Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan kemudahan, karunia, dan ridho-Nya kami dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul Diare Akut Infeksius.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FK USU.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada supervisor,
dr. Bambang, Sp.PD yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak
masukan dalam penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa isi dari laporan kasus ini masih memiliki banyak
kekurangan, baik isi materi, penggunaan bahasa, pengetikan, maupun penataan
tulisan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran membangun agar
kelak kesalahan tersebut dapat diperbaiki dalam tulisan selanjutnya. Harapan
penulis semoga tinjauan pustaka ini bermanfaat bagi banyak pihak.

Medan, 8 Juli 2015

Penulis

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Diare adalah buang air besar dengan konsistensi tinja yang lembek

biasanya disertai dengan peningkatan frekuensi dan apabila diukur berat feses
>200g/hari. Diare infeksius adalah diare yang disebabkan karena proses infeksi,
sering disertai dengan gejala mual, muntah, dan nyeri perut.1
Diare infeksius adalah penyebab utama kedua morbiditas dan mortalitas di
seluruh dunia. Menurut World Health Organization (WHO) dan UNICEF, terdapat
sekitar 2 juta kasus diare setiap tahunnya di seluruh dunia, dan 1,9 juta menyerang
anak-anak khususnya dibawah usia 5 tahun pada negara-negara berkembang. Di
Amerika Serikat, diperkirakan 211-357 juta kejadian penyakit diare setiap
tahunnya.2,3
Berdasarkan data profil kesehatan Indonesia tahun 2010, diare akut karena
infeksi dilaporkan sebagai penyakit yang paling sering menyebabkan rawat inap
di rumah sakit dengan case fatality rate 1,7%. Insidens pada rawat jalan, meskipun
tidak setinggi pada rawat inap, namun juga dilaporkan dalam kelompok lima besar
penyakit yang sering dijumpai di Indonesia.1
Diare bisa disebabkan oleh faktor infeksi (bakteri, virus, parasit), faktor
malabsorpsi (karbohidrat, lemak, protein), makanan beracun/basi, alergi, obatobatan, faktor psikis (rasa takut, cemas). Diare akut karena infeksi melibatkan
faktor penyebab infeksi atau kausal seperti (agent) dan faktor pertahan tubuh
penjamu (host).1,4
Gejala klinis diare akut bisa bersifat inflamasi atau non inflamasi. Diare
non inflamasi bersifat sekretorik (watery) bisa mencapai lebih dari 1 liter per hari.
Biasanya tidak disertai dengan nyeri abdomen yang hebat dan tidak disertai darah

atau lendir pada feses. Diare yang bersifat inflamasi bisa berupa sekretori atau
disentri. Biasanya disebabkan oleh patogen yang bersifat invasif.1
Tatalaksana pada diare akut terdiri atas rehidrasi cairan, pengaturan nutrisi,
terapi simptomatik dan terapi etiologi misalnya antibiotik. Diare akut infeksius
dapat dicegah dengan menjaga kebersihan air dan makanan dari vektor penyebar
kuman seperti lalat, kebiasaan mencuci tangan sebelum kontak dengan makanan,
dan mengonsumsi makanan yang dimasak dengan matang.1,5
1.2.

Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam laporan kasus ini adalah

Bagaimana gambaran klinis dan penatalaksanaan serta perjalanan penyakit


pasien yang mengalami diare akut infeksius ?.
1.3.

Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan kasus ini diantaranya :
1. Untuk memenuhi tinjauan ilmu teoritis diare akut infeksius
2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran terhadap kasus demam tifoid
diare akut infeksius pada pasien secara langsung.

1.4.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penulisan laporan kasus ini diantaranya:
1. Memperkokoh landasan teoritis ilmu kedokteran dibidang ilmu
penyakit dalam, khususnya diare akut infeksius.
2. Sebagai bahan informasi bagi pembaca yang ingin mendalami lebih
lanjut topik-topik yang berkaitan dengan diare akut infeksius.

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................. i
Daftar Isi............................................................................................................ ii
Bab 1 Pendahuluan........................................................................................... 1
1.1.
1.2.
1.3.
1.4.

Latar Belakang.............................................................................
Rumusan Masalah.....................................................................
Tujuan Penelitian.........................................................................
Manfaat Penelitian.......................................................................

1
2
2
2

Bab 2 Tinjauan Pustaka


2.1.

Definisi........................................................................................ 3

2.2.

Epidemiologi............................................................................... 3

2.3.

Etiologi........................................................................................ 3

2.4.

Faktor Resiko.............................................................................. 5

2.5.

Patogenesis.................................................................................. 8

2.6.

Patofisiologi & Gejala Klinis...................................................... 10

2.7

Diagnosis Banding....................................................................... 12

2.8.

Diagnosis..................................................................................... 12

2.9.

Penatalaksanaan Farmakologis.................................................... 15

2.10. Penatalaksanaan Nonfarmakologis, Pencegahan, Edukasi.......... 20


2.11. Komplikasi ................................................................................. 22
2.12. Prognosis..................................................................................... 24
2.13. Indikasi Rujuk............................................................................. 24
Daftar Pustaka.................................................................................................

25

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi
Diare adalah perubahan dalam gerakan usus normal yang ditandai dengan

peningkatan kadar air, volume, atau frekuensi tinja. Diare dapat dikatakan jika
buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari.3,6
Diare infeksius adalah diare yang disebabkan karena proses infeksi, sering
disertai dengan gejala mual, muntah, dan nyeri perut.3
2.2

Epidemiologi
Diare infeksius adalah penyebab utama kedua morbiditas dan mortalitas di

seluruh dunia. Menurut World Health Organization (WHO) dan UNICEF, terdapat
sekitar 2 juta kasus diare setiap tahunnya di seluruh dunia, dan 1,9 juta menyerang
anak-anak khususnya dibawah usia 5 tahun pada negara-negara berkembang. Di
Amerika Serikat, diperkirakan 211-357 juta kejadian penyakit diare setiap
tahunnya.2,3
Di Indonesia, penyakit diare juga masih merupakan masalah kesehatan di
masyarakat, karena morbiditas dan mortalitas yang masih tinggi. Survei
morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare Departemen Kesehatan RI dari tahun
2000-2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 kejadian
penyakit diare 300/1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374/1000 penduduk,
tahun 2006 naik menjadi 423/1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000
penduduk.7

2.3

Etiologi
Diare dapat disebabkan oleh infeksi dan non-infeksi. Diare infeksi dapat

disebabkan oleh bakteri, virus, dan parasit.1


a. Bakteri: Vibrio cholera, V. parahemolyticus, E. coli, Aeromonas,
Bacteroides fragilis, Campylobacter jejuni, Salmonella, C. difficile,
Shigella.
b. Virus: Rotavirus, Adenovirus, Cytomegalovirus
c. Parasit: Protozoa (Giardia, C. hominis, E. hystolitica, Isospora belii, B.
Hominis) dan Cacing (S. Stercoralis, Schistosomal)
Tabel 1. Sumber yang Berpotensi Tercemar dan Menyebabkan Diare1
Patogen
Salmonella (non thypoidal)
Shigella

Sumber
Telur, daging, produk susu
20%
bersumber
dari

makanan,

penularan bisa terjadi secara kontak


Campylobacter jejuni
Staphylococcus aureus, B. Aureus

langsung manusia ke manusia


Unggas
Tersering pada keracunan makanan.

Vibrio cholera
E. coli

Terjadi 6 jam setelah makan


Kerang, makanan mentah (sushi)
Daging setengah matang, air yang

C. difficile

terkontaminasi
Pemakaian antibiotika (dalam 2 bulan
terakhir)

2.4

Patogenesis
Hal yang berperan dalam terjadinya diare akut karena infeksi yaitu faktor

kausal (agent) dan faktor pejamu (host). Faktor pejamu adalah kemampuan tubuh
untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare
akut, terdiri dari : keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan juga
lingkungan mikroflora usus. Faktor kausal yaitu daya penetrasi yang dapat
merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi

sekresi cairan usus halus serta daya lekat kuman. Patogenesis diare karena infeksi
bakteri/parasit terdiri atas :6
a. Diare karena bakteri non-invasif (entertotoksigenik)
Bakteri yang tidak merusak mukosa misal Vibrio cholera, Vibrio Eltor,
Enterotoxigenic E.coli (ETEC) dan Clostridium perfringens. Bakteri ini memiliki
kemampuan untuk memproduksi toksin seperti enterotoksin, sitotoksin, dan
neurotoksin. V. Cholerae

akan mengeluarkan toksin yang berikatan dengan

reseptor di permukaan enterosit pada mukosa usus halus 15-30 menit sesudah
diproduksi vibrio. Enterotoksin ini menyebabkan kegiatan berlebihan Nikotinamid
Adenin Dinukleotid (NAD) pada dinding sel usus, sehingga meningkatkan kadar
adenosine 3,5-siklik monofosfat (cAMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi
aktif/ meningkatkan pelepasan anion Cl- yang diikuti oleh menurunnya absorpsi
Na+ sehingga menyebabkan diare. Demikian pula E.coli yang memproduksi
enterotoksi menyebabkan diare dengan mekanisme yang hamper sama namun
melalui cGMP. Kemudian, sitotoksin yang dihasilkan oleh Shigella dysentriae,
Vibrio parahaemolyticus, Clostridium difficile mampu merusak mukosa saluran
cerna dan menyebabkan diare berdarah bahkan sindrom hemolitik uremikum.
Sedangkan yang termasuk dalam neurotoksin adalah Bacillus cereus atau
stafilokokus yang biasanya juga menyebabkan muntah karena toksin yang bekerja
di sistem saraf pusat (harrison).

b. Diare karena bakteri/parasit invasif (enterovasif)


Bakteri yang merusak (invasif) antara lain Enteroinvasif E.coli (EIEC),
Salmonella, Shigella, Yersinia, C. perfringens tipe C. Diare disebabkan oleh
kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi. Sifat diarenya sekretorik
eksudatif. Cairan diare dapat tercampur lender dan darah. Walau demikian infeksi
kuman-kuman ini dapat juga bermanifestasi sebagai diare koleriformis. Kuman

Salmonella yang sering menyebabkan diare yaitu S. paratyphi B, S. typhimurium,


S. enterriditis, S. choleraesuis. Penyebab parasit yang sering yaitu E. histolitika
dan G.lamblia.6
2.5

Patofisiologi
Diare bisa disebabkan oleh faktor infeksi (bakteri, virus, parasit), faktor

malabsorpsi (karbohidrat, lemak, protein), makanan beracun/basi, alergi, obatobatan, faktor psikis (rasa takut, cemas).4
Diare akibat infeksi seperti bakteri, berawal dari makanan/minuman yang
masuk ke dalam tubuh manusia, bakteri masuk ke lambung yang kemudian akan
dibunuh oleh asam lambung. Namun, jumlah bakteri yang terlalu banyak akan
mengakibatkan beberapa lolos ke duodenum dan kemudian berkembang biak.
Pada kebanyakan kasus gastroenteritis, organ yang paling banyak diserang adalah
usus. Di dalam usus, bakteri memproduksi enzim yang akan mencairkan lapisan
lendir yang menutupi permukaan usus, sehingga bakteri mengeluarkan toksin
yang merangsang sekresi cairan-cairan usus di bagian kripta vili dan menghambat
absorpsi cairan. Sebagai akibat dari keadaan ini, volume cairan di dalam lumen
usus meningkat, yang mengakibatkan dinding usus menggembung (distensi), dan
sebagian dinding usus akan mengadakan kontraksi sehingga terjadi hipermotilitas
untuk mengeluarkan cairan di usus besar. Apabila jumlah cairan melebihi
kapasitas absorpsi usus, maka akan terjadi diare.9,10
Diare yang disebabkan malabsorpsi makanan akan menyebabkan makanan
atau zat yang tidak dapat diserap akan meningkatkan tekanan osmotic dalam
rongga usus, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus.
Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkan
sehingga timbul diare. 9,10
Tertelannya makanan beracun juga dapat menyebabkan diare karena akan
mengganggu motilitas usus. Iritasi mukosa usus menyebabkan hiperperistaltik
sehingga mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap

makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya jika peristaltic menurun akan


mengakibatkan bakteri akan tumbuh berlebihan, selanjutnya akan timbul diare. 9,10
Adanya iritasi mukosa usus dan peningkatan volume cairan di rongga usus
menyebabkan timbul keluhan nyeri perut. Selain karena 2 hal tersebut, nyeri perut
/ kram timbul karena metabolism KH oleh bakteri di usus yang menghasilkan gas
H2 dan CO2 yang menimbulkan kembung dan flatus berlebihan. Biasanya hal ini
disertai dengan keluhan mual bahkan muntah dan nafsu makan menurun, karena
terjadi ketidak seimbangan asam, basa, elektrolit. 9,10
Kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan akan menyebabkan
pasien jatuh dalam keadaan dehidrasi. Yang ditandai dengan berat badan turun,
turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun bisa menjadi cekung (pada bayi),
selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering. Bila keadaan ini terus
berlanjut dan pasien tidak mau makan, maka akan menimbulkan gangguan nutrisi
sehingga tubuh akan menjadi lemas. 9,10
Dehidrasi dan reaksi inflamasi pada mukosa usus menyebabkan
peningkatan set point pada hipotalamus yang berakibat peningkatan suhu tubuh.
Selain itu, tubuh yang kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan membuat
cairan ekstraseluler dan intraseluler menurun. Bila keadaan ini terus berlanjut
maka volume darah juga akan berkurang yang mengakibatkan tubuh mengalami
gangguan sirkulasi, perfusi jaringan terganggu dan akhirnya bisa jatuh dalam
keadaan syok hipovolemik dengan gejala denyut jantung menjadi cepat, denyut
nadi lemah dan cepat, tekanan darah menurun, dan memungkinkan terjadinya
penurunan kesadaran. Selain itu, akibat lain dari kehilangan cairan ekstrasel yang
berlebihan adalah tubuh akan mengalami asidosis metabolic, dimana pasien akan
tampak pucat dan pernafasan cepat dan dalam (pernafasan kussmaul). 9,10
Faktor psikologis juga dapat menyebabkan diare. Karena faktor psikologis
(stress, marah, takut) dapat merangsang kelenjar adrenalin di bawah pengendalian
saraf simpatis untuk merangsang pengeluaran hormone yang berperan dalam

pengaturan metabolism tubuh. Sehingga bila terjadi stress, maka metabolisme di


dalam tubuh akan meningkat dalam bentuk peningkatan motilitas usus. 9,10
2.6

Manifestasi Klinis
Gejala klinis diare akut bisa bersifat inflamasi atau non inflamasi. Diare

non inflamasi bersifat sekretorik (watery) bisa mencapai lebih dari 1 liter per hari.
Biasanya tidak disertai dengan nyeri abdomen yang hebat dan tidak disertai darah
atau lendir pada feses. Demam dapat dijumpai bisa juga tidak. Gejala mual dan
muntah bisa dijumpai. Pada diare tipe ini penting diperhatikan kecukupan cairan
karena pada kondisi tidak terpantau dapat menyebabkan terjadinya kehilangan
cairan yang mengakibatkan syok hipovolemik.1
Diare yang bersifat inflamasi bisa berupa sekretori atau disentri. Biasanya
disebabkan oleh patogen yang bersifat invasif. Gejala mual, muntah disertai
dengan demam, nyeri perut hebat dan tenesmus, serta feses berdarah dan berlendir
merupakan gejala dan tanda yang dapat dijumpai.1

Tabel 2. Manifestasi Klinis Berdasarkan Etiologi2

2.7 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan

pemeriksaan penunjang:
a. Anamnesis
Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik tergantung
penyebab penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang dari 15 hari.
Pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas yaitu nausea,
muntah, nyeri abdomen, demam, dan tinja yang sering, bisa air, malabsorptif, atau
berdarah tergantung bakteri patogen yang spesifik.
Bakteri invasive seperti Campylobacter, Salmonella, Shigella, dan
organisme yang menghasilkan sitotoksin seperti Clostridium Difficile dan
enterohemorrhagic E.coli menyebabkan inflamasi usus yang berat. Organisme
Yersinia seringkali menginfeksi ileum terminal dan caecum dan memiliki gejala
nyeri perut kuadran kanan bawah, menyerupai apendisitis akut. Infeksi
campylobacter jejuni sering bermanifestasi sebagai diarre, demam dan kadang
kala kelumpuhan anggota badan.

Diare air merupakan gejala tipikal dari organisme yang menginvasi epitel
usus dengan inflamasi minimal, seperti virus enteric, atau organisme yang
menempel tetapi tidak menghancurkan epitel, enteropathogenic E. coli, protozoa,
dan helminthes. Beberapa organisme seperti campylobacter, Aeromonas, Shigell,
dan Vibrio spesies menghasilkan enterotoksin dan juga menginvasi mukosa usus.
Pasien karena itu menunjukkan gejala diare air diikuti diare berdarah dalam
beberapa jam atau hari.
Dehidrasi dapat timbul jika diare berat dan asupan oral terbatas karena
nausea dan muntah, terutama pada anak kecil dan lanjut usia. Dehidrasi
bermanifestasi sebagai rasa haus meningkat, berkurangnya jumlah urin dengan
warna urin gelap, tidak mampu berkeringat, dan perubahan ortostatik. Pada
keadaan berat, dapat mengarah ke gagal ginjal akut dan perubahan status jiwa
seperti kebingungan dan pusing kepala.
b. Pemeriksaan fisik
Kelainan kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat
berguna dalam menentukan beratnya diare daripada menentukan penyebab diare.
Status volume dinilai dengan memperhatikan perubahan ortostatik pada tekanan
darah dan nadi, temperatur tubuh, dan tanda toksisitas. Pemeriksaan abdomen
yang seksama merupakan hal yang penting. Adanya dan kualitas bunyi usus dan
ada atau tidaknya distensi abdomen dan nyeri tekan merupakan clue bagi
penentuan etiologi.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien yang mengalami dehidrasi atau toksisitas berat atau diare
berlangsung lebih dari beberapa hari, diperlukan beberapa pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan tersebut antara lain pemeriksaan darah tepi lengkap
(hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung jenis leukosit), kadar elektrolit serum,
ureum dan kreatinin, pemeriksaan tinja dan pemeriksaan Enzym-Linked
immunosorbent assay (ELISA) mendeteksi giardiasis dan test serologic amebiasis,
dan foto x-ray abdomen.

Pasien dengan diare karena virus, biasanya memiliki jumlah dan hitung
jenis leukosit yang normal atau limfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri
terutama pada infeksi bakteri yang invasif ke mukosa, memiliki leukositosis
dengan kelebihan darah putih muda. Neutropenia dapat timbul pada
salmonellosis.
Ureum dan kreatinin diperiksa untuk memeriksa adanya kekurangan
volume cairan dan mineral tubuh pemeriksaan tinja dilakukan untuk melihat
adanya leukosit dalam tinja yang menunjukkan adanya infeksi bakteri, adanya
telur cacing dan parasit dewasa.
Pasien yang telah mendapatkan pengobatan antibiotik dalam 3 bulan
terakhir atau yang mengalami diare di rumah sakit sebaiknya diperiksa tinja untuk
pengukuran toksin Clostridium difficile.
Rektoskopi atau sigmoideskopi perlu dipertimbangkan pada pasien
pasien yang toksis, pasien dengan diare berdarah, atau pasien dengan diare akut
persisten. Pada sebagian besar pasien, sigmoideskopi mungkin adekuat sebagai
pemeriksaan awal. Pada pasien dengan AIDS yang mengalami diare, kolonoskopi
dipertimbangkan karena kemungkinan penyebab infeksi atau limfoma didaerah
kolon kanan. Biopsi mukosa sebaikmya dilakukan jika mukosa terlihat inflamasi
berat.
2.7

Penatalaksanaan Diare Akut


Tatalaksana pada diare akut terdiri atas rehidrasi cairan, pengaturan nutrisi,

terapi simptomatik dan terapi etiologi misalnya antibiotik. Untuk pemberian


cairan rehidrasi bergantung pada derajat dehidrasi pasien. Dan dapat diberikan
dalam beberapa metode. Metode pemberian secara oral diberikan pada pasien
dengan diare akut tanpa komplikasi atau dehidrasi ringan dan bisa minum
menggunakan larutan rehidrasi oral atau oralit. Juga bisa diberikan secara enteral
seperti pada pasien yang terus-menerus muntah dan tidak dapat mentoleransi
pemberian cairan per oral, cairan diberikan secara enteral melalui pipa
nasogastrik. Sedangkan secara parenteral diberikan pada pasien diare akut dengan

dehidrasi sedang berat atau komplikasi lain. Pada tabel berikut dituliskan derajat
dehidrasi pasien.5
Tabel 3. Derajat Dehidrasi5
Gejala
Minimal (BB
turun < 3%)
Baik, sadar penuh

Ringan-Sedang

Berat (BB turun

(BB turun 3-9%)


Normal, lemas

>9%)
Apatis, letargik,

atau gelisah,

tidak sadar

Minum normal,

iritabel
Sangat haus,

Tidak dapat

mungkin menolak

sangat ingin

minum

minum
Normal

minum
Normal sampai

Takikardia, pada

meningkat

kasus berat

Normal

Normal sampai

bradikardia
Lemah atau tidak

nadi
Pernapasan
Mata
Air mata
Mukosa mulut

Normal
Normal
Ada
Basah

menurun
Normal atau cepat
Sedikit cekung
Menurun
Kering

teraba
Cepat dan dalam
Sangat cekung
Tidak ada
Pecah-pecah

dan lidah
Turgor kulit
Capillary refill

Baik
Normal

< 2 detik
Memanjang

>2 detik
Memanjang

time
Ekstremitas
Output urin

Hangat
Dingin

Dingin
Menurun

Dingin, sianosis
Sangat minimal

Status mental

Rasa haus

Denyut jantung

Kualitas denyut

Untuk perhitungan jumlah cairan rehidrasi yang dibutuhkan dapat


menggunakan metode berikut ini

Berdasarkan derajat dehidrasi


a. Dehidrasi minimal (hilangnya cairan <3% BB)
Kebutuhan cairan (mL) 103% x 30-40 cc/kgBB/hari
b. Dehidrasi ringan-sedang (hilangnya cairan 3-9% BB)
Kebutuhan cairan (mL) 109% x 30-40 cc/kgBB/hari

c. Dehidrasi berat (hilangnya cairan >9% BB)


Kebutuhan cairan (mL) 112% x 30-40 cc/kgBB/hari

Berdasarkan jumlah cairan yang hilang


Bila jumlah (volume) feses yang keluar dapat dikuantifikasi,
pemberian cairan rehidrasi dapat menggunakan rumus:
Kebutuhan cairan (mL) = Pengeluaran [jumlah feses + Insessible
water loss (10% BB)] + 30-40 cc/kgBB/hari

Cairan diberikan dengan cara 50% defisit diberikan dulu dalam satu jam
pertama, setelah itu sisa defisit dilanjutkan 3 jam berikutnya sambil diberikan
cairan rumatan.5
Untuk

menghitung

derajat

dehidrasi

dapat

juga

ditentukan

dengan

menggunakan rumus daldiyono yang ditampilkan pada tabel berikut.


Tabel 4. Rumus Daldiyono5
Klinis
Rasa haus/muntah
Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg
Tekanan darah sistolik <60 mmHg
Frekuensi nadi >120x/menit
Kesadaran apatis
Kesadaran somnolen, sopor, atau koma
Frekuensi nafas >30x/menit
Fasies kolerika
Vox Kolerika
Turgor kulit menurun
Washers woman hand
Ekstremitas dingin
Sianosis
Usia 50-60 tahun
Usia >60 tahun

Skor
1
1
2
1
1
2
1
2
2
1
1
1
2
-1
-2

Setelah mendapatkan derajat dehidrasi menggunakan rumus daldiyono, kita


dapat menghitung jumlah kebutuhan cairan dengan rumus:
Kebutuhan cairan = skor/15 x 10% x kgBB x 1 L
Pengaturan nutrisi pada pasien diare harus langsung dimulai setelah 4 jam
rehidrasi. Pasien tidak dianjurkan puasa, kecuali jika muntah-muntah hebat.

Makanan diberikan dalam bentuk small and frequent feeding dibagi menjadi 6 kali
makan sehari. Diet terdiri dari makanan tinggi kalori dan mikronutrien seperti
nasi, gandum, minuman sari buah, teh, minuman tidak ber gas, makanan mudah
dicerna seperti pisang, nasi dan sup (pemenuhan kebutuhan kalori dapat diberikan
bertahap sesuai toleransi pasien). Menghindari makanan atau minuman yang
mengandung susu sapi karena dapat terjadinya intoleransi laktosa, demikian juga
makanan yang pedas ataupun mengandung lemak yang tinggi. Minuman berkafein
dan alkohol harus dihindari karena dapat meningkatkan motilitas dan sekresi
usus.5,11
Untuk terapi simptomatik pada diare, terdapat obat-obat yang dapat
mengurangi gejala diantaranya :

Antimotilitas

Agen pilihan yang paling efektif adalah derivat opioid misal loperamid,
difenoksilat-atropin dan tinktur opium. Loperamid yang paling disukai karena
tidak adiktif dan memiliki efek samping paling kecil. Dosis awal dimulai 4 mg
dan dilanjutkan 2 mg tiap diare, maksimal 16 mg/24 jam. Namun loperamid
dikontraindikasikan pada pasien dengan diare berdarah atau dicurigai diare
inflamatorik (misalnya pasien demam atau dengan nyeri perut hebat)5,11

Antisekretorik

Bismuth salisilat dapat diberikan dengan dosis 2 tablet yang boleh diulang
bila masih ada diare namun tidak lebih dari 8 tablet per hari. Namun bismuth
salisilat mempunyai kontraindikasi pada pasien HIV karna dapat menimbulkan
ensefalopati bismuth. Bismuth salisilat dan agen terbaru racecadotril aman
digunakan pada anak-anak.11

Antispasmodik

Obat antispasmodik yang dapat digunakan diantaranya hyoscien-nbutilbromid 10 mg, 2-3x sehari, maksimum 100mg/hari.Antispasmodik tidak
boleh digunakan pada ileus paralitik.

Adsorbens (pengeras feses)

Pemberian obat adsorbens seperti atapulgit dapat diberikan dengan dosis 2


tablet @630 mg tiap diare, maksimal 12 tablet/hari. Diberikan tiap diare/BAB
encer sampai diare berhenti.5,11
Karena kebanyakan pasien diare akut disebabkan virus atau bakteri noninvasif self-limited, pemberian antibiotik empirik tidak rutin dianjurkan pada
semua pasien. Pemberian antibiotik irasional dapat menyebabkan resistensi
antibiotik, adverse reaction, eradikasi flora normal yang berguna, dan induksi
pelepasan Shiga toxin yang dapat menyebabkan Hemolytic Uremic Syndrome
(HUS). Indikasi pemberian antibiotik adalah (1) travelers diarrhea, (2) diare
sekretorik community acquired dengan patogen yang telah berhasil diketahui, (3)
analisis feses menunjukkan tanda-tanda inflammasi, (4) sindrom disentri, (5)
pasien usia lanjut, (6) immunokompromais, (7) sepsis, atau (8) penggunaan
prostesis.5,11
Obat pilihan sebagai lini pertama adalah golongan kuinolon (misal
siprofloksasin 2x500 mg per hari selama 5-7 hari). Obat ini baik terhadap bakteri
patogen invasif seperti Campylobacter, Shigella, Salmonella, Yersinia, dan
Aeromonas

sp.

Lini

kedua

sebagai

alternatif

yaitu

kotimoksazol

(trimetroprim/sulfametoksazol, 2x 160/800 mg per hari selama 5-7 hari). Bila


dicurigai infeksi parasit dapat digunakan terapi pilihan metrodinazole 3x250-500
mg selama 7-14 hari. Untuk turis tertentu yang bepergian ke daerah resiko tinggi,
kuinolon (misal siprofloksasin 500 mg/hari) dapat dipakai sebagai profilaktik
yang memberikan perlindungan sekitar 90%. Obat antimikroba berdasarkan
etiologi dapat dilihat pada tabel berikut.5,11
Tabel 5. Terapi Spesifik Diare Akut Berdasarkan Etiologi (Konsensus
Penatalaksanaan Diare Akut pada Dewasa di Indonesia, 2009)5
Infeksi Bakteri
E.Coli, Enterobacter, Shigella sp.

Kuinolon (siprofloksasin 2x500 mg, 5 hari)

Kotrimoksazol (2x160/800, 5-7 hari)

Salmonella sp.

Kloramfenikol (4x500 mg atau tiamfenikol 50 mg/kg/hari hingga 7 hari


bebas demam)

Kuinolon (siprofloksasin 2x500 mg, 5 hari)

Kotrimoksazol (2x160/800, 5-7 hari)

Campylobacter jejuni

Kuinolon (mis. siprofloksasin 2x500 mg, 5-7 hari)

Makrolida (mis. eritromisin 2x500 mg, 5 hari)

Vibirio cholera

Tetrasiklin (4x500 mg, 3 hari)

Doksisiklin (300 mg, dosis tunggal)

Kuinolon (siprofloksasin 30 mg/kgBB, dosis tunggal)

Azitromisin (1 g, dosis tunggal)

Clostridium difficile

Metronidazol (3x500 mg, 10 hari)

Vankomisin oral (1x125 mg, 10 hari)

Yersinia enterocolytica

Aminoglikosida (streptomisin IM 30 mg/kgBB/hari dibagi 2x dosis, 10


hari)

Kotrimoksazol (2x160/800 mg)

Kuinolon (mis. siprofloksasin 2x500 mg)


Infeksi Virus
Tidak diberikan antivirus, hanya terapi suportif dan simptomatik
Infeksi Jamur
Candida sp, Cryptococcus, Coccidiomycosis

Flukonazol 2x50 mg per hari

Itrakonazol 2x200 mg

Amfoterisin B 1mg/kgBB/hari
Infeksi Parasit
Giardia, Entamoeba

Metronidazol (3x250 mg, 5 hari)

Cryptosporodium

Paromomisin

Azitromisin

Entamoeba histolytica

Metronidazol (3x500-750 mg, 5-10 hari)

Tinidazole (2 g, dosis tunggal)

Bila abses hepar atau kolitis, tambahkan Paromomisin (3x500 mg, 10 hari)

Isoospora belii

Kotrimoksazol (2x160/800 mg selama 10 hari, dilanjutkan 3x160/800 mg


selama 3 minggu)

Gambar1. Algoritma Tatalaksana Diare Akut5


2.8

Pencegahan

Pencegahan diare akut infeksius dapat dilakukan dengan menjaga


kebersihan air dan makanan dari vektor penyebar kuman seperti lalat, kebiasaan
mencuci tangan sebelum kontak dengan makanan, dan mengonsumsi makanan
yang dimasak dengan matang. Selain itu, dapat juga melakukan vaksinasi,
terutama untuk wisatawan, namun belum tersedia untuk semua jenis patogen
penyebab diare akut.1
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang umum terjadi akibat diare akut infeksius adalah sebagai
berikut:12
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
2.10

Diare kronis
Dehidrasi berat
Kejang
Bakteremia
Sepsis gram negatif
Intususepsi
Hemolytic-uremic syndrome (HUS)
Infeksi saluran kemih
Apendisitis
Meningitis
Kolesistitis
Pankreatitis
Abses hati
Enteritis nekrotikans
Kolitis hemoragik
Prognosis
Di negara-negara berkembang, dengan tata laksana yang tepat,

prognosisnya sangat baik. Namun, data menunjukkan peningkatan mortalitas


pasien diare akut dari tahun 1980 hingga tahun 2006, terutama pada pasien anakanak.1
Pada pasien dewasa yang tidak mengalami keterlambatan penanganan,
sebagian besar kasus memiliki prognosis yang baik. Kematian terutama
disebabkan oleh dehidrasi dan malnutrisi sekunder akibat diare yang
berkepanjangan. Dehidrasi berat harus ditangani dengan cairan parenteral. Begitu

malnutrisi akibat malabsorpsi sekunder sudah terjadi, prognosis menjadi jauh


lebih buruk kecuali penderita dirawat inap dan diberikan suplemen nutrisi secara
parenteral. Selain itu, kematian juga lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut
atau pasien imunokompromais.1

DAFTAR PUSTAKA
1

Nelwan, Erni J. 2014. Diare Akut Karena Infeksi. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Edisi VII. Jakarta: Interna Publishing: 570-573.


2

Farthing M, Salam M, Lindberg G, Dite P, Khalif I,Salazar-Lindo E, et al. 2012.

Acute Diarrhea in Adults and Children: A Global Perspective. World


Gastroenterology Organisation Global Guidelines. 1-24.
3

Guerrant RL, Gilder TV, Steiner TS, Thielman NM, Slutsker L, Tauxe RV, et al.

2001. Practice Guidelines For The Management of Infectious Diarrhea. Infectious


Disease Society of America. 32: 331-350.
4

Schiller, LR. 2000. Diarrhea. Medical Clinics of North America, 84(5).

Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. 2014. Kapita Selekta Kedokteran,

Edisi 4. Jakarta: Media Aesculapius, 587-9.


6

Simadibrata M dan Daldiyono. 2014. Diare Akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Edisi VII. Jakarta: Interna Publishing: 1899 1907.


7

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Situasi Diare di Indonesia. Buletin Jendela

Data dan Informasi Kesehatan, 1-3.


8

harrison

Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta: EGC

10

Hasan R dan Husain. A. 2000. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2 Bagian Ilmu

Kesehatan Anak FKUI. Jakarta

11

Sudoyo AW dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta: Interna

Publishing, 2009:554-5.
12

Guandalini,

S.

2014.

Diarrhea.

Available

at:

http://emedicine.medscape.com/article/928598-overview (Accessed: 3 July 2015).

Anda mungkin juga menyukai