Anda di halaman 1dari 4

BAWANG MERAH BAWANG PUTIH

Cerita Rakyat: Bawang Putih dan Bawang Merah


Pada jaman dahulu kala, tersebutlah seorang gadis cantik dan baik budi yang bernama Bawang
Putih. Gadis ini tinggal bersama ibu dan kakak tirinya yang bernama Bawang Merah. Bawang
Putih diperlakukan dengan sangat kejam. Setiap hari ia harus mengerjakan semua pekerjaan
rumah, sementara kakak tirinya Bawang Merah, hanya bermalas-malasan. Bila ia sedikit saja
melakukan kesalahan, maka hukumanlah yang akan ia terima. Bawang Putih selalu bangun pagi
dan mengerjakan semua pekerjaan di rumah itu, lalu tidur lebih malam dari ibu dan kakaknya.
Pekerjaan rumah seperti tak pernah ada habisnya. Ada-ada saja pekerjaan yang diberikan oleh
ibu dan kakaknya itu.
Sebelumnya, kehidupan Bawang Putih sangatlah bahagia. Ibunya seorang ibu yang sangat
sayang kepadanya. Ayahnya yang seorang saudagar kaya, juga mencintainya dengan luar biasa.
Apalagi ia adalah anak semata wayang mereka. Kesedihan Bawang Putih mulai datang ketika
ibunya sakit dan meninggal. Ayahnya kemudian menikah lagi dengan seorang janda beranak satu
yang tidak lain adalah tetangga mereka sendiri. Akhirnya, tinggalah Bawang Merah dan ibu
tirinya itu di rumah mereka. Kesedihan dan kesengsaraan Bawang Putih berlanjut ketika ayahnya
pergi berdagang. Selama ditinggal pergi ayahnya, ibu tiri dan Bawang Merah selalu
memperlakukannya dengan buruk. Bawang Putih tidak pernah berani mengungkapkan kekejian
ibu dan kakaknya itu kepada ayahnya. Keduanya selalu berlaku baik kepada Bawang Putih saat
berada di depan ayahnya.
Situasi semakin buruk ketika ayahnya jatuh sakit dan akhirnya meninggal. Kini Bawang Putih
merasa sangat tersiksa. Hari-harinya menjadi suram. Badannya menjadi kurus kering dan
matanya semakin sayu. Ia sangat merindukan kehidupan sebelumnya yang sangat berbahagia
bersama ibu dan ayah kandungnya.
Suatu hari, saat itu matahari telah tergelincir dan menuju peraduannya di ufuk barat. Bawang
Putih diperintahkan oleh ibu tiri dan kakak tirinya Bawang Merah untuk mencuci pakaian di
sungai. Cucian kotor itu banyak sekali. Keranjang rotannya penuh dengan kain dan kebaya
ibunya dan Bawang Merah. bawang Putih tentu saja tidak berani menolaknya.
Di sungai Bawang Putih mencuci dengan hati-hati. Ia meletakkan keranjangnya di atas sebuah
batu besar dan mulai bekerja. Tetapi, karena tubuhnya telah letih bekerja seharian, ia menjadi
kurang awas. Selembar kain milik ibu tirinya hanyut terbawa arus sungai yang deras. Setelah
menyadari bahwa kain ibunya hanyut, Bawang Putih berusaha mencarinya.
Bawang Putih berjalan di tepi sungai. Ia menyusuri arus dengan melompat dari satu batu ke batu
lainnya. Kakinya telah berdarah-darah dan sakit karena permukaan batu yang keras dan tajam.

Tetapi Bawang Putih berusaha untuk mengatasi rasa sakitnya itu. Ia terus menyusuri sungai
sambil mengamati arus sungai. Siapa tahu, kain milik ibunya itu dapat ditemukannya kembali.
Bawang Putih sangat takut. Jika ia tak bisa mendapatkan kain itu, entah hukum apa yang akan
menimpanya. Ibu dan Bawang Merah bisa sangat kejam. Jangan-jangan ia akan dipukul lagi
dengan sapu lidi dan tidak diberikan makanan seperti ketika seminggu yang lalu tanpa sengaja
telah menjatuhkan belanga berisi beras saat akan menanak nasi.
Telah cukup jauh Bawang Putih berjalan. Ia melihat seorang gembala sedang memandikan
kerbaunya. Bawang Putih segera memberi salam dan kemudian bertanya apakah gembala
tersebut melihat sepotong kain berwarna merah yang hanyut. Gembala ia mengiyakan. Ia
mengatakan bahwa baru saja ia melihat sepotong kain berwarna merah hanyut ke arah hilir,
tetapi karena arus yang deras ia tak bisa mengambilnya. Bawang Putih berterima kasih kepada
gembala kerbau itu dan melanjutkan pencariannya.
Beberapa jam kemudian, Bawang Putih melihat seorang nelayan sedang memancing di tepi
sungai. Ia segera menghampirinya. Bawang Putih mengucapkan salam dan bertanya apakah
nelayan itu melihat sepotong kain berwarna merah yang hanyut terbawa arus sungai. Ternyata,
seperti juga gembala kerbau, nelayan itu juga melihat kain merah itu hanyut. Tetapi, karena arus
sungai yang sangat deras, ia tidak dapat mengambilnya. Buru-buru Bawang Putih mengucapkan
terima kasih. Kemudian, ia segera melanjutkan kembali pencariannya.
Saat itu hari telah mulai gelap. Senja datang tak terasa. Di tepian sungai yang terlihat agak
menyeramkan dengan pohonnya yang besar-besar dan semak-semak yang rimbun, Bawang Putih
melihat seorang nenek yang terbungkuk-bungkuk sambil mencuci beras. Bawang Putih agak
takut karena penampilan nenek itu tidak biasa. Tubuhnya besar dan wajah keriputnya
menakutkan. Kalung dan gelangnya terbuat dari tulang-belulang. Nenek tua itu ternyata seorang
raksasa. Akan tetapi, Bawang Putih memberanikan diri. Seseorang dengan penampilan buruk dan
menyeramkan bisa saja berhati emas dan berbudi pekerti luhur. Ia segera teringat ibu tiri dan
kakaknya yang cantik tetapi berhati bengis.
Bawang Putih memberi salam kepada nenek raksasa itu. Ia kemudian menanyakan apakah nenek
itu melihat sepotong kain berwarna merah milik ibu tirinya yang hanyut di sungai. Jawaban
nenek raksasa itu sangat menggembirakannya. Nenek raksasa itu mengatakan bahwa ia memang
melihat kain merah itu tersangkut di semak-semak yang tumbuh hingga ke aliran sungai yang
deras itu. Nenek raksasa itu telah mengambilnya dan menyimpannya. Bawang Putih berterima
kasih karena nenek raksasa itu telah mengambilkan kain merah itu. Bawang Putih mengatakan
bahwa ia akan dimarahi ibu tiri dan kakak tirinya jika saja kain itu tak dapat ditemukannya.
Bawang Putih kemudian membantu nenek raksasa mencuci beras. Ia telah sangat terlatih
melakukan pekerjaan itu. Bawang Putih kemudian mengikuti nenek raksasa ke pondoknya yang
ternyata letaknya tidak jauh dari tepi sungai itu.

Hari telah benar-benar malam. Gelap menyelimuti seluruh dataran. Nenek raksasa itu meminta
Bawang Putih untuk bermalam saja di pondoknya. Bawang Putih kemudian diminta menanak
nasi dan memasak lauk pauk di dapur. Betapa kagetnya Bawang Putih ketika mengetahui bahwa
hampir semua perabotan dapur dan makan nenek raksasa itu juga terbuat dari tulang-belulang
seperti halnya kalung dan gelang yang dipakainya. Bawang Putih berdoa semoga ia selalu
dilindungi dari marabahaya. Akhirnya ia memasak juga. Hatinya menjadi tenang karena telah
memasrahkan diri kepada Sang Pencipta. Setelah makanan tersaji, nenek raksasa mengajak
Bawang Putih makan bersama. Semalaman itu Bawang Putih tidur bersama nenek raksasa di
pondok kecil tepi sungai itu.
Ketika matahari mulai menyingsing di ufuk timur, Bawang Putih terbangun. Lumayan, tubuhnya
kini telah menjadi segar dan rasa sakit di kakinya berangsur sembuh. Bawang Putih berpamitan
untuk pulang setelah nenek raksasa itu menyerahkan kain berwarna merah milik ibu tirinya.
Kemudian, nenek raksasa itu juga memberi Bawang Putih sebuah hadiah. Bawang Putih diminta
memilih sebuah labu kuning dari dua buah labu yang ada di dapur. Bawang Putih mengambil
sebuah labu yang berukuran kecil dan meninggalkan labu yang berukuran besar. Bawang Putih
mengucapkan terima kasih kepada nenek raksasa itu dan berjalan ke arah hilir untuk kembali
pulang.
Setibanya di rumah, ibu dan kakak tirinya telah menunggunya. Keduanya langsung memakimaki Bawang Putih. Ibu tirinya segera merenggut keranjang rotan di tangan Bawang Putih dan
mendapati sebuah labu kuning di dalamnya. Bawang Merah kemudian menyuruh Bawang Putih
membelah labu kuning kecil itu. Ternyata labu itu bukan sembarang labu. Ketika labu itu
dibelah, tampaklah bermacam-macam perhiasan dari emas, intan, dan permata. Jumlahnya
banyak sekali, penuh seisi labu. Ruangan di dapur mereka itu seperti bercahaya terang
karenanya. Keduanya segera mengambil perhiasan-perhiasan itu untuk mereka sendiri. Ibu
tirinya sangat senang. Ia lalu memaksa Bawang Putih menceritakan bagaimana ia bisa
memperoleh labu berisi perhiasan itu.
Akhirnya, ibu tirinya membuat rencana bersama Bawang Merah. Bawang Merah akan pura-pura
mencuci pakaian ke sungai lalu dengan sengaja menghanyutkan selembar kain berwarna merah
milik ibunya di sungai. Begitulah, kemudian Bawang Merah menyusuri tepian sungai. Ia
bertemu dengan gembala kerbau, kemudian dengan nelayan yang sedang mengail ikan, seperti
yang dialami Bawang Putih, keduanya mengatakan bahwa mereka telah melihat kain merah itu
tetapi tidak dapat mengambilnya karena arus yang sangat deras.
Bawang merah akhirnya sampai di tempat nenek raksasa mencuci beras. Seperti juga yang
dialami Bawang Putih, nenek raksasa itu mengatakan bahwa ia telah mengambil kain berwarna
merah itu dari semak-semak yang tumbuh sampai ke arus sungai dan menyimpannya di
pondoknya. Bawang Merah kemudian dengan setengah hati membantu nenek raksasa mencuci
beras, lalu menanak nasi dan memasak lauk pauk. Pada dasarnya ia memang gadis yang pemalas
dan tak biasa bekerja. Ia sangat ketakutan dengan alat-alat dapur dan perabotan nenek raksasa

yang terbuat dari tulang-belulang. Tetapi, karena bayangan akan memperoleh perhiasan yang
banyak dan indah-indah, rasa takutnya itu ditekannya. Malam itu Bawang Merah makan dan juga
tidur bersama nenek raksasa.

Keesokan harinya, Bawang Merah bangun kesiangan. Hari telah pagi ketika ia membuka mata.
Dihadapannya, di dalam keranjang rotannya telah diletakkan kain berwarna merah milik ibunya.
Nenek raksasa kemudian menyuruh Bawang Merah untuk segera pulang karena ibunya pasti
telah menunggunya dengan khawatir. Tetapi Bawang Putih ingat, ia belum mendapatkan labu
kuning seperti yang diperoleh Bawang Putih.
Akhirnya Bawang Merah bertanya mengapa ia tidak diberikan labu kuning seperti Bawang
Putih. Nenek raksasa itu tersenyum lalu menyuruh Bawang Merah untuk memilih salah satu labu
kuning yang ada di dapurnya. Segera saja Bawang Merah ke dapur dan mengambil labu
berukuran besar dari labu lainnya yang berukuran kecil. Dalam hati, Bawang Merah tertawa
senang, ia akan memperoleh perhiasan yang jauh lebih banyak karena labu itu sangatlah besar.
Kemudian, Bawang Merah segera pulang, bahkan lupa pamit dan memberi salam kepada nenek
raksasa itu.
Begitu besarnya labu kuning di keranjang rotannya itu, Bawang Merah sangat kesulitan
mengangkatnya. Tetapi, bayangan akan banyaknya perhiasan indah dan mahal yang akan
diperolehnya membuat ia tetap berusaha mengangkatnya. Setelah bersusah payah, akhirnya
sampailah Bawang Merah di rumah. Ibunya sudah menyambutnya dengan senang. Keduanya
pergi ke dapur dan segera membelah labu kuning yang amat besar itu. Tetapi, siapa sangka, isi
labu kuning itu bukanlah perhiasan dari emas, intan dan permata. Labu itu penuh dengan
binatang berbisa. Ada kalajengking dan lipan yang besar-besar, hingga ular-ular. Jumlahnya
sangat banyak. Keduanya sangat ketakutan, tetapi binatang-binatang berbisa itu sangat ganas.
Kedua anak-beranak yang serakah dan jahat itu digigit binatang-binatang itu hingga tewas.
Wajah dan sekujur tubuh keduanya membiru. Mungkin, itulah balasan untuk mereka berdua.
Akhirnya, semua perhiasan yang diperoleh Bawang Putih dan dikuasai ibu tiri dan saudara
tirinya itu kembali kepadanya. Ia akhirnya hidup bahagia selamanya tanpa ada lagi ibu tiri dan
kakak tiri yang selalu jahat kepadanya.

Anda mungkin juga menyukai