pada lansia.
1.2.2 Tujuan khusus :
Setelah menyelesaikan belajar klinik mahasiswa mampu :
a. Mengidentifikasi data yang sesuai dengan masalah kesehatan lansia
b. Merumuskan diagnosa keperawatan keluarga sesuai dengan masalah kesehatan
c.
d.
e.
f.

lansia
Merencanakan tindakan sesuai dengan diagnosa keperawatan
Melaksanakan tindakan sesuai rencana yang telah ditentukan
Mengevaluasi pelaksanaan tindakan keperawatan
Mendokumentasikan asuhan keperawatan keluarga

1.3 METODE PENGUMPULAN DATA


Metode yang di gunakan penulis dalam menyusun asuhan keperawatan keluarga ini adalah :
1.3.1 Metode penyusunan deskriptif
Yaitu metode yang di gunakan untuk mengungkapkan peristiwa & bertujuan pada
pemecahan masalah yang di hadapi saat ini & hasilnya dapat di evaluasi saat itu juga.

a. Studi Pustaka
Yaitu mencari informasi melalui beberapa literature yang berasal dari buku-buku
ilmiah, majalah ilmiah serta media cetak lainnya yang ada di perpustakaan untuk di
jadikan landasan teori dalam memberikan pelayanan maupun penulisan asuhan
keperawatan keluarga ini.
b. Studi Lapangan
Yaitu memberikan asuhan keperawatan secara nyata di lapangan untuk memperoleh
gambaran sebenarnya tentang perkembangan suatu subyek melalui proses
keperawatan.

1.3.2 Lokasi & Waktu


Lokasi yang di gunakan sebagai sumber pembuatan asuhan keperawatan keluarga ini
adalah di wilayah Dusun Pondok asem Desa Kedungasri wilayah kerja Puskesmas
Kedungwungu. Kegiatan di mulai dari tanggal 20 Oktober 13 Desember 2014.
1.3.3 Teknik Pengumpulan Data
Dalam melakukan pengumpulan data, penyusun menggunakan teknik sebagai berikut :
a. Observasi
b. Wawancara
c. Pemeriksaan Fisik
1.3.4 Jenis Data
a. Data primer di peroleh dari observasi & wawancara langsung
b. Data sekunder
1.4 SITEMATIKA PENULISAN
Sistematika laporan kegiatan ini adalah:
1) Bab 1 Pedahuluan memuat: Latar belakang, Tujuan umum dan khusus,Metode pengumpulan
data, dan Sistematika Laporan.
2) Bab 2 Konsep Teori memuat: Konsep gerontik, Konsep penyakit dan asuhan keperawatan pada
Hipertensi.
3) Bab 3 Tinjauan kasus (Asuhan Keperawatan Gerontik) memuat: Pengkajian,Perumusan
Diagnosa Keperawatan, Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi.
4) Bab 4 Penutup, memuat: Kesimpulan dan Saran.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP GERONTIK


2.1.1 Pengertian
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua (Nugroho, 1992).
Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti
mengalami kemuduran secara fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang
mengendor, rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat,
kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah
Meskipun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi tidak harus
menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat dalam hal ini diartikan:
1. Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial,
2. Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari hari,
3. Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat (Rahardjo, 1996)
Batas Lansia
Menurut oraganisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
1.
2.
3.
4.

Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.


Lanjut usia (elderly) antara 60 74 tahu
Lanjut usia tua (old) antara 75 90 tahun
Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun

Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan perubahan yang menuntut
dirinya untuk menyesuakan diri secara terus menerus. Apabila proses penyesuaian diri dengan
lingkungannya kurang berhasil maka timbullah berbagai masalah. Hurlock (1979) seperti dikutip
oleh MunandarAshar Sunyoto (1994) menyebutkan masalah masalah yang menyertai lansia
yaitu:
1. Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain,
2. Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola hidupnya,
3. Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal atau
pindah,
4. Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah banyak dan
5. Belajar memperlakukan anak anak yang telah tumbuh dewasa.

Berkaitan dengan perubahan fisk, Hurlock mengemukakan bahwa perubahan fisik yang
mendasar adalah perubahan gerak.Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama
minat terhadap diri makin bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang.
Ketiga minat terhadap uang semakin meningkat, terakhir minta terhadap kegiatan kegiatan
rekreasi tak berubah hanya cenderung menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi
pada diri usia lanjut untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara fisik.
Motivasi tersebut diperlukan untuk melakukan latihan fisik secara benar dan teratur untuk
meningkatkan kebugaran fisiknya.
Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan bahwa perubahan
yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap perubahan tersebut dan
akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap yang ditunjukkan apakah memuaskan
atau tidak memuaskan, hal ini tergantung dari pengaruh perubahan terhadap peran dan
pengalaman pribadinya. Perubahan ynag diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan yang
berkaitan dengan masalah peningkatan kesehatan, ekonomi/pendapatan dan peran sosial
(Goldstein, 1992).
Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri ciri penyesuaian
yang tidak baik dari lansia (Hurlock, 1979, Munandar, 1994) adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya.


Penarikan diri ke dalam dunia fantasi
Selalu mengingat kembali masa
Selalu khawatir karena pengangguran
Kurang ada motivasi,
Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik, dan
Tempat tinggal yang tidak diinginkan.

Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah: minat yang
kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas, menikmati kerja dan hasil kerja,
menikmati kegiatan yang dilkukan saat ini dan memiliki kekhawatiran minimla trehadap diri
dan orang lain.
2.1.2 Teori Proses Menua
a. Teori teori biologi
1. Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory) : Menurut teori ini menua telah
terprogram secara genetik untuk spesies spesies tertentu. Menua terjadi sebagai
akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul molekul / DNA dan
setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah
mutasi dari sel sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel).
2. Pemakaian dan rusak : Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel sel tubuh lelah
(rusak)

3. Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory) : Di dalam proses metabolisme
tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang
tidaktahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
4. Teori immunology slow virus (immunology slow virus theory) : Sistem imune
menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus kedalam tubuh dapat
menyebabkab kerusakan organ tubuh.
5. Teori stress : Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal,
kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
6. Teori radikal bebas : Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya
radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan
organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel
tidak dapat regenerasi.
7. Teori rantai silang : Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan
ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya
elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.
8. Teori program : Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang
membelah setelah sel-sel tersebut mati.
b. Teori kejiwaan social
1. Aktivitas atau kegiatan (activity theory) : Ketentuan akan meningkatnya pada
penurunan jumlah kegiatan secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut
yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial. Ukuran
optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia. Mempertahankan
hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke
lanjut usia.
2. Kepribadian berlanjut (continuity theory) : Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak
berubah pada lanjut usia. Teori ini merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori
ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat
dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
3. Teori pembebasan (disengagement theory) : Teori ini menyatakan bahwa dengan
bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari
kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun,
baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan ganda
(triple loss), yakni :
o kehilangan peran
o hambatan kontak sosial
o berkurangnya kontak komitmen

2.1.3 Permasalahan Yang Terjadi Pada Lansia


Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lanjut usia, antara lain:
(Setiabudhi, T. 1999 : 40-42)
1. Permasalahan umum :

a. Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.


b. Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut
kurang diperhatikan , dihargai dan dihormati.
c. Lahirnya kelompok masyarakat industri.
d. Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga profesional pelayanan lanjut usia.
e. Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia.
2. Permasalahan khusus :
a. Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik, mental
maupun sosial.
b. Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
c. Rendahnya produktifitas kerja lansia.
d. Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
e. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat
individualistik.
f. Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu kesehatan
fisik lansia
2.1.4 Faktor faktor Yang Mempengaruhi Ketuaan
1. Hereditas atau ketuaan genetic
2. Nutrisi atau makanan
3. Status kesehatan
4. Pengalaman hidup
5. Lingkungan
6. Stres
2.1.5

Perubahan perubahan Yang Terjadi Pada Lansia

1. Perubahan fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistim organ tubuh, diantaranya sistim
pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh,
muskuloskeletal, gastro intestinal, genito urinaria, endokrin dan integumen.
2. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
Pertama-tama perubahan fisik, khsusnya organ perasa.
Kesehatan umum
Tingkat pendidikan
Keturunan (hereditas)
Lingkungan
Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan famili.

Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri, perubahan
konsep.
3. Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow, 1970), Lansia
makin matur dalam kehidupan keagamaanya , hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak
dalam sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970).
2.1.6

Penyakit Yang Sering Dijumpai Pada Lansia


Menurut the National Old Peoples Welfare Council , dikemukakan macam penyakit
lansia, yaitu :
1. Depresi mental
2. Gangguan pendengaran
3. Bronkhitis kronis
4. Gangguan pada tungkai/sikap berjalan.
5. Gangguan pada koksa / sendi pangul\Anemia
6. Demensia.

2.2 KONSEP PENYAKIT


2.2.1 Batasan Hipertensi
Hipertensi didefinisikan adanya kenaikan tekanan darah yang persisten . Pada orang
dewasa rata-rata tekanan sistolik sama atau di atas 140 mm Hg dan tekanan diastolik sama atau
di atas 90 mm Hg , menurut American Heart Association, rata-rata dari dua kali pemeriksaan
yang berbeda dalam dua minggu. Menurut Pusdiknakes Depkes disebutkan hipertensi adalah
peningkatan tekanan darah sistolik diatas standar dihubungkan dengan usia.
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu :
1. Hipertensi essensial/hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga
hipertensi idiopatik, terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya
seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatis, sistem renin
angiostensin defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktorfaktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas, alkohol, merokok serta polisitemia
2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal, terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab
spesifiknya diketahui seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskuler
renal, hiperaldosteronisme primer dan sindrom cushing, feokromositoma, hipertensi yang
berhubungan dengan kehamilan.

2.2.2

Faktor Predisposisi

Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya data-data


penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi.
Faktor-faktor tersebut antara lain :
1. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa sesorang akan memiliki kemungkinan lebih besar
untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi.
2. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah : umur, jenis kelamin
dan ras. Umur yang bertambah akan menyebabkan kenaikan tekanan darah. Tekanan
darah pria umumnya lebih tinggi dibandingkan tekanan darah wanita.Juga statistik di
Amerika menunjukan prevalensi hipertensi pada orang kulit hitam hampir dua kali lipat
dibandingkan dengan orang kulit putih.
3. Kebiasaan Hidup.
Kebiasaan hidup yang yang sering menyebabkan hipertensi adalah :
a. Konsumsi garam yang tinggi, dari statistik diketahui bahwa suku bangsa atau
penduduk dengan konsumsi garam rendah jarang menderita hipertensi. Dari dunia
kedokteran juga telah dibuktikan bahwa ,pembatasan garam dan pengeluaran garam
/ natrium oleh obat diuretik akan menurunkan tekanan darah lebih lanjut.
b. Kegemukan atau makan berlebihan ; dari penelitian kesehatan terbukti ada
hubungan antara kegemukan dan hipertensi . Meskipun mekanisme bagaimana
kegemukan menimbulkan hipertensi belum jelas, tetapi sudah terbukti penurunan
berat badan dapat menurunkan tekanan darah.
c. Stres dan ketegangan jiwa ; sudah lama diketahui bahwa ketegangan jiwa seperti rasa
tertekan, murung, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah dapat mmerangsang
kelenjar anak ginjal melepaskaqn hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut
lebih cepat serta lebih kuat , sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stres
berlangsung cukup lama , tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga
tinbul kelainan organis atau perubahan patologis (Dr. Hans Selye: General Adaptation
Syndrome, 1957). Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag.
d. Pengaruh lain yang dapat menyebabkan naiknya tekanan darah adalah sebagai
berikut : merokok: karena merangsang sistem adrenergik dan meningkatkan tekanan
darah ; minum alkohol, minum obat-obat,misal; ephedrin, Prednison, epinefrin.
2.2.3

Patofisiologi
Kerja jantung terutama ditentukan oleh besarnya curah jantung dan tahanan
perifer. Curah jantung pada penderita hipertensi umumnya normal. Kelainannya
terutama pada peninggian tahanan perifer. Kenaikan tahanan perifer ini disebabkan
karena vasokonstriksi arteriol akibat naiknya tonus otot polos pembuluh darah
tersebut. Bila hipertensi sudah berjalan cukup lama maka akan dijumpai perubahan-

perubahan struktural pada pembuluh darah arteriol berupa penebalan tunika interna
dan hipertropi tunika media. Dengan adanya hipertropi dan hiperplasi, maka sirkulasi
darah dalam otot jantung tidak mencukupi lagi sehingga terjadi anoksia relatif.
Keadaan ini dapat diperkuat dengan adanya sklerosis koroner.
2.2.4

Usaha Pencegahan Hipertensi.

Pencegahan lebih baik dari pada pengobatan, demikian juga terhadap hipertensi.pada
umumnya, orang akan berusaha mengenali hipertensi jika dirinya atau keluarganya sakit keras
atau meninggal dunia akibat hipertensi.
Sebenarnya sangat sederhana dan tidak memerlukan biaya, hanya diperlukan disiplin dan
ketekunan menjalankan aturan hidup sehat, sabar, dan ikhlas (jawa; nrimo) dalam
mengendalikan perasaan dan keinginan atau ambisi. Di samping berusaha untuk memperoleh
kemajuan, selalu sadar atau mawas di ri untuk ikhlas menerima kegagalan atau kesulitan.
Usaha pencegahan juga bermanfaat bagi penderita hipertensi agar penyakitnya tidak
menjadi lebih parah , tentunya harus disertai pemakaian obat-obatan yang harus ditentukan oleh
dokter.
Agar terhindar dari komplikasi fatal hipertensi, harus diambil tindakan pencegahan yang baik
(Stop high blood pressure), antara lain dengan cara sebagai berikut :
1. Mengurangi konsumsi garam
2. Menghindari kegemukan
3. Membatasi konsumsi lemak
4. Olahraga teratur
5. Makan banyak sayur segar
6. Tidak merokok dan tidak minum alcohol
7. Latihan relaksasi atau meditasi
8. Berusaha membina hidup yang positif.

2.2.5

Penanggulangan Hipertensi

Penanggulangan hipertensi secara garis besar dapat dibagi menjadi dua penatalaksanaan
yaitu : Penatalaksanaan Nonfarmakologis dan farmakologis.
2.2.5.1. Penatalaksanaan Nonfarmakologis :
Modifikasi gaya hidup cukup efektif, dapat menurunkan risio kardiovaskuler dengan biaya
sedikit dan risiko minimal. Tata laksana ini tetap dianjurkan meski harus disertai obat
antihipertensi karena dapat menurunkan jumlah dan dosis obat.
Langkah-langkah yang dianjurkan untuk :
Menurunkan berat badan bila
> 27)

terdapat

kelebihan

(indeks

massa

tubuh

Membatasi alkohol

Meningkatkan aktivitas fisik aerobik (30 45 menit / hari)

Mengurangi asupan natrium atau garam dapur ( < 100 mg Na / 2,4 g Na/6 g NaCl/hari)

Mempertahankan asupan kalium yang adekuat (90 mmg/hari)

Mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat

Berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol dalam makanan.

2.2.5.2 Penatalaksanaan farmakologis


Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan obat
standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi
( Joint National Commite On
Detection, Evaluation and Treatment of high Blood Pressure, USA, 1988) menyimpulkan bahwa
obat diuretik, Penyekat Betha , Antagonis kalsium, atau penghambatan ACE, dapat digunakan
sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang
ada pada penderita.
Bila tekanan darah tidak dapat diturunkan dalam satu bulan, dosis obat dapat disesuaikan
sampai dosis maksimal atau menambahkan obat golongan lain atau mengganti obat pertama
dengan obat golongan lain. Sasaran penurunan tekanan darah adalah kurang dari 140/90 mm
Hg dengan efek samping minimal. Penurunan tekanan dosis obat dapat dilakukan pada golongan
hipertenssi ringan yang sudah terkontrol dengan baik selama 1 tahun.
2.2.6

Komplikasi

Hipertensi merupakan penyebab utama penyakit jantung koroner, cedera cerebrovaskuler,


dan gagal ginjal. Hipertensi menetap yang disertai dengan peningkatan tahanan perifer
menyebabkan gangguan paada endothelium pembuluh darah mendorong plasma dan lipoprotein
ke dalam intima dan lapisan sub intima dari pembuluh darah dan menyebabkan pembentukan
plaque /aterosklerosis. Peningkatan tekanan juga menyebabkan hiperplasi otot polos , yang
membentuk jaringan parut intima dan mengakibatkan penebalan pembuluh darah dengan
penyempitan lumen. (Underjillet all.,1989) dikutip dari Carpenito (1999)
Komplikasi yang dapat timbul bila hipertensi tidak terkontrol adalah :
1. Krisis Hipertensi
2. Penyakut jantung dan pembuluh darah : penyakit jantung koroner dan penyakit jantung
hipertensi adalah dua bentuk utama penyakit jantung yang timbul pada penderita
hipertensi.
3. Penyakit jantung cerebrovaskuler : hipertensi adalah faktor resiko paling penting untuk
timbulnya stroke. Kekerapan dari stroke bertambah dengan setiap kenaikan tekanan
darah.

4. Ensefalopati hipertensi yaitu sindroma yang ditandai dengan perubahan neurologis


mendadak atau sub akut yang timbul sebagai akibat tekanan arteri yang meningkat dan
kembali normal apabila tekanan darah diturunkan.
5. Nefrosklerosis karena hipertensi.
6. Retinopati hipertenssi.
2.3

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian klien dengan hipertensi


a. Aktifitas/ istirahat
Gejala: Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton
b. Tanda: Frekwensi jantung meningkat, perubahan irama jantung
c. Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi, penyakit jantung koroner.
d. Tanda: Kenaikan tekanan darah, tachycardi, disarythmia.
e. Integritas Ego
Gejala: Ancietas, depresi, marah kronik, faktor-faktor stress.
f. Tanda: Letupan suasana hati, gelisah, otot mulai tegang.
g. Eliminasi
h. Riwayat penyakit ginjal, obstruksi.
i. Makanan/ cairan
Gejala: Makanan yang disukai (tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol), mual,
muntah, perubahan berat badan (naik/ turun), riwayat penggunaan diuretik.
Tanda: Berat badan normal atau obesitas, adanya oedem.
j. Neurosensori
Gejala: Keluhan pusing berdenyut, sakit kepala sub oksipital, gangguan penglihatan.
Tanda: Status mental: orientasi, isi bicara, proses berpikir,memori, perubahan retina
optik.
Respon motorik: penurunan kekuatan genggaman tangan.
k. Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala: Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, nyeri abdomen/ masssa.
l. Pernafasan
Gejala: Dyspnea yang berkaitan dengan aktifitas/ kerja, tacyhpnea, batuk dengan/ tanpa
sputum, riwayat merokok.
Tanda: Bunyi nafas tambahan, cyanosis, distress respirasi/ penggunaan alat bantu
pernafasan.
m. Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi, cara brejalan.
Pemeriksaan Diagnostik
-

Hb: untuk mengkaji anemia, jumlah sel-sel terhadap volume cairan (viskositas).
BUN: memberi informasi tentang fungsi ginjal.

Glukosa: mengkaji hiperglikemi yang dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar


katekolamin (meningkatkan hipertensi).
Kalsium serum
Kalium serum
Kolesterol dan trygliserid
Px tyroid
Urin analisa
Foto dada
CT Scan
EKG

Prioritas keperawatan:
o Mempertahankan/ meningkatkan fungsi kardiovaskuler.
o Mencegah komplikasi.
o Kontrol aktif terhadap kondisi.
o Beri informasi tentang proses/ prognose dan program pengobatan.
2. Diagnosa Keperawatan:

a. Intoleran aktivitas sehubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan suplai dan


kebutuhan O2.
Tujuan/ kriteria:
o Berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan/ diperlukan.
o Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktifitas yang dapat diukur.
o Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi.
Intervensi:
o
Kaji respon terhadap aktifitas.
o
Perhatikan tekanan darah, nadi selama/ sesudah istirahat.
o
Perhatikan nyeri dada, dyspnea, pusing.
o
Instruksikan tentang tehnik menghemat tenaga, misal: menggunakan kursi saat
mandi, sisir rambut.
o
Melakukan aktifitas dengan perlahan-lahan.
o
Beri dorongan untuk melakukan aktifitas/ perawatan diri secara bertahap jika
dapat ditoleransi.
o
Beri bantuan sesuai dengan kebutuhan.
b. Nyeri (akut), sakit kepala sehubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
Hasil yang diharapkan: melapor nyeri/ ketidaknyamanan berkurang.
Intervensi:
o
Pertahankan tirah baring selama fase akut.
o Beri tindakan non farmakologik untuk menghilangkan nyeri seperti pijat
punggung, leher, tenang, tehnik relaksasi.
o Meminimalkan aktifitas vasokonstriksi yang dapat meningkatkan nyeri
kepala,misal: membungkuk, mengejan saat buang air besar.
o Kolaborasi dalam pemberian analgetika, anti ancietas.

c. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan fungsi motorik sekunder
terhadap kerusakan neuron motorik atas.
Kriteria:
Klien akan menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
Intervensi:
o Ajarkan klien untuk melakukan latihan rentang gerak aktif pada ekstremitas yang
tidak sakit pada sedikitnya empat kali sehari.
R/ Rentang gerak aktif meningkatkan massa, tonus dan kekuatan otot serta
memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan.
o Lakukan latihan rentang gerak pasif pada ekstremitas yang sakit tiga sampai empat
kali sehari. Lakukan latihan dengan perlahan untuk memberikan waktu agar otot
rileks dan sangga ekstremitas di atas dan di bawah sendi untuk mencegah regangan
pada sendi dan jaringan.
R/ Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak digunakan.
Kontraktur pada otot fleksor dan adduktor dapat terjadi karena otot ini lebih kuat
dari ekstensor dan abduktor.
o Bila klien di tempat tidur lakukan tindakan untuk meluruskan postur tubuh.
R/ Mobilitas dan kerusakan fungsi neurosensori yang berkepanjangan dapat
menyebabkan kontraktur permanen.
o Siapkan mobilisasi progresif.
R/ Tirah baring lama atau penurunan volume darah dapat menyebabkan penurunan
tekanan darah tiba-tiba (hipotensi orthostatik) karena darah kembali ke sirkulasi
perifer. Peningkatan aktivitas secara bertahap akan menurunkan keletihan dan
peningkatan tahanan.
o Secara perlahan bantu klien maju dari ROM aktif ke aktivitas fungsional sesuai
indikasi.
R/ Memberikan dorongan pada klien untuk melakukan secara teratur.

d. Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan defisit lapang pandang, motorik
atau persepsi.
Kriteria hasil:
- Mengidentifikasi faktor yang meningkatkan resiko terhadap cedera.
- Memperagakan tindakan keamanan untuk mencegah cedera.
- Meminta bantuan bila diperlukan.
Intervensi:
o Lakukan tindakan untuk mengurangi bahaya lingkungan.

o
-

R/ Membantu menurunkan cedera.


Bila penurunan sensitifitas taktil menjadi masalah ajarkan klien untuk melakukan:
Kaji suhu air mandi dan bantalan pemanas sebelum digunakan.
Kaji ekstremitas setiap hari terhadap cedera yang tak terdeteksi.
Pertahankan kaki tetap hangat dan kering serta kulit dilemaskan dengan lotion
emoltion.
R/ Kerusakan sensori pasca CVA dapat mempengaruhi persepsi klien terhadap
suhu.
Lakukan tindakan untuk mengurangi resiko yang berkenaan dengan pengunaan alat
bantu.
R/ Penggunaan lat bantu yang tidak tepat atau tidak pas dapat meyebabkan
regangan atau jatuh.
Anjurkan klien dan keluarga untuk memaksimalkan keamanan di rumah.
R/ Klein dengan masalah mobilitas, memerlukan [emasangan alat bantu ini dan

3. Pelaksanaan
a. Pencegahan Primer
Faktor resiko hipertensi antara lain: tekanan darah diatas rata-rata, adanya hipertensi pada
anamnesis keluarga, ras (negro), tachycardi, obesitas dan konsumsi garam yang
berlebihan dianjurkan untuk:
1. Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk menjaga agar tidak terjadi
hiperkolesterolemia, Diabetes Mellitus, dsb.
2. Dilarang merokok atau menghentikan merokok.
3. Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah garam.
4. Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui menderita hipertensi
berupa:
1. Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat maupun dengan
tindakan-tindakan seperti pada pencegahan primer.
2. Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara normal dan stabil
mungkin.
3. Faktor-faktor resiko penyakit jantung ischemik yang lain harus dikontrol.
4. Batasi aktivitas.

5.

Anda mungkin juga menyukai