Anda di halaman 1dari 32

KELOMPOK III

1. Muriani
2. Neng Linda
3. Nunik Linda N.
4. Okta Raendra
5. Oktalina
6. Reni F.
7. Rini Isnaeni M.
8. Rita Dewi A.
9. Rizki Akbar
10.Risnalia
11.Salmi LaAgi
12.Sri Widiawati
13.Susi Armi
14.Tria Bellantisa

PELAYANAN APOTEK

UU NO.35 TAHUN 2014


STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK
Pelayanan resep
a. Permenkes no 1207 tahun 2004
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter
gigi,dokter hewan
kepada apotek untuk menyediakan dan menyerahkan obat
bagi pasien sesuai
peraturan perundang undangan yang berlaku.
b. Pasal 15 ayat 1 permenkes no 922 tahun 1993
Apoteker wajib melayani resep dokter, dokter gigi dan
dokter hewan
c. Permenkes no 26 tahun 1981 pasal 10 Resep harus
ditulis dengan jelas dan
lengkap

.
pelayanan owa
a. Permenkes 347 tahun 1990
apoteker di apotek dalam melayani pasien yang
memerlukan obat dimaksud diktum ke 2( obat
yang termasuk dalam obat wajib apotek)
b. Permenkes no 919 tahun 1993
yang mengatur tentang kriteria obat yang dapat
diserahkan tanpa resep dokter.
Pelayanan obat bebas terbatas
yang mengatur tentang kriteria obat yang dapat
diserahkan tanpa resep dokter.

Pelayanan psikotropika
a.

Pasal 14 no 05 tahun 1997

Ayat 2 penyerahan psikotropika oleh apotek


hanya dapat di lakukan kepada: apotek
lain, rumah sakit, puskesmas balai
pengobatan, docter dan pasien
Ayat 4 penyerahan psikotropika oleh apotek,
rumah sakit, puskesmas dan balai
pengobatan dilaksanakan berdasarkan
resep

Ayat 5 penyerahan psitropika oleh dokter


dilaksanakan dalam hal menjalankan
praktek terapi dan diberikan melalui
suntikan menolong orang sakit dalam
keadaan darurat dan kemudian
menjalankan tugas ditempat yang
terpencil yang tidak ada apotek
Ayat 6 psikotropika yang diserahkan dokter
hanya dapat diberikan kepada apotek

Pelayanan narkotika
Pasal 39 no 22 tahun
1997
Ayat 2 penyerahan
psikotropika oleh apotek
hanya dapat di lakukan
kepada: apotek lain,
rumah sakit, puskesmas
balai pengobatan, dokter
dan pasien

Ayat 3 penyerahan psikotropika


oleh apotek, rumah sakit,
puskesmas dan balai
pengobantan dilaksanakan
berdasarkan resep
Ayat 4 penyerahan psitropika
oleh dokter dilaksanakan
dalam hal menjelankan
praktek terapi dan
diberikan melalui suntikan
menolong orang sakit
dalam keadaan darurat dan
kemudian menjalankan
tugas ditempat yang
terpencil yang tidak ada
apotek

Ayat 5
psikotropika yang
diserahkan dokter hanya
dapat diberikan kepada
apotek

Permenkes nomor 35 tahun 2014


Tentang standar pelayanan kefarmasian di
apotek
Pasal 2
Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek bertujuan untuk:
a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga
kefarmasian; dan
c. melindungi pasien dan masyarakat dari
penggunaan Obat yang tidak rasional dalam
rangka keselamatan pasien (patient safety).

Pasal 3
(1) Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi
standar:
a. pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai; dan
b. pelayanan farmasi klinik.
(3) Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b meliputi:
a. pengkajian Resep;
b. dispensing;
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
d. konseling;
e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care);
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan
g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);

Pasal 4
(1)Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek harus didukung oleh ketersediaan sumber
daya kefarmasian yang berorientasi kepada
keselamatan pasien.
Pasal 5
(1) Untuk menjamin mutu Pelayanan Kefarmasian di
Apotek, harus dilakukan evaluasi mutu Pelayananan
Kefarmasian.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai evaluasi mutu
Pelayananan Kefarmasian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.

Pasal 6
Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Apotek
harus menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang aman,
bermutu, bermanfaat, dan terjangkau.
Pasal 7
Penyelenggarakan Pelayanan Kefarmasian di Apotek
wajib mengikuti Standar Pelayanan Kefarmasian
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.

PELAYANAN RUMAH SAKIT

UU NO 44 TAHUN 2009
Pasal 1 ayat 3
Pelayanan Kesehatan Paripurna adalah pelayanan kesehatan yang
meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
Pasal 4
Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna.
Pasal 5
Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Rumah Sakit
mempunyai fungsi :
a. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit;
b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan
medis;

c. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia


dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan
kesehatan; dan
d. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang
kesehatan
Pasal 15 ayat 2
Pelayanan sediaan farmasi di Rumah Sakit harus mengikuti standar
pelayanan kefarmasian.

Pasal 19
(1) Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit
dikategorikan dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit
Khusus.
(2) Rumah Sakit Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan
jenis penyakit.
(3) Rumah Sakit Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis
penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur,
organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.

PERMENKES NO 58 TAHUN 2014


PASAL 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
2. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan
sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan
pelayanan kefarmasian.
3. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

Pasal 2
Pengaturan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit bertujuan
untuk:
a. meningkatkan mutu Pelayanan
Kefarmasian;
b. menjamin kepastian hukum bagi
tenaga kefarmasian; dan
c. melindungi pasien dan masyarakat
dari penggunaan Obat yang tidak
rasional dalam rangka keselamatan
pasien (patient safety).

Pasal 3
(1) Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi standar:
a. pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
b. pelayanan farmasi klinik.
(3)
Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. pengkajian dan pelayanan Resep;
b. penelusuran riwayat penggunaan Obat;
c. Rekonsiliasi Obat;
d. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
e. konseling;
f.

Visite;

g. Pemantauan Terapi Obat (PTO);


h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
i.

Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);

j.

Dispensing sediaan steril; dan

k. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);

Lanjutan.
(4) Pelayanan farmasi klinik berupa dispensing sediaan steril sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf j hanya dapat dilakukan oleh Rumah Sakit
yang mempunyai sarana untuk melakukan produksi sediaan steril.
Pasal 4
1) Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit harus
didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian, pengorganisasian
yang berorientasi kepada keselamatan pasien, dan standar prosedur
operasional.
Pasal 5
(1) Untuk menjamin mutu Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, harus
dilakukan Pengendalian Mutu Pelayananan Kefarmasian yang meliputi:
a. monitoring; dan
b. evaluasi

Pasal 6
(1) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
harus menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang aman,
bermutu, bermanfaat, dan terjangkau.

(2) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit melalui sistem satu pintu.

(4) Dalam penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah


Sakit dapat dibentuk satelit farmasi sesuai dengan kebutuhan
yang merupakan bagian dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Pasal 8
Rumah Sakit wajib mengirimkan laporan
Pelayanan Kefarmasian secara berjenjang
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kementerian
Kesehatan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan

PELAYANAN PABRIK
FARMASI

UU No. 22 tahun 1997 Tentang Narkotik


Pasal 36 ayat 2 : Pabrik obat tertentu hanya dapat
menyalurkan narkotika kepada :
a. Eksportir
b. PBF tertentu
c. Apotik
d. Sarana penyimpanan sed. Farmasi pemerintah tertentu
e. Rumah Sakit
f.

Lembaga ilmu pengetahuan tertentu

Pasal 37 : Narkotika Gol. I hanya dapat disalurkan oleh


pabrik obat tertentu dan/atau pedagang besar farmasi
tertentu kepada lembaga ilmu pengetahuan tertentu
untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan.
Pasal 41 ayat 3 : Setiap keterangan yang dicantumkan
dalam label narkotika harus lengkap dan tidak
menyesatkan

UU No. 5 tahun 1997 Tentang Psikotropika


Pasal 1 ayat 2 : Pabrik obat adalah perusahaan berbadan hukum
yang memiliki izin dari mentri untuk melakukan kegiatan
produksi serta penyaluran obat dan bahan obat, termasuk
psikotropika.
Pasal 13 : Psikotropika yang digunakan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan PBF
kepada lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan atau
diimpor secara langsung oleh lembaga penelitian dan/atau
lembaga pendidikan yang bersangkutan.

PP RI No. 72 tahun 1988


Pasal 7 : Peredaran sed. Farmasi dan alkes dilaksanakan dengan
memperhatikan upaya pemeliharaan mutu sed. Farmasi dan
alkes.
Pasal 27 : Badan usaha yang mengedarkan sed. Farmasi dan
alkes harus mencantumkan penandaan dan informasi sed.
Farmasi dan alkes.
Pasal 34 ayat 2 : Penyelenggaraan upaya pemeliharaan mutu
sed. Farmasi dan alkes sebagaimana dimaksud ayat (1)
dilakukan sejak kegiatan produksi sampai dengan peredaran
sed. Farmasi dan alkes.

KEPMENKES NO. 245/MEN.KES/SK/V/1990


Pasal 10 :
(Ayat 1) Industri farmasi obat jadi dan bahan baku obat wajib
memenuhi persyaratan CPOB sesuai dengan ketentuan Surat
KepMenKes no. 43/Men.Kes/SK/II/1998
(Ayat 3) Obat jadi yang diproduksi oleh perusahaan industri
farmasi hanya diedarkan setelah memperoleh persetujuan
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 17 : Industri Farmasi yang telah mendapat izin usaha
industri farmasi wajib menyalurkan dan memasarkan
produknya sesuai ketentua perundang-undangan yang berlaku

PP No 51 Tahun 2009
Pasal 10
Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 harus memenuhi
ketentuan Cara Pembuatan yang Baik yang ditetapkan oleh
Menteri.

Permenkes No 1799 Tahun 2010


Pasal 1
Pelayanan industri farmasi :
1.

Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan


obat, yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas,
produksi, pengemasan, pengawasan mutu dan pemastian mutu sampai
diperoleh obat untuk didistribusikan.

2.

CPOB adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan


agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan
penggunaannya.

3.

Farmakovigilans adalah seluruh kegiatan tentang pendektesian,


penilaian, pemahaman dan pencegahan efek samping atau masalah
lainnya terkait dengan pengunaan obat.

PELAYANAN DISTRIBUTOR
FARMASI

MENKES No: 02049/A/SK/AD VII/87


Tentang
Pelayanan vaksin untuk sarana yankes dan dokter
Pasal 2
Distributor vaksin dapat menyalurkan vaksin langsung kepada sarana pelayanan kesehatan dan
praktek dokter swasta.
BPOM No HK.03.1.34.11.12.7542 tahun 2012
Tentang
Pedoman teknis cara distribusi obat yang baik.
Pasal 1
Ayat 1
Cara distribusi obat yang baik adalah cara distribusi atau penyaluran obat dan/ atau bahan obat
yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur distribusi atau penyaluran sesuai persyaratan
dan tujuan penggunaannya
Ayat 7
Sertifikat CDOB adalah dokumen sah yang merupakan bukti bahwa PBF telah memenuhi
persyaratan CDOB dalam mendistribusikan obat atau bahan obat.

PP No 51 tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian
Pekerjaan Kefarmasian Dalam Distribusi atau
Penyaluran Sediaan Farmasi

Pasal 14
(1)Setiap Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi berupa obat harus memiliki
seorang Apoteker sebagai penanggung jawab.
Pasal 17

Pekerjaan Kefarmasian yang berkaitan dengan proses distribusi atau penyaluran Sediaan
Farmasi pada Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi wajib dicatat oleh
Tenaga Kefarmasian sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Anda mungkin juga menyukai