Anda di halaman 1dari 5

ETIOLOGI

Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah
secara spontan. Pemukulan biasa nya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan
pada kulit di atasnya.
b) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,
misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
c) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat
mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
a) Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas ) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
dan progresif.
b) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat
timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
c) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan kegagalan absorbsi
Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
3. Secara Spontan
Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang
yang bertugas dikemiliteran.
PATOFISIOLOGI
Fraktur mengakibatkan kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka
ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume
darah menurun. COP menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan
mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh.
Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan
ganggguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi cedera

vaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Disamping itu
fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi dan
kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Pada umumnya
pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang bertujuan
untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai
sembuh. (Sylvia, 1995 : 1183)
Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut
kekuatannya melebihi kekuatan tulang, 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya fraktur :
1.

Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah
dan kekuatan trauma.

2.

instrisik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma, kelenturan,


kekuatan dan densitas tulang.

Setelah fraktur lengkap, fragmen-fragmen biasanya bergeser. Sebagian oleh gaya


berat dan sebagian oleh tarikan otot yang melekat padanya. Pergeseran biasanya disebut
dengan aposisi, penjajaran (alignment), rotasi dan berubahnya panjang.
Semua fraktur terbuka harus dianggap terkontaminasi, sehingga mempunyai potensi
untuk terjadi infeksi. Pada fraktur tulang dapat terjadi pergeseran fragmen-fragmen tulang.
Pergeseran fragmen bisa diakibatkan adanya keparahan cedera yang terjadi, gaya berat,
maupun tarikan otot yang melekat padanya. Pergeseran fragmen fraktur akibat suatu trauma
dapat berupa :
1. Aposisi (pergeseran ke samping/ sideways, tumpang tindih dan berhimpitan/
overlapping, bertrubukan sehingga saling tancap/ impacted) : fragmen dapat bergeser
ke samping, ke belakang atau ke depan dalam hubungannya dengan satu sama lain,
sehingga permukaan fraktur kehilangan kontak. Fraktur biasanya akan menyatu
sekalipun aposisi tidak sempurna, atau sekalipun ujung-ujung tulang terletak tidak
berkontak sama sekali.
2. Angulasi (kemiringan/ penyilangan antara kedua aksis fragmen fraktur) : fragmen
dapat miring atau menyudut dalam hubungannya satu sama lain.
3. Rotasi (pemuntiran fragmen fraktur terhadap sumbu panjang) : salah satu fragmen
dapat berotasi pada poros longitudinal, tulang itu tampak lurus tetapi tungkai akhirnya
mengalami deformitas rotasional.

4. Panjang (pemanjangan atau pemendekan akibat distraction atau overlapping antara


fragmen fraktur) : fragmen dapat tertarik dan terpisah atau dapat tumpang tindih,
akibat spasme otot, menyebabkan pemendekan tulang.

Gambar. Mekanisme cedera. Beberapa garis fraktur menunjukkan mekanisme penyebab: (a)
Spiral pattern (angulasi/memutar); Short oblique pattern (kompresi); (c) Triangular
butterfly fragment (bending) dan (d) transverse pattern (tekanan). (Solomon, 2010)
Hubungan garis fraktur dengan energi trauma (Solomon, 2010) :
GARIS FRAKTUR
Transversal, oblik, spiral

MEKANISME TRAUMA
Angulasi/ memutar

ENERGI
Ringan

Kombinasi

Sedang

Variasi

Berat

(sedikit bergeser/ masih


ada kontak)
Butterfly, transversal
(bergeser), sedikit
kominutif
Segmental kominutif
(sangat bergeser)
KLASIFIKASI
Klasifikasi fraktur terbuka paling sering digunakan menurut Gustillo dan Anderson
(1976), yang menilai fraktur terbuka berdasarkan mekanisme cedera, derajat kerusakan
jaringan lunak, konfigurasi fraktur dan derajat kontaminasi. Klasifikasi Gustillo ini membagi
fraktur terbuka menjadi tipe I, II, dan III :

TIPE
I
II
III

BATASAN
Luka bersih dengan panjang luka < 1 cm
Panjang luka >1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang berat
Kerusakan jaringan lunak yang berat dan luas, fraktur segmental terbuka,
trauma amputasi, luka tembak dengan kecepatan tinggi, fraktur terbuka di
pertanian, fraktur yang perlu repair vaskulr dan fraktur yang lebih dari 8 jam
setelah kejadian.

Keterangan :

Tipe I berupa luka kecil kurang dari 1 cm akibat tusukan fragmen fraktur dan bersih.
Kerusakan jaringan lunak sedikit dan fraktur tidak kominutif. Biasanya luka tersebut
akibat tusukan fragmen fraktur atau in-out (low energy fracture).

Tipe II terjadi jika luka lebih dari 1 cm tapi tidak banyak kerusakan jaringan lunak
dan fraktur tidak kominutif (also a low- to moderate-energy fracture).

Tipe III dijumpai kerusakan hebat maupun kehilangan cukup luas pada kulit, jaringan
lunak dan putus atau hancurnya struktur neurovaskuler dengan kontaminasi, juga
termasuk fraktur segmental terbuka atau amputasi traumatik. Kerusakan ini
disebabkan oleh transfer energi yang besar ke tulang dan jaringan lunak. Klasifikasi
ini juga termasuk trauma luka tembak dengan kecepatan tinggi atau high velocity,
fraktur terbuka di pertanian, fraktur yang perlu repair vaskular dan fraktur yang lebih
dari 8 jam setelah kejadian.

Kemudian Gustillo membagi tipe III menjadi subtipe, yaitu tipe IIIA, IIIB, dan IIIC :
TIPE
IIIA

BATASAN
Periosteum masih membungkus fragmen fraktur dengan kerusakan jaringn

IIIB

lunak yang luas


Kehilangan jaringan lunak yang luas, kontaminasi berat, periostenal striping

IIIC

atau terjadi bone expose


Disertai kerusakan arteri yang memerlukan repair tanpa melihat tingkat
kerusakan jaringan lunak

Keterangan :

Tipe IIIA terjadi apabila fragmen fraktur masih dibungkus oleh jaringan lunak,
walaupun adanya kerusakan jaringan lunak yang luas dan berat.

Tipe IIIB terjadi pada fragmen fraktur tidak dibungkus oleh jaringan lunak, sehingga
tulang terlihat jelas atau bone expose, terdapat pelepasan periosteum, fraktur
kominutif. Biasanya disertai kontaminasi masif dan merupakan trauma high energy
tanpa memandang luas luka.

Tipe IIIC terdapat trauma pada arteri yang membutuhkan perbaikan agar kehidupan
bagian distal dapat dipertahankan tanpa memandang derajat kerusakan jaringan lunak.

Gambar. Klasifikasi Fraktur Terbuka menurut Gustillo dan Anderson

Anda mungkin juga menyukai