Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penelitian dan pengembangan tentang tumbuhan obat baik di dalam
maupun di luar negeri berkembang dengan pesat saat ini, terutama dalam bidang
khasiat obat maupun analisis zat kimia berdasarkan indikasi tumbuhan obat yang
telah digunakan oleh sebagian masyarakat dengan khasiat yang teruji secara
empiris. Hasil penelitian tersebut, tentunya lebih memantapkan para pengguna
tumbuhan obat akan khasiat maupun kegunaanya (Dalimartha, 2000).
Salah satunya adalah penelitian terhadap senyawa triterpen, Triterpenoid
adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan
secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C-30 asiklik, yaitu skualena,
senyawa ini tidak berwarna, berbentuk kristal, bertitik leleh tinggi dan bersifat
optis aktif (Harborne,1987). Menurut Harborne (1987) senyawa triterpenoid dapat
dibagi menjadi empat golongan,yaitu: triterpen sebenarnya, saponin, steroid, dan
glikosida jantung. Namun pada kali ini penulis memilih senyawa khas pada
triterpen yaitu metabolit sekunder yang biasa disebut Azadirakitin. Senyawa ini
memiliki banyak kegunaan seperti Senyawa pengatur pertumbuhan, Insektisida,
Membantu eksidis (pergantian kulit luar pada artropoda), Senyawa Azadirakitin
dihasilkan dari tanaman Azadirachta indica atau disebut juga tanamana mimba.
Berdasarkan pernyataan diatas maka sebagai mahasiswa farmasi sangat
perlu untuk mengetahui tahap ekstraksi ,fraksinasi, isolasi dan identifikasi dari
suatu metabolit sekunder yang dihasilkan dari tanaman tertentu.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa tanaman penghasil senyawa Azadirakitin ?
2. Bagaimana proses ekstraksi, fraksinasi , dan isolasi tanaman penghasil
senyawa Azadirakitin ?

3. Bagaimana cara identifikasi kualitatif dan kuantutatif senyawa


Azadirakitin ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui tanaman penghasil senyawa Azadirakitin
2. Mengetahui proses ekstraksi, fraksinasi, dan isolasi tanaman penghasil
senyawa Azadirakitin
3. Mengetahui cara identifikasi kualitatif dan kuantitatif dari senyawa
Azadirakitin

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Azadirachtin
Azadirachtin merupakan molekul kimia C35H44O16 yang termasuk dalam
kelompok triterpenoid. Struktur senyawa azadirachtin :

Struktur Molekul Azadirachtin


(Nining, 1999)
Efek primer azadirachtin terhadap serangga berupa antifeedant dengan
menghasilkan stimulan deteren spesifik berupa reseptor kimia (chemoreseptor)
pada bagian mulut (mouth part) yang bekerja bersama-sama dengan reseptor
kimia yang mengganggu persepsi rangsangan untuk makan (phagostimulant).
Efek sekunder azadirachtin yang dikandung mimba berperan sebagai ecdyson
blocker atau zat yang dapat menghambat kerja hormon ecdyson, yaitu hormon
yang berfungsi dalam metamorfosa serangga. Serangga akan terganggu pada
proses pergantian kulit, ataupun proses perubahan dari telur menjadi larv, larva
menjadi kepompong ,dan dari kepompong menjadi dewasa. Biasanya kegagalan
dalam proses ini seringkali mengakibatkan kematian pada serangga (Aradilla,
2009)
Salanin berperan sebagai penurun nafsu makan (antifeedant) yang
mengakibatkan daya rusak srangga sangat menurun, walupun serangganya sendiri
belum mati. Oleh karena itu, dalam menggunakan pestisida nabati dari mimba,
seringkali hamanya tidak mati seketika setelah diaplikasi (knock down), namun
memerlukan beberapa hari untuk mati, biasanya 4-5 hari. Namun demikian, hama
yang telah terpapar tersebut daya rusaknya sudah sangat menurun, karena dalam
keadaan sakit (Kardiman, 2006)
Meliantriol berperan sebagai penghalau (repellent) yang mengakibatkan hama
serangga enggan mendekati zat tersebut. Suatu kasus menarik di Afrika, ketika
belalang menyerang tanaman di Afrika, semua jenis tanaman terserang belalang,
kecuali satu jenis tanaman, yaitu mimba. Mimba pun dapat merubah tingkah laku
serangga, khususnya belalang yang tadinya bersifat migrasi dan bergerombol dan
merusak menjadi bersifat solitair yang bersifat tidak merusak. Nimbin dan

Nimbidin berperan sebagai antibiotik, antimikroorganisme, dan antivirus


(Kardiman, 2006). Menurut Nining (1999) dalam penelitian azadirachitin dari biji
mimba dibutuhkan waktu 48 jam ekstraksi dengan mengunakan pelarut etanol
pada suhu 400 C untuk mendapatkan kandungan senyawa azadirachitin.
2.2 Tanaman Mimba (Azadirachta indica)
Mimba mempunyai nama lain Antelaea azadirachta (L.) Adelb.,
Azedarach fraxinifolia Moench, Melia azadirachta L., M. Fraxinifolia Adelb., M.
indica (A.Juss.) Brandis, M. pinnata Stokes. Nama umum/dagang: Mimba. Nama
daerah/lokal : Mimba, Nimba (sunda), Intaran (Bali, Nusa Tenggara), Imbau
(Jawa Timur), Mempheuh, Membha (Madura). (Aradilla, 2009)

(1.a)

(1.b)
Gambar (1.a) Pohon mimba dan (1.b) daun mimba
(Aradilla, 2009)

Mimba merupakan tanaman yang berasal dari India. Berdasarkan


sistematik tumbuhan, tanaman ini dalam taksonomi digolongkan sebagai domain
Eukaryota, kingdom Plantae,subkingdom Viridaeplantae, phylum Tracheophyta,
subphylum Euphyllophytina, infraphylum Radiatopses, kelas Magnoliopsida,
subclass Rosidae, superorder Rutanae, order Rutales, suborder Meliineae, family
Meliaceae, subfamily Clusioideae, genus Azadirachta, specific epithet indica
A.Juss, Botanical name Azadirachta indica Adr. Juss (Aradilla, 2009).
Beberapa penelitian yang sudah dilakukan bahwa pohon mimba
mempunyai aktivitas biologis sebagai insektisida. Menurut penelitian (Barus,
2007) minyak biji dan daun, ekstrak daun, ekstrak biji, dan ekstrak buah bersifat
aktif sebagai insektisida. Beberapa serangga yang mati dengan penyemprotan

bioinsektisida mimba adalah hama gudang (Setiawan, 2010), larva

Aedes

aegypti, ulat kubis (Aradilla, 2009).


Semua bagian pohon mimba dapat digunakan untuk berbagai keperluan,
kayu mimba kuat dan awet dapat digunakan untuk pembangunan rumah dan
perabot rumah tangga. Rebusan daun mimba dapat digunakan sebagai pembangkit
selera makanan dan obat malaria. Minyak yang diperoleh dari biji dapat
digunakan untuk pembuatan sabun, ampas bijinya dapat digunakan sebagai
campuran makanan ternak ( Nining,1999).
2.3 Ekstraksi Azadirachtin dari daun mimba
Ekstraksi merupakan salah satu metode pemisahan dua atau lebih suatu zat
berdasarkan atas penggunaan pelarut yang tepat. Pelarut yang digunakan dapat
berupa pelarut organik maupun anorganik, hal ini tergantung dari bahan yang
diinginkan, apabila zat yang diinginkan zat organik maka pelarut yang digunakan
harus organik dan sebaliknya apabila yang diinginkan zat anorganik maka
pelarutnya juga anorganik. Ekstraksi meliputi distribusi zat pelarut diantara dua
pelarut yang tidak saling bercampur. Pelarut yang umum digunakan adalah air dan
pelarut organik seperti kloroform, eter dan alcohol (Winarni,2007).
Dalam prosedur ekstraksi, zat-zat terlarut akan terdistribusi diantara lapisan air
dan lapisan organik sesuai perbedaan kelarutannya. Pemisahan secara ekstraksi
ada dua macam yaitu ekstraksi padat-cair, ekstraksi cair-cair atau dikenal sebagai
ekstraksi pelarut (Winarni,2007).
Ekstraksi padat cair adalah salah satu metode pemisahan campuran terlarut
yang terdapat dalam sampel padat dengan pelarut organik. Alat yang biasa di
gunakan dalam ekstraksi padat-cair adalah soklet sehingga ekstraksi ini dikenal
juga dengan metode sokletasi. Soklet merupakan suatu rangkaian alat ekstraksi
dari bahan gelas yang terdiri dari bahan labu, tempat sampel dan pendingin balik
(Winarni,2007).

Ekstraksi cair-cair adalah suatu peristiwa pemindahan suatu zat terlarut


diantara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Metode ini biasanya
menggunakan alat yaitu corong pisah (Winarni,2007).
Berikut prosedur ekstraksi pada daun mimba :
1.

Daun mimba yang sudah dikeringkan lalu diserbukkan dan disaring dengan
saringan 60 mesh. Sekitar 500 gram serbuk daun mimba dimaserasi dengan nheksana sebanyak 1,5 L

2.

Hasil residu diekstraksi dengan etanol,

3.

Ekstrak etanol kemudian dipartisi dengan petroleum benzene - metanol dengan


perbandingan 1:1

4.

Dilanjutkan dengan partisi kedua dengan mengunakan etil asetat - air dengan
perbandingan 1:1

5.

Selanjutnya isolat di murnikan dengan kromatografi kolom dengan silika gel 10


gram sebagai fase diam, panjang kolom 30 cm, diameter kolom 2 cm dan dengan
eluen etil asetat.

6.

Hasil kromatografi kolom diuji menggunakan spektrofotometer IR, GC dan yang


paling baik di uji dengan GC-MS.

2.4 Fraksinasi

ekstrak

daun

mimba

dengan

metode

Vacuum

Liquid

Chromatography (VLC)
Cara kerja
1. Penyarian serbuk daun mimba
Penyarian serbuk daun mimba dilakukan dengan metode maserasi. Serbuk
kering daun mimba direndam dalam bejana tertutup dengan pelarut kloroform
selama 24 jam, sambil digojog di atas shaker, kemudian disaring dengan corong
Buchner. Prosedur ini diulang tiga kali untuk mendapatkan ekstrak kloroform.
2. Fraksinasi VLC
Fraksinasi dilakukan menurut Coll dan Bowden (1986) yang dimodifikasi
dengan fase diam silica gel PF254 dan fase gerak bervariasi (n-heksana100%; nheksana: etil asetat = 15:1, 9:1, 5:1, 1:1, 1:5 (v/v); etil asetat 100%; metanol:

kloroform = 1:1 (v/v)). Fraksi-fraksi ditampung dalam cawan porselin dan


diuapkan pelarutnya hingga kering.
3. Hasil
Dari hasil fraksinasi ekstrak kloroform diperoleh dua belas fraksi

2.5 Isolasi senyawa Azadirakitin


Pemisahan dan pemurnian komponen-komponen kimia pada ekstrak nheksana dilakukan dengan teknik kromatografi kolom. Sebelum dilakukan
pemisahan dengan kromatografi kolom, terlebih dahulu dilakukan pemilihan
eluen yang mampu memisahkan senyawa yang terdapat dalam ekstrak n-heksana
dengan menggunakan KLT. Beberapa campuran eluen dengan polaritas yang
berbeda telah dicoba dalam KLT, untuk memisahkan komponen-komponen kimia
pada ekstrak nheksana. Eluen yang digunakan antara lain; kloroform, n-heksana
(1:1), kloroform : nheksana (7:3), kloroform : n-heksana (8:2), kloroform : etil
asetat (7:3), kloroform : nheksana (9:1). Penotolan cuplikan pada plat KLT
dilakukan dengan mengunakan pipet mikro dan diusahakan diameter totolan
sekecil mungkin karena jika diameter totolan besar itu akan mengakibatkan
terjadinya penyebaran noda-noda dan timbulnya noda berekor. Dengan mengamati
jumlah noda/spot terbanyak dan jarak pemisahan antar noda cukup terpisah maka
dapat digunakan sebagai dasar pemilihan campuran eluen terbaik yang akan
diterapkan dalam pemisahan campuran senyawa menggunakan kromatografi
kolom. Eluen kloroform : n-heksana (9:1) memberikan pola pemisahan terbaik
karena mampu memisahkan enam senyawa yang terkandung pada ekstrak kental

n-heksana dengan jarak pemisahan cukup jauh, sehingga dapat digunakan dalam
pemisahan menggunakan kromatografi kolom.
Seberat 2,50 g ekstrak kental nheksana dipisahkan dengan kromatografi
kolom, menggunakan sebanyak 100 g silika gel 60, dan fase gerak campuran
kloroform : n-heksana (9:1). Kecepatan alir fase gerak yang digunakan adalah
kira-kira 1mL/1 menit. Eluat ditampung disetiap 3 mL sampai menghasilkan 151
fraksi. Keseratus lima puluh satu botol eluat tersebut, dikromatografi lapis tipis.
Berdasarkan pola noda hasil analisis KLT, ke-151 eluat tersebut dapat
digabungkan dan dikelompokan menjadi tiga kelompok fraksi.
Ketiga kelompok fraksi tersebut masing-masing diuji toksisitasnya
terhadap larva nyamuk Aedes aegypti. Berdasarkan hasil uji toksisitas didapat
ketiga fraksi, F3 memiliki aktivitas paling toksik terhadap larva nyamuk Aedes
aegypti dengan LC50 = 58,70 ppm, namun fraksi F1 yang paling memungkinkan
untuk dilanjutkan pada tahap analisis berikutnya. Mengingat syarat isolat dapat
diidentifikasi lebih lanjut dengan metode spektroskopi itu harus relatif murni
secara KLT, yaitu paling tidak memiliki satu noda. Sedangkan fraksi F 3 pada saat
KLT penggabungan memiliki tiga noda artinya belum murni secara KLT, selain
juga jumlah fraksi F3 sedikit, sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan
pemisahan lebih lanjut. Jadi dalam penelitian ini yang dilanjutkan untuk
diidentifikasi lebih lanjut adalah fraksi F1, karena fraksi F1 relatif cukup toksik
dengan LC50 = 78, 45 ppm.
Fraksi F1 yang bersifat toksik dan relatif murni dari hasil uji toksisitas
terhadap

larva

nyamuk

Aedes

aegypti

selanjutnya

diuji

kemurnianya

menggunakan kromatografi lapis tipis dengan beberapa pelarut pengembang atau


eluen yang memiliki tingkat kepolaran yang berbeda beda.

2.6 identifikasi kualitatif senyawa Spektrofotometer Infra Merah (IR)


Senyawa senyawa yang belum diketahui gugus fungsionalnya dapat diuji
dengan data korelasi untuk mendeteksi gugus fungsional apa yang terdapat di
dalamya. Spektrofotometer Infra Merah (IR) adalah suatu instrumen yang

digunakan untuk mengukur radiasi inframerah pada berbagai panjang gelombang


(Fessenden, 1991).
Spektrum IR mengandung banyak campuran yang di hubungkan dengan
sistem vibrasi yang berinteraksi dengan molekul dan karena mempunyai
karakteristik yang unik untuk setiap molekul maka dalam spektrum ini juga akan
memberikan pita serapan yang khas (Sastrohamidojo, 2001).
Seperti pada metode Spektroskopi ultraviolet dan tampak, bila sinar
inframerah dilewatkan melalui cuplikan senyawa organik maka sejumlah
frekwensi diserap sedang frekwensi yang lain akan diteruskan karena atom atom
dalam suatu molekul tidak diam melainkan bervibrasi maka penyerapan frekwensi
(energi) ini mengakibatkan terjadinya transisi diantara tingkat vibrasi tereksitasi.
Metode ini juga digunakan untuk mendeteksi gugus fungsional pada suatu
senyawa.
Senyawa tumbuhan dapat diukur dengan spektrofotometer IR yang
merekam secara otomatis dalam bentuk larutan (dalam kloroform, karbon
tetraklorida 1-5%), bentuk gerusan/ bentuk padat yang dicampur dengan kalium
bromide. Kenyataan menunjukkan bahwa banyak gugus fungsi dapat di
identifikasi dengan menggunakan IR. Spektrofotometer IR merupakan cara yang
paling sederhana dan sering pula digunakan dalam fitokimia (Harborne, 1987)
Dari hasil spektrum IR yang dapat dianalisis adalah gugus fungsi yang
terdapat pada senyawa yang diamati. Secara skematis komponen alat
spektrofotometer infra merah ditunjukkan pada gambar 4.
Sumber
cahaya

Tempat
sampel

monokroma
tor

detektor

rekorder

amplifie
r

Gambar 5. Skema Peralatan Spektrofotometer Infra Merah

2.7 Identifikasi kuantitatif senyawa Azadirakitin


1. Kromatografi gas
Kromatografi gas merupakan metode pemisahan campuran menjadi
komponen-komponennya diantara fasa gerak dan fasa diam. Fasa gerak berupa

gas yang stabil sedangkan fasa diamnya berupa zat padat atau zat cair yang mudah
menguap. Cuplikan yang dapat dipisahkan dengan metode ini harus mudah
menguap. Metode ini sangat cepat bekerjanya, dalam waktu beberapa detik dapat
memisahkan secara sempurna, selain itu konsentrasi cuplikan sangat rendah
dengan konsentrasi cuplikan sampai mg/l. Kromatografi gas dapat juga digunakan
untuk analisis kualitatif atau kuantitatif senyawa organik. Cuplikan dalam bentuk
uap di bawa oleh aliran gas kedalam kolom pemisah, hasil pemisahan dapat
dianalisis dari kromatografi. Kromatogram adalah kurva yang diperoleh dari
pengukuran kromatografi. Alat yang digunakan untuk percobaan ini disebut
kromatograf (Hendayana, 1994).
2. Kromatografi Gas - spektrometer massa (GC - MS)
GC - MS merupakan gabungan antara kromatografi gas dengan
spektrometer massa. Sampel yang di analisis menggunakan GC - MS akan
menunjukkan berat molekul senyawa yang di analisis.
Kromatografi gas adalah suatu metode pemisahan campuran menjadi
komponen - komponen penyusunnya. Kromatografi gas dapat digunakan untuk
analisis kuantitati secara organik. Cuplikan dalam bentuk uap dapat di bawa oleh
aliran gas ke dalam kolom pemisahan, hasil pemisahan dapat di analisis dengan
kromatografi ini. Jumlah puncak menunjukkan senyawa yang terdapat dalam
cuplikan sedangkan luas permukaan menunjukkan konsentrasi senyawa.
Spektrometer massa merupakan alat untuk menentukan massa (berat)
molekul. Hasil - hasil yang di bentuk, ion - ion tidak bermuatan, yang massa massa limpahan relatifnya ditunjukkan dalam spektrum massa (Sastrohamidjojo,
2001).

Dalam sebuah spektrometer di gambarkan keadaan gas dibombardir

dengan elektron yang berenergi cukup untuk mengalahkan potensial ionisasi


(sekitar 185 300 kkal/mol). Tabrakan antara sebuah molekul organik dan salah
satu elektron berenergi tinggi menyebabkan lepasnya sebuah electron dari
molekul itu dan terbentuknya ion organik. Ion organik yang di hasilkan ini tidak
stabil dan pecah menjadi fragmen kecil, baik berbentuk radikal bebas maupun ionion lain. Suatu molekul atau ion pecah menjadi fargmen-fargmen bergantung pada
kerangka karbon dan gugus fungsional yang ada. Oleh karena itu, struktur dan
massa fragmen memberikan petunjuk mengenai struktur molekul induknya. Juga

sering kali untuk menentukan bobot molekul suatu senyawa dari spektrum
massanya.

BAB III
PENUTUP

3.1 simpulan
berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. tanaman yang dapat menghasilkan senyawa Azadirachtin yaitu tanaman mimba
(Azadirachta indica) yang mempunyai nama lain Antelaea azadirachta (L.)
Adelb., Azedarach fraxinifolia Moench, Melia azadirachta L., M. Fraxinifolia
Adelb., M. indica (A.Juss.) Brandis, M. pinnata Stokes.
2. Proses ekstraksi pada tanaman Azadirachta indica yaitu menggunakan metode
maserasi, proses fraksinasi daun mimba menggunakan metode Vacuum Liquid
Chromatography (VLC), sedangkan proses isolasi tanaman mimba ini dilakukan
dengan teknik kromatografi kolom.
3. Cara identifikasi kualitatif untuk senyawa Azadirachtin digunakan metode analisis
Ifra Red (IR), Dari hasil spektrum IR dapat dianalisis gugus fungsi yang terdapat
pada senyawa tersebut, dan identifikasi kuantitatif untuk senyawa Azadirachtin ini
menggunakan Kromatografi Gas - spektrometer massa (GC - MS), dengan
menentukan bobot molekul suatu senyawa dari spektrum massanya.

DAFTAR PUSTAKA

Apristiani. D & Astuti. P. (2005). Isolasi Komponen Aktif Antibakteri Ekstrak


Kloroform

Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss.) dengan

Bioautografi, Biofarmasi 3 (2).


Hadi, Rosyad. (2010). Identifikasi Azadirachtin Dari Daun Mimba (Azadirachta
Indica) Sebagai Bio Insektisida. Skripsi. USU
Samsudin. (2011). Biosintesa Dan Cara Kerja Azadirachtin Sebagai Bahan Aktif
Insektisida Nabati, Semnas Pesnab IV, (1).
Suirta. I W, dkk. (2007). Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Aktif Larvasida Dari
Biji Mimba (Azadirachta Indika A. Juss) Terhadap Larva Nyamuk Demam
Berdarah (Aedes Aegypti), Jurnal Kimia 1 (1).
Sumaryono, dkk. Identifikasi dan uji toksisitas azadirachtin dari daun mimba
sebagai bioinsektisida Walang Sangit. Indonesian Journal of Chemical
Science 2(1)

Anda mungkin juga menyukai