Anda di halaman 1dari 15

BAB II

PEMBAHASAN
TOPIK III
KECENDERUNGAN-KECENDERUNGAN MUTAKHIR
(CURRENT TRENDS) DALAM BIDANG PEMBELAJARAN

Munculnya kecenderungan pemikiran baru tentang belajar serta terjadiya


perubahan cara pandang terhadap siswa sebagai objek menjadi subyek
pembelajaran, menjadi titik tolak dari ditemukan dan dikembangkannya berbagai
pendekatan dan model pembelajaran inovatif. Sejalan dengan itu, guru dituntut
untuk mampu memilih dan menerapkan pendekatan dan model pembelajaran yang
dapat memacu semangat setiap siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses
pembelajaran sekaligus diharapkan dapat mengembangkan keterampilan berpikir
rasional siswa, kreativitas dan kemampuan berpikir kritis, serta kemampuan siswa
memecahkan masalah. Secara umum, pendekatan pembelajaran dibedakan
menjadi dua, yaitu pendekatan pmbelajaran yang berorientasi kepada siswa
(student-centred approach) dan pendekatan pembelajaran yang berorientasi
kepada guru (teacher-centred approach).
Pendekatan yang seyogianya diimplementasikan oleh guru ialah
pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada siswa (student-centred
approach). Untuk mampu merealisir harapan tersebut seorang guru perlu
memahami berbagai aspek yang berkaitan denganpendekatan dan model
pembelajaran tersebut.

A. PENDEKATAN CARA BELAJAR SISWA AKTIF (CBSA)


1. Pengertian Cara Belajar Siswa Aktif
Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran berwujud dalam aneka
ragam kegiatan, dari kegiatan fisik yang mudah diamati seperti membaca,

menulis,

medengarkan,

bertanya,

menjawab,

mengamati

mendemonstrasikan dan mengukur. Sampai kepada kegiatan psikis


(mental) yang sulit diamati seperti menggunakan khasanah pengetahuan
dalam memecahkan masalah yang dihadapi, menyatakan gagasan dengan
bahasa sendiri, menyimpulkan hasil eksperimen, merangkum intisari dari
suatu uraian dan sebagainya.
Kreativitas dalam rangka CBSA menunjuk kepada keaktivan
mental mesipun mewujudkan maksud tersebut, dalam banyak hal
mempersyaratkan keterlibatan langsung dalam berbagai bentuk kegiatan
(keaktivan) fisik. T. Raka Joni (1993) mengingatkan bahwa CBSA adalah
suatu pendekatan bukan suatu metode atau teknik mengajar .
Pendekatan Cara Belajar Siwa Aktif merupakan pendekatan pembelajaran
yang pada dasarnya melihat kegiatan belajar sebagai pemberian makna
secara kontovistik terhadap pengalaman oleh pebelajar dan dengan
dituntut azaz Tut Wuri Handayani, pegendalian kegiatan belajar harus
meletakkan dasar bagi pembentukan prakarsa dan tanggung jawab belajar
kea rah belajar sepanjang hayat.
Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) diartikan sebagai
anutan pembelajaran yang mengarah kepada pengoptimalan pelibatan
intelektual-emosional siswa dalam proses pembelajaran, dengan pelibata
fisik apabila diperlukan.
2. Rasional CBSA
Penerapan CBSA dalam proses embelajaran bertumpu pada
sejumlah rasional. Yang terpenting diantaranya iaah rasional yang
berkaitan langsung dengan upaya perwujudan tujuh utuh pendidikan serta
karakteristik manusia dan masyarakat masa depan Indonesia yang
dikehendaki.
Seperti yang telah diketahui bahwa kini kita telah memasuki
ambang masyarakat belajar yaitu masyarakat yang menghendaki
pendidikan seumur hidup. Proses pembelajaran di sekolah seyogianya
mengemban misi utama yaitu membelajarkan peserta didik sehingga pada

saatnya nanti peserta didik memiliki kemampuan belajar mandiri sebagai


basis dari pendidikan seumur hidup.
Bertolak pada pemikiran yang terkandung dalam onsepsi
pendidikan seumur hidup, tujuh utuh pendidikan, dan karateristik manusia
dan masyarakat masa depan Indonesia, maka penerapan Cara Belajar
Siswa Aktif (CBSA) dalam proses pembelajaran merupakan kebutuhan
yang segera harus diwujudkan.
3. Prinsip-Prinsip dan Indikator Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
Dalam penerapan CBSA terdapat sejumlah prinsip yang perlu
diperhatikan sekaligus diwujudkan baik yang menyangkut siswa yang
belajar maupun guru yang mengelola prinsip pembelajaran.
a. Penyediaan pijakan dan tuntunan kognitif oleh guru.
b. Kegiatan belajar-mengajar yang beraneka ragam dari guru.
c. Pemberian kesempatan bagi siswa untuk berbuat langsung guna
mengakaji, berlatih/menghayati isi kurikulum.
d. Berusaha memenuhi kebutuhan individu siswa.
e. Guru berupaya melibatkan sebanyak mungkin siswa dalam interaksi
belajar-mengajar.
f. Guru mengecek pemahaman siswa.
g. Guru member balikan/respon.
Di sisi lain, terdapat sejumlah indicator sebagai petunjuk keterlibatan
siswa dalam pembelajaran CBSA. Yaitu :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Prakarasa siswa dalam proses belajar-mengajar.


Keterlibatan mental siswa dalam proses belajar-mengajar.
Peranan guru ditekankan sebagai fasilitator.
Belajar eksperiensial.
Kekayaan variasi metode dan media dalam proses belajar-mengajar.
Kualitas dan variasi interaksi dalam proses belajar-mengajar.

B. PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES (PKP)


1. Pengertian Pendekatan Keterampilan Proses (PKP)
Pendekatan keterampilan proses, menurut Dimyati dan Mudjiono
(1999) adalah wawasan atau anutan pengembangan keterampilanketerampilan intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari
kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya telah ada dalam

diri siswa. Maka dapat disimak bahwa PKP bukanlah tindakan


instruksional yang berada di luar kemampuan siswa, tetapi PKP justru
berfungsi mengembangkan kemampuan-kemampuan yang telah dimiliki
siswa.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa pendekatan keterampilan
proses menekankan pada upaya membeajaran siswa bagaimana belajar.
Upaya ini tentu saja mempersyaratkan tingkat keterlibatan yang optimal
dari siswa dalam proses belajar.
2. Jenis Keterampilan dalam KTP
Deskripsi singkat dari setiap jenis keterampilan tersebut, adalah sebagai
berikut :
a. Keterampilan Dasar (Basic Skills)
1) Mengamati
2) Mengklasifikasi
3) Mengkomunikasikan
4) Mengukur
5) Memprediksi
6) menyimpulkan
b. Keterampilan-Keterampilan Terintegrasi
1) Mengenali variabel
2) Membuat table data
3) Membuat grafik
4) Menggambarkan hubungan antar variabel
5) Mengumpulkan dan mengolah data
6) Menganalisis penelitian
7) Menyusun hipotesis
8) Mendefenisikan variabel
9) Merancang penelitian
10) Bereksperimen
C. PENDEKATAN PAKEM
1. Pengertian dan Unsur-Unsur Pendekatan PAKEM
Secara operasional, pendekatan PAKEM

diartikan

sebagai

pendekatan pembelajaran dengan setting yang didesain untuk member


peluang bagi keterlibatan aktif siswa secara aktif dan bagi pengembangan
kreativitas siswa, dalam kondisi dan suasana pembelajaran yang
menyenangkan menuju pencapaian tujuan pembelajaran secara efektif.
Dari segi terminologi, PAKEM adalah singkatan dari Partisipatif, Aktif,
Kreatif, Efektif dan Menyenangkan.
4

Deskripsi dari kelima unsure PAKEM tersebut adalah sebagai berikut :


a. Unsur P sebagai representasi dari kata Partisipatif, yang berarti bahwa
dalam pembelajaran harus meningkatkan partisipasi siswa.
b. Unsur A sebagai representasi dari Aktif yang mengandung makna
bahwa pembelajaran harus mengarah kepada pemberian peluang
keterlibatan aktif siswa.
c. Unsur K sebagai repsentasi kata Kreativitas mengadung makna bahwa
pembelajaran harus didesain dan dirancang sebagaimana mungkin
sehingga dapat memberi peluang bagi berkembangnya kreativitas
siswa.
d. Unsur E representasi dari kata Efektif dan megandung arti bahwa
dalam proses pembelajaran haruslah efektif sehingga dapat mencapai
tujuan yang ada.
e. Unsur M representasi dari kata Menyenangkan, yang berarti bahwa
dalam proses belajar-mengajar haruslah dilaksanakan dan dikelola
dalam suasana yang kondusif dan menyenangkan.
2. Penerapan PAKEM dalam Pembelajaran
Donald, J. Treffinger (Rokhmat Wahab & Solehuddin, 1998/1999)
mengemukakan sejumlah pegalaman belajar yang dapat dikembangkan
oleh guru untuk mendukung pengembangan kreativitas, yaitu :
a. Menciptakan tugas yang dikehendaki anak.
b. Kegiatan pembelajaran hendaknya didasari oleh rasa ingin tahu siswa
(curiosity).
c. Penciptaan proses

pembelajaran

yang

dapat

mengembangkan

sensivitas anak terhadap berbagai masalah dan tantangan.


d. Perlu ditegakkan pengalaman belajar yang memberikan kelonggaran
anak untuk melakukan elaborasi dalam berpikir dan pengembangan
kemampuan berpikir divergen.
e. Selama proses pembelajaran hendaknya dihindari perilaku judgmental
dari guru, sebaliknya perlu dikembangkan sikap apresiatif.
f. Pengalaman beajar yang diberikan kepada anak, hendaknya
memungkinan anak bebas melaakukan eksperimen.
g. Kegiatan pembelaajaran yang positif.
h. Selama proses pembelajaran, anak-anak perlu dihadapkan pada
persoalan riel dalam kehidupan sehari-hari.

i. Pengalaman belajar yang mampu menghantarkan parasiswa untuk


memecahkan suatu masalah yang dapat mengarahkan mereka
mengidentifikasi tantangan-tantangan baru.
D. PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
1. Latar Belakang Pembelajaran Kontekstual
Secara historis, kelahiran pembelajaran kontekstual berakar pada dua lata
belakang, yaitu:
a. Latar Belakang Filosofis
Pembelajaran
kontekstual

dari

filsafat

pengetahuan

konstruktivisme yang berpandangan bahawa pengetahuan kita dalah


bentukan kita sendiri, bukanlah tiruan dari kenyataan.
b. Latar Belakang Psikologis
dari sudut psikologis, pembelajaran kontekstual berladaskan
Psikologis Kognitif. Secara umum, teori kognitif memandang bahwa
proses belajar terjadi karena pemahaman individu akan lingkungan.
Beberapa teori belajar dari aliran Psikologis Kognititf yang
mendukung Pembelajaran Kontekstual adalah :
1) Teori Perkembangan Kognitif dari Piaget
2) Teori Fress Discovery Learning dari Brunner
3) Teori Belajar Bermakna dari Ausubel
2. Pengertian dan Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran Kontestual adalah suatu konsep belajar dimana guru
menghadirkan keadaan yang ada dunia nyata ke dalam kelas dan
mendorong anak didik untuk membuat hubungan antara pengetahuan
yang telah dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari
sebagai anggota dari keluarga dan masyarakat.
Pembelajaran kontekstual setidaknya memiliki enam karakteristik utama,
yaitu :
a. Keterkaitan (relating)
b. Pegalaman Langsung (excperiencing)
c. Aplikasi (applying)
d. Kerja Sama (cooperating)
e. Pengaturan Diri (self-regulating)
f. Assesmen Autentik (authentic assessment)
3. Komponen Pembeajaran Kontekstual

Sebagai suatu pendekatan, pembelajaran kontekstual memiliki komponen


yang sering disebut azaz. Komponen-komponen tersebut yaitu :
a. Konstruktivisme (Constructivisme)
b. Menemukan (Inquiry)
c. Bertanya (Questioning)
d. Masyarakat Belajar (Learning Community)
e. Pemodelan (Modelling)
f. Refleksi (Reflection)
g. Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assesment)
E. PENDEKATAN PEMBELAJARAN TEMATIK
1. Latar Belakang Pembelajaran Tematik
Implemetasi pembelajaran tematik dilator beakangi oleh tiga
landasan yaitu landasan fisolofis yang memandang bahwa pembelajaran
perlu

ditekanan

pada

pembentukan

kreativitas

dengan

melihat

pengalaman lansung siswa sebagai kunci dalam pembelajaran.


Yang kedua, landasan psikologis diperlukan terutama dalam
menentukan isi/materi pembelajaran tematik yang akan diberikan kepada
siswa sementara psikologi belajar memberikan kontribusi bagaimana
isi/materi pembelajaran tematik diberikan dan bagaimana siswa
mempelajarinya.
Yang terakhir landasan yuridis, yaitu UU No. 22 tentang
Perlindungan Anak Pasal 9 dan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
tentang Sisdikanas Bab V Pasal 6.
2. Pengertian dan Karakteristik Pembelajaran Tematik
Pembelajaran Tematik adalah Pembelajaran

terpadu

yang

menggunakan tema untuk mata pelajaran sehingga dapat memberikan


pengalaman bermakna kepada siswa. Kemudian, adapun karakteristik
pembelajaran tematik yaitu :
a. Berpusat pada siswa
b. Memberikan pengalaman langsung
c. Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas
d. Menyajiakan konsep dari berbagai mata pelajaran
e. Bersifat fleksibel
f. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa
g. Mengguanakn prinsip sambil bermain dan menyenangkan
3. Rambu-Rambu Pembelajaran Tematik

Dalam penerapan pembelajaran tematik terdapat beberapa rambu


yang harus diperhatikan, yaitu :
a. Tidak semua mata pelajaran harus dipadukan
b. Dimungkinkan terjadinya penggabungan kompetensi dasar lintas
semester
c. Dasar yang tidak dapat dipadukan jangan dipaksa untuk dipadukan
d. Kompetensi dasar yang tidak diintegrasikan, dibealjarkan secara
tersendiri
e. Kompetensi dasar yang tidak tercakup pada tema tertentu, harus
tetap diajarkan baik melalui tema lain maupun disajikan secara
tersendiri
f. Kegiatan pembelajaran ditekankan pada kemampuan membaca,
menulis dan berhitung serta penanaman nilai moral
g. Tema-tema yang dipilih baiknya sesuai dengan karakteristik siswa
lingkungan dan daerah setempat
4. Pengertian dan Jenis-Jenis Tema
Tema adalah pokok pikiran atau gagasan yang menjadi pokok
pembicaraan. Dalam konteks pembelajaran di SD tersedia berbagai jenis
tema yang dapt dipilih, yaitu diri sendiri, transpotasi, keluarga,
lingkungan, kesehatan, kebersihan dan keamanan, hewan dan tumbuhtumbuhan, gejala alam dan peristiwa, pekerjaan, Negara, rekreasi dan alat
komunikasi.
5. Prinsip Pemilihan Tema
Dalam pemilihan tema yang akan digunakan, hedaknya memperhatikan
prisip berikut :
a. Kedekatan
b. Kesederhanaan
c. Kemenarikan
d. Kekonkritan
e. Sesuai dengan tingkat perkembangan anak
6. Alokasi Waktu Pembelajaran Tematik
Alokasi waktu yang tersedia untuk pembelajaran tematik adlah 27
jam pelajaran dalam seminggu, dengan jatah waktu untuk masing-masing
mata pelajaran adalah sebagai berikut :
a. 15 % untuk agama
b. 50 % untuk membaca, menulis, dan menghitung

c. 35 % untuk Pendidikan Kewarganegaraan, IPS, Pengetahuan Alam,


Kertakes dan Penjaskes
Perlu diketahui bahwa untuk kelas I, II dan III tidak dikenal penjadwalan
mata pelajaran.
7. Tahap Persiapan Pelaksanaan Pembeajaran Tematik
Persiapan pelaksanaan pembelajaran tematik terdiri dari beberapa
tahapan, yaitu :
a. Pemetaan Kompetensi Dasar
b. Menetapkan Jaringan Tema
c. Penyusunan Silabus Pembelajaran Tematik
d. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
F. MODEL

PEMBELAJARAN

KOOPERATIF

LEARNING)
1. Pengertian dan Tjuan Pembelaajaran Kooperatif
Dari beberapa pendapat ahli dapat

(COOPERATIVE

disimpulkan

bahwa

pembelajaran kooperatif adalah salah satu model pembelajaran kelompok


kecil

(yang

beranggotakan

3/4-5/6

orang)

yang

menekankan/mempersyaratkan kerja sama (kolaborasi) serta tanggung


jawab individual setiap anggota kelompok dalam menyelesaikan tugas
bersama, sehingga setiap anggota kelompok dapat mencapai tujuan
pembelajaran secara optimal.
Menurut Nur Asma (2006) pembelajaran kooperatif bertujuan untuk :
a. Pencapaian hasil belajar
b. Penerimaan terhadap keragaman
c. Pengembangan keterampilan sosial
Jadi, pembelajaran kooperatif sapat menumbuhkan rasa solidaritas
dan meningkatkan hubungan sosial sehingga dapat meningkatkan prestasi
siswa melalui kreativitas bersama.
2. Unsur-Unsur/Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kooperatif
Dari beberapa pendapat ahli, dapat disimpulkan bahwa untuk
tercapainya pembelajaran kooperatif secara efektif dan efesien setidaknya
mempersyaratkan unsure/prinsip pokok yaitu sebagai berikut:
a. Saling ketergantungan positif

b.
c.
d.
e.

Interaksi tatap muka


Tanggung jawab individual
Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi
Pengelompokan secara heterogen

3. Sintaks (langkah-langkah) Pembelajaran Kooperatif


Menurut Ibrahim, dkk (2010:10) prosedur pembelajaran kooperatif
pada prinsipnya terdiri atas enam tahap,yaitu sebagai berikut:
a. Tahap penyampain tujuan dan memotivasi siswa
b. Tahap menyajikan infromasi
c. Tahap mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar
d. Tahap membimbing kelompok belajar
e. Tahap evaluasi
f. Tahap memnerikan penghargaan
Keenam tahap ini berlaku untuk semua tipe/ragam pembelajaran
kooperatif
4. Jenis/Tipe-Tipe Pembelajaran Kooperatif
Dalam berbagai literatur, beberapa ahli mengemukakan berbagai
model/tipe pembelajaran kooperatif. Secara umum jenis/tipe tersebut
terbagi menjadi lima, yaitu berikut uraiannya masing-masing:
a. Tipe Stuent Team Achievement Division (STAD)
Model pmbelajaran tipe STAD menurut Slavin (1995) merupakan
pembelajaran dengan menempatkan siswa dalam kelompok belajar
beranggotakan 4/5 orang siswa yang merupakan campuran dari
kemampuan akaemik yang berbeda, sehingga dalam setiap kelompok
terdapat siswa yang berpartisipasi tinggi, sedang dan rendah atau
variasi jenis kelamin, kelompok ras dan etnis atau kelompok sosial
lainnya.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, pembelajaran tipe STAD
terbagi atas enam tahap yaitu:
1) Membentuk kelompok yang beranggotakan 4-5 orang secara
heterogen.
2) Guru menyajiakan pelajaran.
3) Guru member tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh
anggota-anggotanya.
4) Guru member kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa
5) Member evaluasi

10

6) Penghargaan
b. Tipe Jigsaw
Model pembelajaran ini pertama kali dikembangkan oleh Elliot
Aroson dan koleganya fi Universitas Texas, kemudian Slavin di
Universitas John Hopkins. Jigsaw berasal dari bahasa inggris yang
berarti gergaji ukir, patterns, pola-pola mozaik, puzzle dan
sebagainya. Sehingga jigsaw diartikan sebagai tipe pembelajaran
dengan pelaksanaannya mengikuti cara kerja sebuah gergaji yaitu
dengan cara siswa/anggota kelompok melakukan kegiatan atau
mengerjakan tugasnya (membaca dan berdiskusi) dengan cara
berpindah (bolak-balik) dari kelompok asal menuju kelompok pakar
kemudian balik lagi ke kelompok asal.
Berdasarkan beberapa variasi penerapan tipe ini di lapangan, maka
tahapannya dapat dikelompokkan menjadi 7 tahap utama, yaitu:
1) Membagi siswa di kelas ke dalam kelompok-kelompok kecil yang
bersifat heterogen (asal) 4-6 orang.
2) Setiap kelompok diberi tugas parallel, sementara setiap anggota
3)
4)
5)
6)
7)

dalam kelompok diberi tugas komplementer.


Membaca/memahami isi teks/naskah dan mengerjakan tugas.
Diskusi kelompok ahli (pakar).
Presentasi/penyajian kelompok dalam kelompok asal.
Evaluasi (penilaian) secara individual.
Penghargaan

c. Think-Pair-Share (Berpikir-Berpasangan-Berbagi)
TPS merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang dirancang
untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dengan maksud supaya
proses pembelajaran lebih menarik. Tipe ini dikembangkan oleh Frand
Lyman dan koleganya di Universitas Maryland. Penerapan tipe ini
telah menekankan pada pemberian kesempatan/waktu berpikir yang
lebih banyak bagi para siswa untuk saling membantu dan merespon
pertanyaan yang dihadapkan kepadanya.
Beberapa ahli menyatakan bahwa pembelajaran tipe TPS terbagi ke
dalam 3 tahap, yaitu:
1) Berpikir (Thingking)
2) Berpasangan (Pairing)
11

3) Berbagi (Share)
d. Tipe

Numbered

Head

Together

(Penomoran

Kepala/Berpikir

Bersama)
Pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer Kagan
(1993). Tipe ini menggunakan nomor sebagai identitas penanda bagi
setiap anggota dalam tiap kelompok. Menekankan pada penciptaan
struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi polapola interaksi siswa untuk membuat pembelajaran lebih menarik, dan
dimaksudkan sebagai salah satu alternative untuk mereview kembali
dan mengecek sejauh mana siswa memahami isi pelajaran.
Beberapa ahli merumuskan pembelajaran NHT menjadi empat
llangkah pokok, yaitu :
1) Penomoran (Numbering)
2) Pengajuan Pertanyaan (Questioning)
3) Berpikir Bersama (Head Together)
4) Pemberian Jawaban (Answering)
e. Team Games Tournaments (TGT)
TGT merupakan tipe pembelajaran koopertif yang didahului dengan
penyajian materi pembelajaran oleh guru dan diakhiri dengan
pemberian sejumlah pertanyaan untuk didiskusikan di kelompok
masing-masing (heterogen dengan anggota 5-6 orang per kelompok)
dan selanjutnya setiap kelompok dipertandingkan seminggu sekali
untuk

menguji

kemampuan

mereka

dengan

mempertanggung

jawabkan hasil pekerjaannya.


TGT pada dasarnya memiliki lima langkah-langkah yaitu :
1) Penyajian kelas.
2) Belajar dalam kelompok-kelompok kecil terdiri atas 4-5 orang
dengan anggota yang heterogen.
3) Permainan (games) berupa pertanyaan-pertanyaan oleh guru.
4) Turnamen pada akhir minggu melalui lembar presentasi tiap
kelompok.
5) Pernghargaan kelompok (team recognize).
G. MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM
BASED LEARNING)
1. Pengertian dan Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah
12

Menurut Nurhadi,dkk.(2004:56) pembelajaran berbasis masalah adalah


suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai
suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan
konsep yang esensial dari mata pelajaran. Pembelajran berbasis masalah
digunakan untuk merangsang berfikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi
masalah, termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar. Sanjaya
(2007:212) mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat
diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada
proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Sejalan dengan
pengertian pembelajaran berbasis masalah tersebut, Nurhadi,dkk.(2004:57)
mengemukakan 4 ciri dari pembelajaran berbasis masalah, yaitu (a)
pengajuan pertanyaan atau masalah, (b) berfokus pada keterkaitan antar
disiplin, (c) penyelidikan autentik, dan (d) menghasilkan produk/karya dan
memamerkannya.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimak bahwa pembelajaran
berbasis masalah setidaknya memiliki 3 ciri utama, yaitu (a) pembelajaran
berbasis masalah merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran dalam arti
bahwa didalam penerapannya melibatkan sejumlah kegiatan yang harus
melibatkan sejumlah siswa didalamnya, seperti aktif berfikir, berkomunikasi,
mencari dan mengolah data dan kemudian menyimpulkannya, (b) aktivitas
pembelajaran

diarahkan

untuk

menyelesaikan

masalah

dalam

arti

menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran, dan (c)
pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berfikir
secara ilmiah.
2. Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut Nurhadi,dkk(2004:60), Kunandar,(2007:336), dan Trianto,
(2007:71) terdiri atas (a) Tahap 1: orientasi siswa pada masalah, disini guru
menjelaskan

logistik

yang

dibutuhkan,

mengajukan

fenomena

atau

demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa


untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih, (b) tahap 2

13

mengorganisasi siswa untuk belajar, tahap ini guru membantu siswa untuk
mengidentifikasi dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
masalah tersebut, (c) Tahap 3: membimbing penyelidikan individual maupun
kelompok. Disini guru mendorong siswa untuk melakukan/mengumpulkan
informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah, (d) Tahap 4 : mengembangkan dan
menyajikan hasil karya. Tahap ini guru membantu siswa dalam merencanakan
dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta
membimbing mereka untuk berbagi tugas dengan temannya, (e) Tahap 5 :
menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Di tahap ini guru
membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap
penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa sintaks dari model
pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) terdiri atas enam
tahap yaitu:
a. Tahap muncul/adanya masalah actual yang berasal dari lingkungan hidup
siswa sehari-hari yang disadari oleh siswa sebagai masalah yang
membutuhkan penyelesaian.
b. Tahap merumuskan masalah sehingga ada kejelasan dan kesamaan
persepsi tentang hakikat masalah dan sekaligus sebagai dasar untuk
menetapkan jenis data yang akan dikumpul untuk digunakan sebagai dasar
dalam memecahkan masalah.
c. Tahp merumuskan hipotesis dalam bentuk perumusan kemungkinan
tindakan yang dapat dilakukan yang diasumsikan dapat menyelesaikan
masalah.
d. Tahap mengumpulkan data melalui teknik dn instrument pengumpul data
yang tepat.
e. Menguji hipotesis dengan memanfaatkan data yang berhasil dikumpulkan
sebagai dasar pengambilan kesimpulan.
f. Menentukan pilihan penyelesaian.

14

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendekatan dan model pembelajaran merupakan cara sistematis yang
dipilih untuk dan dapat memacu semangat setiap siswa untuk terlibat secara
aktif

dalam

proses

pembelajaran

dan

sekaligus

diharapkan

dapat

mengembangkan keterampilan siswa serta dapat berpikir secara rasional dan


juga kritis. Seperti yang telah diketahui, terdapat beberapa pendekatan dan
model pembelajaran yang berorientasi kepada siswa, yaitu Pendekatan Cara
Belajar Siswa Aktif, Pendekatan Keterampilan Proses, Pendekatan PAKEM,
Pendekatan Kontekstual, Pendekatan Kontekstual, Pendekatan Pembelajaran
Tematik, Model Pembelajaran Kooperatif, dan Model Pembelajaran Berbasis
Masalah.
B. Saran
Dalam pemilihan Pendekatan dan model pembeajaran oleh pendidik,
hendaknya harus sesuai dengan situasi dan kondisi. Serta sesuai dengan
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Dan hendaknya, pendidik dapat
menerapkan pendekatan dan model pembelajaran yang dipilih dengan baik
dan sesuai dengan sintaks yang ada.

15

Anda mungkin juga menyukai